id
stringlengths
1
7
url
stringlengths
31
389
title
stringlengths
1
250
text
stringlengths
2
534k
3950
https://id.wikipedia.org/wiki/Nelly%20Furtado
Nelly Furtado
Nelly Furtado () adalah seorang penyanyi Kanada keturunan Portugis. Kedua orang tuanya berasal dari negara tersebut. Ia memiliki dua orang saudara. Pada umur 9 tahun, ia belajar memainkan trombone dan ukulele. Lalu dua tahun kemudian, ia belajar bermain keyboard. Pada umur 13 tahun, ia mulai menulis lagu-lagunya. Setelah itu ia ikut main dalam sebuah kelompok yang bernama Nelstar dan pernah tampil delapan kali di "Lilith fair", sebuah tur untuk artis wanita, pada akhir tahun 1990’an. Ia bisa berbahasa Inggris, Portugis dan Hindi, serta pernah menyanyi dalam tiga bahasa tersebut. Pada sebuah pementasan, ia bertemu dengan Gerald Eaton, yang meng-ko-produksi album perdananya Whoa, Nelly! pada perusahaan Dreamworks. Gayanya pernah disebut sebagai salingan antara Macy Gray dan Ivana Santilli, meliputi musik pop, triphop, bossa nova, soul, R&B, hip-hop dan folk. Gaya ini merupakan hasil dari kemauannya untuk lebih dalam menembus musik-musiknya yang pernah mempengaruhinya. Menurutnya, Cornershop dan Beck banyak mempengaruhinya. Untuk kontraknya, lagu-lagunya agak depresif dan sedih. Akan tetapi, kemudian katanya, ia sadar bahwa musik itu tidakperlu sedih dan bahkan bisa pula poppy dan menyenangkan. Nelly Furtado pada tahun 2002 memenangkan Grammy Award sebagai penyanyi wanita terbaik dengan lagunya I'm like a bird. Pada tanggal 20 September 2003, Nelly Furtado melahirkan anak pertama seorang perempuan, bernama Nevis. Kehidupan awal Furtado lahir pada 2 Desember 1978, di Victoria, British Columbia, Kanada. Orang tua Portugis-nya, António José Furtado dan Maria Manuela Furtado, dilahirkan di Pulau São Miguel di Azores dan telah berimigrasi ke Kanada pada akhir tahun 1960-an. Nelly dinamai setelah pesenam Soviet, Nellie Kim. Kakaknya adalah Michael Anthony dan Lisa Anne. Mereka dibesarkan sebagai Katolik Roma. Pada usia empat tahun, ia mulai tampil dan bernyanyi dalam bahasa Portugis. Penampilan publik pertama Furtado adalah ketika dia bernyanyi duet dengan ibunya di sebuah gereja di Portugal Day. Dia mulai memainkan alat musik pada usia sembilan tahun, belajar trombone, ukulele, dan pada tahun-tahun berikutnya, belajar gitar dan keyboard. Pada usia 12 tahun, ia mulai menulis lagu, dan sebagai remaja, ia tampil di marching band Portugis. Furtado mengakui keluarganya sebagai sumber etos kerjanya yang kuat. Dia menghabiskan delapan musim panas bekerja sebagai pelayan wanita bersama ibunya, bersama dengan saudara laki-laki dan perempuannya, yang merupakan pembantu rumah tangga di Victoria. Kehidupan pribadi Pada 20 September 2003, Furtado melahirkan putrinya, Nevis Chetan. Ayah anak itu adalah Jasper Gahunia, [80] pacar Furtado sejak 2001 dan teman dekat selama beberapa tahun. Pasangan itu putus pada tahun 2005, tetapi menurut Furtado, mereka berdua terus menjadi teman baik dan berbagi tanggung jawab bersama membesarkan Nevis. Pada 19 Juli 2008, Furtado menikah dengan sound engineer Demacio Castellon, yang dengannya dia pernah bekerja pada Loose. Pada bulan April 2017, selama penampilan di acara panel siang hari Inggris Loose Women, Furtado mengumumkan ia telah berpisah dari Castellon selama musim panas 2016 dan mengatakan ia sekarang masih lajang. Aktivisme Furtado menyelenggarakan program tentang AIDS di MTV, yang juga menampilkan Justin Timberlake dan Alicia Keys. [89] Pada 27 September 2011, Furtado mengumumkan pada Free the Children's We Day Toronto, bahwa dia memberikan CDN $ 1.000.000 untuk upaya membangun sekolah anak perempuan di wilayah Maasai, Kenya. Furtado adalah anggota dari The Canadian charity Artists Against Racism. Diskografi Album studio Album kompilasi Album dengan siaran langsung Video album Extended play Singles Sebagai penyanyi utama Sebagai penyanyi pendukung Singel yang dipromosikan Penampilan lainnya Musik video Fitur musik video Filmografi Roswell (2001) Floribella (2006) One Life to Live (2007) CSI: NY (2007) Punk'd (2007) Max Payne (2008) Big Brother Brasil 10 (2010) Score: A Hockey Musical (2010) 90210 (2012) Penghargaan Pranala luar Situs web resmi Situs web fan yang ingin membicarakan Nelly Furtado Penyanyi Kanada Pemeran Kanada Pemenang Grammy Award Pemenang Brit Award Semua artikel yang menambahkan kategori Orang hidup secara otomatis
3952
https://id.wikipedia.org/wiki/I%27m%20Like%20a%20Bird
I'm Like a Bird
Lagu "I'm Like a Bird" dinyanyikan oleh Nelly Furtado dan didistribusikan sebagai single pada akhir tahun 2000 di Amerika Serikat dan Kanada dan awal 2001 di Eropa Barat. Di Eropa, single ini merupakan yang pertama, tetapi di Amerika Utara, ini adalah yang kedua. Lagu ini mengenai melepaskan seseorang yang dicintai karena tidak cocok, walaupun ia masih sangat sayang sekalipun. Lagu ini sungguh melankolik tetapi sekaligus sangat indah karena sangat menyentuh perasaan. Nelly Furtado Singel tahun 2000
3953
https://id.wikipedia.org/wiki/Zen
Zen
Zen adalah salah satu aliran Buddha Mahayana. Kata Zen adalah bahasa Jepang yang berasal dari bahasa mandarin "Chan" (禪, Pinyin: Chán). Kata "Chan" sendiri berasal dari bahasa Pali "jhana" atau bahasa Sanskerta dhyana( ध्यान ). Dalam bahasa vietnam Zen dikenal sebagai “thiền” dan dalam bahasa korea dikenal sebagai “seon”. Jhana atau Dhyāna adalah sebuah kondisi batin yang terpusat yang ditemui dalam meditasi. Meski secara semantik, kata Chan sendiri berasal dari kata ‘dhyāna’ (Sansekerta) atau ‘jhana’ (Pali) atau 'Chan-na' 禪那 (Tionghoa). Zen tidak bertujuan pada pencapaian jhana. Ini sekadar menunjukkan bahwa ajaran Zen sangat menekankan pada aspek meditasi atau samadhi. Asal usul dan pengaruh Tao Ketika datang ke China dari India, ajaran Buddha awalnya disesuaikan dengan budaya dan pemahaman China sehingga terkena pengaruh Konfusianisme dan Taoisme. Goddard mengutip D.T. Suzuki dengan menyebut Chán sebagai sebuah “perubahan alami ajaran Buddha dalam kondisi Taois”. Dilihat dari penerimaan oleh karya Han Hinayana dan dari komentar-komentar awal, tampak bahwa ajaran Buddha dirasakan dan dicerna melalui Daoisme religius (Taoisme). Buddha dipandang sebagai orang asing yang abadi yang telah mencapai beberapa bentuk abadi Daois. Kehati-hatian umat Buddha dalam bernapas dianggap sebagai perluasan latihan pernapasan Daois. Terminologi Tao digunakan untuk mengekspresikan doktrin ajaran Buddha dalam terjemahan tertua dari teks-teks ajaran Buddha, dalam sebuah praktik yang disebut ko-i, yang berarti “sesuai dengan konsep-konsep”, saat ajaran Buddha versi China yang baru saja muncul harus bersaing dengan Taoisme dan Konfusianisme. Umat Buddha pertama yang direkrut di China adalah kaum Tao. Mereka mengembangkan penghargaan yang tinggi terhadap teknik meditasi Buddha yang baru diperkenalkan, dan memadukannya dengan meditasi Tao. Anggota awal ajaran Buddha versi China seperti Sengzhao dan Tao Sheng sangat dipengaruhi oleh karya-karya dasar keimanan Tao yang ditulis oleh Laozi dan Zhuangzi. Berlawanan dengan latar belakang ini, konsep kealamian Tao diwariskan oleh para siswa awal Chán: mereka mensejajarkan sifat Tao and Buddha yang tak terlukiskan sampai batas waktu tertentu. Dengan demikian, mereka tidak merasa terikat pada "kebijaksanaan sutra" yang abstrak atau sifat-Buddha yang ditekankan yang dapat ditemukan di kehidupan manusia "sehari-hari", sama halnya dengan Tao. Guru-guru Zen Aliran Zen dianggap bermula dari Bodhidharma. Ia berasal dari India dan merupakan murid generasi ke-28 setelah Mahakassapa (dalam Bahasa Pali; bahasa Sanskerta:Mahakasyapa). Sekitar tahun 520 dia pergi ke Tiongkok Selatan di kerajaan Liang. Dia kemudian bermeditasi selama 9 tahun menghadap dinding batu di wihara di Luoyang. Di sinilah juga dipercayai berdirinya wihara Shaolin (少林寺). Aliran Zen asli kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui Neng. Setelah itu aliran Zen berpencar di Tiongkok, dan Jepang. Bodhidharma (atau Damo 達摩) lahir sekitar 440 - meninggal sekitar 528 Dazu Huike (慧可) lahir 487 - meninggal 593 Jianzhi Sengcan (僧燦) lahir ? - meninggal 606 Dayi Daoxin (道信) lahir 580 - meninggal 651 Hung Ren (弘忍) lahir 601 - meninggal 674 Hui Neng (慧能) lahir 638 - meninggal 713 Ajaran Zen Meskipun narasi Zen menyatakan bahwa narasi tersebut adalah "penjabaran khusus di luar kitab suci" yang tidak tersusun atas kata-kata", Zen memang memiliki latar belakang doktrinal yang kaya. Yang paling penting adalah "ajaran yang paling mendasar adalah bahwa kita sudah sejak awal tercerahkan", dan idealisme Bodhisattva, yang melengkapi wawasan dengan Karunā, kasih sayang dengan semua makhluk hidup. Hampir tidak mungkin untuk menunjuk “ajaran Zen mana yang penting”, mengingat banyaknya macam aliran, sejarah yang disampaikan selama 1500 tahun, dan penekanan pada pemahaman yang apa adanya, kenyataan sebagaimana mestinya, yang harus diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari, tidak dalam kata-kata. Tetapi yang umum untuk sebagian besar aliran dan ajaran adalah penekanan pada pemahaman yang apa adanya, idealisme Bodhisattva, dan prioritas zazen. Ajaran Zen dapat disamakan dengan “jari yang menunjuk bulan”. Ajaran Zen mengarah ke bulan, membangitkan, “realisasi dari interpenetrasi dharmadhatu yang tidak segera terjadi”. Namun, tradisi Zen juga memperingatkan hal yang berlawanan dengan ajarannya, bahwa jari yang menunjuk, adalah wawasan itu sendiri. Berbagai tradisi meletakkan berbagai penekanan dalam ajaran dan praktik mereka: Ada dua cara yang berbeda untuk memahami dan benar-benar mempraktikkan Zen. Kedua cara yang berbeda ini dalam bahasa China disebut pen chueh dan shih-chueh. Istilah pen chueh mengacu pada keyakinan bahwa pikiran seseorang telah tercerahkan sejak awal, sementara shih-chueh mengacu pada keyakinan bahwa pada suatu titik dalam waktu, kita meloloskan diri dari penjara ketidaktahuan dan kebodohan menuju visi realisasi Zen yang sebenarnya: "Pencerahan kami adalah abadi, namun realisasi kita terjadi pada saatnya.” Menurut keyakinan ini, mengalami momen kebangkitan dalam hidup ini adalah sesuatu yang sangat penting. Praktik Zen Meditasi Zen Yang utama dalam praktik Zen adalah dhyana atau meditasi. Tradisi Zen menyatakan bahwa dalam praktik meditasi, pengertian tentang doktrin dan ajaran mengharuskan adanya penciptaan berbagai gagasan dan penampilan (Skt. saṃjñā; Ch. 相, Xiang) yang mengaburkan makna kebijaksanaan tiap sifat makhluk Buddha. Proses penemuan kembali ini disebut dengan berbagai istilah seperti “introspeksi”, “langkah mundur”, “berbalik-haluan” atau “melihat lebih dalam”. Mengamati napas Selama duduk bermeditasi, praktisi biasanya mengambil posisi seperti posisi lotus, setengah lotus, Burma, atau postur seiza, dengan menggunakan dhyāna mudrā. Untuk mengatur pikiran, kesadaran diarahkan dengan menghitung atau mengamati napas, atau dimasukkan ke dalam pusat energi di bawah pusar (lihat juga anapanasati). Seringkali, bantal persegi atau bulat ditempatkan di atas tikar empuk dan digunakan untuk duduk. Dalam beberapa kasus lain, kursi juga dapat digunakan. Praktik ini bisa disebut duduk dhyana, yang juga disebut zuochan (坐禅) dalam bahasa Tionghoa, dan zazen (坐禅) dalam bahasa Jepang. Mengamati pikiran Di aliran Zen Soto, meditasi tanpa objek, hasrat, atau isi, adalah bentuk utama dari praktik meditasi ini. Pelaku meditasi berusaha menyadari aliran pikiran yang memungkinkan pikiran tersebut untuk muncul dan hilang tanpa gangguan. Pembenaran secara tekstual, filosofis, dan fenomenologis yang cukup besar untuk praktik ini dapat ditemukan di seluruh Dogen Shōbōgenzō, seperti misalnya dalam buku "Principles of Zazen" dan "Universally Recommended Instructions for Zazen”. Dalam bahasa Jepang, praktik ini disebut shikantaza. Meditasi kelompok Intensif Tradisi Zen mencakup periode meditasi kelompok intensif di sebuah biara. Dalam rutinitas sehari-hari, para biarawan diharuskan untuk bermeditasi selama beberapa jam setiap hari. Namun, selama periode intensif ini, mereka mengabdikan diri semata-mata hanya untuk mempraktikkan meditasi duduk. Periode meditasi selama 30-50 menit yang berkali-kali disisipi dengan istirahat pendek, makan, dan kadang-kadang, pekerjaan jangka pendek harus dilakukan dengan kesadaran yang sama; tidur malam dilakukan seminimal mungkin: 7 jam atau kurang dari itu. Dalam praktik ajaran Buddha modern di Jepang, Taiwan, dan Barat, siswa biasa sering menghadiri sesi-sesi latihan yang intensif, yang panjangnya biasanya 1, 3, 5, atau 7 hari. Sesi-sesi latihan ini diadakan di banyak pusat Zen, terutama dalam rangka pencapaian Anuttarā Samyaksaṃbodhi Buddha. Salah satu aspek yang khas dari meditasi Zen dalam kelompok adalah penggunaan serpihan kayu datar yang digunakan untuk menjaga pelaku meditasi tetap fokus dan terjaga. Dalam bahasa Jepang, praktik ini disebut sesshin. Praktik Kōan Pada awal Dinasti Song, praktik dengan metode kōan menjadi populer, sedangkan yang lain mempraktikkan "iluminasi sunyi.” Hal ini menjadi sumber beberapa perbedaan antara tradisi Linji dan Caodong dalam praktiknya. Sebuah kōan, yang secara harfiah berarti "kasus umum", adalah sebuah cerita atau dialog yang menggambarkan interaksi antara seorang master Zen dan seorang siswanya. Anekdot ini mendemonstrasikan wawasan sang master. Kōan menekankan wawasan non-konsepsional yang ditunjukkan oleh ajaran Buddha. Kōan dapat digunakan untuk memancing timbulnya "keraguan besar", dan menguji kemajuan siswa dalam praktik Zen. Penanyaan Kōan dapat dipraktikkan selama duduk meditasi (zazen), meditasi berjalan (kinhin), dan seluruh aktivitas kehidupan sehari-hari. Praktik Kōan terutama ditekankan oleh aliran Rinzai Jepang, tetapi praktik ini juga dilakukan oleh aliran atau cabang Zen lain, tergantung dari cara mengajarnya. Penguasaan murid Zen atas kōan yang telah diberikan disajikan kepada guru dalam wawancara pribadi (dalam bahasa Jepang disebut sebagai dokusan (独 参), daisan (代 参), atau sanzen (参禅)). Meskipun tidak ada jawaban yang khusus untuk sebuah kōan, praktisi diharapkan untuk menunjukkan pemahaman mereka tentang kōan dan Zen melalui tanggapan mereka. Guru dapat menyetujui atau tidak menyetujui jawaban tersebut dan membimbing siswa ke arah yang benar. Interaksi dengan guru Zen penting dalam Zen, tetapi hal ini membuat praktik Zen, setidaknya di Barat, rentan terhadap kesalahpahaman dan eksploitasi. Seni Zen Dari abad ke-12 dan abad ke-13, perkembangan lebih lanjut ialah seni Zen, mengikuti perkenalan aliran ini oleh Dogen dan Eisai setelah mereka pulang dari Tiongkok. Seni Zen sebagian besar memiliki ciri khas lukisan asli (seperti sumi-E dan Enso) dan puisi (khususnya haiku). Seni ini berusaha keras untuk mengungkapkan intisari sejati dunia melalui gaya impressionisme dan gambaran tak terhias yang tak "dualistik". Pencarian untuk penerangan "sesaat" juga menyebabkan perkembangan penting lain sastra derivatif seperti Chanoyu (upacara minum teh) atau Ikebana; seni merangkai bunga. Perkembangan ini sampai sejauh pendapat bahwa setiap kegiatan manusia merupakan sebuah kegiatan seni sarat dengan muatan spiritual dan estetika, pertama-tama apabila aktivitas itu berhubungan dengan teknik pertempuran (seni beladiri). Zen telah sangat mempengaruhi perkembangan seni bela diri seperti Kendo, Kyudo, Judo, Karate dan Aikido. Di Jepang kuno, Zen memiliki dampak besar pada prajurit Samurai, dan secara luas diadopsi sebagai agama resmi mereka. Samurai mencapai kesempurnaan dalam seni bela diri praktik Zazen. Praktik ini ideal bagi cara hidup Samurai karena menekankan pada diri ketenangan, kewaspadaan, dan kerelaan dalam menghadapi kematian. Bahkan dalam tingkat tertentu, Zen disebut agama Samurai. Pendekar besar Miyamoto Musashi dan beberapa 47 Ronin adalah pakar Zen. Zen di Indonesia Terdapat beberapa kelompok Zen yang sekarang berkembang di Indonesia, termasuk tradisi Plum Village, Dharma Drum Mountain (Chan Indonesia), dan Fo Guang Shan yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Referensi Pranala luar Pikiran Pemula Meditasi Zen Chan Indonesia Fundamentals of Meditation Buddhisme Mazhab-mazhab Buddhisme Mahayana Buddhisme di Jepang
3967
https://id.wikipedia.org/wiki/UGM-73%20Poseidon
UGM-73 Poseidon
UGM-73 Poseidon adalah peluru kendali balistik tahap kedua dari Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy). Peluru kendali ini bermesin roket dua tahap berbahan bakar padat. Poseidon menggantikan UGM-27 Polaris pada awal 1972. Poseidon dibandingkan Polaris lebih canggih dalam hal hulu ledak dan keakuratannya. Poseidon kemudian digantikan oleh Trident I pada 1979, dan Trident II pada 1990. Walaupun Poseidon lebih panjang dan jauh lebih berat berbanding Polaris A-3, keduanya mempunyai jangkauan jarak yang sama yaitu sekitar 4.600 km (2.500 mil laut). Poseidon juga mempunyai ketepatan yang lebih baik dan memiliki 14 buah hulu ledak MIRV termonuklir W68. Operator Pranala luar Poseidon Poseidon Peluru kendali berkemampuan MIRV
3968
https://id.wikipedia.org/wiki/Peluru%20kendali%20Jericho
Peluru kendali Jericho
Peluru kendali Jericho adalah nama umum yang diberikan kepada peluru kendali balistik jarak serdahana (MRBM) Israel. Nama tersebut diambil dari kontrak pembangunan yang ditandatangani antara Israel dan Dassault pada 1963. Seperti banyak projek berkaitan dengan program senjata nuklir Israel butiran terperinci sukar didapati dalam alam umum (public domain). Peluru kendali Jericho I pertama sekali dikenal pasti sebagai sistem beroperasi pada lewat 1971. Ia adalah 13.4 m panjang, diameter 0.8 m, seberat 6.5 ton. Ia mempunyai jarak 500 km dan Kemungkinan ralat bulatan "Circular error probable" (CEP) 1,000 m, dan ia mampu membawa beban sekitar 400 kg. Ia diperkirakan untuk membawa kepala peledak nuklir. Pembangunan permulaan adalah bersama dengan Prancis, Dassault membekalkan berbagai sistem peluru kendali semenjak 1963 dan jenis dikelaskan MD-620 diuji pelancarannya pada 1965. Tetapi kerjasama dengan Prancis terbentur dengan embargo senjata semenjak Januari 1968. Penyelidikan diteruskan oleh IAI di kemudahan Beit Zachariah dan ongkos program tersebut meningkat hampir $1 miliar pada 1980. Walaupun menghadapi masalah sistem pensasar, dipercayai hampir 100 peluru berpandu jenis ini dihasilkan. Sistem ini dipertingkatkan sekitar 1985, ia dikenali sebagai Jericho II, menggunakan bahan api pepejal, 13 ton, sistem dua-peringkat. Terdapat beberapa pelancaran ujian ke Laut Tengah dari 1987 sehingga 1992, paling jauh sekitar 1,300 km, kebanyakannya dari kemudahan di Palmahim, selatan Tel Aviv. Kualitas sistem ini juga tidak diketahui dengan jelas tetapi dipercayai menyamai US MGM-31 Pershing. Ini disebabkan kerajaan Amerika Serikat membekalkan bantuan teknikal yang banyak kepada Israel pada 1970s. Dipercayai bahawa Jericho II membentuk asas kepada, 23 ton Shavit NEXT pelancar satelit tiga-peringkat (menyerupai RSA-3 Afrika Selatan), pertama sekali dilancarkan pada 1988 dari Palmachim. Berasaskan prestasi Shavit dianggarkan bahawa sebagai peluru berpandu balistik ia mempunyai jarak maksima sejauh 4,500 km dengan beban terhad 250 kg. Dikatakan juga bahwa sistem Jericho IIb atau Jericho III telah disiapkan atau sedang dibangunkan. Pranala luar Maklumat berkenaan Shavit Peluru kendali balistik Peluru kendali Israel Peluru kendali berkemampuan MIRV
3969
https://id.wikipedia.org/wiki/Rodong-1
Rodong-1
Rodong-1 (dieja Nodong-1 di Korea Selatan) merupakan sebuah peluru kendali balistik satu tingkat yang dikembangkan oleh Korea Utara pada pertengahan 1980-an. Rudal ini merupakan hasil modifikasi dari SS-1 Uni Soviet atau yang dikenal berdasarkan kode NATO-nya sebagai Scud. Rodong-1 dipercaya merupakan dasar bagi pengembangan rudal balistik Shahab-3. Operators Pranala luar CNS report North Korea's Balistic Missile Capabilities 2006 Center for Nonproliferation Studies, North Korea's Ballistic Missile Program Claremont Institute, MissileThreat.com, No-dong 1 GlobalSecurity.org, Nodong-1 National Threat Initiative, Nodong: Overview and Technical Assessment Institute for Science and International Security, ISIS Peluru kendali balistik Peluru kendali Korea Utara
3971
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Aceh%20Barat
Kabupaten Aceh Barat
Aceh Barat () adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Sebelum pemekaran, Aceh Barat mempunyai luas wilayah 10.097,04 km² atau 1.010.466 Ha dan merupakan bagian wilayah pantai Barat dan Selatan pulau Sumatra yang membentang dari barat ke Timur mulai dari kaki gunung Geurutee (perbatasan dengan Aceh Besar) sampai ke sisi Krueng Seumayam (perbatasan Aceh Selatan) dengan panjang garis pantai sejauh 250 km². Setelah dimekarkan luas wilayah menjadi 2.927,95 km² dan pada akhir tahun 2020 memiliki penduduk sebanyak 198.736 jiwa. Sejarah Masa kesultanan Aceh Wilayah bagian barat Kerajaan Aceh Darussalam mulai dibuka dan dibangun pada abad ke-16 atas prakarsa Sultan Saidil Mukamil (Sultan Aceh yang hidup antara tahun 1588-1604), kemudian dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda (Sultan Aceh yang hidup tahun 1607-1636) dengan mendatangkan orang-orang Aceh Rayeuk dan Pidie. Daerah ramai pertama adalah di teluk Meulaboh (Pasir Karam) yang diperintah oleh seorang raja yang bergelar Teuku Keujuruen Meulaboh dan Negeri Daya (Kecamatan Jaya) yang pada akhir abad ke-15 telah berdiri sebuah kerajaan dengan rajanya adalah Sultan Salatin Alaidin Riayat Syah dengan gelar Poteu Meureuhom Daya. Dari perkembangan selanjutnya, wilayah Aceh Barat diakhir abad ke-17 telah berkembang menjadi beberapa kerajaan kecil yang dipimpin oleh Uleebalang, yaitu: Kluang; Lamno; Kuala Lambeusoe; Kuala Daya; Kuala Unga; Babah Awe; Krueng No; Cara' Mon; Lhok Kruet; Babah Nipah; Lageun; Lhok Geulumpang; Rameue; Lhok Rigaih; Krueng Sabee; Teunom; Panga; Woyla; Bubon; Lhok Bubon; Meulaboh; Seunagan; Tripa; Seuneu'am; Tungkop; Beutong; Pameue; Teupah (Tapah); Simeulue; Salang; Leukon; Sigulai. Silsilah Raja Meulaboh Raja-raja yang pernah bertahta di kehulu-balangan Kaway XVI hanya dapat dilacak dari T. Tjik Pho Rahman, yang kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama T. Tjik Masaid, yang kemudian diganti oleh anaknya lagi yang bernama T. Tjik Ali dan digantikan anaknya oleh T. Tjik Abah (sementara) dan kemudian diganti oleh T. Tjik Manso yang memiliki tiga orang anak yang tertua menjadi Raja Meulaboh bernama T. Tjik Raja Nagor yang pada tahun 1913 meninggal dunia karena diracun, dan kemudian digantikan oleh adiknya yang bernama Teuku Tjik Ali Akbar, sementara anak T. Tjik Raja Nagor yang bernama Teuku Raja Neh, masih kecil. Saat Teuku Raja Neh (ayah dari H.T. Rosman. mantan Bupati Aceh Barat) anak dari Teuku Tjik Raja Nagor besar ia menuntut agar kerajaan dikembalikan kepadanya, namun T. Tjik Ali Akbar yang dekat dengan Belanda malah mengfitnah Teuku Raja Neh sakit gila, sehingga menyebabkan T. Raja Neh dibuang ke Sabang. Pada tahun 1942 saat Jepang masuk ke Meulaboh, T. Tjik Ali Akbar dibunuh oleh Jepang bersama dengan Teuku Ben dan pada tahun 1978, mayatnya baru ditemukan di bekas Tangsi Belanda atau sekarang di Asrama tentara Desa Suak Indrapuri, kemudian Meulaboh diperintah para Wedana dan para Bupati dan kemudian pecah menjadi Aceh Selatan, Simeulue, Nagan Raya, Aceh Jaya. (teuku dadek) Dimasa penjajahan Belanda, melalui suatu perjanjian (Korte Verklaring), diakui bahwa masing-masing Uleebalang dapat menjalankan pemerintahan sendiri (Zelfsbestuur) atau swaparaja (landschap). Oleh Belanda Kerajaan Aceh dibentuk menjadi Gouvernement Atjeh en Onderhorigheden (Gubernemen Aceh dan Daerah Taklukannya) dan selanjutnya dengan dibentuknya Gouvernement Sumatra, Aceh dijadikan Keresidenan yang dibagi atas beberapa wilayah yang disebut afdeeling (provinsi) dan afdeeling dibagi lagi atas beberapa onderafdeeling (kabupaten) dan onderafdeeling dibagi menjadi beberapa landschap (kecamatan). Penjajahan Belanda Aceh Barat sangat berkaitan dengan sejarah Meulaboh, Ibu kota Kabupaten Aceh Barat yang terdiri dari Kecamatan Johan Pahlawan, sebagian Kaway XVI dan sebagian Kecamatan Meureubo adalah salah satu Kota yang paling tua di belahan Aceh bagian Barat dan Selatan. Menurut HM.Zainuddin dalam Bukunya Tarih Atjeh dan Nusantara, Meulaboh dulu dikenal sebagai Negeri Pasir Karam. Nama tersebut kemungkinan ada kaitannya dengan sejarah terjadinya tsunami di Kota Meulaboh pada masa lalu, yang pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi kembali. Meulaboh sudah berumur 402 tahun terhitung dari saat naik tahtanya Sultan Saidil Mukamil (1588-1604), catatan sejarah menunjukan bahwa Meulaboh sudah ada sejak Sultan tersebut berkuasa. Pada masa Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636), demikian HM.Zainuddin negeri itu ditambah pembangunannya. Di Meulaboh waktu itu dibuka perkebunan merica, tetapi negeri ini tidak begitu ramai karena belum dapat menandingi Negeri Singkil yang banyak disinggahi kapal dagang untuk mengambil muatan kemenyan dan kapur barus. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Djamalul Alam, Negeri Pasir Karam kembali ditambah pembangunannya dengan pembukaan kebun lada. Untuk mengolah kebun-kebun itu didatangkan orang-orang dari Pidie dan Aceh Besar. Karesidenan Aceh Seluruh wilayah Keresidenan Aceh dibagi menjadi 4 (empat) afdeeling yang salah satunya adalah Afdeeling Westkust van Atjeh atau Aceh Barat dengan ibu kotanya Meulaboh. Afdeeling Westkust van Atjeh (Aceh Barat) merupakan suatu daerah administratif yang meliputi wilayah sepanjang pantai barat Aceh, dari gunung Geurutee sampai daerah Singkil dan kepulauan Simeulue serta dibagi menjadi 6 (enam) onderafdeeling, yaitu: Meulaboh dengan ibu kota Meulaboh dengan Landschappennya Kaway XVI, Woyla, Bubon, Lhok Bubon, Seunagan, Seuneu'am, Beutong, Tungkop dan Pameue; Tjalang dengan ibu kota Tjalang (dan sebelum tahun 1910 ibu kotanya adalah Lhok Kruet) dengan Landschappennya Keluang, Kuala Daya, Lambeusoi, Kuala Unga, Lhok Kruet, Patek, Lageun, Rigaih, Krueng Sabee dan Teunom; Tapaktuan dengan ibu kota Tapak Tuan; Simeulue dengan ibu kota Sinabang dengan Landschappennya Teupah, Simalur, Salang, Leukon dan Sigulai; Zuid Atjeh dengan ibu kota Bakongan; Singkil dengan ibu kota Singkil. Penjajahan Jepang Di zaman penjajahan Jepang (1942–1945) struktur wilayah administrasi ini tidak banyak berubah kecuali penggantian nama dalam bahasa Jepang, seperti Afdeeling menjadi Bunsyu yang dikepalai oleh Bunsyucho, Onderafdeeling menjadi Gun yang dikepalai oleh Guncho dan Landschap menjadi Son yang dikepalai oleh Soncho. Masa kemerdekaan Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 7 (Drt) Tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Provinsi Sumatera Utara, wilayah Aceh Barat dimekarkan menjadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan. Kabupaten Aceh Barat dengan Ibu kota Meulaboh terdiri dari tiga wilayah yaitu Meulaboh, Calang dan Simeulue, dengan jumlah kecamatan sebanyak 19 (sembilan belas) kecamatan yaitu Kaway XVI; Johan Pahlwan; Seunagan; Kuala; Beutong; Darul Makmur; Samatiga; Woyla; Sungai Mas; Teunom; Krueng Sabee; Setia Bakti; Sampoi Niet; Jaya; Simeulue Timur; Simeulue Tengah; Simeulue Barat; Teupah Selatan dan Salang. Sedangkan Kabupaten Aceh Selatan, meliputi wilayah Tapak Tuan, Bakongan dan Singkil dengan ibu kotanya Tapak Tuan. Pada tahun 1996 Kabupaten Aceh Barat dimekarkan lagi menjadi 2 (dua) Kabupaten, yaitu Kabupaten Aceh Barat meliputi kecamatan Kaway XVI; Johan Pahlwan; Seunagan; Kuala; Beutong; Darul Makmur; Samatiga; Woyla; Sungai Mas; Teunom; Krueng Sabee; Setia Bakti; Sampoi Niet; Jaya dengan ibu kotanya Meulaboh dan Kabupaten Adminstrtif Simeulue meliputi kecamatan Simeulue Timur; Simeulue Tengah; Simeulue Barat; Teupah Selatan dan Salang dengan ibu kotanya Sinabang. Kemudian pada tahun 2000 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5, Kabupaten Aceh Barat dimekarkan dengan menambah 6 (enam) kecamatan baru yaitu Kecamatan Panga; Arongan Lambalek; Bubon; Pantee Ceureumen; Meureubo dan Seunagan Timur. Dengan pemekaran ini Kabupaten Aceh Barat memiliki 20 (dua puluh) Kecamatan, 7 (tujuh) Kelurahan dan 207 Desa. Selanjutnya pada tahun 2002 Kabupaten Aceh Barat daratan yang luasnya 1.010.466 Ha, kini telah dimekarkan menjadi tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 4 Tahun 2002. Geografi Sebelum pemekaran, Kabupaten Aceh Barat mempunyai luas wilayah 10.097.04 km² atau 1.010.466 hektare dan secara astronomi terletak pada 2°00'-5°16' Lintang Utara dan 95°10' Bujur Timur dan merupakan bagian wilayah pantai barat dan selatan kepulauan Sumatra yang membentang dari barat ke timur mulai dari kaki Gunung Geurutee (perbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar) sampai kesisi Krueng Seumayam (perbatasan Aceh Selatan) dengan panjang garis pantai sejauh 250 Km. Batas Wilayah Setelah pemekaran letak geografis Kabupaten Aceh Barat secara astronomi terletak pada 04°61'-04°47' Lintang Utara dan 95°00'- 86°30' Bujur Timur dengan luas wilayah 2.927,95 km² dengan batas-batas sebagai berikut: Rata-rata Suhu, Curah Hujan dan Hari Hujan Pemerintahan Kabupaten ini dipimpin oleh seorang Bupati yang terpilih dalam setiap Pilkada. Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Program strategis pembangunan daerah Pembangunan Kabupaten Aceh Barat mencakup semua kegiatan pembangunan daerah dan sektoral yang dikelola oleh pemerintah bersama masyarakat. Titik berat pembangunan diletakan pada bidang ekonomi kerakyatan melalui peningkatan dan perluasan pertanian dalam arti luas sebagai penggerak utama pembangunan yang saling terkait secara terpadu dengan bidang-bidang pembangunan lainnya dalam suatu kebijakan pembangunan. Maka ditetapkan prioritas pembangunan sebagai berikut: Meningkatkan pelaksanaan Syariat Islam, peran ulama dan adat istiadat. Peningkatan Sumber Daya Manusia. Pemberdayaan ekonomi masyarakat. Meningkatakan aksesibilitas daerah. Meningkatkan pendapatan daerah. Lambang daerah Lambang daerah Kabupaten Aceh Barat ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Barat No. 12 Tahun 1976 Tanggal 26 November 1976 tentang Lambang Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Barat dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Dalam Negeri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor Pem./10/32/46-263 Tanggal 17 Mei 1976 serta telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Tingkat II Aceh Barat Nomor 10 Tahun 1980 Tanggal 3 Januari 1980. Lambang Kabupaten Aceh Barat mempunyai perisai berbentuk kubah masjid yang berisi lukisan lukisan dengan bentuk, warna dan perbandingan ukuran tertentu dan mempunyai maksud serta makna sebagai berikut: Perisai berbentuk kubah masjid, melambangkan ketahanan Nasional dan kerukunan yang dijiwai oleh semangat keagamaan; Bintang persegi lima, melambangkan falsafah negara, Pancasila; Kupiah Meukeutop, melambangkan kepemimpinan; Dua tangkai kiri kanan yang mengapit Kupiah Meukeutop terdiri dari kapas, padi, kelapa dan cengkih, melambangkan kesuburan dan kemakmuran daerah; Rencong, melambangkan jiwa patriotik/kepahlawanan rakyat; Kitab dan Kalam, melambangkan ilmu pengetahuan dan peradaban; Tulisan "Aceh Barat" mengandung arti bahwa semua unsur tersebut di atas terdapat di dalam Kabupaten Aceh Barat. Lambang Daerah ini digunakan sebagai merek bagi perkantoran pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan ; Sebagai petanda batas wilayah Kabupaten Aceh Barat dengan Kabupaten lainnya. Sebagai cap atau stempel jabatan dinas. Sebagai lencana yang digunakan oleh pegawai pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang sedang menjalankan tugasnya. Sebagai panji atau bendera digunakan oleh suatu rombongan yang mewakili atau atas nama pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan dapat dipergunakan pada tempat-tempat upacara resmi, pintu gerbang dan lain sebagainya. Lambang daerah Kabupaten Aceh Barat ini dilarang digunakan apabila bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 1976 dan barang siapa yang melanggarnya dapat dikenakan hukuman selama-lamanya 1 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.- (sepuluh ribu rupiah). Pendidikan Aceh Barat memiliki beberapa kampus negeri yaitu : Universitas Teuku Umar (UTU) STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh Prodi D-III Kebidanan dan D-III Keperawatan Poltekkes Aceh Akademi Komunitas Negeri (AKN) Aceh Barat Kesehatan Referensi Lihat pula Meulaboh Aceh Jaya Nagan Raya Simeulue Kesultanan Aceh Pranala luar BPS Kabupaten Aceh Barat, 2007 Luas Kabupaten Aceh Barat menurut Situs Resmi Pemerintah Aceh Profil Aceh Barat di situs NAD Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Situs Aceh Barat di tripod Kabupaten Aceh Barat. Harian Kompas, 21 Juni 2002 Aceh Barat Negara dan wilayah yang didirikan tahun 1956 Pendirian tahun 1956 di Indonesia
3973
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Aceh%20Besar
Kabupaten Aceh Besar
Aceh Besar () adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Kabupaten ini merupakan kabupaten terbarat di Indonesia. Sebelum dimekarkan pada akhir tahun 1970-an, ibu kota Kabupaten Aceh Besar awalnya berada di Kota Banda Aceh. Setelah Kota Banda Aceh berpisah menjadi kotamadya tersendiri, ibu kota kabupaten dipindahkan ke Jantho di Pegunungan Seulawah. Kabupaten Aceh Besar juga merupakan tempat kelahiran pahlawan nasional Cut Nyak Dhien yang berasal dari Lampadang. Sejarah Pada waktu Aceh masih sebagai sebuah kerajaan, yang dimaksud dengan Aceh atau Kerajaan Aceh adalah wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar ditambah dengan beberapa kenegerian/daerah yang telah menjadi bagian dari Kabupaten Pidie. Selain itu, juga termasuk Pulau Weh (sekarang telah menjadi pemerintah kota Sabang), sebagian wilayah pemerintah kota Banda Aceh, dan beberapa kenegerian/daerah dari wilayah Kabupaten Aceh Barat. Aceh Besar dalam istilah Aceh disebut Aceh Rayeuk. Penyebutan Aceh Rayeuk sebagai Aceh yang sebenarnya karena daerah inilah yang pada mulanya menjadi inti Kerajaan Aceh dan juga karena di situlah terletak ibu kota kerjaaan yang bernama Bandar Aceh atau Bandar Aceh Darussalam. Untuk nama Aceh Rayeuk ada juga yang menamakan dengan sebutan Aceh Lhee Sagoe (Aceh Tiga Sagi). Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, Kabupaten Aceh Besar merupakan daerah yang terdiri dari tiga kawedanan, yaitu Kawedanan Seulimum, Kawedanan Lhoknga dan Kawedanan Sabang. Akhirnya dengan perjuangan yang panjang Kabupaten Aceh besar disahkan menjadi daerah otonom melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1956 dengan ibu kotanya pada waktu itu adalah Banda Aceh dan juga merupakan wilayah hukum Kotamadya Banda Aceh. Sehubungan dengan tuntutan dan perkembangan daerah yang semakin maju dan berwawasan luas, Kota Banda Aceh sebagai ibu kota dianggap kurang efisien lagi, baik untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang. Usaha pemindahan ibu kota tersebut dari Kota Banda Aceh mulai dirintis sejak tahun 1969, lokasi awalnya dipilih Kecamatan Indrapuri yang jaraknya 25 km dari Kota Banda Aceh. Usaha pemindahan tersebut belum berhasil dan belum dapat dilaksanakan sebagaimana diharapkan. Kemudian pada tahun 1976 usaha perintisan pemindahan ibu kota untuk kedua kalinya mulai dilaksanakan lagi dengan memilih lokasi yang lain yaitu di Kecamatan Seulimeum tepatnya di kemukiman Janthoi yang jaraknya sekitar 52 km dari Kota Banda Aceh. Akhirnya usaha yang terakhir ini berhasil dengan ditandai dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1976 tentang Pemindahan Ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar dari wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Banda Aceh ke kemukiman Janthoi di Kecamatan Seulimeum, Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah yang bekerjasama dengan Konsultan PT Markam Jaya yang ditinjau dari segala aspek dapat disimpulkan bahwa yang dianggap memenuhi syarat sebagai ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar adalah Kemukiman Janthoi dengan nama Kota Jantho. Setelah ditetapkan Kota Jantho sebagai ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar yang baru, maka secara bertahap pemindahan ibu kota terus dimulai, dan akhirnya secara serentak seluruh aktivitas perkantoran resmi dipindahkan dari Banda Aceh ke Kota Jantho pada tanggal 29 Agustus 1983, dan peresmiannya dilakukan oleh Bapak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia pada masa itu, yaitu Bapak Soepardjo Rustam pada tanggal 3 Mei 1984. Di Kota Jantho hanya terdapat kompleks perumahan dan kantor-kantor pemerintahan, tidak ada losmen ataupun hotel. Kota Jantho dihubungkan dengan labi-labi dengan jarak 60 km dari Banda Aceh, 28 km menuju Saree, dan 12 km menuju jalan utama Banda Aceh–Medan. Kira-kira 12 km dari Kota Jantho ini terdapat air terjun. Geografi Wilayah darat Aceh Besar berbatasan dengan Kota Banda Aceh di sisi utara, Kabupaten Aceh Jaya di sebelah barat daya, serta Kabupaten Pidie di sisi selatan dan tenggara. Aceh Besar juga mempunyai wilayah kepulauan yaitu wilayah Kecamatan Pulo Aceh. Kabupaten Aceh Besar bagian kepulauan di sisi barat, timur dan utaranya dibatasi dengan Samudra Hindia, Selat Malaka, dan Teluk Benggala, yang memisahkannya dengan Pulau Weh, tempat di mana Kota Sabang berada. Pulau-pulau utamanya adalah Pulau Breueh dan Pulau Nasi. Secara geografis sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Besar berada pada hulu aliran Sungai Krueng Aceh. Saat ini kondisi tutupan lahan adalah 62,5% (menurut data citra landsat tahun 2007). Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda yang merupakan bandara internasional dan menjadi salah satu pintu gerbang untuk masuk ke Provinsi Aceh berada di wilayah kabupaten ini. Pulau Benggala yang merupakan pulau paling barat dalam wilayah Republik Indonesia merupakan bagian dari Kabupaten Aceh Besar. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pariwisata Wisata Sejarah Rumah Cut Nyak Dhien. Pada mulanya merupakan tempat tinggal Cut Nyak Dhien. Di dalamnya berisi koleksi sejarah Aceh yang dikelola dan dirawat oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Hanya fondasi yang asli dari bangunan ini, sedangkan yang berdiri sekarang ini adalah hasil renovasi bangunan yang sebelumnya telah dibakar oleh Belanda. Masjid Tua Indrapuri. Mesjid ini terletak sekitar 25 km ke selatan arah ke Medan dan dapat ditempuh dengan transportasi apapun. Wilayah Indrapuri dulunya merupakan Kerajaan Hindu dan merupakan tempat pemujaan sebelum Islam masuk. Kemudian, Sultan Iskandar Muda memperkenalkan Islam kepada masyarakat. Dan setelah seluruh masyarakat memeluk Islam, tempat yang sebelumnya kuil diubah menjadi sebuah masjid. Bangunan masjid berdiri di atas tanah seluas 33.875 m², terletak di ketinggian 4,8 meter di atas permukaan laut dan berada sekitar 150 meter dari tepi Sungai Krueng Aceh. Kuta Indra Patra. Benteng ini terletak ± 19 km dari Banda Aceh arah ke Krueng Raya, dekat Pantai Ujong Batee. Menurut riwayat dibangun pada masa pra Islam di Aceh yaitu pada masa Kerajaan Hindu, Indra Patra. Namun ada sumber yang menyebutkan bahwa benteng ini dibangun pada masa Kesultanan Aceh Darussalam dalam upaya menahan serangan Portugis. Benteng ini sangat besar fungsinya pada zaman Sultan Iskandar Muda yang angkatan lautnya terkenal kuat di Asia Tenggara. Makam Laksamana Malahayati, terletak sekitar 32 km dari Kota Banda Aceh. Ia adalah seorang laksamana wanita pertama di dunia modern yang memimpin armada laut pada masa pemerintahan Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV. Perpustakaan Kuno Tanoh Abee, terdapat di Desa Tanoh Abee di kaki Gunung Seulawah, Aceh Besar. Perpustakaan Tanoh Abee terletak di dalam kompleks Dayah Tanoh Abee yang didirikan oleh keluarga Fairus yang mencapai klimaks kejayaannya pada masa pimpinan Syekh Abdul Wahab yang terkenal dengan sebutan Teungku Chik Tanoh Abee. Ia meninggal pada tahun 1894 dan dimakamkan di Tanoh Abee. Pengumpulan naskah (manuskrip) Dayah Tanoh Abee telah dimulai sejak Syekh Abdul Rahim, kakek dari Syekh Abdul Wahab. Naskah yang terakhir ditulis pada masa Syekh Muhammad Sa’id, anak Syekh Abdul Wahab yang meninggal dunia pada tahun 1901 di Banda Aceh, dalam tahanan Belanda. Rumoh Teunun Nyak Mu, merupakan pusat produksi tenun asli khas Aceh, yang berlokasi di Gampong Siem, Mukim Siem, Kecamatan Darussalam. Lokasi ini berjarak 12 km sebelah timur Kota Banda Aceh. Di Rumoh Teunun Nyak Mu ini di produksi aneka kain tenun Aceh dengan beragam motif khas Aceh. Wisata Alam Pantai Lhok Nga Pantai Lam Pu'uk Pantai Ujong Batee Pantai Lhok Me Air terjun Suhom, Lhoong Air terjun Kuta Malaka Air terjun Peukan Biluy Waduk Keuliling Taman Hutan Rakyat Po Cut Meurah Intan Pusat Latihan Gajah Saree Gunung Seulawah Agam Cagar Alam Jantho Pemandian alam di Brayeun Leupung Pantai Lhok Seudu Galeri Kebudayaan Kuliner Khas Kabupaten Aceh Besar terkenal dengan salah satu makanan khasnya, yakni Bolu manis ala Aceh yang terkonsentrasi di kecamatan Peukan Bada. Bolu ini terkenal dengan citarasanya yang khas, namun kesulitan pengembangan karena kendala dana selain kondisi yang belum sepenuhnya stabil. Selain itu ada pula gulai kambing (kari) dan ayam tangkap yang terkenal kelezatannya serta Sie rebuh (daging Rebus) dan asam keu eung (asam pedas). Referensi Lihat pula Kota Jantho Pranala luar Situs Resmi Kabupaten Aceh Besar Aceh Besar Aceh Besar
3974
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Aceh%20Selatan
Kabupaten Aceh Selatan
Aceh Selatan () adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Sebelum berdiri sendiri sebagai kabupaten otonom, calon wilayah Kabupaten Aceh Selatan adalah bagian dari Kabupaten Aceh Barat. Pembentukan Kabupaten Aceh Selatan ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 pada 4 November 1956. Kabupaten Aceh Selatan pada tanggal 10 April 2002 resmi dimekarkan sesuai dengan UU RI Nomor 4 tahun 2002 menjadi tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Aceh Selatan. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Labuhan Haji, diikuti oleh Kecamatan Kluet Utara. Sementara jumlah penduduk tersedikit adalah Kecamatan Sawang. Sebagian penduduk terpusat di sepanjang jalan raya pesisir dan pinggiran sungai. Geografi Batas wilayah Kabupaten Aceh Selatan memiliki batas wilayah sebagai berikut: Topografi Kondisi topografi Kabupaten Aceh Selatan sangat bervariasi, terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit, hingga pegunungan dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal. Dari data yang diperoleh, kondisi topografi dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal mencapai 63,45%, sedangkan berupa dataran hanya sekitar 34,66% dengan kemiringan lahan dominan adalah pada kemiringan kemiringan ³ 40% dengan luas 254.138.39 ha dan terkecil kemiringan 8-15% seluas 175.04 hektare selebihnya tersebar pada berbagai tingkat kemiringan. Dilihat dari ketinggian tempat (di atas permukaan laut) ketinggian 0-25 meter memiliki luas terbesar yakni 152.648 hektare (38,11%) dan terkecil adalah ketinggian 25-00 meter seluas 39.720 hektare (9,92%). Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Aceh Selatan adalah podzolik merah kuning seluas 161,022 hektare dan yang paling sedikit adalah jenis tanah regosol (hanya 5,213 ha). Bentangan lautan dan daratan yang luas dinilai sangat strategis untuk dikembangkan, khususnya di sektor perikanan tangkap maupun ikan air tawar. Pemerintahan Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Kabupaten Aceh Selatan memiliki 3 suku asli, yaitu suku Aceh (60%), suku Aneuk Jamee (30%) dan suku Kluet (10%). Suku Aneuk Jamee merupakan para perantau Minangkabau yang telah bermukim disana sejak abad ke-15. Walau sudah tidak lagi menggunakan sistem adat matrilineal, namun mereka masih menggunakan Bahasa Minangkabau dialek Aceh (Bahasa Aneuk Jamee) dalam percakapan sehari-hari. Referensi Pranala luar UURI No.4 Tahun 2002 Peta Kabupaten Aceh Selatan Lambang Kabupaten Aceh Selatan Penduduk Kabupaten Aceh Selatan Aceh Selatan Aceh Selatan
3975
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Aceh%20Tengah
Kabupaten Aceh Tengah
Aceh Tengah adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Ibu kotanya adalah Takengon, sebuah kota kecil berhawa sejuk yang berada di salah satu bagian punggung pegunungan Bukit Barisan yang membentang sepanjang Pulau Sumatra. Geografi Kabupaten Aceh Tengah berada di kawasan Dataran Tinggi Gayo. Kabupaten lain yang berada di kawasan ini adalah Kabupaten Bener Meriah serta Kabupaten Gayo Lues. Tiga kota utamanya yaitu Takengon, Blang Kejeren, dan Simpang Tiga Redelong. Jalan yang menghubungkan ketiga kota ini melewati daerah dengan pemandangan yang sangat indah. Pada masa lalu daerah Gayo merupakan kawasan yang terpencil sebelum pembangunan jalan dilaksanakan di daerah ini. Kabupaten Aceh Tengah merupakan dataran tinggi dengan ketinggian antara 200 – 2600 meter diatas permukaan laut dengan luas wilayah sebesar 4.454,50 km2. Kabupaten Aceh Tengah memiliki 14 kecamatan yang terdiri dari 295 desa, yaitu: Batas wilayah Sejarah Masa Hindia Belanda Kedatangan kaum kolonial Hindia Belanda sekitar tahun 1904, tidak terlepas dari potensi perkebunan Tanah Gayo yang sangat cocok untuk budidaya kopi arabika, tembakau dan damar. Pada periode itu wilayah Kabupaten Aceh Tengah dijadikan Onder Afdeeling Nordkus Atjeh dengan Sigli sebagai ibu kotanya. Dalam masa kolonial Hindia Belanda tersebut di kawasan Takengon didirikan sebuah perusahaan pengolahan kopi dan damar. Sejak saat itu pula kawasan Takengon mulai berkembang menjadi sebuah pusat pemasaran hasil bumi Dataran Tinggi Gayo, khususnya sayuran dan kopi. Masa Penjajahan Jepang Sebutan Onder Afdeeling Takengon pada era Hindia Belanda, berubah menjadi Gun pada masa pendudukan Jepang (1942-1945). Gun dipimpin oleh Gunco. Masa Kemerdekaan Setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, sebutan tersebut berganti menjadi wilayah yang kemudian berubah lagi menjadi kabupaten. Aceh Tengah berdiri sebagai satuan administratif pada tanggal 14 April 1948 berdasarkan Oendang-Oendang Nomor 10 Tahoen 1948 dan dikukuhkan kembali sebagai sebuah kabupaten pada tanggal 14 November 1956 melalui Undang-Undang Nomor 7 (Darurat) Tahun 1956. Wilayahnya meliputi tiga kawedanan, yaitu Kawedanan Takengon, Kawedanan Gayo Lues, dan Kawedanan Tanah Alas. Potensi Pendidikan Kabupaten Aceh Tengah memiliki beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta, diantaranya, Sekolah Tinggi Agama Negeri Gajah Putih Takengon, Universitas Gajah Putih Takengon, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah (STIHMAD), Sekolah Tinggi Ilmu Kependidikan Muhammadiyah, dan Perguruan Tinggi Al-Wasliyah. Pariwisata, Adat, dan Budaya Beberapa objek wisata di Kabupaten Aceh Tengah adalah Danau Laut Tawar, Pantan Terong (Atraksi Pemandangan), Taman Buru Linge Isak (Berburu), Gua Loyang Koro, Loyang Pukes, Loyang Datu, Burni Klieten (hiking), Gayo Waterpark (Wahana Wisata Keluarga) dan Krueng Peusangan Arum Jeram. Didong merupakan salah satu kesenian asli yang berasal dari daerah dataran tinggi ini. Sekelompok orang duduk bersila membentuk lingkaran. Salah seorang ceh akan mendendangkan syair-syair dalam Bahasa Gayo dan anggota yang lain akan mengiringi dengan tepukan tangan dan tepukan bantal kecil dengan ritme yang harmonis. Masyarakat Aceh Tengah memiliki tradisi tahunan pada saat perayaan proklamasi Indonesia yaitu pacu kuda tradisional. Hal yang unik dari pacu kuda tradisional ini adalah jokinya yang muda berumur antara 10-16 tahun. Selain itu, joki juga tidak menggunakan sadel dan mulai tahun 2011, Pacuan Kuda diselengarakan 2 kali dalam setahun, di bulan Agustus pada saat perayaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dan bulan Februari untuk memperingati hari ulang tahun kota Takengon yang jatuh pada tanggal 17 Februari setiap tahunnya. Pertanian dan Perkebunan Sebagian besar masyarakat Kabupaten Aceh Tengah berprofesi sebagai Petani. Kabupaten Aceh Tengah menghasilkan salah satu jenis Kopi Arabika terbaik di dunia dengan luas lahan mencapai 48.300 Hektar, dengan rata-rata produksi per hektare sebanyak 720 kilogram. Komoditas penting selain kopi adalah tebu dengan luas areal 8.000 Hektar, serta kakao seluar 2.322 hektare, kemudian terdapat pula tanaman sayur mayur dan palawija. Demografi Penduduk Aceh Tengah Merupakan Suku Gayo. Masyarakat Aceh Tengah beragama Islam. Pada umumnya, orang Gayo, dikenal dari sifat mereka yang sangat menentang segala bentuk penjajahan. Daerah ini dulu dikenal sebagai kawasan yang sangat menentang pemerintahan kolonial Belanda. Masyarakat di Gayo banyak yang memelihara kerbau, sehingga ada yang mengatakan jika melihat banyak kerbau di Aceh maka orang itu sedang berada di Gayo. Pemerintahan Daftar Bupati Sekretaris kabupaten H. Darul Aman (1946-1955) M. Yacub Daud, B.A. (1955-1961) H. Mohd. Rizal, S.H. (1957-1961) Drs. H. Mahmud Ibrahim (1961-1985) Drs. M. Syarif (1985-1991) Drs. Buchari Isaq (1991-1992) Fauzi Abdullah, S.E. (1992-1994) Armia, S.E. (1994-1999) Drs. Ibnu Hadjar Laut Tawar (1999-2002) Ir. H. Nasaruddin (2002-2005) Muhammad Ibrahim, SE (2005-2009) Drs. H. Khairul Asmara (2009–2012) Drs. H. Taufik. MM (2012–2015) Karimansyah. I, SE, MM (2015–sekarang) Dewan Perwakilan Kecamatan Sampai dengan tahun 2017, Kabupaten Aceh Tengah terdiri dari 14 kecamatan dan 295 desa, antara lain; Linge Silih Nara Bebesen Pegasing Bintang Ketol Kebayakan Kute Panang Celala Laut Tawar Atu Lintang Jagong Jeget Bies Rusip Antara Referensi Pranala luar Takengon Didong Gayo Aceh Tengah Aceh Tengah
3976
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Aceh%20Tenggara
Kabupaten Aceh Tenggara
Kabupatem Aceh Tenggara merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Aceh, Indonesia. Pusat pemerintahan kabupaten ini adalah Kota Kutacane, Kabupaten ini terdiri dari wilayah dataran tinggi Pegunungan Leuser, serta wilayah dataran rendah yang berada di Lembah Alas. Letak kabupaten ini berada di wilayah tenggara provinsi Aceh yang langsung berbatasan dengan provinsi Sumatera Utara. Sejarah Sejarah awal Kabupaten Aceh Tenggara dimulai dari penyusunan pemerintahan di seluruh wilayah Aceh pada awal tahun 1946 dengan mengelompokkan daerah-daerah yang berada kawasan tengah Aceh, yakni Takengon, Gayo Lues, dan Tanah Alas ke dalam satu "keluhakan" yang disebut Keluhakan Aceh Tengah. Ibukota keluhakan direncanakan digilir setiap enam bulan antara Takengon, Blangkejeren, dan Kutacane. Jarak yang sangat jauh dan waktu yang sangat lama antara Kutacane Takengon, sekitar 250 km ditempuh dalam waktu 5-8 hari dengan kaki, atau jika menggunakan kendaraan harus melalui Aceh Timur dan Aceh Utara dengan menempuh jarak sekitar 850 km, menyebabkan pelaksanaan pemerintahan tidak berjalan efektif sehingga pada tanggal 21 September 1953 beberapa tokoh yang berasal dari Sumatera Utara mencoba memasukkan daerah Tanah Alas ke dalam wilayah Sumatera Utara. Namun upaya ini tidak mendapat dukungan dari rakyat di Tanah Alas dan perlawanan dari Daud Beureueh sebagai pimpinan militer Aceh. Hal ini mendorong pemimpin di Tanah Alas dan Gayo Lues untuk membentuk kabupaten sendiri, terlepas dari Kabupaten Aceh Tengah. Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya Wali kota Syahadat berhasil membuat Pangkowilhan I Letjend. Koesno Oetomo secara de facto mengesahkan Daerah Tanah Alas dan Gayo Lues Menjadi Kabupaten Aceh Tenggara pada tanggal 14 November 1967. Pada tahun 1974, setelah berjuang selama 17 tahun sejak tahun 1956, Pemerintah akhirnya menerbitkan UU No. 4 tahun 1974 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Tenggara dan peresmiannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, Amir Machmud pada tanggal 26 Juni 1974 dalam suatu acara peresmian di Kutacane. Pada hari itu juga Gubernur Daerah Istimewa Aceh A. Muzakkir Walad melantik Wali kota Syahadat sebagai Pejabat Bupati Kabupaten Aceh Tenggara. Pada tanggal 24 Juli 1975 Wali kota Syahadat secara definitif diangkat sebagai Bupati Aceh Tenggara yang pertama. Kemudian pada tanggal 10 April 2002, 57% dari wilayah Kabupaten Aceh Tenggara dimekarkan untuk membentuk Kabupaten Gayo Lues berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002. Geografi Batas wilayah Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Kecamatan Babul Makmur Kecamatan Babul Rahmah Kecamatan Babussalam Kecamatan Badar Kecamatan Bambel Kecamatan Bukit Tusam Kecamatan Darul Hasanah Kecamatan Deleng Phokisen Kecamatan Ketambe Kecamatan Lawe Alas Kecamatan Lawe Bulan Kecamatan Lawe Sigala-gala Kecamatan Lawe Sumur Kecamatan Leuser Kecamatan Semadam Kecamatan Tanah Alas Demografi Kabupaten Aceh Tenggara lebih multikultural dibandingkan dengan kabupaten atau kota yang ada di provinsi Aceh lainnya, Yakni didiami lebih dari 2 atau 3 suku yaitu; suku Alas sebagai suku asli dan terbesar, Selanjutnya Suku Karo, Toba, Singkil, Minang, Gayo, Jawa, Pakpak, Angkola, Mandailing, Tionghoa, Aceh dan Melayu. Ekonomi Komoditi Sektor Peternakan Sapi: 35.137 ekor/thn Kerbau: 3.386 ekor/thn Kambing: 7.998 ekor/thn Domba: 8.341 ekor/thn Ayam Buras: 302.906 ekor/thn Ayam Pedaging: 39.380 ekor/thn Itik: 182.003 ekor/thn Kuda: 198 ekor/thn Komoditi Sektor Buah-buahan Komoditi Sektor Perkebunan Komoditi Andalan Kabupaten Aceh Tenggara adalah penghasil tertinggi kakao (Coklat) terbesar di Provinsi Aceh dengan luas 19.994 hektar dengan jumlah produksi sebanyak 8.843 ton/hektar dengan hasil produktipitas 455 Kg/hektar/tahun dari sebanyak 21.623 jumlah petani. selain itu Kabupaten Aceh Tenggara juga dikenal sebagai penghasil kemiri terbesar di Aceh dan salah satu lumbung padi tak hanya bagi Provinsi Aceh tetapi juga bagi provinsi Sumatera Utara. Komoditas unggulan lainnya adalah karet, kayu glondongan, ikan air tawar dengan luas area Darat 3782.84 ton dan sungai 1583.21 ton. Durian, Rambutan dan Avokad Pariwisata Tempat Wisata Benteng Kuta Reh Taman Nasional Gunung Leuser Arung Jeram Sungai Alas Air Terjun Lawe Gurah (Simpur Jaya, Ketambe) Air Terjun Ketambe Air Terjun Lawe Dua Air Terjun Gulo Air Terjun Bakbahu (Deleng Pokhisen) Air Terjun Pokhisen (Jambur Lateng) Air Terjun Sampuran Manuk Air Terjun Lawe Sikap (Mbarung) Festival Seni Gayo-Alas Bukit Cinta (Bukit Mbarung) Pemandian Air Panas Lawe Ger-ger Pemandian Air Panas Uning Sigugur Jamur Mamang Pantai Goyang Pantai Barat Pantai Timur Masjid Agung At-Taqwa Intan Waterboom Pondok Jamniz Pondok Wisata Batu Mbogoh Alas Hills (Bukit Mbarung) Referensi Pranala luar Situs Independen Putera Daerah Kabupaten Aceh Tenggara Aceh Tenggara Aceh Tenggara
3977
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Aceh%20Timur
Kabupaten Aceh Timur
Aceh Timur () adalah sebuah kabupaten yang berada di sisi timur provinsi Aceh, Indonesia. Kabupaten ini juga termasuk kabupaten kaya minyak selain Aceh Utara dan Aceh Tamiang. Kawasan ini juga termasuk markas Gerakan Aceh Merdeka sebelum diberlakukannya Darurat Militer sejak Mei 2003. Sebelum penerapan Darurat Militer ini, kawasan Aceh Timur termasuk kawasan hitam, terutama di kawasan Peureulak dan sekitarnya. Geografi Batas wilayah Profil daerah Kabupaten Aceh Timur memiliki luas wilayah sebesar 6.040,60 Km², secara administratif Kabupaten Aceh Timur terdiri dari 24 kecamatan, 54 mukim, 513 desa, 1 kelurahan dan 1.596 dusun. Nama-nama Kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Timur adalah Kecamatan Simpang Ulim, Kecamatan Julok, Kecamatan Nurussalam, Kecamatan Darul Aman, Kecamatan Idi Rayeuk, Kecamatan Peureulak, Kecamatan Rantau Selamat, Kecamatan Birem Bayeun, Kecamatan Serba Jadi, Kecamatan Rantau Peureulak, Kecamatan Pante Bidari, Kecamatan Madat, Kecamatan Indra Makmur, Kecamatan Idi Tunong, Kecamatan Banda Alam, Kecamatan Peudawa, Kecamatan Peurelak Timur, Kecamatan Peureulak Barat, Kecamatan Sungai Raya, Kecamatan Simpang Jernih, Kecamatan Darul Ihsan, Kecamatan Peunaron, Kecamatan Idi Timur, dan Kecamatan Darul Falah. Secara umum Kabupaten Aceh Timur merupakan dataran rendah, perbukitan, sebagian berawa-rawa dan hutan mangrove, dengan ketinggian berada 0–308 m di atas permukaan laut. Keadaan topografi daerah Kabupaten Aceh Timur dikelompokkan atas 4 kelas lereng yaitu: 0-2%, 2-15%, 5-40% dan > 40%. Dilihat dari penyebaran lereng tersebut yaitu memiliki kemiringan lereng >40% hanya sebesar 6,7% yaitu meliputi Kecamatan Birem Bayeun dan Serbajadi. Sedangkan wilayah yang memiliki kemiringan lereng 0-2%,2-15% dan 5-40% meliputi seluruh Kecamatan. Komoditas unggulan Kabupaten Aceh Timur yaitu sektor pertanian dan jasa. Sektor pertanian komoditas unggulannya adalah sub sektor tanaman perkebunan dengan komoditas Kelapa Sawit, Kakao, Karet dan Kelapa. Sub sektor pertanian komoditas yang diunggulkan berupa Jagung dan Ubi kayu. Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di Kabupaten ini Tersedia 1 Pelabuhan Industri, yaitu Pelabuhan Idi. Untuk industri tersedia 6 kawasan industri, yaitu Kawasan Industri UMKM Pisang Sale, Kawasan Industri Kelapa Terpadu, Kawasan Industri Pengolahan Rotan, Kawasan Industri Agro dan Perikanan, Kawasan Industri Kelapa Terpadu Timur (KITAT) dan Kawasan Industri Migas Pertambangan dan Energi yang didukung juga oleh fasilitas listrik dan telekomunikasi. Pariwisatanya yaitu wisata alam, wisata adat dan budaya. Sejarah Masa Prasejarah-Kerajaan Daratan Aceh Timur telah didiami manusia sejak Zaman Batu Pertengahan (Zaman Mesolitikum). Hal ini didasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh DR. H. Kupper yang menyebutkan bahwa telah dijumpai perkakas yang terbuat dari batu bergosok sebelah yang digunakan oleh manusia pada penggalian di kawasan antara Kuta Binjai dan Alue Ie Mirah ± 15 Km dari Kota Idi. Zaman Batu Muda (Neolitikum) di Asia Tenggara diperkirakan sekitar 1.000 tahun sebelum Masehi. Pada saat itu, muncul Bangsa Proto Malay (Melayu Tua) yang menyebar ke berbagai penjuru termasuk Aceh Timur dan Aceh Utara. Kebudayaan mereka lebih maju dibandingkan dengan bangsa sebelumnya, mereka telah memasak makanan dan bercocok tanam. Kemudian sekitar 300 tahun SM, muncul Bangsa Deutoro Malay (Melayu Baru) dengan kebudayaan yang lebih maju. Kedatangan mereka di Aceh membuat sebagian Bangsa Proto Malay (Melayu Tua) yang tidak mau berassimilasi mengungsi ke pedalaman. Menurut para ahli sejarah sisa-sisa Bangsa Proto Malay ini adalah nenek moyangnya orang Gayo, Batak, Nias dan Toraja. Manakala perjalanan laut telah maju pesat, berdatangan pula ke Aceh para pedagang Parsia (Persia sekarang), Gujarat (India), China dan Eropa untuk berdagang dan mencari kayu pohon Peureulak untuk dijadikan kapal. Setelah agama Islam berkembang di semenanjung Arab diutus pula para pendakwah ke timur untuk menyebarkan agama Islam. Mereka ada yang mendarat di Peureulak dan menetap disana. Pada hari Selasa 1 Muharram 225 H (840 M), diproklamirkan berdiri nya Kerajaan Islam Peureulak dengan dinobatkannya Sayed Maulana Abdul Aziz Syah (840-864 M) sebagai raja pertama, dengan ibu kota kerajaan bernama Bandar Khalifah. Ibnu Bathuthah dan Marco Polo pernah berkunjung ke Peureulak dan menulis dalam catatannya bahwa negeri itu telah maju pesat di bawah pemerintahan seorang raja yang taat beragama, dan masyarakatnya telah menganut agama Islam. Pemekaran Sejak tahun 2000, Kabupaten Aceh Timur mengalami pemekaran yang ditujukan agar pembangunan kawasan itu merata. Daerah hasil pemekaran itu antara lain: Kota Langsa yang pada awalnya pusat ibu kota Kabupaten Aceh Timur kemudian berubah status menjadi Kota Administratif Langsa dan akhirnya menjadi Kota Langsa. Kabupaten Aceh Tamiang yang mencakup 12 kecamatan. Pemindahan Ibu kota Sebelumnya ibu kota Kabupaten Aceh Timur adalah Kota Langsa tetapi dengan disetujui UU No. 3 Tahun 2001, ibu kota Kabupaten Aceh Timur dipindahkan ke Idi Rayeuk yang berpenduduk sekitar 34.282 jiwa (Sensus Penduduk Tahun 2010). Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Tokoh Terkenal Hasballah M. Thaib Ishak Daud Syamsudin Mahmud Muslim Hasballah Sofyan Djalil Teuku Chik Mohammad Thayeb Hadi Thayeb Teuku Jacob Lihat pula Kota Langsa Kabupaten Aceh Tamiang Referensi Pranala luar Aceh Timur Aceh Timur
3978
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Aceh%20Utara
Kabupaten Aceh Utara
Aceh Utara () adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Aceh, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini dipindahkan dari Lhokseumawe ke Lhoksukon, menyusul dijadikannya Lhokseumawe sebagai kota otonom. Kabupaten ini tergolong sebagai kawasan industri terbesar di provinsi ini dan juga tergolong industri terbesar di luar pulau Jawa, khususnya dengan dibukanya industri pengolahan gas alam cair PT Arun LNG di Lhokseumawe pada tahun 1974. Di daerah wilayah ini juga terdapat pabrik-pabrik besar lainnya: Pabrik Kertas Kraft Aceh, pabrik Pupuk AAF (Aceh Asean Fertilizer) dan pabrik Pupuk Iskandar Muda (PIM). Dalam sektor pertanian, daerah ini mempunyai unggulan reputasi sendiri sebagai penghasil beras yang sangat penting. maka secara keseluruhan Kabupaten Aceh Utara merupakan daerah Tingkat II yang paling potensial di provinsi dan pendapatan per kapita di atas paras Rp. 1,4 juta tanpa migas atau Rp. 6 juta dengan migas. Ladang gas dan minyak ditemukan di Lhokseumawe, ibu kota Aceh Utara sekitar tahun 1970-an. Kemudian, Aceh pun mulai didatangi para investor luar negeri yang tertarik pada sumber daya alamnya yang melimpah. Sejak saat itu, gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) yang diolah di kilang PT Arun Natural Gas Liquefaction (NGL) Co, yang berasal dari instalasi ExxonMobil Oil Indonesia Inc. (EMOI) di zona industri Lhokseumawe, telah mengubah wilayah ini menjadi kawasan industri petrokimia modern. Kegiatan ekonomi Kabupaten Aceh Utara didominasi oleh dua sektor, yaitu sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan. Pada sektor pertambangan, sumur-sumur gas yang diolah PT Exxon Mobil Oil Indonesia tentu menjadi salah satu faktur keunggulan sektor ini. Dengan kontribusi Rp 8,6 triliun Pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2000, ia menempati peringkat pertama dengan disusul oleh sektor industri sebesar Rp 4,7 triliun. Di bidang agama, penduduk Aceh Utara adalah penduduk yang beragama Islam yang taat beragama. Pada tahun 1994, tercatat 782 orang yang berangkat naik haji. Geografi Wilayah Aceh Utara memiliki topografi wilayah yang sangat bervariasi, dari daerah dataran rendah yang luas di utara memanjang barat ke timur hingga daerah pegunungan di selatan. Ketinggian rata-rata wilayah Aceh Utara adalah 125 m. Jalan lintas timur Sumatra melintasi wilayah dataran rendah sehingga menjadikan wilayah rendah ini menjadi kawasan yang lebih berkembang secara ekonomi dibanding wilayah selatan yang ada dipedalaman. Pada wilayah dataran rendah lebih sering dilanda banjir ketika curah hujan tinggi di selatan, salah satu wilayah yang menjadi daerah langganan banjir kiriman dari selatan adalah kecamatan Lhoksukon, Matangkuli, Pirak, Samudera, Lapang, Tanah Luas, Tanah Pasir dan Meurah Mulia. Luapan dari sungai Keureutoe dan Sungai Pasee menjadi momok tahunan bagi masyarakat Aceh Utara di kecamatan-kecamatan tersebut. Wilayah dataran rendah didominasi oleh lahan pertanian berupa persawahan dan permukiman penduduk, dipesisir terdiri dari tambak perikanan air asin sementara di wilayah dataran tinggi lahan perkebunan yang mulai digarap secara meluas oleh masyarakat. Potensi pertanian di Aceh Utara masih belum bisa diandalkan guna meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dikarenakan sistem pengairan persawahan masih mengandalkan irigasi tradisional dan sebagiannya malah masih berupa sawah tadah hujan. Dibidang perkebunan sendiri Aceh Utara memiliki perkebunan kelapa sawit, karet dan kakao yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara I yang mengelola lahan perkebunan kelapa sawit pada areal seluas 46.377 ha, karet 11.918 ha dan kakao seluas 354 ha. Selain penanaman komoditas pada areal sendiri + inti, PTPN I juga mengelola areal Plasma milik petani seluas 16.832 ha yang terdiri dari areal kelapa sawit 6.714 dan karet 10.118 ha. Pada awalnya PTPN I ini juga mengelola perkebunan tebu yang diproduksi menjadi gula di pabrik gula Cot Girek, tetapi pabrik tersebut tidak beroperasi lama hingga pada akhirnya dikonversi menjadi pabrik pengolahan kelapa sawit. Batas wilayah Sejarah Aceh Utara sekarang menempati bekas wilayah Kerajaan Islam Samudera Pasai. Kesultanan Pasai menurut beberapa pendapat disebutkan sebagai kerajaan pertama yang mengadopsi sistem pemerintahan Islam di Nusantara. Kesultanan Pasai mengalami lebih kurang 300 tahun masa jaya hingga kedatangan penjelajah dari Eropa yang menundukkan kesultanan itu hingga hampir tak bersisa. Sedikit saja dari jejak sejarah kebesaran Kesultanan Pasai yang masih kita jumpai saat ini. Situs sejarah Kesultanan Samudera Pasai yang paling menonjol adalah kompleks makam Sultan Malikussaleh dan Makam Sultanah Nahrasiyah yang berlokasi di pesisir kecamatan Samudera sekarang. Pada masa lalu sering kali artefak sejarah berupa koin uang emas ditemukan terpendam berserakan di tanah pada bekas pertapakan ibu kota Kesultanan Pasai masa lampau, tetapi kini penemuan ini sudah jarang terjadi. Ketika Belanda menginvasi Aceh dan berhasil menegakkan pemerintahan kolonial pada 1904, Aceh Utara ditetapkan sebagai sebuah (Kabupaten) Afdeeling yang dipimpin oleh Asisten Residen. Wilayah yang luas ini dinamakan sebagai Afdeeling Noord Kust Van Aceh (Kabupaten Aceh Utara). Afdeeling ini dibagi dalam 3 onderafdeeling (Kewedanaan) yang dikepalai seorang Countroleur (Wedana) yaitu: Onder Afdeeling Bireuen, Onder Afdeeling Lhokseumawe dan Onder Afdeeling Lhoksukon. Disamping itu pemerintah Hindia Belanda juga menetapkan beberapa Daerah Kekuasaan Ulee Balang yang memiliki pemerintahan sendiri terhadap daerah dan rakyatnya. Daerah ini dinamakan sebagai Zelf Bestuur yaitu Selain Onder Afdeeling tersebut di Aceh Utara juga terdapat beberapa Daerah Ulee Balang (Zelf Bestuur) yang berhak memerintah sendiri terhadap daerah dan rakyatnya yaitu Ulee Balang Keureutoe, Geureugok, Jeumpa, dan Peusangan masing-masing Zelf Bestuur ini dipimpin oleh Ampon Chik. Setelah masa kemerdekaan wilayah pemerintahan Aceh Utara dipertahankan pada wilayah yang pernah ditetapkan oleh Belanda. Berdasarkan Undang Undang Nomor I tahun 1957 dan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 6 tahun 1959. Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Utara terbagi dalam 3 (tiga) Kewedanaan yaitu: Kewedanaan Bireuen terdiri atas 7 kecamatan, Kewedanan Lhokseumawe terdiri atas 8 Kecamatan, Kewedanaan Lhoksukon terdiri atas 8 kecamatan. Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan wilayah, pertambahan penduduk dan semangat otonomi daerah pada tahun 1999 pada bekas kewedanaan Bireun ditetapkan menjadi Kabupaten Bireuen dan pada tahun 2001 Kota Lhokseumawe menyusul menjadi kotamadya yang baru lepas dari Kabupaten Aceh Utara. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Utara atau juga dikenal dengan DPRK Aceh Utara merupakan lembaga legislatif Unikameral yang menjadi mitra kerja Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, Aceh. Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Utara yang sebelumnya berada di Kota Lhokseumawe, sekarang dipindahkan ke induk Ibukota Aceh Utara yang berada di Landing, Lhoksukon. Kecamatan Demografi Komposisi penduduk berdasarkan etnis di Aceh Utara diisi oleh beberapa etnis yang terbesar adalah etnis Aceh, etnis Jawa, Gayo, Batak, dan Melayu. Mayoritas agama yang dianut adalah agama Islam hampir 99%, sedikit sekali non muslim dalam komposisi beragama masyarakat di Aceh Utara. Karena itu di wilayah Aceh Utara bahkan tidak menemukan satupun sarana rumah peribadatan selain masjid, mushala dan meunasah. Pendidikan Perguruan Tinggi di Aceh Utara Universitas Malikussaleh IAIN Malikussaleh Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Getsempena, Lhoksukon Sekolah Tinggi Agama Islam Jami`atul Tarbiyah, Lhoksukon Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah, Baktiya Akademi Kesehatan Aceh Utara Ekonomi Sebagian besar masyarakat Aceh Utara bekerja dibidang pertanian, tingginya angka pengangguran disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM membuat tidak banyak usaha jasa dan industri yang berkembang. Berbanding terbalik pada masa lalu ketika sektor migas menjadi primadona di Aceh Utara banyak masyarakatnya yang direkrut di perusahaan-perusahaan eksplorasi migas meski hanya menempati posisi-posisi rendahan. Seiring dengan berakhirnya era migas dan diperparah oleh konflik politik dan keamanan di Aceh, maka menurun pula sektor jasa dan industri yang berlokasi di Aceh Utara. Namun pada tahun 2017 Kabupaten Aceh Utara mendapat urutan pertama penduduk paling banyak miskin atau termiskin di Aceh, yakni mencapai 118.740 jiwa. Industri Sejak masa 70'an Aceh Utara merupakan daerah Industri di Aceh, tak heran pada saat itu Aceh Utara disebut sebagai Kota Petro Dolar, karena saat itu Aceh Utara termasuk daerah paling kaya di Indonesia karena sebagai penghasil Migas terbesar di Indonesia dikala itu, walaupun hasil Sumber Daya Alam melimpah, tetapi tidak memberi efek yang signifikan untuk rakyat Aceh Utara. Adapun industri yang ada di Aceh Utara, antara lain yaitu; PT Pupuk Iskandar Muda, di Krueng Geukuh PT ASEAN Aceh Fertilizer, di Krueng Geukuh PT ExxonMobil Indonesia, di Landing. PT Kertas Kraft Aceh, di Jamuan. PT Arun Natural Gas Liquefaction Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe Pariwisata Dua destinasi wisata sejarah yang ada di Aceh Utara adalah situs sejarah bekas Kesultanan Samudera Pasai di Kecamatan Samudera, Rumah Cut Meutia di kecamatan Pirak Timu dan tugu perjuangan Teungku Abdul Jalil Cot Plieng di kecamatan Syamtalira Bayu. Sedangkan destinasi wisata alamnya adalah air terjun Blang Kulam di kecamatan Kuta Makmur, pemandian Krueng Sawang di kecamatan Sawang dan pantai Ulee Reubek di kecamatan Seunuddon, tempat wisata pegunungan yang berada di Gunung Salak Nisam Antara, Aceh Utara. Transportasi Aceh Utara adalah satu-satunya daerah di provinsi Aceh yang termasuk memiliki sarana transportasi paling lengkap. Bus umum antar kota antar provinsi melayani pengguna di jalan lintas Sumatra sepanjang hari dan malam. Bagi pengguna moda transportasi udara terdapat Bandar Udara Malikus Saleh yang berada di kecamatan Muara Batu. Bandara ini mulai ramai didarati pesawat terbang berbadan sedang yang mengangkut penumpang menuju Bandara Kuala Namu di Sumatera Utara. Untuk angkutan laut juga telah tersedia pelabuhan Krueng Geukueh yang dibangun sebagai pelabuhan industri dan sarana pengangkutan komoditas pertanian serta industri. Kereta api juga telah tersedia sarananya di Aceh Utara, jalur rel kereta api jarak dekat telah menghubungkan antara kota Lhokseumawe dengan Kutablang,Bireuen saat ini telah beroperasi. Selain itu alat transportasi yang lazim digunakan masyarakat adalah becak mesin untuk penggunaan antar desa dalam jarak dekat juga tersedia bus mini yang mengangkut pengguna pada jarak jauh dan sedang. Alat transportasi alternatif lain adalah RBT atau Ojek yang melayani penumpang di pedesaan. Transportasi Darat Terminal Krueng Mane Terminal Krueng Geukuh Terminal Geudong Terminal Lhoksukon Terminal Panton Labu. Transportasi Udara Bandar Udara Malikus Saleh, di Pinto Makmur Bandar Udara Lhok Sukon di Landing. Transportasi Laut Pelabuhan Internasional Samudera Pasai, Krueng Geukuh Stasiun Kereta Api Stasiun Kereta Api Krueng Mane Stasiun Kereta Api Bungkaih Stasiun Kereta Api Krueng Geukuh. Referensi Lihat pula Pemerintahan Aceh Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Utara Pranala luar Situs resmi Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Aceh Utara Aceh Utara Pemerintahan Aceh Sumatra
3979
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Banda%20Aceh
Kota Banda Aceh
Banda Aceh () merupakan kota sekaligus ibu kota dari provinsi Aceh, Indonesia. Sebagai pusat pemerintahan provinsi, Kota Banda Aceh menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kota Banda Aceh juga merupakan kota Islam yang paling tua di Asia Tenggara, di mana Kota Banda Aceh merupakan ibu kota dari Kesultanan Aceh. Sejarah Banda Aceh sebagai ibu kota Kesultanan Aceh Darussalam berdiri pada abad ke-14. Kesultanan Aceh Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura (Indrapuri). Dari batu nisan Sultan Firman Syah, salah seorang sultan yang pernah memerintah Kesultanan Aceh, didapat keterangan bahwa Kesultanan Aceh beribu kota di Kutaraja (Banda Aceh). (H. Mohammad Said a, 1981:157). Kemunculan Kesultanan Aceh Darussalam yang beribu kota di Banda Aceh tidak lepas dari eksistensi Kerajaan Hindu Lamuri. Pada akhir abad ke-15, dengan terjalinnya suatu hubungan baik dengan kerajaan tetangganya, maka pusat singgasana Kerajaan Lamuri dipindahkan ke Meukuta Alam. Lokasi istana Meukuta Alam berada di wilayah Banda Aceh. Sultan Ali Mughayat Syah menjadi sultan terakhir bagi Kerajaan Islam Aceh sekaligus menjadi sultan pertama bagi Kesultanan Aceh Darussalam. Ia memerintah selama 10 tahun dengan beribu kota di Banda Aceh. Pada batu nisan Sultan Ali Mughayat Syah terdapat tulisan yang menyatakan bahwa Sultan Ali Mughayat Syah meninggal dunia pada hari Senin tanggal 12 Zulhijah 936 Hijriah. Tanggal kematiannya bertepatan dengan tanggal 7 Agustus 1530 Masehi. Kendati masa pemerintahan Sultan Mughayat Syah relatif singkat, namun ia berhasil membangun Banda Aceh sebagai pusat peradaban Islam di Asia Tenggara. Pada masa ini, Banda Aceh telah berevolusi menjadi salah satu kota pusat pertahanan yang ikut mengamankan jalur perdagangan maritim dan lalu lintas jemaah haji dari perompakan yang dilakukan armada Portugis. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh tumbuh kembali sebagai pusat perdagangan maritim, khususnya untuk komoditas lada yang saat itu sangat tinggi permintaannya dari Eropa. Iskandar Muda menjadikan Banda Aceh sebagai taman dunia, yang dimulai dari komplek istana. Komplek istana Kesultanan Aceh juga dinamai Darud Dunya (Taman Dunia). Pada masa agresi kedua Belanda, terjadi evakuasi besar-besaran pasukan Aceh keluar dari Banda Aceh yang kemudian dirayakan oleh Van Swieten dengan memproklamasikan jatuhnya kesultanan Aceh dan mengubah nama Banda Aceh menjadi Kuta Raja. Setelah masuk dalam pangkuan Pemerintah Republik Indonesia baru sejak 28 Desember 1962 nama kota ini kembali diganti menjadi Banda Aceh berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43. Pada tanggal 26 Desember 2004, kota ini dilanda gelombang pasang tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9,2 Skala Richter di Samudra Hindia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan Pemerintah Kota Banda Aceh, jumlah penduduk Kota Banda Aceh hingga akhir Mei 2019 adalah sebesar 270.321 jiwa. Geografi Letak Kota Banda Aceh secara astronomi berada di belahan Bumi bagian utara. Tititk koordinat Kota Banda Aceh berada di antara 05°16'15"–05°36'16" Lintang Utara dan 95°16'15"–95°22'35" Bujur Timur. Ketinggian terendah pada wilayah Kota Banda Aceh adalah 0,45 meter di bawah permukaan laut, sedangkan ketinggian tertingginya adalah 1 meter di atas permukaan laut. Sementara ketinggian rata-rata di wilayah Kota Banda Aceh adalah 0,80 meter di atas permukaan laut. Batas Wilayah Kota Banda Aceh berbatasan dengan beberapa wilayah yaitu; Geologi Berdasarkan peta geologi lembar Banda Aceh, Sumatra (Bennet et al, 1981), wilayah Kota Banda Aceh umumnya tersusun oleh endapan kuarter yang terdiri dari endapan pematang pantai, endapan rawa, dan endapan aluvial berumur Pleistosen dan Holosen. Berdasarkan data pemboran, lapisan endapan aluvial dekat dengan pantai dapat mencapai ketebalan 206 meter di bawah permukaan tanah di daerah Cot Paya di sebelah Timur Sungai Krueng Aceh. Sementara itu, beberapa puluh kilometer ke arah hulu di daerah Lambaro, endapan aluvium mempunyai ketebalan minimum 70 meter dengan proporsi 20% pasir dan 80% lempung pasiran hingga pasir lempungan (Ploethner dan Siemon, 2006). Iklim Seperti wilayah lain di Indonesia, Kota Banda Aceh memiliki iklim tropis yang disertai dengan dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan tahunan di wilayah kota Banda Aceh berkisar antara 1039 hingga 1907 milimeter. Rata-rata suhu udara di wilayah Banda Aceh adalah 25°–28 °C. Tingkat kelembapan udara di wilayah ini berada pada angka 70% hingga 80%. Pemerintahan Daftar Wali kota Dewan Perwakilan Kecamatan Ekonomi Kesehatan Rumah sakit Media Massa Radio Kota Banda Aceh juga memiliki beberapa terdiri dari 25-stasiun radio bersiaran lokal seperti: Televisi Analog Stasiun analog (PAL) beroperasi hingga 7 Juli 2023. Digital Televisi Analog Tidak Beroperasi Pariwisata Kota Banda Aceh sebagai ibu kota dari Kesultanan Aceh Darussalam yang dahulunya merupakan salah satu dari lima Kerajaan Islam terbesar di dunia menyimpan berbagai situs peninggalan sejarah dari berbagai masa, mulai dari masa Kesultanan, masa Kolonial Belanda, masa bergabung dalam bingkai NKRI, masa konflik hingga tsunami. Berbagai situs objek wisata tersebut antara lain adalah Masjid Raya Baiturrahman, Komplek Taman Ghairah, Museum Sejarah Aceh, Museum Tsunami Aceh, Makam Sultan Iskandar Muda dan berbagai macam situs peninggalan sejarah lainnya terdapat di berbagai sudut kota Islam tertua di Asia Tenggara ini. Galeri Kota kembar Martapura, Indonesia Samarkand, Uzbekistan Apeldoorn, Belanda Sana'a, Yaman Referensi Pranala luar Situs Resmi Pemerintah Kota Banda Aceh Situs Resmi Bappeda Kota Banda Aceh Situs resmi pariwisata Kota Banda Aceh Lihat Juga Daftar Wali Kota Banda Aceh Banda Aceh Banda Aceh
3980
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Pidie
Kabupaten Pidie
Pidie adalah salah satu kabupaten di provinsi Aceh, Indonesia. Pusat pemerintahan kabupaten ini berada di Sigli, kabupaten ini merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar kedua di provinsi Aceh setelah kabupaten Aceh Utara. Jumlah penduduk kabupaten Pidie pada tahun 2021 sebanyak 435.492 jiwa, dengan kepadatan 141 jiwa/km2. Sejarah Kerajaan Pedir Pidie sebelumnya adalah kerajaan Pedir yang berbeda dengan Aceh, sehingga sampai sekarang Pidie tidak disebut sebagai Aceh Pidie, melainkan kabupaten Pidie saja. Ketika terjadi konfrontasi dengan Portugal, maka kerajaan Pedir menggabungkan diri dengan Kerajaan Aceh untuk melawan Penjajah Portugis. Daerah ini merupakan tempat cikal bakal lahirnya Gerakan Aceh Merdeka atau Hasan Tiro yang kini bermukim di Swedia. Namun anehnya, pergolakan justru paling banyak terjadi di kawasan tetangganya dibanding Pidie sendiri. Ketika Meureudu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Kerajaan Poli (Pedir) sebagai cikal bakal daerah Pidie. Keberadaan dan sejarah kerajaan-kerajaan tersebut masih perlu ditelusuri lagi. Catatan-catatan sejarah yang ada sekarang, hanya sedikit yang menjelaskan tentang hal itu. Meski demikian, kedatangan Sultan Iskandar Muda ke Negeri Meureudu sebelum menyerang Pahang di Semenanjung Malaya bisa membuka sedikit tabir informasi tersebut. Informasi tentang kerajaan-kerajaan di Pidie dan Pidie Jaya sekarang lebih banyak didominasi oleh sejarah daerah tersebut setelah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam. Malah Negeri Meureudu dalam Kerajaan Aceh Darussalam memiliki peranan penting sebagai lumbung pangan. Informasi-informasi tentang keberadaan Negeri Meureudu sebelum Kerajaan Aceh Darussalam masih perlu penelitian lebih lanjut. Untuk membuka tabir informasi ke arah sana, keterangan dari sejarawan H M Zainuddin bisa menjadi informasi awal. H M Zainuddin dalam makalahnya Aceh Dalam Inskripsi dan Lintasan Sejarah pada seminar sejarah dan budaya Aceh pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II Agustus 1972 mengungkapkan, sebelum Islam masuk ke Aceh, di Aceh telah berkembang kota-kota kerajan hindu seperti: Kerajaan Poli di Pidie yang berkembang sekitar tahun 413 M. Kerajan Sahe sering juga di sebut Sanghela di kawasan Ulei Gle dan Meureudu, kerajan ini terbentuk dan dibawa oleh pendatang dari pulau Ceylon. Kerajaan Indrapuri di Indrapuri. Kerajaan Indrapatra di Ladong. Kerajaan Indrapurwa di Lampageu, Kuala pancu (Ujong Pancu, -red). Semua kota-kota Hindu tersebut setelah islam kuat di Aceh dihancurkan. Bekas-bekas kerajaan itu masih bisa diperiksa walau sudah tertimbun, seperti di kawasan Paya Seutui Kecamatan Ulim (perbatasan Ulim dengan Meurah Dua), reruntuhan di Ladong. Bahkan menurut H M Zainuddin, masjid Indrapuri dibangun diatas reruntuhan candi. Pada tahun 1830, Haji Muhammad, yang lebih dikenal sebagai Tuanku Tambusi juga meruntuhkan candi-candi dan batunya kemudian dimanfaatkan untuk membangun masjid dan benteng-benteng. Untuk mengungkap tentang keberadaan Kerajaan Sahe/Sanghela itu, maka perlu diadakan penelitian secara arkeologi ke daerah Paya Seutui yang disebut H M Zainuddin tersebut. Dalam makalahnya H M Zainuddin mengatak pernah ada temuan sisa-sisa kerajaan Sahe/Sanghela itu di kawasan persawahan di Paya Seutui, namun ia tidak jelas menyebutkan di Paya Seutui bagian mana itu ditemukan. Untuk mengetahui keberadaan para pendiri dan penduduk Kerajaan Sahe/Sanghela tersebut, informasi dari asal-usul kerajaan Poli/Pedir di Kabupaten Pidie sekarang mungkin bisa membantu, karena keberadaan negeri Meureudu dan Negeri Pedir keduanya tak bisa dipisahkan. Selama ini kita mengetahui asal mula daerah Pidie sekarang adalah Kerajaan Poli atau Pedir, tapi ternyata jauh sebelumnya sudah ada Kerajaan Sama Indra sebagai cikal bakalnya. Kuat dugaan, Kerajaan Sama Indra ini berkembang pada waktu yang sama dengan kerajaan Sahe/Sanghela di Meureudu atau bisa jadi satu kesatuan yang hidup saling berdampingan. Informasi tentang keberadaan Kerajaan Sama Indra ini diungkap oleh sejarawan lainnya, M Junus Djamil dalam sebuah buku yang disusun dengan ketikan mesin tik. Buku dengan judul Silsilah Tawarick Radja-radja Kerajaan Aceh itu diterbitkan oleh Adjdam-I/Iskandar Muda tidak lagi jelas tahun penerbitnya. Tapi pada kata pengantar yang ditulis dengan ejaan lama oleh Perwira Adjudan Djendral Kodam-I/Iskandar Muda, T Muhammad Ali, tertera 21 Agustus 1968. Buku setebal 57 halaman itu pada halaman 24 berisi tentang sejarah Negeri Pidie/Sjahir Poli. Kerajaan ini digambarkan sebagai daerah dataran rendah yang luas dengan tanah yang subur, sehingga kehidupan penduduknya makmur. M Junus Djamil menyebutkan batas-batas kerajaan ini meliputi, sebelah timur dengan Kerajaan Samudra/Pasai, sebelah barat dengan Kerajaan Aceh Darussalam, sebelah selatan dengan pegunungan, serta dengan selat Malaka di sebelah utara. Bila merujuk pada batas yang disebutkan tersebut, berarti kerajaan Sahe/Sanghela termasuk dalam wilayah kerjaan Sama Indra di bagian timur. Suku yang mendiami kerajaan ini berasal dari Mon Khmer yang datang dari Asia Tenggara yakni dari Negeri Campa. Suku Mon Khmer itu datang ke Poli beberapa abad sebelum masehi. Rombongan ini dipimpin oleh Sjahir Pauling yang kemudian dikenal sebagai Sjahir Poli. Mereka kemudian berbaur dengan masyarakat sekitar yang telah lebih dahulu mendiami kawasan tersebut. Setelah berlabuh dan menetap di kawasan itu, Sjahir Poli mendirikan sebuah kerajaan yang dinamai Kerajaan Sama Indra. Waktu itu mereka masih menganut agama Budha Mahayana atau Himayana. Oleh M Junus Djamil diyakini dari agama ini kemudian masuk pengaruh Hindu. Tentang kedatangan bangsa Mon Khmer itu juga diungkapkan H Muhammad Said dalam makalah sejarahnya, Wajah Rakyat Aceh dalam Lintasan Sejarah, pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II, Agustus 1972 Ia menjelaskan, pada tahun 1891, seorang peneliti asing bernama G K Nieman sudah menemukan 150 kata dari bahasa Campa dalam bahasa Aceh. Demikian juga dengan bahasa Khmer (Kamboja) tetapi yang sangat dominan adalah bahasa Melayu dan bahasa Arab. Sementara tentang pengaruh Hindu di Aceh pernah diungkapkan oleh sejarawan Belanda JC Van Luer, yang mengatakan bahwa sejarah dan budaya Aceh sebelum kedatangan Islam dan bangsa barat telah terisi dengan landasan Hindu-sentris (Indonesia Trade and Society, hal 261) Lama kelamaan Kerajaan Sama Indra pecah mejadi beberapa kerajaan kecil. Seperti pecahnya Kerajaan Indra Purwa (Lamuri) menjadi Kerajaan Indrapuri, Indrapatra, Indrapurwa dan Indrajaya yang dikenal sebagai kerajaan Panton Rie atau Kantoli di Lhokseudu. Bisa jadi juga, Kerjaan Sahe/Sanghela berdiri setelah Kerajaan Sama Indra ini pecah menjadi beberapa kerajaan kecil, hingga kemudian membentuk sebuah kerajaan tersendiri. Kala itu Kerajaan Sama Indra menjadi saingan Kerajaan Indrapurba (Lamuri) di sebelah barat dan kerajaan Plak Plieng (Kerajaan Panca Warna) di sebelah timur. Kerajaan Sama Indra mengalami goncangan dan perubahan yang berat kala itu. Menurut M Junus Djamil, pada pertengahan abad ke-14 masehi penduduk di Kerajaan Sama Indra beralih dari agama lama menjadi pemeluk agama Islam, setelah kerajaan itu diserang oleh Kerajaan Aceh Darussalam yang dipimpin Sultan Mansyur Syah (1354 – 1408 M). Selanjutnya, pengaruh Islam yang dibawa oleh orang-orang dari Kerajaan Aceh Darussalam terus mengikis ajaran hindu dan budha di daerah tersebut. Setelah kerajaan Sama Indra takluk pada Kerajaan Aceh Darussalam, makan sultan Aceh selanjutnya, Sultan Mahmud II Alaiddin Johan Sjah mengangkat Raja Husein Sjah menjadi sultan muda di negeri Sama Indra yang otonom di bawah Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Sama Indra kemudian berganti nama menjadi Kerajaan Pedir, yang lama kelamaan berubah menjadi Pidie seperti yang dikenal sekarang. Meski sebagai kerajaan otonom di bawah Kerajaan Aceh Darussalam, peranan raja negeri Pidie tetap dipererhitungkan. Malah, setiap keputusan Majelis Mahkamah Rakyat Kerajaan Aceh Darussalam, sultan tidak memberi cap geulanteu (stempel halilintar) sebelum mendapat persetujuan dari Laksamana Raja Maharaja Pidie. Maha Raja Pidie beserta uleebalang syik dalam Kerajaan Aceh Darussalam berhak mengatur daerah kekuasaannya menurut putusan balai rakyat negeri masing-masing. Masih menurut M Junus Djamil, setelah Sultan Mahmud II Alaiddin Jauhan Syah raja Kerajaan Aceh Darussalam Mangkat, maka Sultan Husain Syah selaku Maharaja Pidie diangkat sebagai penggantinya. Ia memerintah Kerajaan Aceh dari tahun 1465 sampai 1480 Masehi. Kemudian untuk Maharaja Pidie yang baru diangkat anaknya yang bernama Malik Sulaiman Noer. Sementara putranya yang satu lagi, Malik Munawar Syah diangkat menjadi raja muda dan laksamana di daerah timur, yang mencakup wilayah Samudra/Pase, Peureulak, Teuminga dan Aru dengan pusat pemerintahan di Pangkalan Nala (Pulau Kampey). Geografi Batas Wilayah Batas wilayah kabupaten Pidie adalah sebagai berikut; Iklim Iklim Tropis (Dataran Rendah/Pesisir Pantai) ; Iklim Sejuk (Dataran Tinggi /Lembah/Pegunungan) Curah Hujan dan Suhu Rata-Rata Curah Hujan 1.532 mm pertahun ; Suhu rata-rata 24° – 32 °C Panjang Pantai dan Sungai Sungai 567, 40 KM ; Garis Pantai 42,9 KM Jenis Tanah Alluvial (Kembang Tanjong, Pidie, Simpang Tiga); Hydromof (Peukan Baro,Geulumpang Tiga, Mutiara, Titeue, Keumala, Tiro, Teurusep, Muara Tiga) ; Podsolik (Padang Tiji, Kota Sigli, Indra Jaya, Tangse) Penggunaan Tanah Sawah 29.391 Ha Pekarangan 9.175 Tegalan/Kebun 26.857 Ladang/Huma 19.772 Padang Penggembalaan 16.194 Hutan Rakyat 23.782 Hutan Negara 81.448 Perkebunan 21.212 Rawa-Rawa 2.128 Tambak 2.890 Tebat/Empang 162 Pemukiman 30.714 Belum diupayakan 78.093 Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi 220.917 jiwa laki-laki ( 49,78 % ) + 222.801 jiwa perempuan ( 50,22 % ) = 443.718 jiwa ; 117.592 KK. Kepadatan, Laju Pertumbahan Penduduk dan Jumlah Jiwa/KK Kepadatan 143 jiwa / Km2 ; Laju pertumbuhan 2,29 % ; ­+ 4 Jiwa / KK Jumlah Penduduk per Kecamatan Batee 20.405 Jiwa Delima 22.986 Geumpang 6.657 Glumpang Tiga 19.542 Indra Jaya 24.987 Kembang Tanjong 22.561 Kota Sigli 22.311 Mila 10.221 Muara Tiga 19.367 Mutiara 21.267 Padang Tiji 23.575 Peukan Baro 20.314 Pidie 45.630 Sakti 21.752 Simpang Tiga 24.180 Tangse 27.720 Tiro/Truseb 8.298 Keumala 10.468 Mutiara Timur 36.451 Grong-Grong 7.018 Mane 9.391 Glumpang Baro 11.439 Titeue 7.178 Kelompok Umur 0-4 Thn 34.296 Jiwa ; 5-9 Thn 42.433 ; 10-14 Thn 42.433 ; 15-19 Thn 41.190 ; 20-24 Thn 43.501 ; 25-29 Thn 44.798 ; 30-34 Thn 39.172 ; 35-39 Thn 32.514 ; 40-44 Thn 27.837 ; 45-49 Thn 20.968 ; 50-54 Thn 19.253 ; 55-59 Thn 14.938 ; 60-64 Thn 12.670 ; 65-69 Thn 8.814 ; 70-74 Thn 8.183 ; Di atas 74 Thn 10.185; 00 Tingkat Pendidikan Strata 3 = 16 Jiwa ; Strata 2 = 462 ; Srata 1 = 12.137 ; D-III = 7.107 ; D-II = 6.506 ; SLTA = 94.284 ; SLTP = 79.226 ; SD = 90.451; Tidak Tamat SD = 64.650 ; Belum Sekolah = 88.135 Mata Pencaharian PNS 9.545 Jiwa ; TNI 964 ; POLRI 1.075 ; Pensiunan 3.523 ; Ibu Rumah Tangga 70.703 ; Pelajar/Mahasiswa 112.834 ; Pengusaha 2.570 ; Petani/Pekebun 60.963 ; Peternak 125 ; Nelayan 3.929 ; Industri 143 ; Konstruksi 88 ; Transportasi 261 ; Kary.Swasta 1.685 ; Kary.BUMN 300 ; Honorer 3.516 ; Buruh Harian Lepas 2.516 ; Buruh Tani 4.722 ; Buruh Perikanan 649 ; Buruh Peternakan 38 ; Pembantu Rumah Tangga 244 ; Tukang Cukur 142 ; Tukang Listrik 86 ; Tukang Batu 518 ; Tukang Kayu 1.654 ; Tukang Sol Sepatu 26 ; Tukang Las 182 ; Tukang Jahit 1.052 ; Tukang Gigi 9 ; Penata Rias 18 ; Penata Busana 11 ; Penata Rambut 33 ; Mekanik 439 ; Seniman 34 ; Tabib 20 ; Perajin 6 ; Perancang Busana 6 ; Penerjemah 3 ; Imam Masjid 57 ; Pastor 1 ; Wartawan 33 ; Ustaz/Mubaligh 794 ; Juru Masak 19 ; Promotor Acara 1 ; Agt. DPR-RI 5 ; Menteri 1; Gubernur 1; Bupati 1 ; Wakil Bupati 1 ; Agt. DPRA 6 ; Agt DPRK 45 ; Dosen 79 ; Guru 4.005 ; Pengacara 13 ; Notaris 5 ; Arsitek 6 ; Akuntan 1 ; Konsultan 21 ; Dokter 112 ; Bidan 511 ; Perawat 295 ; Apoteker 15 ; Penyiar TV 2 ; Penyiar Radio 7 ; Pelaut 50 ; Peneliti 9 ; Sopir 2.771 ; Pialang 6 ; Paranormal 11 ; Pedagang 11.766 ; Perangkat Gampong 124 ; Keuchik Gampong 209 ; Wiraswasta 36.668 ; Belum Bekerja 101,244 ; Lain-lain 99 Sarana Ibadah Masjid 181 unit ; Meunasah 1.023 ; Mushalla 121 Pendidikan Angka Partisipasi Murni (APM) tahun 2017 adalah proporsi penduduk pada kelompok umur jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok umur tersebut. Pada tahun 2017 Angka Partisipasi Murni di Kabupaten Pidie tingkat SD/MI 100 persen, tingkat SMP/MTs sebesar 97,62 persen dan tingkat SMA/SMK/MA sebesar 88,85 persen. Sarana Pendidikan Agama Pesantren 242 unit ; Balai Dayah 85 ; Balai Pengajian 379 ; Majelis Taqlim 980 Sarana Pendidikan TK/RA 70 unit ; SD 277 ; SMP 54 ; SMU 26 ; SMK 8 ; MIN 53 ; MIS 8 ; MTsN 13 ; MTsS 13 ; MAN 8 ; MAS 5 ; Universitas/PT 2 ; Akademi 7 Kesehatan Sarana Kesehatan Pukesmas 26 unit ; Pukesmas Pembantu 70 ; Poskesdes 79 ; Posyandu 764 ; Polindes 79 Tenaga Kesehatan Spesialis Kandungan 4 orang ; Spesialis Peny.Dalam 2 ; Spesialis Anak 2 ; Spesialis Mata 2 ; Spesialis THT 2 ; Spesialis Jiwa 2 ; Spesialis Saraf 3 ; Spesialis Ortopedi 1 ; Spesialis Bedah 2 ; Spesialis Urologi 1 ; Spesialis Patologi Klinik 1 ; Spesialis Radiologi 1 ; Dokter umum 76; Dokter Gigi 10 Ekonomi Potensi Alam Tanaman Pangan (Padi, Kedelai, Kacang Tanah, dan Jagung), Palawija (Cabe, Tomat, Bawang Merah, dan Tomat), Hortikultura (Melinjo, Durian, Rambutan, Jeruk dan Mangga). Perkebunan (Kopi, Kelapa, Pinang, Kakao, Kemiri, Randu dan Nilam). Peternakan (Sapi, Kerbau, Kambing, Ayam dan Itik). Pariwisata (Air Terjun, Kolam Air Panas, Situs Bersejarah dan Pantai), Kehutanan (Kayu, Rotan, Flora dan Fauna). Bahan Tambang/Galian ( Emas, Timah, Tembaga, Mangan, Pasir Besi, Batu, Gamping, Batu Gip Promium, Molidenium, Fosfat, Tanah Liat, Supertenit, Borit, Batu Sabak,) dll Pertanian Luas Sawah 29.391 Ha terdiri dari sawah berpengairan: Teknis 3.700 Ha ; Semi Teknis 15.522 Ha ; Sederhana 6.365 Ha ; Non PU 1.932 ; Tadah Hujan 1.958 Ha Sawah yang ditanami Dua Kali Setahun seluas 17.553 Ha dan yang Satu kali Setahun 13.584 Ha Jenis atau Varietas yang dianjurkan: Ciherang, Mikongga, Cigeulis, Impari 13 (Padi) ; Anjasmoro, Kipas Merah, Kipas Putih, Mutiara (Kedelai) ; Bisi 2, Bisi 9, Pioneer 21 (Jagung) Peternakan Sapi 65.660 ekor Kerbau 16.858 Kambing 68.111 Domba 4.028 Ayam Buras 556.887; Ayam Broiler 129.816 Ayam Ras 3.630 Itik 498.764 Puyuh 4.520 Angsa 2.780 Industri Pangan Emping Melinjo 1.326 unit usaha Bubuk Kopi 14 Kerupuk Kulit 5 Tempe 18 Tahu 4 Asam Kana 3 Roti Kering 5 Roti Basah 3 Dodol Halua 38 Kerupuk Tepung 4 Pengupasan Kopi Pengupasan Kacang 7 Kipang Beras/Kacang 3 Peyek Kacang 12 Es Lilin 6 Es Balok 3 Tepung Beras 19 Sirup/Limun 4 Kacang Asin 5 Keripik Pisang 6 Kerupuk Ubi 3 Bumbu Masak 8 Pengasinan Ikan 5 Emping Beras 6 Air minum isi ulang 76 Mie Basah 12 Jamu Bubuk 1 Garam Rakyat 358 Coklat 1 Potensi Wisata Monumen Tsunami (Kota Sigli) Air Terjun Kolam Air Panas Krueng Geunie Arung Jeram (Tangse) Guha Tujoh (Laweung) Masjid Po Teumeureuhom (Mutiara Barat) Tungkat Po Teumeureuhom (Masjid Labui) Pantai (Kota Sigli, Mantak Tari, Jeumeurang, Pusong, Biheue) Benteng Kuta Asan (Lampoh Lada) Rumah Adat Bentara Pineung (Pekan Baro) Rumah Adat Bentara Blang (Simpang Tiga) Situs bersejarah lainnya berupa Masjid dan Makam Para Ulama, Syuhada dan Raja/Bangsawan (tersebar di beberapa Kecamatan) Lingkok Kuwieng (Padang Tiji) Rumoh Geudong (Bili aron, Glumpang Tiga) Koperasi KUD 32 unit ; Non KUD 489 unit ; Jumlah Anggota 38.185 orang Pasar Pasar Tradisional 32 unit Pasar Lokal 10 Pasar Swalayan/Toserba 17 Pasar Grosir 4 Pertokoan 3.200 Perbankan Bank Aceh Bank Aceh Syariah Bank BRI Bank BNI Bank Muamalat Bank Syariah Mandiri Bank Mandiri Bank BTPN Bank Pundi Bank Danamon Bank BPR Tgk Syik Pante Kulu Bank Mustakim Transportasi Angkutan Barang & Jasa 752 unit Bus Besar 112 Bus Kecil 25 Labi-labi 366 Truk Sedang 46 Truk Besar 30 Pick Up Kecil 153 ; Becak 302 Jalan Panjang Jalan Negara 96,00 Km Jalan Provinsi 267,58 Km Jalan Kabupaten 1.084,150 Km Jalan Gampong 1.798,03 Km Perhotelan Riza Hotel Grand Blang Asan Hotel Hotel Cempaka Losmen Paris Losmen Batik Losmen Mali Losmen Mali II Wisma Mutia Wisma Seulawah Wisma Dian Wisma Safira Tokoh Pidie Daftar tokoh-tokoh Pidie diantaranya: Teungku Daud Beureueh, Gubernur Aceh ke-2 (1948-1952) Mr. Teuku Mohammad Hasan, Gubernur Sumatra (1945-1948) Prof. Ibrahim Hasan, Menteri Negara Urusan Pangan Indonesia (1993-1995) Dr. Ir. Mustafa Abubakar, Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia ke-6 (2009-2011) Dr. Hasballah M Saad, Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia (1999-2000) Dr. Tengku Hasan di Tiro, Wali Neugara Aceh (1976-2010) dr. Husaini M. Hasan, Sekretaris Neugara Aceh (1976-1985) dr. Zaini Abdullah (24 April 1940), Gubernur Aceh ke-17 (2012-2017) Dr.(H.C.) Sanusi Juned, Ph.D, Menteri Besar Kedah ke-7, Malaysia (1996-1999) Ismail Hassan Metareum, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (1992-1997) Ibrahim Richard, Pengusaha Aceh di Indonesia (1965-2012). Referensi Lihat pula Kabupaten Pidie Jaya Kerajaan Pedir Pranala luar Situs Resmi Pemerintah Acéh Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Pidie Situs Resmi BPS Kabupaten Pidie Pidie Pidie
3981
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Sabang
Kota Sabang
Sabang adalah salah satu kota di Aceh, Indonesia. Kota ini berupa kepulauan di seberang utara Pulau Sumatra, dengan Pulau Weh sebagai pulau terbesar. Kota Sabang merupakan zona ekonomi bebas Indonesia, ia sering disebut sebagai titik paling utara dan barat Indonesia, tepatnya di Pulau Rondo. Pada tahun 2021 jumlah penduduk kota Sabang sebanyak 42.559 jiwa, dengan kepadatan 278 jiwa/km². Sabang merupakan "titik nol" untuk wilayah barat Indonesia. Sejarah Setelah pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869, kepulauan Indonesia tidak lagi dapat dicapai dari Selat Sunda, tetapi melalui Selat Malaka, dan tentu saja melewati pulau Weh. Ketika VOC sebagai serikat dagang Belanda dibubarkan pada tahun 1799, didirikanlah Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) yang membeli rempah-rempah dan hasil perkebunan di wilayah koloninya dengan harga murah yang membuat keuntungan besar bagi Belanda. Tahun 1881 Belanda mendirikan Kolen Station di teluk Sabang yang terkenal dengan pelabuhan alamnya. Tahun 1883 didirikan "Atjeh Associate" oleh Factorij van de Nederlandsche Handel Maatschappij (Pabrik NHM) dan De Lange & Co. di Batavia (Jakarta) untuk mengoperasikan pelabuhan dan stasiun batubara di Sabang. Awalnya pelabuhan ini dimaksudkan sebagai stasiun batubara untuk Angkatan Laut Belanda, tetapi kemudian juga melayani kapal dagang umum. Pada tahun 1895 sebuah depot batubara atau pelabuhan alam yang bernama Kolen Station selesai dibangun dengan kapasitas 25.000 ton batubara yang berasal dari Sumatera Barat. Pelabuhan juga menyediakan bahan bakar minyak yang dikirim dari Palembang. Kapal uap dari banyak negara, singgah untuk mengambil bahan bakar batubara, air segar, ataupun memanfaatkan fasilitas perbaikan kapal (docking). Tahun 1896 Sabang dibuka sebagai pelabuhan bebas (vrij haven) untuk perdagangan umum dan sebagai pelabuhan transit barang-barang terutama dari hasil pertanian Deli, sehingga Sabang mulai dikenal oleh lalu lintas perdagangan dan pelayaran dunia. Tahun 1899 Ernst Heldring mengenali potensi Sabang untuk menjadi pelabuhan internasional dan mengusulkan pengembangan pelabuhan Sabang pada NHM dan beberapa perusahaan Belanda lainnya melalui bukunya yang berjudul Oost Azie en Indie (Asia Timur dan Hindia). Balthazar Heldring selaku presiden direktur NHM menyambut baik usulan ini dan pada tahun itu juga mengubah Atjeh Associate menjadi N.V. Zeehaven en Kolenstation Sabang te Batavia (Perusahaan Pelabuhan Sabang dan Stasiun Batubara Batavia) yang kemudian dikenal dengan Sabang Maatschappij atau Sabang Mij, dan merehabilitasi infrastruktur pelabuhan agar layak menjadi pelabuhan bertaraf internasional. Dengan demikian, sebelum Perang Dunia II, pelabuhan Sabang adalah pelabuhan yang sangat penting dibandingkan Singapura. Perang Dunia II ikut memengaruhi kondisi Sabang dimana pada tahun 1942 Sabang diduduki pasukan Jepang dan dijadikan basis pertahanan maritim wilayah barat yang terbesar di Sumatra. Kemudian Sabang sebagai pelabuhan bebas ditutup dan pelabuhan Sabang dijadikan sebagai pelabuhan militer Jepang, kemudian dibom pesawat Sekutu dan mengalami kerusakan fisik hingga kemudian terpaksa ditutup. Tahun 1945 Sabang mendapat dua kali serangan dari pasukan Sekutu dan menghancurkan sebagian infrastruktur. Kemudian Indonesia merdeka tetapi Sabang masih menjadi wilayah koloni Belanda. Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Sabang menjadi pusat pertahanan Angkatan Laut Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan wewenang penuh dari pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertahanan RIS Nomor 9/MP/50. Semua aset pelabuhan Sabang Maatschaappij dibeli Pemerintah Indonesia. Kemudian pada tahun 1965 dibentuk pemerintahan Kotapraja Sabang berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1965 dan dirintisnya gagasan awal untuk membuka kembali Sabang sebagai pelabuhan bebas dan kawasan perdagangan bebas. Gagasan itu kemudian diwujudkan dan diperkuat dengan terbitnya UU Nomor 3 Tahun 1970 tentang Perdagangan Bebas Sabang dan UU Nomor 4 Tahun 1970 tentang ditetapkannya Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Walau demikian, atas alasan pembukaan Pulau Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Sabang terpaksa dimatikan berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1985. Kemudian pada tahun 1993 dibentuk Kerja Sama Ekonomi Regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) yang membuat Sabang sangat strategis dalam pengembangan ekonomi di kawasan Asia Selatan. Pada tahun 1997 di Pantai Gapang, Sabang, berlangsung Jambore Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) yang diprakarsai BPPT dengan fokus kajian ingin mengembangkan kembali Sabang. Disusul kemudian pada tahun 1998 Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh dijadikan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bersama-sama KAPET lainnya, diresmikan oleh Presiden BJ Habibie dengan Keputusan Presiden Nomor 171 Tahun 1998 pada tanggal 28 September 1998. Era baru untuk Sabang, ketika pada tahun 2000 terjadi Pencanangan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas oleh Presiden KH. Abdurrahman Wahid di Sabang dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2000 pada tanggal 22 Januari 2000. Hal ini berlanjut dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tanggal 1 September 2000, yang selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Aktivitas Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang pada tahun 2002 mulai berdenyut dengan masuknya barang-barang dari luar negeri ke kawasan Sabang. Tetapi pada tahun 2004 aktivitas ini terhenti karena Aceh ditetapkan sebagai Daerah Darurat Militer. Sabang juga mengalami gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, namun karena palung-palung di Teluk Sabang yang sangat dalam mengakibatkan Sabang selamat dari tsunami. Sabang kemudian dijadikan sebagai tempat transit udara dan laut yang membawa bantuan untuk korban tsunami di daratan Aceh. Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh]-Nias menetapkan Sabang sebagai tempat transit untuk pengiriman material konstruksi dan lainnya yang akan dipergunakan di daratan Aceh. Geografi Wilayah Kota Sabang secara geografis berada pada titik koordinat 95°13'02" – 95°22'36" Bujur Timur dan 05°46'28" –05°54'-28" Lintang Utara. Kota Sabang merupakan wilayah administratif paling utara di Aceh dan berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu Malaysia, Thailand, dan India. Wilayah Kota Sabang dikelilingi oleh Selat Malaka di Utara, Samudra Hindia di Selatan, Selat Malaka di Timur dan Samudra Hindia di Barat. Pulau Pulau Klah (0,186 km²) Pulau Rondo (0,650 km²) Pulau Rubiah (0,357 km²) Pulau Seulako (0,055 km²) Pulau Weh (121 km²) Topografi Dataran rendah (3%) Bergelombang (10%) Berbukit-bukit (35%) Bergunung (52%) Di sepanjang pantai penuh dengan batu-batuan. Pulau Weh Di Pulau Weh terdapat sebuah danau bernama Danau Aneuk Laot. Tipe danau ini adalah danau air tawar. Pulau Weh merupakan sebuah pulau vulkanik, sebuah pulau atol (pulau karang) yang proses terjadinya mengalami pengangkatan dari permukaan laut. Proses terjadinya dalam tiga tahapan, terbukti dari adanya tiga teras yang terletak pada ketinggian yang berbeda. Umumnya Pulau Weh terdiri atas dua jenis batuan, yaitu tuf marina dan batuan inti. Tuf marina dijumpai hampir sepanjang pantai sampai pada ketinggian 40 sampai 50 meter. Lapisan tuf yang terlebar didapat di sekitar kota Sabang, di bagian pantai berlapis sempit. Batuan sempit adalah batuan vulkanik yang bersifat andesitik. Berdasarkan wilayah, tampak bahwa wilayah barat Pulau Weh terdapat topografi paling berat. Mulai dari Sarong Kris sebagai puncak tertinggi di sebelah Timur, terdapat tiga barisan punggung yang berjolak menuju ke Barat Laut, sehingga lembah-lembah yang ada di antara punggung itu sempit. Topografi di sebelah Timur terdapat sebuah pegunungan yang arahnya dari Utara ke Selatan yang memisahkan Pulau Weh Timur dengan bagian lainnya. Gunung Leumo Mate merupakan puncak yang tertinggi. Di bagian ini terdapat lapisan tuf marina yang lebih besar. Di antara bagian Barat dan Timur terdapat aliran dua buah sungai, yaitu Sungai Pria Laot dan Sungai Raya. Daerah ini merupakan sebuah slenk dari sebuah fleksun (patokan yang tidak sempurna). Kondisi geologis wilayah ini terdiri dari 70% batuan vulkanis (andesite), 27% batuan sedimen (line stone dan sand stone), dan 3% endapan aluvial (recent deposit). Iklim Pulau Weh memiliki iklim hutan hujan tropis (Af) yang mengalami dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan lazimnya jatuh pada bulan September sampai Februari. Musim kemarau pada bulan Maret hingga bulan Agustus. Menurut hasil pengukuran Stasiun Meteorologi Sabang, curah hujan yang tercatat rata-rata 1.745–2.232 mm/tahun, dengan angka terendah pada bulan Maret sebesar 18 mm dan angka tertinggi pada bulan September sebesar 276 mm. Pada bulan September dan Oktober terjadi peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Pemerintahan Daftar Wali kota Dewan Perwakilan Kecamatan Kesehatan Pariwisata Selain terkenal dengan keindahan alamnya, pantainya, air lautnya yang biru, Sabang juga sering dijadikan sebagai tempat untuk kegitan wisata, seperti sail Sabang dan event yang lainnya. Demografi Penduduk Kota Sabang hasil sensus penduduk tahun 2010 berjumlah ±30.653 jiwa yang terdiri atas 15.600 jiwa laki-laki dan 15.053 jiwa perempuan. Dengan kepadatan penduduk sekitar 200 jiwa/km². Dan pada tahun 2011 penduduknya berjumlah 31.355 jiwa. Sekolah di Kota Sabang SMA Negeri 1 Sabang SMA Negeri 2 Sabang SMK Negeri 1 Sabang SMAI AL–MUJADDID MAN 1 Sabang Referensi Pranala luar Sabang Sabang Kawasan Perdagangan Bebas Indonesia Pendirian tahun 1965 di Indonesia
3982
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Asahan
Kabupaten Asahan
Asahan (Jawi: اسهن) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kabupaten ini beribukota di Kisaran dan mempunyai wilayah seluas 3.732,97 km². Ibu kota terdahulu kabupaten Asahan ialah Tanjung Balai, yang kemudian dimekarkan menjadi kota otonom. Asahan merupakan kabupaten pertama di Indonesia yang membentuk lembaga pengawas pelayanan umum bernama Ombudsman Daerah Asahan, melalui SK Bupati Asahan Nomor: 419-Huk/Tahun 2004, tanggal 20 Oktober 2004. Di era kolonial, wilayah ini disebut sebagai Assaban oleh orang Eropa. Pada tahun 2021, penduduk Kabupaten Asahan sebanyak 777.626 jiwa. Sejarah Awal dari sejarah Asahan dapat dikatakan bermula dari perjalanan sultan Aceh, Sultan Iskandar Muda, ke Johor dan Malaka pada 1612. Dalam perjalanan tersebut, rombongan Sultan Iskandar Muda beristirahat di kawasan hulu sungai, yang kemudian dinamakan "Asahan". Perjalanan dilanjutkan ke sebuah “Tanjung” yang merupakan pertemuan antara sungai Asahan dengan sungai Silau, kemudian bertemu dengan Raja Simargolang. Di tempat itu juga, Sultan Iskandar Muda mendirikan pelataran sebagai “balai” untuk tempat menghadap, yang kemudian berkembang menjadi perkampungan. Perkembangan daerah yang cukup pesat sebagai pusat pertemuan perdagangan dari Aceh dan Malaka membuatnya semakin dikenal dengan nama “Tanjung Balai”. Dari perkawinan Sultan Iskandar Muda dengan salah seorang puteri Raja Simargolang lahirlah putera yang bernama Abdul Jalil yang menjadi cikal bakal dari kesultanan Asahan. Abdul Jalil dinobatkan menjadi Sultan Asahan I. Pemerintahan kesultanan Asahan dimulai tahun 1630 sejak dilantiknya Sultan Asahan yang I s.d. XI. Dalam pemerintahan daerah Asahan, pemerintahan juga dilaksanakan oleh datuk-datuk di wilayah Batu Bara dan kemungkinan kerajaan-kerajaan kecil lainnya. Pada 22 September 1865, kesultanan Asahan berhasil dikuasai Belanda. Sejak itu, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Belanda. Kekuasaan pemerintahan Belanda di Asahan/Tanjung Balai dipimpin oleh seorang Kontroler, yang diperkuat dengan Gouverments Besluit tanggal 30 September 1867, Nomor 2 tentang pembentukan Afdeling Asahan yang berkedudukan di Tanjung Balai dan pembagian wilayah pemerintahan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: Onder Afdeling Batu Bara Onder Afdeling Asahan Onder Afdeling Labuhan Batu. Kerajaan Sultan Asahan dan pemerintahan Datuk-Datuk di wilayah Batu Bara tetap diakui oleh Belanda, namun tidak berkuasa penuh sebagaimana sebelumnya. Wilayah pemerintahan Kesultanan dibagi atas Distrik dan Onder Distrik yaitu: Distrik Tanjung Balai dan Onder Distrik Sungai Kepayang. Distrik Kisaran. Distrik Bandar Pulau dan Onder Distrik Bandar Pasir Mandoge. Sedangkan wilayah pemerintahan Datuk-datuk di Batu Bara dibagi menjadi wilayah Self Bestuur yaitu: Self Bestuur Indrapura Self Bestuur Lima Puluh Self Bestuur Pesisir Self Bestuur Suku Dua (Bogak dan Lima Laras). Pemerintahan Belanda berhasil ditundukkan Jepang (tanggal 13 Maret 1942), sejak saat itu Pemerintahan Fasisme Jepang disusun menggantikan Pemerintahan Belanda. Pemerintahan Fasisme Jepang dipimpin oleh Letnan T. Jamada dengan struktur pemerintahan Belanda yaitu Asahan Bunsyu dan bawahannya Fuku Bunsyu Batu bara. Selain itu, wilayah yang lebih kecil di bagi menjadi Distrik yaitu Distrik Tanjung Balai, Kisaran, Bandar Pulau, Pulau Rakyat dan Sei Kepayang. Pemerintahan Fasisme Jepang berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 dan 17 Agustus 1945 Kemerdekaan Negara Republik Indonesia diproklamirkan. Sesuai dengan perkembangan Ketatanegaraan Republik Indonesia ,maka berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1945, Komite Nasional Indonesia Wilayah Asahan di bentuk pada bulan September 1945. Pada saat itu pemerintahan yang di pegang oleh Jepang sudah tidak ada lagi, tapi pemerintahan Kesultanan dan pemerintahan Fuku Bunsyu di Batu Bara masih tetap ada. Tanggal 15 Maret 1946, berlaku struktur pemerintahan Republik Indonesia di Asahan dan wilayah Asahan di pimpin oleh Abdullah Eteng sebagai kepala wilayah dan Sori Harahap sebagai wakil kepala wilayah, sedangkan wilayah Asahan dibagi atas 5 (lima) Kewedanan, yaitu: Kewedanan Tanjung Balai Kewedanan Kisaran Kewedanan Batubara Utara Kewedanan Batubara Selatan Kewedanan Bandar Pulau. Kemudian setiap tahun tanggal 15 Maret diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Asahan. Pada Konferensi Pamong Praja se-Keresidenan Sumatra Timur pada bulan Juni 1946 diadakan penyempurnaan struktur pemerintahan, yaitu: Sebutan Wilayah Asahan diganti dengan Kabupaten Asahan Sebutan Kepala Wilayah diganti dengan sebutan Bupati Sebutan Wakil Kepala Wilayah diganti dengan sebutan Patih Berdasarkan keputusan DPRD-GR Tk. II Asahan No. 3/DPR-GR/1963 Tanggal 16 Februari 1963 diusulkan ibukota Kabupaten Asahan dipindahkan dari Kotamadya Tanjung Balai ke kota Kisaran dengan alasan supaya Kotamadya Tanjung Balai lebih dapat mengembangkan diri dan juga letak Kota Kisaran lebih strategis untuk wilayah Asahan. Hal ini baru teralisasi pada tanggal 20 Mei 1968 yang diperkuat dengan peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 1980, Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 28, Tambahan Negara Nomor 3166. Pada 1982, Kota Kisaran ditetapkan menjadi Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1982, Lembaran Negara Nomor 26 Tahun 1982. Dengan adanya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 821.26-432 tanggal 27 Januari 1986 dibentuk Wilayah Kerja Pembantu Bupati Asahan dengan 3 (tiga) wilayah Pembantu Asahan Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 4 Tahun 1981 dan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 1983 tentang Pembentukan, Penyatuan, Pemecahan dan Penghapusan Desa di Daerah Tingkat II Asahan telah dibentuk 40 ( empat puluh) Desa Persiapan dan Kelurahan Persiapan sebanyak 15 (lima belas) yang tersebar dibeberapa Kecamatan, yang peresmian pendefinitifan-nya dilaksanakan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara pada tanggal 20 Februari 1997, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 146/2622/SK/Tahun 1996 tanggal 7 Agustus 1996. Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 138/ 814.K/Tahun 1993 tanggal 5 Maret 1993 telah dibentuk Perwakilan Kecamatan di 3 (tiga) Kecamatan, masingmasing sebagai berikut : Perwakilan Kecamatan Sei Suka di Kecamatan Air Putih Perwakilan Kecamatan Sei Balai di Kecamatan Tanjung Tiram Perwakilan Kecamatan Aek Kuasan di Kecamatan Pulau Rakyat Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Asahan no. 323 tanggal 20 September 2000 dan Peraturan Daerah Kabupaten Asahan no. 28 tanggal 19 September 2000 telah menetapkan tiga kecamatan perwakilan yaitu Kecamatan Sei Suka, Aek Kuasan dan Sei Balai menjadi kecamatan yang Definitif. Kemudian berdasarkan Peraturan Bupati Asahan Nomor 9 Tahun 2006 tanggal 30 Oktober 2006 dibentuk 5 (lima ) desa baru hasil pemekaran yaitu : Desa Tomuan Holbung, pemekaran dari desa Huta Padang, Kec. BP Mandoge Desa Mekar Sari, pemekaran dari desa Pulau Rakyat Tua, Kec. Pulau Rakyat Desa Sipaku Area, pemekaran dari desa Simpang Empat, kec. Simpang Empat Desa Sentang, pemekaran dari desa Lima Laras, kec. Tanjung Tiram Desa Suka Ramai, pemekaran dari desa Limau Sundai, kec. Air Putih. Pada pertengahan tahun 2007, berdasarkan Undang-undang RI Nomor 5 tahun 2007 tanggal 15 Juni 2007 tentang pembentukan Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu Asahan dan Batu Bara. Wilayah Asahan terdiri atas 13 kecamatan sedangkan Batu Bara 7 kecamatan. Pada 15 Juni 2007, juga dikeluarkan keputusan Bupati Asahan Nomor 196-Pem/2007 mengenai penetapan Desa Air Putih, Suka Makmur dan Desa Gajah masuk dalam wilayah Kecamatan Meranti Kabupaten Asahan. Sebelumnya ketiga desa tersebut masuk dalam wilayah kecamatan Sei Balai Kabupaten Batu Bara, namun mereka memilih bergabung dengan Kabupaten Asahan. Geografi Secara astronomis Kabupaten Asahan berada pada 2°03'- 3°26' Lintang Utara, 99°1'-100°0' Bujur Timur dengan ketinggian 0–1.000 meter di atas permukaan laut. Batas wilayah Kabupaten Asahan memiliki batas wilayah sebagai berikut: Pemerintahan Kepala daerah Bupati Asahan adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Asahan. Bupati Asahan bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Sumatera Utara. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Asahan ialah Surya, dengan wakil bupati Taufik Zainal Abidin. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Asahan 2020. Surya dan Taufik dilantik oleh gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, pada 26 Februari 2021 Kota Medan, untuk masa jabatan 2021-2024. Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Suku bangsa Penduduk Kabupaten Asahan yang majemuk terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, ras dan adat istiadat (SARA), yang menciptakan berbagai budaya berbaur. Suku Melayu merupakan suku asli yang mendiami kabupaten ini. Orang Melayu di Asahan kebanyakan tinggal di pesisir pantai dekat selat malaka, dan masyarakat Melayu ini disebut Melayu Asahan. Ada pula suku Batak yang sebagian besar adalah Angkola, Toba, Mandailing, Simalungun dan sebagian Karo dan Pakpak. Suku Batak banyak tinggal terutama wilayah Selatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Toba. Salah satu daerah di Asahan yang memiliki penduduk mayoritas Suku Batak ialah kecamatan Bandar Pasir Mandoge yang dimana penduduknya dikenal dengan istilah Batak Pardembanan. Sementara di wilayah perkotaan seperti Kisaran Kota banyak terdapat keturunan Tionghoa. Orang Jawa dari masa transmigrasi juga banyak terdapat di kabupaten ini dan menjadi mayoritas dari keseluruhan etnis yang ada di Asahan. Berikut adalah daftar banyaknya penduduk Kabupaten Asahan berdasarkan suku bangsa, pada tahun 2010: Catatan: Suku lainnya, sebagian besar adalah Tionghoa yang ada di Kisaran, kemudian Nias, dan suku lainnya. Agama Keragaman suku bangsa di Asahan juga menjadi salah satu faktor dalam perbedaan agama yang dianut warga Asahan. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, mayoritas warganya menganut agama Islam. Adapun persentasi penduduk Kabupaten Asahan menurut agama yang dianut yakni Islam sebanyak 88,94%, kemudian Kristen sebanyak 9,83%, yang kebanyakan Protestan yakni 9,15%, dan selebihnya Katolik sebanyak 0,68%. Penduduk yang beragama Buddha sebanyak 1,02%, kemudian Hindu sebanyak 0,02% dan lainnya 0,19%. Sementara untuk sarana rumah ibadah, terdapat 796 masjid, 588 musala, 306 gereja Protestan, 40 gereja Katolik, dan 15 vihara. Pendidikan Kabupaten Asahan memiliki setidaknya 8 perguruan tinggi sederajat, yang umumnya adalah sekolah swasta. Nama-nama perguruan tinggi di Asahan yakni Universitas Asahan, Institut Agama Islam Daar Al Uluum, STIH Muhammadiyah, STIE Muhammadiyah, STMIK Royal, STIKES Asyifa, AKBID Bina Daya Husada, dan AKPER Yagma. Pariwisata Objek Wisata Berikut ini beberapa tempat wisata yang ada di Kabupaten Asahan: Perkebunan Sejarah Perkebunan Pada akhir abad ke-19 Sumatra Timur telah menjadi salah satu lokasi usaha paling intensif dan paling berhasil perusahaan-perusahaan perkebunan asing di dunia ketiga. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Asahan merupakan bagian dari Afdeeling yang berada di bawah keresidenan Sumatra Timur. Afdeeling Asahan mengalami perubahan besar ketika Deli Spoorweg Maatschappij melakukan perluasan jalur kereta api, yang berimbas banyaknya masuk investor. Investor-investor ini menanamkan modalnya dengan membuka berbagai komoditas perkebunan seperti, Karet, Tembakau, dan Teh. Berikut ini adalah nama-nama perusahaan perkebunan yang terdapat di Afdeeling Asahan pada masa Hindia Belanda: Hollandsch Amerikaansche Plantage Maatschappij (HAPM) Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam (RCMA) Bandar Rubber Maatschappij Cie des Coutchous de Padang (perkebunan Bandar Pulau) Societe des Plantations de Teluk Dalam Gunung Melayu Plantagen Gessellschaft (perusahaan Swiss) Maatschappij voor Onderneming in Nederlandsch Indie (Sei Raja) Asahan Tabak Maatschappy Silau (ATMS) Sumatra Rubber Cultuur Maatschappij Serbajadi Sukaraja Cultuur Maatschappij Haboko Tea Company Ltd. (perkebunan Teh) Koloniale Cultuur Cie (Pulahan) Rubber Maatschappij Ambalutu Hessa Rubber Maatschappij (HRM) Continental Plantation Company (Huta Padang) Asahan Cultuur Maatschappij (Aek Loba) Berikut ini adalah daftar nama-nama perusahaan perkebunan yang saat ini masih beroperasi di Kabupaten Asahan: PT Perkebunan Nusantara III (Karet, Kelapa Sawit) PT Perkebunan Nusantara IV (Kelapa Sawit) PT Sari Persada Raya (Kelapa Sawit) PT Aren Pratama (Kelapa Sawit) PT Bakrie Sumatera Plantations (Karet, Kelapa Sawit) PT Jaya Baru Pertama (Kelapa Sawit) PT Nagali Subur Jaya (Kelapa Sawit) PT Bridgestone Sumatera Rubber Estate (Karet) PT Sawit Sumber Makmur (Kelapa Sawit) PT Pastima (Kelapa Sawit) PT Gunung Melayu (Kelapa Sawit) PT PP London Sumatra Indonesia (Kelapa Sawit) PT Saudara Sejati Luhur (Kelapa Sawit) PT Lamhotma (Kelapa Sawit) PT Socfin Indonesia (Kelapa Sawit) PT Citra Sawit Indah Lestari (Kelapa Sawit) PT Inti Palm Sumatra (Kelapa Sawit) PT Warisan Telma (Kelapa Sawit) PT Padasa Enam Utama (Kelapa Sawit) PT Pulau Maria Jaya (Kelapa Sawit) PT Pulahan Seruwai (Kelapa Sawit) PT Sijabut (Kelapa Sawit) PT Tinggi Raja (Kelapa Sawit) Referensi Pranala luar Situs Pemkab Asahan Situs Ombudsman Daerah Asahan Asahan Asahan
3983
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Binjai
Kota Binjai
Binjai (abjad Jawi: بنجاي) adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Binjai terletak sekitar 22 km di sebelah barat ibu kota Provinsi Sumatera Utara, yaitu Kota Medan. Sebelum berstatus kota, Binjai adalah ibu kota Kabupaten Langkat yang kemudian dipindahkan ke Stabat. Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Langkat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur dan selatan. Jumlah penduduk Kota Binjai sebanyak 279.302 jiwa (2021), dengan kepadatan 3.095 jiwa/km². Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek pembangunan Mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan Deli Serdang. Saat ini, Binjai dan Medan dihubungkan oleh Jalan Raya Lintas Sumatra yang menghubungkan antara Medan dan Banda Aceh. Oleh karena ini, Binjai terletak di daerah strategis di mana merupakan pintu gerbang Kota Medan ditinjau dari provinsi Aceh. Binjai sejak lama dijuluki sebagai kota rambutan karena rambutan Binjai memang sangat terkenal. Bibit rambutan asal Binjai ini telah tersebar dan dibudidayakan di berbagai tempat di Indonesia seperti Blitar, Jawa Timur menjadi komoditas unggulan daerah tersebut. Sejarah Pada masa silam kota Binjai disebut sebagai sebuah kota yang terletak di antara Sungai Mencirim di sebelah timur dan Sungai Bingai di sebelah barat, terletak di antara dua kerajaan Melayu yaitu Kesultanan Deli dan Kerajaan Langkat. Berdasarkan penuturan para leluhur, baik yang dikisahkan atau yang diriwayatkan dalam berbagai tulisan yang pernah dijumpai, kota Binjai itu berasal dari sebuah kampung yang kecil terletak di pinggir Sungai Bingai, kira-kira di Kelurahan Pekan Binjai yang sekarang. Upacara adat dalam rangka pembukaan Kampung tersebut diadakan di bawah sebatang pohon Binjai (Mangifera caesia) yang rindang yang batangnya amat besar, tumbuh kokoh di pinggir Sungai Bingai yang bermuara ke Sungai Wampu, sungai yang cukup besar dan dapat dilayari sampan-sampan besar yang berkayuh sampai jauh ke udik. Di sekitar pohon Binjai yang besar itulah kemudian dibangun beberapa rumah yang lama-kelamaan menjadi besar dan luas yang akhirnya berkembang menjadi bandar atau pelabuhan yang ramai didatangi oleh tongkang-tongkang yang datang dari Stabat, Tanjung Pura dan juga dari Selat Malaka. Kemudian nama pohon Binjai itulah yang akhirnya melekat menjadi nama kota Binjai. Binjai adalah sejenis pohon yang buahnya dapat dimakan. Pohon tersebut juga dikenal dengan nama embacang. Kata Binjai berasal dari bahasa Melayu. Dalam versi lain yang merujuk dari beberapa referensi, asal-muasal kata "Binjai" merupakan kata baku dari istilah "Binjéi" yang merupakan makna dari kata "ben" dan "i-jéi" yang dalam bahasa Karo artinya "bermalam di sini". Pengertian ini dipercaya oleh sebagian masyarakat asli kota Binjai, khususnya etnis Karo. Hal ini berdasarkan fakta sejarah bahwa pada masa dahulu kala, kota Binjai merupakan perkampungan yang berada di jalur yang digunakan oleh "Perlanja Sira" yang dalam istilah Karo merupakan pedagang yang membawa barang dagangan dari dataran tinggi Karo dan menukarnya (barter) dengan pedagang garam di daerah pesisir Langkat. Perjalanan yang ditempuh Perlanja Sira ini hanya dengan berjalan kaki menembus hutan belantara menyusuri jalur tepi sungai dari dataran tinggi Karo ke pesisir Langkat dan tidak dapat ditempuh dalam waktu satu atau dua hari, sehingga selalu bermalam di tempat yang sama, begitu juga sebaliknya, kembali dari dataran rendah Karo yaitu pesisir Langkat, Para perlanja sira ini kembali bermalam di tempat yang sama pula, selanjutnya seiring waktu menjadi sebuah perkampungan yang mereka namai dengan "Kuta Benjéi". Masa Pendudukan Belanda Pada tahun 1823, Gubernur Inggris yang berkedudukan di Pulau Penang mengutus John Anderson ke pesisir Sumatra timur dan dalam catatannya disebutkan sebuah kampung yang bernama "Ba Bingai". Sejak tahun 1822, Binjai telah dijadikan bandar/pelabuhan dimana hasil pertanian lada yang diekspor adalah berasal dari perkebunan lada di sekitar ketapangai (pungai) atau Kelurahan Kebun Lada/Damai. Selanjutnya pada tahun 1864, Daerah Deli telah dicoba ditanami tembakau oleh pioner Belanda bernama J. Nienkyis yang mendorong didirikannya Deli Maatschappij pada tahun 1866. Orang Belanda berusaha menguasai Tanah Deli menggunakan politik pecah belah melalui pengangkatan datuk-datuk. Usaha ini ditentang oleh Datuk Kocik, Datuk Jalil dan Suling Barat, sementara Datuk Sunggal tidak menyetujui pemberian konsensi tanah kepada perusahaan Rotterdenmy oleh Sultan Deli karena tanpa persetujuan. Di bawah kepemimpinan Datuk Sunggal bersama rakyatnya di Timbang Langkat (Binjai) dibuat benteng pertahanan untuk menghadapi Belanda. Belanda merasa terhina atas tindakan ini dan memerintahkan kapten Koops untuk menumpas para datuk yang menentang Belanda. Pada 17 Mei 1872 terjadilah pertempuran yang sengit antara Datuk/masyarakat dengan Belanda. Peristiwa perlawanan inilah yang menjadi tonggak sejarah dan ditetapkan sebagai hari jadi Kota Binjai. Perjuangan para datuk/rakyat terus berkobar dan pada akhirnya pada 24 Oktober 1872 Datuk Kocik, Datuk Jalil dan Suling Barat dapat ditangkap Belanda dan kemudian pada tahun 1873 dibuang ke Cilacap. Pada tahun 1917 oleh Pemerintah Belanda dikeluarkan Instelling Ordonantie No.12 dimana Binjai dijadikan Gemeente dengan luas 267 Ha. Masa Pendudukan Jepang Pada tahun 1942-1945 Binjai dibawah Pemerintahan Jepang dengan kepala pemerintahan Kagujawa (dengan sebutan Guserbu) dan tahun 1944/1945 pemerintahan kota dipimpin oleh ketua Dewan Eksekutif J. Runnanbi dengan anggota Dr. RM Djulham, Natangsa Sembiring dan Tan Hong Poh. Masa Kemerdekaan Indonesia Pada tahun 1945, (saat revolusi) sebagai kepala pemerintahan Binjai adalah RM. Ibnu. Pada 29 Oktober 1945, T. Amir Hamzah diangkat menjadi residen Langkat oleh komite nasional. Pada masa pendudukan Belanda tahun 1947 Binjai berada di bawah Asisten Residen J. Bunger dan RM. Ibnu sebagai Wakil Wali Kota Binjai. Pada tahun 1948 -1950 pemerintahan Kota Binjai dipegang oleh ASC More. Tahun 1950-1956 Binjai menjadi kota Administratif kabupaten Langkat dan sebagai wali kota adalah OK Salamuddin kemudian T. Ubaidullah Tahun 1953-1956. Berdasarkan Undang-Undang Daruat No.9 Tahun 1956 Kota Binjai menjadi otonom dengan wali kota pertama SS Parumuhan. Dalam perkembangannya Kota Binjai sebagai salah satu daerah tingkat II di propinsi Sumatera Utara telah membenahi dirinya dengan melakukan pemekaran wilayahnya. Semenjak ditetapkan Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1986 wilayah kota Binjai telah diperluas menjadi 90,23 km2 dengan 5 wilayah kecamatan yang terdiri dari 11 desa dan 11 kelurahan. Setelah diadakan pemecahan desa dan kelurahan pada tahun 1993 maka jumlah desa menjadi 17 dan kelurahan 20. Perubahan ini berdasarkan Keputusan Gubenur Sumatera Utara No.140-1395 /SK/1993 tanggal 3 Juni 1993 tentang Pembentukan 6 Desa Persiapan dan Kelurahan Persiapan di Kota Binjai. Berdasarkan SK Gubenur Sumatera Utara No.146-2624/SK/1996 tanggal 7 Agustus 1996, 17 desa menjadi kelurahan. Geografi Letak geografis Binjai 03°03'40"–03°40'02" LU dan 98°27'03"–98°39'32" BT. Ketinggian rata-rata adalah 28 meter di atas permukaan laut. Sebenarnya, Binjai hanya berjarak 8 km dari Medan bila dihitung dari perbatasan di antara kedua wilayah yang dipisahkan oleh Kabupaten Deli Serdang. Jalan Raya Medan Binjai yang panjangnya 22 km, 9 km pertama berada di dalam wilayah Kota Medan, Km 10 sampai Km 17 berada dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang dan mulai Km 17 adalah berada dalam wilayah Kota Binjai. Ada 2 sungai yang membelah Kota Binjai yaitu Sungai Bingai dan Mencirim yang menyuplai kebutuhan sumber air bersih bagi PDAM Tirta Sari Binjai untuk kemudian disalurkan untuk kebutuhan penduduk kota. Namun di pinggiran kota, masih banyak penduduk yang menggantungkan kebutuhan air mereka kepada air sumur yang memang masih layak dikonsumsi. Batas Wilayah Pemerintahan Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Kecamatan Kota Binjai terbagi atas 5 kecamatan yang kemudian dibagi lagi menjadi 37 kelurahan dan desa. Sedianya Binjai hanyalah sebuah kecamatan di dalam lingkup Kabupaten Langkat. Lima kecamatan tersebut masing-masing adalah: Binjai Kota Binjai Utara Binjai Selatan Binjai Barat Binjai Timur Kecamatan Binjai Kota, Binjai Timur dan Binjai Selatan baru dibentuk pada tahun 1981. Kota Binjai sebelumnya merupakan tempat bermarkas Kepolisian Resort Langkat yang mengurusi urusan kepolisian Kota Binjai dan Kabupaten Langkat. Pada tahun 2001, Polres Langkat kemudian dipindahkan bermarkas di Stabat, ibu kota Kabupaten Langkat. Sedangkan untuk Kota Binjai dibentuk Kepolisian Resort Kota Binjai (Polresta Binjai). Tepat di depan kantor wali kota, terdapat Lapangan Merdeka dan Pendopo Umar Baki di Jalan Veteran. Lapangan Merdeka merupakan alun-alun warga Kota Binjai sedangkan Pendopo Umar Baki adalah gedung serba guna untuk melangsungkan banyak acara resmi maupun tidak resmi. Demografi Kota Binjai merupakan kota multi etnis, yang dihuni oleh suku Melayu, Batak, termasuk Toba, Karo, Mandailing, Angkola, kemudian Jawa, Tionghoa, dan suku lainnya. Kemajemukan etnis ini menjadikan Binjai kaya akan kebudayaan yang beragam. Jumlah penduduk kota Binjai sampai pada April 2016 adalah 267.901 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.961,86 iwa/km². Tenaga kerja produktif sekitar 160.000 jiwa. Banyak juga penduduk Binjai yang bekerja di Medan karena transportasi dan jarak yang relatif dekat. Agama Agama di Binjai terutama: Islam–dipeluk mayoritas suku Melayu, Jawa, Batak Mandailing dan sebagian suku Karo dan Toba. Kristen–dipeluk sebagian besar suku Karo, Batak Toba, Nias, dan sebagian Tionghoa. Buddha–dipeluk mayoritas suku Tionghoa yang berdomisili di Binjai Kota dan Binjai Barat. Hindu–ada 1 pura di Binjai berlokasi di Jalan Ahmad Yani, agama Hindu dipeluk terutama oleh etnis India dan beberapa dari suku Bali. Ekonomi Daerah komersial dan pusat perekonomian serta pusat pemerintahan terutama berpusat di wilayah Kecamatan Binjai Kota. Kawasan perindustrian dipusatkan di daerah Binjai Utara, sedangkan di sebelah timur dan selatan adalah daerah konsentrasi pertanian. Daerah pengembangan peternakan dipusatkan di kawasan Binjai Barat. Kawasan Industri Binjai di Kecamatan Binjai Utara direncanakan di Kelurahan Cengkih Turi dengan luas wilayah 300 ha. Binjai juga adalah penghasil minyak bumi dan gas ditandai dengan kawasan eksplorasi minyak bumi dan gas alam di kawasan Tandam Hilir, Kecamatan Binjai Utara. Data tahun 1999 menunjukkan bahwa 29% dari total kegiatan perekonomian di Kotamadya Binjai bersumber dari sektor perdagangan dan jasa. Sedangkan sektor industri menyumbang nilai 23% dari total kegiatan perekonomian tadi. Pendapatan per kapita penduduk Binjai adalah sebesar Rp. 3,3 juta, sayang angka ini masih berada di bawah rata-rata pendapatan per kapita provinsi Sumatera Utara yang besarnya Rp. 4,9 juta. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Binjai atas dasar harga tetap sebesar 5,68 persen pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan kenaikan yang cukup baik jika dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 5,32 persen. Secara umum ada empat sektor yang cukup dominan dalam pembentukan total PDRB Kota Binjai yaitu Sektor Industri Pengolahan, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa–jasa Bidang perkebunan tentu saja yang menjadi perhatian adalah perkebunan rambutan yang mencapai 425 ha dengan kapasitas produksi 2.400 ton per tahun. Sayangnya, kapasitas sebesar ini tidak dibarengi dengan modernisasi industri pengolahan rambutan menjadi komoditas unggulan yang bernilai plus dibandingkan dengan hanya menjual buah rambutan itu sendiri, misalnya industri pengalengan rambutan dengan jalur pemasaran yang komplet. Pusat Perbelanjaan Pusat perbelanjaan tradisional di Binjai melayani penjual dan pembeli dari Binjai sendiri dan Kabupaten Langkat. Pasar tradisional misalnya: Pusat Pasar Tavip–merupakan pasar tradisional terbesar di Binjai, lokasi di Binjai Kota. Pasar Kebun Lada–berlokasi di Binjai Utara Pasar Brahrang–berlokasi di Binjai Barat Pasar Rambung–berlokasi di Binjai Selatan Pasar Trengganu–berlokasi di Binjai Timur Selain itu juga ada pusat perbelanjaan modern seperti: Binjai Supermall Pusat perbelanjaan Suzuya Mini Market Tahiti Mall Ramayana Pertokoan komersial yang lebih kecil terutama terpusat di rumah toko (ruko) sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, juga ada Jalan Ahmad Yani (d/h Jalan Bangkatan) yang menjadi pusat makanan di malam hari. Pendidikan Sampai saat ini, jumlah sekolah umum yang terdaftar di Pemerintah Dati II Binjai adalah 154 SD, 37 SMP, 9 MT, 31 SMU dan 10 MA, keseluruhan berjumlah 241 buah. Jumlah penduduk usia sekolah wajib (di bawah 19 tahun) adalah 78.000 jiwa. Dari total jumlah 241 buah sekolah ini, 85 sekolah di antaranya terletak di Binjai Utara. Salah satu sekolah yang terkenal adalah Sekolah Swasta Methodist Binjai yang masuk dalam 40 sekolah unggulan menurut majalah GATRA dengan judul "40+ Sekolah Unggulan" untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional. Transportasi Sarana transportasi di dalam kota Binjai terutama adalah beca mesin roda tiga yang unik dan mobil angkutan umum yang disebut sudako. Untuk transportasi ke luar kota, selain transportasi jalan, ada juga kereta api yang menghubungkan Binjai dengan Medan dan Kwala di Kabupaten Langkat. Sampai dengan tahun 2007, prasarana jalan di Kota Binjai terdiri dari: Jalan aspal 298 kilometer Jalan kerikil 31 kilometer Jalan tanah 91 kilometer Letak Binjai sekitar 2 jam perjalanan darat ke Bandara Kualanamu, Medan. Selain itu, pelabuhan terdekat juga telah dihubungkan dengan jalan tol Medan-Binjai dan jalan tol Belmera. Pada akhir tahun 2015, sistem Bus Rapid Transit Trans Mebidang telah beroperasi di Kota Medan, Kota Binjai, dan Kabupaten Deli Serdang. Pariwisata Kota Binjai berkembang dengan pesat dan terus berbenah menjadi kota tujuan wisata. Sejumlah objek wisata alam atau sejarah di kota ini, antara lain; Arum Jeram Sungai Binge; Masjid Agung Binjai; Pantai Sei Bingei; Tugu Perjuangan 1945; dan Vihara Setia Buddha. Telekomunikasi Kota Binjai dengan kode pos 20700, saat ini mempunyai satu kantor pos induk di Jalan Jenderal Sudirman dengan dua kantor pos pembantu. Kesehatan Rumah Sakit Ada 7 rumah sakit besar kecil yang melayani kebutuhan kesehatan penduduk Binjai yaitu: RS Korem 023 Binjai RS Umum Binjai (Dr. Djoelham) RS Bangkatan RS PTP IX RS Bidadari RS Umum Latersia RS Umum Artha Medica Lain-lain Ikon kota Salah satu ikon Kota Binjai adalah Tugu Perjuangan 1945 yang menjadi perlambang pintu gerbang Kota Binjai menyambut kedatangan pengunjung dari luar kota.Tidak banyak yang mengetahui, bahwa peranan Muhammadiyah di awal-awal kemerdekaan tahun 1945 sangat-sangat dominan. Pengibaran sang saka Merah Putih pada tanggal 06 September 1945 bertepatan dengan 1 syawal 1365 H (Hari Jumat)dilaksanakan oleh Pengurus dan Anggota Muhammadiyah serta masyarakat umum lainnya segera setelah menerima telegram bahwa Republik Indonesia sudah MERDEKA.Pengakuan Pemko dalam hal ini dapat dilihat dengan adanya tatengger di jalan Perintis Kemerdekaan. Selain itu, sebelumnya Binjai juga mempunyai ikon lain yaitu tugu air peninggalan zaman Belanda di Jalan Jenderal Sudirman yang sebelumnya digunakan untuk menyalurkan air bersih ke rumah-rumah di dalam kota. Namun peninggalan bersejarah ini beberapa tahun lalu telah digantikan dengan jejeran rumah toko. Pintu gerbang ke Langkat Binjai juga adalah salah satu tempat transit bagi wisatawan yang ingin menuju ke kawasan wisata Bukit Lawang di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Langkat yang berjarak 68 km di barat laut Binjai. Bukit Lawang juga merupakan daerah konservasi mawas Sumatra (orang utan merah). Bentrokan TNI dan Polisi Binjai pernah beberapa kali menjadi objek perhatian nasional karena beberapa peristiwa di antaranya peristiwa bentrokan anggota TNI dengan Polri yang mengakibatkan korban jiwa baik dari kedua belah pihak maupun dari sipil pada akhir tahun 2002. 2 unit yang bersengketa yaitu unit Yonif Linud 100/Prajurit Setia (Linud 100/PS) dari Kodam I/Bukit Barisan dan unit elite Brigade Mobil (Brimob) dari Polda Sumatera Utara. Tokoh Binjai Amir Hamzah, sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru, Pahlawan Nasional Rizaldi Siagian, musikus Pontas Purba, konduktor & musikus Mulai Sebayang, Mantan Wali Kota Binjai Abadi Barus, Mantan Wali Kota Binjai Ali Umri, Mantan Wali Kota Binjai Ir. H. Djaili Azwar, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Komisaris Utama Bank Sumut M.S. Kaban, Mantan Menteri Kehutanan RI; Ketua Umum Partai Bulan Bintang Latief Sitepu, aktor dan pesinetron senior Indra Jegel, pelawak tunggal dan aktor Kota persahabatan Blitar (2016) Singapura (2016) Lihat pula Daftar Daerah Tingkat II Referensi Pranala luar Situs resmi Pemerintah Kota Binjai Binjai Binjai
3984
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Dairi
Kabupaten Dairi
Dairi (Surat Batak: ) adalah sebuah kabupaten yang berada di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ibu kota Dairi terletak di kecamatan Sidikalang. Tahun 2003, kabupaten ini dimekarkan menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dairi sebagai kabupaten induk dan Kabupaten Pakpak Bharat sebagai hasil pemekaran, dengan dasar hukum Undang Undang Nomor 9 Tahun 2003, tanggal 25 Februari 2003. Kabupaten Dairi merupakan salah satu dari 33 kabupaten/kota yang ada di provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 192.780 hektare, yaitu sekitar 2,69% dari luas provinsi Sumatera Utara (7.160.000 hektare) yang terletak di sebelah barat laut. Geografi kabupaten Dairi berada pada ketinggian rata-rata 700 hingga 1.250 meter di atas permukaan laut, dengan 15 kecamatan. Jumlah penduduk kabupaten Dairi pertengahan tahun 2023 sebanyak 322.122 jiwa. Dairi berbatasan langsung dengan Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Tenggara di provinsi Aceh. Sejarah Pada Masa Agresi 1 Berdasarkan surat Residen Tapanuli Nomor 1256 tanggal 12 September 1947, maka ditetapkanlah Hatian Paulus Manurung sebagai Kepala Daerah Tk. II pertama di Kabupaten Dairi yang berkedudukan di Sidikalang, terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1947 (catatan: hari bersejarah ini berdasarkan kesepakatan pemerintah dan masyarakat kelak dikukuhkan sebagai hari jadi Kabupaten Dairi, melalui Keputusan DPRD Kab. Dati II Dairi Nomor 4/K-DPRD/1997 tanggal 26 April 1977). Paulus Manurung adalah seorang Ahli Hukum dari Medan, Ketua Pengadilan Tebing Tinggi, Pendidik, merupakan Bupati Pertama Kabupaten Dairi. Pada Masa Sesudah Tahun 1960 Kabupaten Dairi didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Dairi, selanjutnya wilayahnya ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Wilayah Kecamatan di Kabupaten Dairi, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara. Penjabat Bupati Kepala Daerah Dairi pertama ditetapkan Rambio Muda Aritonang yang bertugas mempersiapkan pembentukan DPRD Dairi serta pemilihan Bupati definitif. Pada kesempatan pertama Bupati Kepala Daerah Dairi terpilih dengan suara terbanyak adalah Mayor Raja Nembah Maha pada tanggal 2 Mei 1964. Sejak tahun 1999 sampai dengan 2009 Kabupaten Dairi dipimpin oleh Bupati Dr. Master Parulian Tumangger dan selanjutnya digantikan oleh wakilnya, Kanjeng Raden Adipati (KRA) Johnny Sitohang Adinegoro. Kanjeng Raden Adipati (KRA) Johnny Sitohang Adinegoro dan Irwansyah Pasi, S.H. menjadi Bupati dan Wakil Bupati Dairi periode 2009-2014. Geografi Batas wilayah Pemerintahan Bupati Bupati Dairi adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Dairi. Bupati Dairi bertanggungjawab kepada Gubernur provinsi Sumatera Utara. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Dairi ialah Eddy Keleng Ate Berutu, dengan wakil bupati Jimmy Andrea Lukita Sihombing. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Dairi 2018. Eddy Berutu merupakan bupati Dairi ke-20 setelah kabupaten ini didirikan. Sementara Jimmy Sihombing menjadi wakil bupati Dairi diusia yang masih muda, dilantik ketika ia masih berusia 27 tahun. Mereka dilantik oleh gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, pada 24 April 2019 di Kota Medan. Dewan Perwakilan Kecamatan Kabupaten Dairi terdiri dari 15 kecamatan yaitu: Berampu Gunung Sitember Lae Parira Parbuluan Pegagan Hilir Sidikalang Siempat Nempu Siempat Nempu Hilir Siempat Nempu Hulu Silahisabungan Silima Pungga Pungga Sitinjo Sumbul Tanah Pinem Tigalingga Demografi Suku bangsa dan Bahasa Penduduk asli yang mendiami wilayah kabupaten Dairi adalah suku Batak Pakpak. Dan suku lain umumnya adalah suku Batak Toba, Karo, dan pendatang dari daerah lain seperti suku Jawa, Tionghoa, Aceh, Minangkabau dan lainnya. Bahasa yang digunakan selain bahasa nasional bahasa Indonesia adalah bahasa Batak Toba, Pakpak, dan Karo. Suku Pakpak terbagi menjadi 5 suak berdasarkan wilayah persebarannya. Kelima puak tersebut adalah: Suak Simsim. Mereka adalah orang Pakpak yang menetap dan memiliki hak ulayat di daerah Simsim. Marga-marga yang termasuk ke golongan ini adalah marga Berutu, Sinamo, Padang, Solin, Banurea, Boang Manalu, Cibro, Sitakar, dan lain-lain. Dan kelompok ini menyebar di seluruh wilayah kabupaten Dairi. Suak Keppas. Mereka adalah orang Pakpak yang tinggal dan memakai berdialek Keppas. Marga-marga yang masuk ke golongan ini adalah marga Ujung, Bintang, Bako, Maha, dan lain-lain. Wilayah kecamatan utamanya ada di kecamatan Sidikalang, Silima Pungga-pungga, Tanah Pinem, dan kecamatan Sitinjo. Suak Pegagan. Mereka adalah orang Pakpak yang berasal dan memakai berdialek Pegagan. Marga-marga yang termasuk ke golongan ini adalah marga Lingga, Mataniari, Maibang, Manik, Siketang, dan lain-lain. Mereka banyak bermukim di Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir, dan Kecamatan Tigalingga di Kabupaten Dairi. Suak Kelasen. Mereka adalah orang Pakpak yang bermukim di daerah Kelasen, yaitu di sekitar perbatasan Kabupaten Dairi dan sebagian Kabupaten Humbang Hasundutan, khususnya kecamatan Parlilitan dan Pakkat. Marga-marga yang masuk dalam golongan ini adalah marga Tumangger, Siketang, Tinambunan, Anak Ampun, Kesogihen (Hasugian), Maharaja, Meka, Berasa, dan lain-lain. Suak Boang. Mereka adalah orang Pakpak yang menyebar di sekitar Kabupaten Aceh Singkil, dan sebagian di kabupaten Dairi. Mereka menuturkan bahasa Pakpak dengan dialek Boang. Marga-marga yang termasuk suak Boang adalah marga Sambo, Penarik, dan Saraan. Agama Pada tahun 2021, jumlah penduduk kabupaten Dairi sebanyak 318.616 jiwa. Berdasarkan agama yang dianut, mayoritas penduduk kabupaten Dairi memeluk agama Kekristenan. Adapun persentasi penduduk kabupaten Dairi menurut agama yang dianut adalah Kristen 84,09%, dimana Protestan 72,80% dan Katolik 11,29%. Sebagian lagi memeluk agama Islam 15,66%, kemudian Buddha 0,10%, Hindu 0,01% dan Lainnya 0,14%. Untuk rumah ibadah, terdapat 963 gereja Protestan, 147 gereja Katolik, 143 masjid, 1 vihara dan 1 pura. Kuliner Salah satu produk kuliner paling terkenal dari kabupaten Dairi adalah Kopi Sidikalang. Kopi Sidikalang sudah populer bagi pecinta kopi, baik masyarakat Indonesia bahkan dunia. Data dari Badan Pusat Statistik kabupaten Dairi 2021, luas perkebunan kopi di kabupaten Dairi mencapai 13.190 hektar untuk tahun 2020. Penghasilan perkebunan kopi juga merupakan yang tertinggi dibanding perkebunan lainnya seperti karet, kakao, dan kelapa, dan tahun 2020 menghasil 10.188 ton. Pariwisata Objek Wisata Beberapa wisata yang ada di kabupaten Dairi, diantaranya; Tugu Makam Raja Silahi Sabungan Panorama Puncak Sidiangkat Taman Wisata Iman Dairi Wisata Letter Z Aek Sipaulak Hosa Hutan Wisata Lae Pondom Pariwisata Pantai Silalahi: Rumah Tanggal, Tumaras, Sialaman Panorama Lae Nauli Air Terjun Lae Basbas Danau di atas Gunung Kempawa Panorama Gua Dalam / Panjang Kendet Liang Air Terjun Lae Pendaroh Benda Bersejarah Batu Aceh Bangunan Jerro Pakpak Panorama Kangkung Uruk Simbelin Mata Lae Bonian Panorama Silumboyah Bantun Kerbo Referensi Lihat pula Kabupaten Pakpak Bharat Pranala luar Kabupaten Dairi. Harian Kompas, 30 April 2003 Dairi Dairi
3985
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Deli%20Serdang
Kabupaten Deli Serdang
Deli Serdang (Jawi: دلي سرداڠ; Surat Batak: ) adalah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kecamatan Lubuk Pakam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Deli Serdang 2021, penduduk kabupaten ini berjumlah 1.931.441 jiwa (2020), dan merupakan jumlah penduduk terbanyak berdasarkan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup baik. Selain memiliki sumber daya alam yang besar, Deli Serdang juga memiliki keanekaragaman budaya, yang disemarakan oleh hampir semua suku-suku yang ada di Nusantara. Adapun etnis asli penghuni Deli Serdang adalah etnis Melayu Deli dan sebagian dari etnis Melayu Serdang yang penamaan kabupaten ini juga di ambil dari dua kesultanan, yakni Kesultanan Deli dan Kesultanan Serdang. Etnis Batak Karo juga menjadi penghuni asli di beberapa kecamatan di kabupaten ini, yang rata-rata mendiami wilayah hulu/wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Karo. Kemudian Batak Toba, Batak Simalungun dan etnis Batak lainnya ditambah beberapa suku pendatang yang dominan seperti dari Jawa, Minangkabau, Nias, Tionghoa, India, dan lain-lain juga menempati kabupaten ini. Dahulu, wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Memang dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang yang berpusat di Perbaungan. Bandar udara baru untuk Kota Medan yang menggantikan Bandar Udara Polonia, yakni Bandar Udara Kualanamu, terletak di kabupaten ini, tepatnya berada di Kecamatan Beringin. Pada akhir tahun 2015, sistem Bus Rapid Transit Trans Mebidang telah beroperasi di Kota Medan, Kota Binjai, dan Kabupaten Deli Serdang. Sejarah Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan. Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi Daerah Otonom sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1984 tentang Undang-Undang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 7 Darurat Tahun 1965. Hari jadi Kabupaten Deli Serdang ditetapkan tanggal 1 Juli 1946. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibu kota Kabupaten Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 23 Desember 1986. Sesuai dengan dikeluarkan UU Nomor 36 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003, Kabupaten Deli Serdang telah dimekarkan menjadi dua wilayah yakni Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai, secara administratif Pemerintah Kabupaten Deli Serdang kini terdiri atas 22 kecamatan yang di dalamnya terdapat 14 kelurahan dan 380 desa. Sebelum Kemerdekaan Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini merupakan dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang yang berpusat di Perbaungan. RIS Dalam masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan Sumatra Timur mengalami pergolakan yang dilakukan oleh rakyat secara spontan menuntut agar NST (Negara Sumatra Timur) yang dianggap sebagai prakarsa Van Mook (Belanda) dibubarkan dan wilayah Sumatra Timur kembali masuk Negara Republik Indonesia. Para pendukung NST membentuk Permusyawaratan Rakyat se-Sumatra Timur menentang Kongres Rakyat Sumatra Timur yang dibentuk oleh Front Nasional. Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di Indonesia kemudian bergabung dengan Negara Republik Indonesia (NRI), sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatra Timur (NST) tidak bersedia. Negara Kesatuan Akhirnya Pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandat penuh dari NST dan NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara Kesatuan dengan hasil antara lain Undang-Undang Dasar Sementara Kesatuan yang berasal dari UUD RIS diubah sehingga sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pembagian Sumatra Timur ke dalam 5 Afdeling Atas dasar tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat dalam sejarah bahwa Sumatra Timur dibagi atas 5 (lima) Afdeling, salah satu di antaranya Deli en Serdang, Afdeling ini dipimpin seorang Asisten Residen beribu Kota Medan serta terbagi atas empat Onderafdeling yaitu Beneden Deli beribu kota Medan, Bovan Deli beribu kota Pancur Batu, Serdang beribu kota Lubuk Pakam, Padang Bedagai beribu kota Tebing Tinggi dan masing-masing dipimpin oleh Kontrolir. Keresidenan Sumatra Timur Selanjutnya dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatra Timur tanggal 19 April 1946, Keresidenan Sumatra Timur dibagi menjadi 6 (enam). Kabupaten ini terdiri atas 6 (enam) kawedanan yaitu Deli Hulu, Deli Hilir, Serdang Hulu, Serdang Hilir, Bedagai/Kota Tebing Tinggi pada waktu itu ibu kota berkedudukan di Perbaungan. Kemudian dengan Besluit Wali Negara tanggal 21 Desember 1949 wilayah tersebut adalah Deli Serdang dengan ibu kota Medan meliputi Lubuk Pakam, Deli Hilir, Deli Hulu, Serdang, Padang, dan Bedagai. Kabupaten Deli dan Serdang Pada tanggal 14 November 1956, Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi Daerah Otonom dan namanya berubah menjadi Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang-Undang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956. Untuk merealisasikannya dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Pewakilan Daerah (DPD). Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang Tahun demi tahun berlalu setelah melalui berbagai usaha penelitian dan seminar-seminar oleh para pakar sejarah dan pejabat Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang pada waktu itu (sekarang Pemerintah Kabupaten Deli Serdang), akhirnya disepakati dan ditetapkanlah bahwa Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang adalah tanggal 1 Juli 1946. Perpindahan Ibu kota Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibu kota Kabupaten Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 23 Desember 1986. Demikian pula pergantian pimpinan di daerah ini pun telah terjadi beberapa kali. Perubahan Luas Wilayah Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, dan Kota Binjai yang berada di daerah perbatasan pada beberapa waktu yang lalu meminta/mengadakan perluasan daerah, sehingga luasnya berkurang menjadi 4.397,94 km². Diawal pemerintahannya Kota Medan menjadi pusat pemerintahannya, karena memang dalam sejarahnya sebagian besar wilayah Kota Medan adalah "Tanah Deli" yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun 1980-an, pemerintahan daerah ini pindah ke Lubuk Pakam, sebuah kota kecil yang terletak di pinggir Jalan Lintas Sumatra lebih kurang 30 kilometer dari Kota Medan yang telah ditetapkan menjadi ibu kota Kabupaten Deli Serdang. Pada tahun 2004, Kabupaten ini kembali mengalami perubahan baik secara Geografi maupun Administrasi Pemerintahan, setelah adanya pemekaran daerah dengan lahirnya Kabupaten baru Serdang Bedagai sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2003, sehingga berbagai potensi daerah yang dimiliki ikut berpengaruh. Dengan terjadinya pemekaran daerah, maka luas wilayahnya sekarang menjadi 2.394,62 km² terdiri dari 22 kecamatan dan 394 desa/kelurahan, yang terhampar mencapai 3,34% dari luas Sumatera Utara. Pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati Deli Serdang adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Bupati Deli Serdang bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Sumatera Utara. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Deli Serdang ialah Ashari Tambunan, dengan wakil bupati Ali Yusuf Siregar. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Deli Serdang 2018, untuk periode tahun 2019-2024. Ashari dan Ali dilantik oleh gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, pada 23 April 2019 di Kota Medan. Dewan Perwakilan Kecamatan Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 22 kecamatan sebagai berikut: Bangun Purba Batang Kuis Beringin Biru-Biru Deli Tua Galang Gunung Meriah Hamparan Perak Kutalimbaru Labuhan Deli Lubuk Pakam (ibu kota kabupaten) Namo Rambe Pagar Merbau Pancur Batu Pantai Labu Patumbak Percut Sei Tuan Sibolangit Sinembah Tanjung Muda Hilir Sinembah Tanjung Muda Hulu Sunggal Tanjung Morawa Penduduk Penduduk Deli Serdang terdiri dari: Suku Jawa 35,5%, Melayu 25,5%, Batak 31% (sudah termasuk semua sub-suku Batak seperti: Toba, Karo, Mandailing, Simalungun, bahkan Angkola serta Pakpak), dan juga suku-suku lainnya seperti: Tionghoa, Minang, Nias, Aceh, Tamil-India, dan lain-lain dengan persentase 8%. Sedangkan agama yang dianut oleh masyarakat Deli Serdang berdasarkan Data Kependudukan 2018 adalah Islam (78,16 %), Kristen (19,63%: Protestan 16,81% dan Katolik 2,82%), kemudian Buddha (2,05%), Hindu (0,47%) dan Konghucu (0,01%). Seni budaya Lagu Daerah Selayang Pandang (Melayu Deli) Tari Daerah Serampang 12 (Melayu Deli) Makan Sirih (Melayu Deli) Pariwisata Beberapa objek wisata alam yang ada di Kabupaten Deli Serdang ialah; Masjid Agung Lubuk Pakam Lau Simempar Gunung Meriah Museum Daerah Deli Serdang Rumah Datuk di Hamparan Perak dan Batang Kuis Pantai Labu, terletak di kecamatan Pantai Labu. Magic Eye 3D Museum. Objek wisata yang baru ada di kabupaten ini terletak di kecamatan Batang Kuis, tepatnya 7,5 km sebelum menuju Bandara Internasional Kuala Namu. Lau Mentar Canyon, Lokasinya terletak di kecamatan Sibolangit. Sumber Air Panas Negeri Suah, terletak di desa Gugung, Sibolangit. Air Terjun Dwi Warna, terletak di desa Gugung, kecamatan Sibolangit. Hill Park Sibolangit, lokasinya yang tidak jauh dari Kota Medan, terletak di desa Suka Makmur, jalan lintas Medan ke Kabanjahe. Danau Linting Pulau Siba, terletak di semenanjung desa Sei Baharu di kecamatan Hamparan Perak. Dikembangkan oleh pihak swasta menjadi lokasi wisata bahari. Terdapat beberapa jenis permainan wisata air dan juga penginapan untuk para pengunjung. Pemandian Air Panas Embun Pagi Penen, Frans Betala, Pemandian Alam Kasanova dan Pemandian Alam Sarilaba Biru Indah di kecamatan Sibiru-Biru. Pantai Pasir Putih dan Pantai Beting Camar di kecamatan Hamparan Perak. Air Terjun Tarak Enggang, Pemandian Pagar Salju dan Pemandian Pagar Manik di kecamatan Bangun Purba. Pantai Percut dan Taman Air Percut di kecamatan Percut Sei Tuan. Taman Rekreasi Bagan Serdang, Pantai Putra Deli, Pantai Serambi Deli, Pantai Muara Indah di kecamatan Pantai Labu. Lau Jabi Negeri Gugung, Pemandian Alam Elva, Pemandian Alam Rindu, Pemandian Alam Karoja, Taman Hutan Wisata Sibolangit, Air Terjun Tujuh Tingkat, Air Terjun dan Pemandian Alam Loknya, PT Taman Rekreasi Deli, Lorena, Bumi Perkemahan Pramuka, Pemandian Alam Bolbrem dan Retreat Center di Kecamatan Sibolangit. Air Terjun Pelangi Indah dan Air Panas Gunung Manumpak di kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu. Agro Wisata Kampung Bunga di kecamatan Tanjung Morawa. Referensi Lihat pula Kesultanan Deli Kesultanan Serdang Kabupaten Serdang Bedagai Pranala luar Situs resmi Wisata di Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang
3986
https://id.wikipedia.org/wiki/Karo
Karo
Nama
3987
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Labuhanbatu
Kabupaten Labuhanbatu
Labuhanbatu (abjad Jawi: لابهان بتو) adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Rantau Prapat. Pada tahun 2022, penduduk kabupaten Labuhanbatu berjumlah 508.024 jiwa, dengan kepadatan 240 jiwa/km2. Kabupaten Labuhanbatu terkenal dengan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet. Kabupaten Labuhanbatu mempunyai kedudukan yang cukup strategis, yaitu berada pada jalur lintas timur Sumatra dan berada pada persimpangan menuju provinsi Sumatera Barat dan Riau, yang menghubungkan pusat-pusat perkembangan wilayah di Sumatra dan Jawa serta mempunyai akses yang memadai ke luar negeri karena berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Dua Kesultanan besar pernah berdiri di sini, yakni Kesultanan Bilah yang beribu kota di Negeri Lama dan Kesultanan Panai yang beribu kota di Labuhan Bilik. Geografi Pada mulanya luas kabupaten ini adalah 9.223,18 km² atau setara dengan 12,87% dari luas Wilayah Provinsi Sumatera Utara. Sebagai Kabupaten terluas kedua setelah Kabupaten Tapanuli Selatan, sedangkan jumlah penduduknya sebanyak 1.431.605 jiwa pada tahun 2007. Kabupaten Labuhanbatu terletak pada koordinat 10 260 – 20 110 Lintang Utara dan 910 010 – 950 530 Bujur timur. Dengan dibentuknya Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara, maka luas kabupaten ini menjadi 2.561,38 km² dan penduduknya sebanyak 493.899 jiwa pada tahun 2020. Pada tahun 2003 Kabupaten ini menjadi salah satu daerah kabupaten/kota dengan ekonomi terbaik se-indonesia. Batas wilayah Pemerintahan Kepala daerah Bupati menjadi pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu. Bupati Labuhanbatu bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Sumatera Utara atas wilayah Labuhanbatu. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Labuhanbatu ialah Erik Adtrada Ritonga, didampingi wakil bupati Ellya Rosa Siregar. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Labuhanbatu 2020. Erik menjadi bupati definitif Kabupaten Labuhanbatu yang ke-20. Erik dan Ellya dilantik oleh gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, pada 13 September 2021 di Kota Medan, untuk periode jabatan 2021-2024. Dewan Perwakilan Kecamatan Pada mulanya, jumlah kecamatan di kabupaten ini adalah 22 kecamatan. Dengan dibentuknya Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, maka jumlah kecamatan di kabupaten ini menjadi 9 kecamatan. Berikut nama-nama kecamatan tersebut: Bilah Barat Bilah Hilir Bilah Hulu Panai Hilir Panai Hulu Panai Tengah Pangkatan Rantau Selatan Rantau Utara Pemekaran 2008 Sejak 24 Juni 2008, jumlah kecamatan di kabupaten Labuhanbatu berkurang dengan adanya pemekaran dari kabupaten ini, yaitu melalui pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kabupaten Labuhanbatu Utara Aek Kuo Aek Natas Kualuh Hilir Kualuh Hulu Kualuh Leidong Kualuh Selatan Marbau Na IX-X Kabupaten Labuhanbatu Selatan Kampung Rakyat Kota Pinang Silangkitang Sei Kanan Torgamba Demografi Suku bangsa Penduduk kabupaten Labuhanbatu memiliki latar belakang suku bangsa yang berbeda-beda, yang didominasi oleh suku Batak dan Jawa. Meski demikian, nilai budaya Melayu sebagai suku bangsa asli di Labuhanbatu masih menjadi bagian penting dalam masyarakat Labuhanbatu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dari hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010, sebanyak 44,43% penduduk Labuhanbatu berasal dari suku Batak. Suku Batak dalam Sensus 2010 di Labuhanbatu termasuk Batak Angkola, Mandailing, Toba, dan beberapa dari Pakpak dan Karo. Kemudian, penduduk dari suku Jawa sebanyak 40,51%. Penduduk dari suku Melayu sebanyak 8,18% yang kebanyakan berada di kecamatan Panai Tengah, Panai Hilir, Panai Hulu dan Bilah Hilir. Berbagai kegiatan suku Melayu juga diadakan di Labuhanbatu, untuk menjaga dan melestarikan budaya Melayu di Labuhanbatu. Kemudian penduduk dari suku Minangkabau sebanyak 0,96%, kemudian Aceh sebanyak 0,25%. Suku lain sebanyak 5,67%, termasuk Tionghoa, Nias, dan lainnya. Agama Selain suku bangsa yang berbeda-beda, keyakinan dan agama yang dianut masyarakat Labuhanbatu juga beragam. Dari hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010, sebagian besar penduduk Labuhanbatu menganut agama Islam. Penduduk yang menganut agama Islam sebanyak 82,92%, umumnya dianut warga Melayu, Minangkabau, Aceh, Mandailing, dan Angkola. Sementara penduduk yang menganut agama Kristen yakni 15,11%, dimana Protestan sebanyak 13,95% dan Katolik sebanyak 1,16%. Agama Kristen kebanyakan dianut warga Batak Toba, Karo, Simalungun, Nias, dan sebagian Tionghoa, Angkola dan Mandailing. Penduduk yang menganut agama Buddha sebanyak 1,60%, umumnya adalah warga Tionghoa yang kebanyakan berada di kecamatan Rantau Utara. Kemudian, sebagian kecil menganut agama Hindu yakni 0,01% dan lainnya sebanyak 0,36%. Untuk sarana rumah ibadah di Kabupaten Labuhanbatu hingga tahun 2021, terdapat 553 masjid, 265 musala, 226 gereja Protestan, 34 gereja Katolik dan 12 vihara. Pendidikan Saat ini di kabupaten Labuhan batu memiliki setidaknya 239 Sekolah Dasar, 33 Sekolah Menengah Pertama dan 15 Sekolah Menengah Atas yang semuanya berstatus negeri menurut BPS kabupaten ini. serta 3 perguruan tinggi swasta: STMIK MULIA DARMA Universitas Labuhan Batu (ULB) Universitas Islam Labuhanbatu (UNISLA) Universitas Al – Washliyah Labuhanbatu (UNIVA) STITA AL -BUKHARY AKBID IKABINA LABUHANBATU Transportasi Laut Pelabuhan Tanjung Sarang Elang, di Kecamatan Panai Hulu Pelabuhan Sei Berombang, di Kecamatan Panai Hilir Pariwisata Objek wisata Pemandian Alam Aek Pala, di Kecamatan Bilah Barat Air Terjun Linggahara (Air Terjun Baru) di Kecamatan Rantau Selatan Pulau Sikantan di Tanjung Sarang Elang, Kecamatan Panai Hulu Aek Sirao-rao, Lingga Tiga, di Kecamatan Bilah Hulu Wisata Tugu Juang 45, Lobusona, di Kecamatan Rantau Selatan Air Terjun Sampuran, Padang Bulan di Kecamatan Rantau Utara Alam Bandar Kumbul Bumi Perkemahan di Kecamatan Bilah Barat Pantai Indah Alam Lestari (Pantai Kahona) di Kecamatan Panai Hilir Air Terjun Batu Licin, Lobusona di Kecamatan Rantau Selatan Air Terjun Taslim, Aek Mation di Kecamatan Rantau Utara Aek Makkusaksak/sak-sak, Bandar Tinggi di Kecamatan Bilah Hulu Puncak Bukit Torpis Referensi Lihat pula Kabupaten Labuhanbatu Utara Kabupaten Labuhanbatu Selatan Pranala luar Labuhanbatu Labuhanbatu
3988
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Langkat
Kabupaten Langkat
Langkat (Jawi: لڠكت; Surat Batak: ) adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kecamatan Stabat. Kabupaten Langkat terdiri dari 23 kecamatan dengan luas 6.273,29 km² dan berpenduduk sejumlah 1.030.202 jiwa (2020). Nama Langkat diambil dari nama Kesultanan Langkat, kesultanan yang dahulu pernah memerintah di wilayah Kabupaten Langkat. Geografi Batas Wilayah Kabupaten Langkat berbatasan langsung dengan Provinsi Aceh. Adapun batas wilayah kabupaten berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat adalah sebagai berikut: Sejarah Masa Pemerintahan Belanda dan Jepang Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi/ bumiputera) berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh: 1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892, 2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927 3. Sultan Mahmud 1927-1945/46 Di bawah pemerintahan Kesultanan dan Assisten Residen struktur pemerintahan disebut LUHAK dan di bawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja Kecil Karo) yang berada di desa. Pemerintahan Luhak dipimpin seorang Pangeran, Pemerintahan Kejuruan dipimpin seorang Datuk, Pemerintahan Distrik dipimpin seorang kepala Distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/Datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya. Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak, yakni: Luhak Langkat Hulu Berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T. Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik yaitu: Kejuruan Selesai Kejuruan Bahorok Kejuruan Sei Bingai Distrik Kwala Distrik Salapian Luhak Langkat Hilir Berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/ T. Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu: Kejuruan Stabat Kejuruan Bingei Distrik Secanggang Distrik Padang Tualang Distrik Cempa Distrik Pantai Cermin Luhak Teluk Haru Berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik. Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji. Distrik Pulau Kampai Distrik Sei Lepan Masa Kemerdekaan Awal tahun 1942, kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda beralih ke Pemerintahan Jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin oleh syucokan. Afdeling diganti dengan bunsyu dipimpin oleh bunsyuco. Kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatra dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu Teuku Muhammad Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati. Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan Kabupaten Langkat terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatra Timur (NST) yang berkedudukan di Binjai dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidulah. Berdasarkan PP No.7 Tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit. Mengingat luas Kabupaten Langkat, maka Kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 (tiga) kewedanan yaitu: Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan. Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung di bawah Bupati serta Assiten Wedana (Camat) sebagai perangkat akhir. Tahun 1965-1966 jabatan Bupati Kdh. Tingkat II Langkat dipegang oleh seorang Caretaker (Wongso) dan selanjutnya oleh Sutikno yang pada waktu itu sebagai Dan Dim 0202 Langkat. Pemerintahan Daftar Bupati Bupati Langkat adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Langkat. Bupati Langkat bertanggung jawab kepada Gubernur Provinsi Sumatera Utara. Bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Langkat ialah Terbit Rencana Perangin Angin, dengan Wakil Bupati Syah Afandin. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Langkat 2018. Terbit dan Afandin dilantik oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, pada 20 Februari 2019 di Kota Medan, untuk masa jabatan 2019-2024. Namun, pada 18 Januari 2022, Terbit Rencana ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi di suatu tempat di Kota Binjai. Terbit dan sejumlah pejabat di Kabupaten Langkat terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT). Dengan ditangkapnya Terbit, maka Syah Afandin menjadi pelaksana tugas bupati. Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Penduduk Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk Kabupaten Langkat berjumlah 902.986 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14 persen pada periode 1990-2000 dan kepadatan penduduk sebesar 144,17 jiwa per km2. sedangkan tahun 1990 adalah sebesar 1,07 persen. Untuk tahun 2008, berdasarkan hasil proyeksi penduduk Kabupaten Langkat bertambah menjadi 1.042.523 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,80 untuk periode 2005-2010. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Stabat yaitu sebanyak 83.223 jiwa sedangkan penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Pematang Jaya sebesar 14.779 jiwa. Kecamatan Stabat merupakan kecamatan yang paling padat penduduknya dengan kepadatan 918 jiwa per km2 dan Kecamatan Batang Serangan merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar 42 jiwa per km2. Jumlah penduduk Kabupaten Langkat per jenis kelamin lebih banyak laki-laki dibandingkan penduduk perempuan. Pada tahun 2008 jumlah penduduk laki-laki sebesar 521.484 jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 521.039 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 100,09 persen. Suku bangsa Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Indonesia 2000, penduduk Kabupaten Langkat sangat heterogen dengan mayoritas bersuku bangsa Jawa. Adapun besaran penduduk Langkat menurut suku bangsa ialah suku Jawa sebanyak 56,87%, kemudian Batak sebanyak 17,52% dengan mayoritas Karo sebanyak 10,22%, kemudian Toba 4,76% dan Mandailing serta Angkola sebanyak 2,54%. Penduduk Melayu sebanyak 14,93%, diikuti orang Aceh sebanyak 2,29%, orang Minangkabau 1,29%, Tionghoa 0,88%, Nias 0,19% dan suku lainnya sebanyak 6,10%. Sedangkan agama yang dianut penduduk Kabupaten Langkat, berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten Langkat tahun 2020 mencatat bahwa mayoritas warga memeluk agama Islam yakni 89,41%, kemudian Kristen 9,42% (Protestan 7,36% dan Katolik 2,06%), Buddha 0,87%, Hindu 0,21% dan lainnya 0,08%. Untuk sarana rumah ibadah, terdapat 1.082 masjid, 1.003 mushala, 429 gereja Protestan, 46 gereja Katolik, 18 vihara dan 8 pura atau kuil. Pariwisata Objek wisata Bukit Lawang Tangkahan Masjid Azizi Batu Katak Tokoh Syeikh Abdul Wahab Rokan Syeikh Muhammad Husni Ginting Al-Langkati Al-Azhari Amir Hamzah Datok Haji Nordin gelar Datok Setia Bakti H.Tengku MHD Khalid Bin Sultan Mangedar Syamsul Arifin Markus Horison Prof. Dr. Djohar Arifin Husin Arman Chandra Ariel_(penyanyi) Vokalis band Noah Lihat pula Kesultanan Langkat Suku Melayu Langkat Masjid Azizi Referensi Pranala luar Daftar Kecamatan Kabupaten Langkat Kabupaten di Sumatera Utara Kabupaten di Sumatra Kabupaten di Indonesia Taneh Karo
3990
https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau%20Nias
Pulau Nias
Pulau Nias (bahasa Nias: Tanö Niha) adalah sebutan untuk pulau dan kepulauan yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatra, Indonesia, dan secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara. Pulau ini merupakan pulau terbesar di antara gugusan pulau di pantai barat Sumatra, dihuni oleh mayoritas suku Nias (Ono Niha). Daerah ini memiliki objek wisata seperti selancar, rumah tradisional, penyelaman, hombo batu (lompat batu). Pulau dengan luas wilayah 5.625 km² ini berpenduduk hampir 1.000.000 jiwa. Pulau Nias terbagi atas lima daerah administrasi, satu kota dan empat kabupaten. Pembagian daerah pemerintahan Kabupaten Nias (pusat pemerintahan Gidö) Kabupaten Nias Selatan (pusat pemerintahan Teluk Dalam) Kota Gunungsitoli Kabupaten Nias Utara (pusat pemerintahan Lotu) Kabupaten Nias Barat (pusat pemerintahan Lahomi) Tsunami & gempa bumi 2004 dan 2005 Pada 26 Desember 2004, gempa bumi Samudra Hindia 2004 terjadi di wilayah pantai barat pulau ini sehingga memunculkan tsunami setinggi 10 meter di daerah Sirombu dan Mandrehe. Korban jiwa akibat insiden ini berjumlah sekitar 200 jiwa dan ratusan keluarga kehilangan rumah. Pada 28 Maret 2005, pulau ini kembali diguncang gempa bumi dengan besaran 8,7 SR. Lebih dari seribu menjadi korban jiwa lebih dua ribu luka-luka. Korban materi paling banyak terasa di Gunungsitoli, dengan bangunan roboh diperkirakan sekitar 65%. Sarana transportasi Perjalanan menuju Pulau Nias dari Kota Medan (ibu kota Provinsi Sumatera Utara) dapat ditempuh melalui dua jalur perhubungan yakni perhubungan darat-laut dan perhubungan udara. Apabila memilih perjalanan darat-laut maka perjalanan dari Kota Medan menuju Pelabuhan Sibolga dapat ditempuh selama kurang lebih 10-12 jam menggunakan angkutan darat seperti mobil pribadi, bus umum, atau mobil travel. Di pelabuhan ini, perjalanan menuju Pulau Nias dapat menggunakan Kapal Ferry yang setiap hari berlayar dari dan menuju Pulau Nias. Perjalanan laut ini dapat ditempuh selama 12 jam perjalanan. Apabila memilih perjalanan udara, penerbangan dari Kota Medan ke Gunungsitoli dapat ditempuh dari Bandar Udara Internasional Kualanamu dalam waktu kurang lebih 55 menit menuju ke Bandar Udara Binaka, dengan menggunakan maskapai Garuda Indonesia, Citilink dan juga maskapai Lion Air Group yang dioperasikan oleh anak perusahaannya Wings Air. Pada pertengahan Juli 2016, penerbangan dari Kota Padang menuju Kota Gunungsitoli juga dioperasikan oleh Wings Air setiap hari. Meskipun sebelumnya di jalur ini sudah ada Susi Air yang melayani penerbangan dari Kota Padang, Sumatera Barat ke Pulau Nias tetapi penerbangan ini harus transit terlebih dahulu di Pulau Tello (Kepulauan Batu, Nias Selatan). Pada tahun 2018 sudah ada penerbangan langsung dari bandara Soekarno-Hatta ke Binaka dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia dan menempuh perjalanan udara selama 2-3 jam. Sarana transportasi darat Mulai 30 Januari 2021, tersedia dua unit bus DAMRI yang pengadaannya kerja sama antara Pemerintah Nias Selatan dan Forum Komunikasi Pimpinan Kepala Daerah (Forkompida) yang melayani rute Telukdalam-Terminal Faekhu di Kilometer 7 Kota Gunungsitoli (ulang-alik). Dikenakan ongkos Rp 30.000 untuk umum, sedangkan khusus untuk pelajar dan mahasiswa dikenakan ongkos Rp 2.000. Bus berangkat dari Kota Telukdalam sekitar pukul 14.00, sedangkan dari Terminal Faekhu berangkat pada pukul 08.00. Referensi Pulau di Indonesia Pulau di Sumatera Utara Suku Nias Budaya Nias Nias
3992
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Sibolga
Kota Sibolga
Sibolga (Surat Batak: ) adalah salah satu kota yang berada di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini terletak di pantai barat pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari Utara ke Selatan dan berada pada kawasan Teluk Tapian Nauli. Jaraknya sekitar 350 km dari Kota Medan, atau sekitar 8 jam perjalanan. Kota Sibolga hanya memiliki luas 10,77 km² dan berdasarkan data Badan Pusat Statistik kota Sibolga 2023, kota ini memiliki penduduk sebanyak 90.366 jiwa, dengan kepadatan penduduk 8.391 jiwa/km². Pada masa Hindia Belanda, kota ini merupakan ibu kota dari Keresidenan Tapanuli. Setelah masa kemerdekaan hingga tahun 1998, Sibolga menjadi kotamadya Sibolga. Geografi Topografi Kota Sibolga terletak di pesisir barat provinsi Sumatera Utara. Lokasinya berada di sebelah selatan Danau Toba. Wilayah Kota Sibolga terbagi menjadi daratan pantai, lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian berkisar antara 0-150 meter dpl, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-2 % sampai lebih dari 40 %. Iklim Iklim kota Sibolga termasuk cukup panas dengan suhu maksimum mencapai 32 °C dan minimum 21.6 °C. Sementara curah hujan di Sibolga cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan jumlah 798 mm, sedang hujan terbanyak terjadi pada Desember yakni 26 hari. Pulau-pulau yang termasuk dalam kawasan kota Sibolga adalah Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Sarudik dan Pulau Panjang. Batas-batas wilayahnya: timur, selatan, utara pada Kabupaten Tapanuli Tengah, dan barat dengan Samudra Hindia. Sementara sungai-sungai yang mengalir di kota tersebut adalah Aek Doras, Sihopo-hopo, Aek Muara Baiyon, dan Aek Horsik. Pemerintahan Wali Kota dan Wakil Wali kota Sibolga adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kota Sibolga. Wali kota Sibolga bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Sumatera Utara. Saat ini, Wali kota atau kepala daerah yang menjabat di Kota Sibolga ialah Jamaluddin Pohan, dengan wakil wali kota Pantas Maruba Lumbantobing. Mereka menang pada Pemilihan umum Wali Kota Sibolga 2020. Jamaluddin merupakan Wali kota Sibolga ke-21 setelah kota ini didirikan. Jamaluddin dan Pantas dilantik oleh gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, pada 26 Februari 2021 di Kota Medan, untuk masa jabatan 2021-2024. Dewan Perwakilan Kecamatan Semboyan dan Mars "Negeri Berbilang Kaum" merupakan semboyan keberagaman di kota ini. Mengingat berbagai suku bangsa yang mendiami Sibolga, seperti Batak, Minang, Nias, Tionghoa, Jawa, dan lainnya, maka semboyan sebagai negeri bagi berbilang kaum mengakar dalam kehidupan bersama. Di beberapa sudut kota, tiga kata tersebut dengan mudah dapat ditemukan. Mars Sibolga "Hidup rukun damai sentosa, Bersatu padu membangun negara, Bersama masyarakat Sibolga, Dari berbagai suku dan agama, Berbilang kaumlah semboyannya, Kota perekat Sumatera Utara, Dengan lambangnya saiyo sakato, Maju dan jayalah kota Sibolga, Mari melangkah bergandengan tangan, Bahu-membahu jalin persatuan, Kebersamaan hidup berdampingan, Berjayalah.. Rahmat Tuhan Maha Esa didambakan, Raih tingkatkanlah kesejahteraan, Dipimpin wali kota yang bijaksana, Sibolga nauli makmur sejahtera." Demografi Penduduk Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010 (SP2010), jumlah penduduk Kota Sibolga sementara adalah 84.481 orang, yang terdiri atas 42.408 laki-laki dan 42.073 perempuan. Dari hasil SP2010 tersebut Kecamatan Sibolga Selatan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 30.082 orang, sedangkan kecamatan yang jumlah penduduknya terkecil adalah Kecamatan Sibolga Kota yaitu 14.304 orang. Dengan luas wilayah Kota Sibolga sekitar 10,77 km² serta didiami oleh 89.584 orang (2020), maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kota Sibolga adalah sebanyak 8.318 orang per km². Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Sibolga Sambas yakni sebanyak 12.537 orang per km², sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Sibolga Kota yakni 5.558 orang per km². Suku bangsa Masyarakat Sibolga terdiri dari bermacam-macam etnis, antara lain Batak Toba, Pesisir, Batak Mandailing, Batak Angkola, Batak Karo, Nias, Minang, Jawa dan Tionghoa. Dalam kesehariannya, bahasa yang dipergunakan adalah Bahasa Pesisir (bahaso Baiko) yang merupakan salah satu dialek bahasa Minangkabau. Selain itu juga dituturkan bahasa Indonesia, Batak Toba, dan lainnya. Agama Berdasarkan agama yang dianut, Penduduk Kota Sibolga cukup beragam. Agama Islam mayoritas dipeluk warga sibolga, namun agama Kristen juga banyak dianut oleh penduduk. Dengan demikian, keharmonisan dalam beragama di Sibolga sangat terjaga dengan baik. Semua warga saling hidup berdampingan meskipun berbeda keyakinan. Berikut jumlah atau persentase penduduk Kota Sibolga berdasarkan agama tahun 2015: Islam: dipeluk oleh suku Pesisir, Melayu, Batak Mandailing, Batak Angkola, sebagian Batak Toba, Batak Pakpak dan Batak Karo atau Simalungun Protestan: dipeluk oleh suku Batak Toba, Simalungun, Karo, Pakpak, Nias, Sebagian Batak Angkola, dan Tionghoa Katolik: sebagian dipeluk oleh suku Batak Toba, Karo, Simalungun, Nias dan Tionghoa Buddha: dipeluk oleh sebagian suku peranakan Tionghoa Ekonomi Potensi utama perekonomian bersumber dari perikanan, pariwisata, jasa, perdagangan dan industri maritim. Hasil utama perikanan, antara lain, kerapu, tuna, kakap, kembung, bambangan, layang, sardines, lencam dan teri. Kesehatan Transportasi Untuk perhubungan darat, Sibolga telah terhubung dengan kota-kota lain di Sumatera Utara, yakni dengan Padang Sidempuan, Pakkat, dan Tarutung. Berbagai moda transportasi publik sudah tersedia dan biasanya berangkat pada pagi atau malam hari. Waktu tempuh sekitar delapan jam perjalanan. Melalui jalur udara, Sibolga juga dapat diakses melalui Bandar Udara Dr. Ferdinand Lumban Tobing yang berada di Tapanuli Tengah, yang melayani rute dari/ke Medan dan Jakarta. Pesawat yang digunakan masih berukuran kecil meski jadwal penerbangan sudah mulai tertata rapi. Pelabuhan laut Sibolga, merupakan tempat penyeberangan menuju Pulau Nias dan kota-kota pesisir barat Sumatra lainnya. Di pelabuhan ini juga berlabuh KM Lambelu dan KM Umsini, yang melayani rute Sibolga-Gunung Sitoli-Padang. Tokoh Beberapa tokoh yang berasal dari Sibolga, di antaranya adalah: Ferdinand Lumban Tobing Rinto Harahap Jan Sihar Aritonang Williardi Wizard Putri Ayu Silaen Iwan Simatupang Dolorosa Sinaga Mufidah Jusuf Kalla Referensi Pranala luar Situs web resmi kota Sibolga Sibolga Sibolga
3993
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Simalungun
Kabupaten Simalungun
Simalungun (Surat Batak: ) adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kabupaten ini merupakan rumah bagi masyarakat Batak Simalungun. Pusat pemerintahan atau ibu kota dari kabupaten ini telah resmi berpindah ke kecamatan Raya pada tanggal 23 Juni 2008 dari Kota Pematangsiantar yang telah menjadi daerah otonom, setelah tertunda selama beberapa waktu. Pada tahun 2021, penduduk Kabupaten Simalungun berdasarkan Kementerian Dalam Negeri 2021 berjumlah 1.038.120 jiwa, dengan kepadatan 237 jiwa/km². Geografi Kabupaten ini memiliki 32 kecamatan dengan luas 438.660 ha atau 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Hatonduhan dengan luas 33.626 ha, sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi dengan luas 3.897 ha. Keseluruhan kecamatan terdiri dari 386 desa/nagori dan 27 kelurahan (2021). Kota Pematangsiantar merupakan enklave dari kabupaten ini. Batas wilayah Pemerintahan Dewan Perwakilan Bupati dan Wakil Bupati Simalungun adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Simalungun. Bupati Simalungun bertanggung jawab kepada gubernur Provinsi Sumatera Utara. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Simalungun ialah Radiapoh Hasiholan Sinaga, dengan Wakil Bupati Zonny Waldi. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Simalungun 2020, untuk periode tahun 2021-2024. Mereka dilantik oleh Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, pada 26 April 2021 di Kota Medan. Kecamatan Kabupaten Simalungun terdiri dari 32 kecamatan yaitu: Bandar Bandar Huluan Bandar Masilam Bosar Maligas Dolog Masagal Dolok Batunanggar Dolok Panribuan Dolok Pardamean Dolok Silau Girsang Sipangan Bolon Gunung Malela Gunung Maligas Haranggaol Horison Hatonduhan Huta Bayu Raja Jawa Maraja Bah Jambi Jorlang Hataran Panei Panombeian Panei Pematang Bandar Pematang Sidamanik Pematang Silima Huta Purba Raya Raya Kahean Siantar Sidamanik Silau Kahean Silimakuta Tanah Jawa Tapian Dolok Ujung Padang Lambang Arti lambang kabupaten Simalungun adalah: Lambang berbentuk perisai terbagi lima petak dengan dasar lambang hijau lahan. Bagian atas lambang digambarkan hiou Suri-suri dengan warna hitam yang bersuat (bersifat) putih dan pada hiou Suri-suri tertulis nama "Simalungun" dengan warna putih. Pada petak tengah dengan latar belakang warna kuning emas terdapat gambar rumah balai adat dengan susunan galang 10, 7 anak tangga, jerjak 8 sebelah, tiang 4, sudut atap lima, dan pada rabung atas terdapat gambar kepala kerbau dengan warna atap hitam dan galang warna putih. Pada petak kiri atas dengan latar belakang warna merah darah terdapat gambar daun teh sebanyak 8 helai berwarna hijau. Pada petak kanan atas dengan latar belakang warna putih terdapat gambar Bukit Barisan berpuncak dan dua buah puncak di tengah lebih tinggi daripada di sampingnya berwarna biru dan sebelah bawah gelombang danau empat baris berwarna biru muda. Pada petak kiri bawah dengan latar belakang warna putih terdapat gambar setangkai padi dengan jumlah padi 17 butir berwarna kuning emas. Pada petak kanan bawah dengan latar belakang warna merah darah terdapat gambar bunga kapas 5 kuntum berwarna putih dan kelopak bunga berwarna hijau. Garis batas-batas petak dengan warna hitam dan sebelah luar perisai tepi hiou Suri-suri ditambah dengan garis putih. Pita sebelah bawah perisai berwarna putih dengan tepi berwarna hitam. Di pita tersebut tertulis semboyan lambang, yaitu "HABONARON DO BONA", kata dalam bahasa Simalungun yang berarti kebenaran itu adalah pokok. Makna gambar-gambar pada lambang: Lambang berbentuk perisai menggambarkan kekuatan dan pertahanan membela kepentingan daerah dan negara. Bilangan-bilangan pada bagian-bagian lambang adalah simbol yang menggambarkan kesetiaan kepada Negara Republik Indonesia. Padi dan Kapas adalah kebutuhan pokok untuk mencapai kemakmuran dan keadilan. Daun teh adalah hasil utama dari Daerah Simalungun. Gunung dan danau menggambarkan keindahan alamnya. Gelombang danau menggambarkan dinamika masyarakat. Rumah Balai adalah spesifik daerah yang menggambarkan adat, kebudayaan, dan kesenian daerah. Penduduk Suku Tidak ada data resmi mengenai besaran jumlah etnis atau suku yang ada di kabupaten Simalungun. Namun kabupaten ini merupakan kawasan yang mayoritas dihuni oleh masyarakat suku asli Batak Simalungun. Selain suku Batak Simalungun, wilayah ini juga dihuni oleh beberapa suku lainnya yang tergolong sebagai rumpun suku Batak yaitu: Batak Toba, Karo, Mandailing, Angkola, dan Pakpak. Selain dihuni oleh masyarakat rumpun suku Batak, wilayah ini juga dihuni oleh masyarakat suku pendatang seperti suku Jawa yang merupakan suku pendatang terbanyak di Kabupaten Simalungun dengan jumlah populasi serta persentase yang cukup signifikan dan tidak berbeda jauh dengan jumlah populasi/persentase suku Batak. Ada pula suku pendatang lainnya, suku-suku tersebut ialah: Minangkabau, Aceh, Tionghoa, Melayu, Nias, Sunda, dan lainnya. Agama Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri 2022 menunjukkan bahwa agama mayoritas penduduk kabupaten Simalungun adalah Islam Sunni yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk yang mencakup 56,77% dari total jumlah penduduk. Banyak diantaranya tinggal jauh dari Danau Toba dan mayoritas berada di bagian timur Kabupaten Simalungun. Umumnya dianut oleh suku Jawa, Mandailing, Angkola, Minangkabau, Aceh, Melayu, dan Sunda, serta sebagian Batak Simalungun, Batak Toba, dan Karo. Kekristenan (Protestanisme dan Katolik Roma) dengan persentase 42,93%. Rinciannya adalah Protestan 37,29% dan Katolik 5,64%. Baik Kristen Protestan dan Katolik umumnya dianut oleh masyarakat Batak Simalungun, Batak Toba, Karo, dan juga oleh Suku Nias. Mereka umumnya merupakan penduduk yang tinggal dekat kawasan Danau Toba. Buddhisme 0,22% dan Konfusianisme 0,02% umumnya dianut oleh masyarakat keturunan Tionghoa yang ada di Kabupaten Simalungun. Hinduisme 0,05% umumnya dianut oleh masyarakat keturunan Tamil-India. Selain agama-agama di atas ada pula yang menganut agama lainnya. Agama tersebut adalah agama kepercayaan nenek moyang/leluhur (agama tradisional) yang didalamnya terdapat unsur-unsur mistis/mistik serta unsur animisme dan dinamisme. Ajaran agama ini tersisa hanya 0,01% dari keseluruhan penduduk umumnya dianut oleh kalangan dari suku Batak (terutama Batak Toba). Agama ini biasa disebut oleh penganutnya sebagai Agama Malim/Ugamo Malim/Ajaran Malim atau dengan istilah umum sebagai Parmalim. Ekonomi Potensi ekonomi Kabupaten Simalungun sebagian besar terletak pada produksi pertaniannya. Produksi lainnya adalah hasil industri pengolahan dan jasa. Pertanian dan Perkebunan Selama tahun 2020, Kabupaten Simalungun menghasilkan antara lain 336.332 ton padi, 234.977 ton jagung, dan 213.319 ton ubi kayu yang menjadikan Kabupaten Simalungun sebagai penghasil padi, jagung, dan ubi kayu terbesar di Sumatera Utara. Produksi tanaman pangan lainnya yang cukup besar dari kabupaten ini adalah kedelai, kacang tanah, dan ubi jalar. Tanaman perkebunan rakyat yang memberikan kontribusi sebesar 25,41% terhadap PDRB Simalungun antara lain karet, kelapa sawit, kopi, teh, aren, vanili, kelapa, cokelat, cengkih, kulit manis, kemiri, lada, dan pinang. Industri Kabupaten Simalungun adalah salah satu lokasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia yang dikenal dengan nama Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei. KEK ini difokuskan untuk industri kelapa sawit dan disambungkan ke Pelabuhan Internasional Kuala Tanjung di Kabupaten Batu Bara. Beberapa perusahaan yang ada di KEK ini antara lain PT Unilever Oleochemical, PT Industri Nabati Lestari, dan PT Aice Sumatra Industri. Transportasi Darat Kabupaten Simalungun menjadi kawasan Transit dan terletak di Jalan Raya Medan-Pematangsiantar yang merupakan bagian dari Jalan Lintas Tengah Sumatra. Ibukota kabupaten di Raya juga merupakan titik temu antara lingkar Danau toba dan Kota Pematangsiantar menuju Berastagi maupun sebaliknya. Jalan Tol Tebingtinggi-Danau Toba juga menjadi prioritas pemerintah dalam promosi pariwisata Danau Toba. Pariwisata Kabupaten Simalungun memiliki 57 titik lokasi objek wisata, terdiri atas 30 lokasi wisata alam, 14 lokasi wisata agro, 4 lokasi wisata budaya, dan selebihnya adalah lokasi wisata rekreasi lainnya. Kecamatan Girsang Sipangan Bolon merupakan kecamatan yang memiliki objek wisata terbanyak. Dan di kecamatan itu pula terdapat objek wisata yang paling diandalkan, yaitu Danau Toba yang bisa dinikmati dari Parapat, berjarak tempuh 172 km dari Medan atau 74 km dari Raya. Pada tahun 2020, industri pariwisata Simalungun bertumpu pada 11 hotel bintang dan 78 hotel melati. Jumlah hotel bintang tersebut adalah yang terbanyak kedua di Sumatera Utara setelah Kota Medan. Galeri Referensi Pranala luar Situs resmi Kabupaten Simalungun Kementerian Dalam Negeri Profil Kabupaten Simalungun Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun Kabupaten Simalungun Simalungun Simalungun Simalungun
3994
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Tanjungbalai
Kota Tanjungbalai
Tanjungbalai atau Tanjung Balai (Jawi: تنجوڠ بلاي) adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Luas wilayahnya 60,52 km² dan penduduk berjumlah 175.233 jiwa tahun 2019. Kota ini berada di tepi Sungai Asahan, sungai terpanjang di Sumatera Utara. Jarak tempuh dari Kota Medan lebih kurang 186 KM atau sekitar 5 jam perjalanan kendaraan. Sebelum Kota Tanjungbalai diperluas dari hanya 199 ha (2 km²) menjadi 60,52 km², kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk lebih kurang 40.000 orang dengan kepadatan penduduk lebih kurang 20.000 jiwa per km². Akhirnya Kota Tanjungbalai diperluas menjadi ± 60 Km² dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1987, tentang perubahan batas wilayah Kota Tanjungbalai dan Kabupaten Asahan. Sejarah Berdasarkan sejarah, keberadaaan Kota Tanjung Balai tidak dapat dipisahkan dengan Kesultanan Asahan yang telah berdiri ± 392 tahun yang lalu. Tepatnya dengan penobatan Sultan Abdul Jalil sebagai sultan pertama Kesultanan Asahan di Kampung Tanjung yang merupakan cikal bakal nama Tanjung Balai pada tahun 1620. Asal-usul nama Kota Tanjung Balai menurut cerita rakyat bermula dari sebuah balai yang ada di sekitar ujung tanjung di muara sungai Silau dan aliran sungai Asahan. Lama – kelamaan balai tersebut semakin ramai disinggahi karena letaknya yang strategis sebagai bandar kecil tempat melintas bagi orang-orang yang ingin berpergian ke hulu Sungai Silau dan Sungai Asahan. Selanjutnya kampung tersebut dan wilayah sekitarnya dinamakan "Kampung Tanjung" dan orang lazim menyebutnya “ Balai di Tanjung”. Tanggal 27 Desember yang merupakan hari mangkatnya Sultan Kerajaan Aceh Sultan Iskandar Muda yang merupakan ayahanda Sultan Abdul Jalil yang kemudian telah dijadikan sebagai hari lahir Kota Tanjung Balai yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan DPRD Kotamadya Tanjung Balai Nomor 4 / DPRD / TB / 1986 tanggal 25 November 1986. Kerajaan Asahan pernah diperintah oleh 8 orang raja sejak raja pertama Sultan Abdul Jalil pada tahun 1620 sampai dengan raja terakhir Sultan Syaibun Abdul Jalil Rahmadsyah pada tahun 1933. Raja terakhir mangkat pada tanggal 17 April 1980 di Medan dan dimakamkan di lingkungan Masjid Raya Tanjung Balai. Di zaman penjajahan Belanda, pertumbuhan dan perkembangan Kota Tanjung Balai semakin meningkat dan strategis. Kota Tanjung Balai dijadikan sebagai Gementee berdasarkan Besluit G.G. tanggal 27 Juni 1917 dengan Stbl. 1917 Nomor 284. Hal ini sejalan dengan berdirinya perkebunan – perkebunan di daerah Asahan dan Sumatera Timur, seperti H.A.P.M, SIPEF, London Sumatera (Lonsum) dan lain-lain. Pembangunan jalur transportasi seperti jalan, jembatan dan jalur kereta api mempermudah akses ke Kota Tanjung Balai. Sehingga hasil-hasil dari perkebunan dapat dipasarkan dengan lancar ke luar negeri melalui pelabuhan Tanjung Balai. Maka Kota Tanjung Balai berkembang sebagai kota pelabuhan yang diperhitungkan di pantai timur Sumatera Utara. Pembukaan kantor – kantor dagang berbagai maskapai Belanda di Tanjung Balai pada abad XX, seperti K.P.M., Borsumeij dan lain-lain, maka mulailah bangsa Eropa menetap di Kota Tanjung Balai. Asisten Resident van Asahan berkedudukan di Tanjung Balai yang jabatannya bertindak sebagai Wali kota dan Ketua Dewan Kota (Voorzitter van den Gemeenteraad). Maka mulai saat itu Kota Tanjung Balai selain tempat kedudukan Raja, juga merupakan tempat kedudukan Asisten Resident. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia, keberadaan Kota Tanjung Balai sebagai daerah otonom ditetapkan berdasarkan Undang – Undang Nomor 9 Darurat Tahun 1956 (LN Tahun 1956 Nomor 60, TLN Nomor 1092) tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota – Kota Kecil dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara, nama Gementee Tanjung Balai diganti dengan Kota Kecil Tanjung Balai. Berdasarkan Surat Mendagri Nomor U.P.15/2/3 tanggal 18 September 1956, jabatan Walikota Tanjung Balai terpisah dari Bupati Asahan. Selanjutnya dengan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1957, nama Kota Kecil Tanjung Balai diganti menjadi Kotapraja Tanjung Balai. Pada waktu Gementee Tanjung Balai didirikan tahun 1917, luas wilayah Kota Tanjung Balai hanya 106 Ha. Atas persetujuan Bupati Asahan melalui Maklumat Nomor 260 tanggal 11 Januari 1958, daerah – daerah yang dikeluarkan (menurut Stbl. 1917 Nomor 641) dikembalikan pada batas semula, sehingga luasnya menjadi ± 190 – 200 Ha ( ±2 km²). Berdasarkan Sensus penduduk tahun 1980, dengan luas wilayah 2 km² dan jumlah penduduk ± 40.000 jiwa (kepadatan penduduk ± 20.000 jiwa per km²), menjadikan Kota Tanjung Balai sebagai Kota terpadat di Asia Tenggara saat itu. Selanjutnya dengan terbitnya PP Nomor : 11 Tahun 1984 (LN Tahun 1984 Nomor 12) tanggal 29 Maret 1984, maka oleh Gubernur Sumatera Utara atas nama Mendagri, pada tanggal 5 Januari 1985 telah meresmikan terbentuknya 2 (dua) Kecamatan di Kotamadya Dati II Tanjung Balai, yaitu Kecamatan Tanjung Balai Selatan dan Kecamatan Tanjung Balai Utara. Kemudian berdasarkan PP Nomor 20 Tahun 1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Dati II Tanjung Balai dengan Kabupaten Dati II Asahan, serta Inmendagri Nomor 22 Tahun 1987 tentang Pelaksanaan PP Nomor 20 tahun 1987, maka luas wilayah Kota Tanjung Balai berubah menjadi 6.052 Ha dengan 5 Kecamatan 11 Kelurahan dan 19 Desa. Berdasarkan Perda Nomor 23 Tahun 2001 tentang Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan di Wilayah Kota Tanjung Balai, 19 Desa tersebut telah diubah statusnya menjadi Kelurahan. Semenjak itulah di Kota Tanjung Balai terdapat 5 Kecamatan dengan 30 Kelurahan. Kemudian berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tanjung Balai Nomor 4 tahun 2005 telah ditetapkan pembentukan kecamatan Datuk Bandar Timur sebagai hasil pemekaran kecamatan Datuk Bandar. Selanjutnya berdasarkan Perda Kota Tanjung Balai Nomor 3 Tahun 2006 telah ditetapkan pembentukan kelurahan Pantai Johor di kecamatan Datuk Bandar. Dengan demikian sampai saat ini, Kota Tanjung Balai terdiri dari 6 kecamatan dan 31 kelurahan. Geografi Letak Kota Tanjung Balai berada di antara 2°58'00" Lintang Utara dan 99°48'00" Bujur Timur. Luas wilayahnya adalah 60,52 km². Kota Tanjung Balai menjadi tempat pertemuan bagi dua sungai besar yang bermuara ke Selat Malaka, yaitu Sungai Silau dan Sungai Asahan. Lokasi pertemuan kedua sungai ini berada di timur laut Kota Tanjung Balai. Kota Tanjung Balai memiliki sebuah pelabuhan bernama Pelabuhan Teluk Nibung. Lokasinya berada di Kecamatan Teluk Nibung. Pelabuhan Teluk Nibung merupakan pelabuhan tertua kedua di provinsi Sumatera Utara sesudah Pelabuhan Belawan. Keberadaan Pelabuhan Teluk Nibung telah dikenal sejak zaman kolonial Belanda sebagai pelabuhan internasional yang memiliki kegiatan ekspor-impor yang cukup ramai dikunjungi karena berdekatan dengan negara tetangga Malaysia, Singapura, dan Thailand. Selain itu, Kota Tanjung Balai juga memiliki jembatan terpanjang di provinsi Sumatera Utara sepanjang ±600 m yang menghubungkan Kota Tanjung Balai dengan desa Sei Kepayang Kiri, Sei Kepayang Tengah, dan Sei Kepayang Kanan kabupaten Asahan, serta Open Stage yang menjadi kebanggaan masyarakat Kota Tanjungbalai, yang berdiri megah di atas Lapangan Pasir Kota Tanjung Balai. Batas Wilayah dengan batas-batas sebagai berikut: Kota Tanjung Balai terletak di antara 2º58' Lintang Utara dan 99º48' Bujur Timur. Posisi Kota Tanjung Balai berada di wilayah Pantai Timur Sumatera Utara pada ketinggian 0–3 m di atas permukaan laut dan kondisi wilayah relatif datar. Kota Tanjung Balai secara administratif terdiri dari 6 Kecamatan, 31 Kelurahan. Luas wilayah Kota Tanjung Balai 6.052 Ha (60,52 km²) Potensi Unggulan Daerah Berdasarkan letak geografis yang sangat strategis, maka potensi Kota Tanjung Balai yang dapat dikembangkan antara lain : Sebagai Pusat Pelayanan Sekunder A yakni Pusat Pembangunan Kawasan Sektor Unggulan meliputi : Perkebunan, Pertanian dan Industri terhadap wilayah hinterland-nya sesuai Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara. Sebagai jalur transit perdagangan internasional dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura dan Pelabuhan alternatif bagi daerah hinterland, seperti : Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Kepulauan Riau, Pesisir Provinsi Riau dan kota-kota besar lainnya di Sumatera Utara. Mempunyai lahan yang cukup luas dan produktif untuk pengembangan sebagai kota industri, perdagangan, pelayanan jasa telekomunikasi yang didukung oleh Pelabuhan Teluk Nibung sebagai andalan keluar masuk barang (ekspor – impor) dan penumpang. Dapat dilalui dengan sarana transportasi baik darat maupun sungai. Fasilitas andalan yang tersedia seperti; jaringan air minum, listrik, transportasi darat dan kereta api, sarana pendidikan, sarana kesehatan, serta sarana lainnya. Mempunyai sumber daya alam yang dapat dikembangkan di sektor perikanan khsususnya perikanan tangkap dan budidaya. Sumber Daya Manusia yang dapat dikembangkan sebagai modal pembangunan kedepan. Sumber Daya Alam yang tersedia seperti : kandungan mineral, galian C Sungai Silau dan Sungai Asahan. Sumber daya alam yang sangat besar dari sungai Asahan adalah pasir sungai. Pasir sungai Asahan ini merupakan bahan alami yang terbentuk dari proses pengikisan tanah disepanjang sungai mulai dari hulu hingga hilir. Pasir sungai Asahan mengandung 70-80% silica. Dengan kandungan silica yang besar ini, pasir sungai Asahan mempunyai karakteristik yang khas dan sangat baik untuk beberapa bahan baku, diantaranya : Bahan baku industri kaca Bahan baku penyaring dan penjernih air Bahan baku pencampur dalam industri keramik dan porselin Bahan baku untuk konstruksi Pemerintahan Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Kota Tanjung Balai berjumlah 179.035 jiwa yang terdiri atas 90.583 jiwa pria dan 88.452 jiwa perempuan. Penduduk Kecamatan terbanyak berada di Kecamatan Teluk Nibung dengan jumlah penduduk 41.483 jiwa sedangkan yang terendah berada di Kecamatan Tanjung Balai Utara Dengan jumlah penduduk 17.930 jiwa. Dan Berikut adalah tabel penduduk Kota Tanjung Balai Per Kecamatan Tahun 2020 : Suku Tanjung Balai yang dalam sejarahnya menjadi kota perdagangan tidak diragukan lagi merupakan kota multietnis. Berbagai suku bangsa bercampur di sini: Batak, Melayu, Jawa, Tionghoa adalah sebagian dari etnik yang bermukim di kota ini. Namun suku asli kota ini ialah orang Melayu. Berdasarkan data pemerintah Kota Tanjung Balai tahun 2015, suku Batak termasuk Toba, Angkola, Mandailing, Simalungun, Karo dan Pakpak sebanyak 42,56%. Kemudian diikuti Jawa, Melayu dan lainnya. Agama Berdasarkan data pemerintah Kota Tanjung Balai menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kota Tanjung Balai memeluk agama Islam sebanyak 84,67 persen. Selebihnya menganut agama Kristen Protestan, Buddha, Katolik, dan sebagian kecil menganut agama Hindu serta kepercayaan. Kesehatan Pendidikan Ekonomi Perbankan Bank SUMUT Bank Mandiri Bank BRI Bank BCA Bank Syariah Indonesia Bank BNI Bank Danamon Bank Mega Bank Panin Bank QNB Indonesia Pariwisata Wisata kuliner Beberapa makanan khas kota Tanjungbalai diantaranya sebagai berikut : • Kerang daguk (Kerang batu) • Kerang bulu • Ikan asin mayung •Ikan teri Medan (Teri putih) •Udang asin (Udang pukul) •Gulai masam •Sayur daun ubi tumbuk •Kerang "kemudi kapal" (Kerang hijau) •Utak kotam •Sombam ikan •Anyang pakis dan Anyang kepah. Wisata Alam • Water Front Tanjungbalai, yang terletak di ujung Kota Tanjungbalai dan di tepi sungai Asahan. • Pulau Beswesen Lain-lain Setiap akhir tahun, diadakan Pesta Kerang atau Peringatan Hari Jadi Kota Tanjungbalai guna memperingati Hari Ulang Tahun Kota Tanjungbalai. Kota ini dijuluki "Kota Kerang". (hal ini dikarenakan dulu Kota Tanjungbalai pernah menghasilkan Kerang dalam jumlah yang besar, tetapi beberapa waktu belakangan ini produksi Kerang jauh menurun dikarenakan ekosistim yang tidak mendukung) Kota ini memiliki jembatan terpanjang di Sumatera Utara yang melintasi Sungai Asahan. Tanjungbalai pernah menerima Anugerah Adipura sebagai kota terbersih se-Indonesia pada tahun 2008, 2009, 2012, dan 2013. Referensi Pranala luar Portal Resmi Pemerintah Kota Tanjungbalai Badan Pusat Statistik Kota Tanjung Balai Kota di Sumatera Utara
3995
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tapanuli%20Selatan
Kabupaten Tapanuli Selatan
Tapanuli Selatan (Surat Batak: ) adalah sebuah kabupaten yang berada di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ibu kotanya berada di kecamatan Sipirok. Kabupaten ini awalnya merupakan kabupaten yang cukup luas dan beribukota di Padang Sidempuan. Daerah-daerah yang telah berpisah dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Kabupaten Mandailing Natal, Kota Padang Sidempuan, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas. Setelah pemekaran, ibu kota kabupaten ini pindah ke kecamatan Sipirok. Jumlah penduduk Tapanuli Selatan pada pertengahan tahun 2023 berjumlah 317.080 jiwa. Di kabupaten ini terdapat objek wisata Danau Marsabut dan Danau Siais. Bahasa yang digunakan masyarakatnya adalah bahasa Batak Angkola. Agama mayoritas penduduknya adalah Islam. Motto daerah kabupaten ini adalah (Bahasa Angkola) yang artinya "Seiya sekata". Geografi Letak Di sebelah utara, kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara. Di bagian timur, berbatasan dengan kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara, sebelah barat dan selatan berbatasan dengan kabupaten Mandailing Natal, dan tepat di tengah wilayahnya, terdapat kota Padang Sidempuan yang seluruhnya dikelilingi oleh kabupaten ini. Topografi Secara garis besar, kabupaten ini dilintasi oleh pegunungan Bukit Barisan, sehingga diseluruh penampakannya pasti terlihat bukit di mana-mana. Kabupaten ini masih memiliki daerah reservasi air di kawasan hutan Batang Toru yang masih kaya akan flora dan fauna yang sudah langka seperti kancil, rusa, kelinci, harimau, kucing hutan, tapir, anggrek hutan dan lain-lain. Dan sekarang sudah diusulkan menjadi kawasan Hutan Lindung. Karena sudah sangat rawan dengan perambahan hutan yang mengancam kehidupan yang ada di sekitar kawasan tersebut. Terdapat beberapa bukit dan gunung yang terkenal, antara lain Gunung Lubuk raya, Gunung Sibual-buali (masih aktif, dan memiliki geyser dan sumber air panas yang di tampung di dua kolam pemandian umum di daerah Sipirok, bukit (tor) Simago-mago, dan lain-lain. Pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati Tapanuli Selatan adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan. Bupati Tapanuli Selatan bertanggungjawab kepada Gubernur provinsi Sumatera Utara. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Tapanuli Selatan ialah Dolly Putra Parlindungan Pasaribu, dengan wakil bupati Rasyid Assaf Dongoran. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Tapanuli Selatan 2020. Dolly Pasaribu merupakan bupati ke-21 setelah kemerdekaan, dilantik pada 25 Februari 2021 di Kota Medan. Dewan Perwakilan Kecamatan Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari 15 kecamatan, dengan kecamatan yang baru dimekarkan tahun 2017 yakni kecamatan Angkola Muara Tais. Adapun 15 kecamatan di kabupaten Tapanuli Selatan yaitu: Aek Bilah Angkola Barat Angkola Muara Tais Angkola Sangkunur Angkola Selatan Angkola Timur Arse Batang Angkola Batang Toru Marancar Muara Batang Toru Saipar Dolok Hole Sayur Matinggi Sipirok Tano Tombangan Angkola Demografi Suku Penduduk asli di Tapanuli Selatan adalah suku Batak Angkola, yang masih dekat dengan suku Batak Toba. Selain suku Batak Angkola, ada juga suku lainnya, umumnya adalah Batak Toba dan Batak Mandailing. Meskipun sering disamakan, namun suku Angkola dan Mandailing adalah suku yang berbeda. Suku Batak Angkola sendiri mengenal paham kekerabatan patrilineal, sehingga orang Batak Angkola mengenal marga. Marga-marga orang Batak Angkola antara lain Siregar, Harahap, Hasibuan, Rambe, Daulay, Tanjung, Ritonga, Pane, Lubis, Nasution, Hutasuhut, dan lainnya. Orang Batak Angkola juga mengenal pelarangan kawin antar semarga. Rumah adat masyarakat Batak Angkola disebut Bagas Godang, yang masih mirip dengan Rumah Bolon dalam suku Batak Toba, namun arti keduanya secara harafiah sama yakni Rumah Besar. Bagas Godang berbentuk rumah panggung dan didominasi warna hitam, dengan atap memakai ijuk, dan dinding yang terbuat dari papan. Jika Jabu Bolon banyak ditambahi ornamen kepala Kerbau, sementara untuk Bagas Godang tidak demikian. Bahasa Bahasa yang digunakan masyarakat Tapanuli Selatan selain bahasa resmi nasional bahasa Indonesia adalah bahasa Batak Angkola. Bahasa Batak Angkola digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam acara adat. Bahasa Angkola sedikit lebih lembut dibanding bahasa Batak Toba. Namun, orang Batak Angkola lebih mudah mengerti bahasa Batak Toba dan Mandailing, dibanding bahasa suku sub Batak lainnya, yakni Simalungun, Karo dan Pakpak. Dalam buku penelitian tahun 1997, berjudul "Fonologi Bahasa Angkola" yang disusun oleh Tumpal H. Dongoran, dkk, menyebutkan bahwa cerita turun temurun, orang Batak Angkola dahulu berasal dari kawasan Toba. Karena hal itu, banyak kesamaan yang lebih mencolok antara orang Batak Angkola dengan Batak Toba dan Mandailing. Kesamaan itu juga termasuk dalam bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Aksara dasar (ina ni surat) dalam surat Batak merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/. Terdapat 19 aksara dasar yang dimiliki semua varian aksara Batak, sementara beberapa aksara dasar yang hanya digunakan pada varian tertentu, sehingga bahasa Batak Angkola mengenal 21 aksara dasar. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut: Agama Jumlah penduduk kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2021 berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri catatan kependudukan dan sipil, yakni 314.887 jiwa, dengan kepadatan 52 jiwa/km. Sementara agama yang dianut, yakni Islam dan Kristen. Adapun persentasi penduduk Tapanuli Selatan menurut agama yang dianut yakni Islam 78,99%, kemudian Kristen 21,00%, di mana Protestan 19,68% dan Katolik 1,32%, dan sebagian kecil beragama Budha yakni 0,01%. Pemeluk agama Islam menyebar dan mayoritas suku Batak Angkola, Batak Mandailing dan minoritas sebagian suku Batak Toba yang hampir di semua kecamatan. Sementara Kristen menjadi mayoritas suku Batak Toba, suku Nias dan minoritas sebagian suku Batak Angkola. Kebanyakan pemeluk Kristen berada di kecamatan Tano Tombangan Angkola, kecamatan Angkola Sangkunur, dan cukup signifikan di kecamatan Angkola Selatan, dan Batang Toru. Pariwisata Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki beberapa objek wisata, antara lain Danau Buatan Cekdam di daerah Pargarutan), Danau Siasis, Danau Marsabut, Pemandian Aek Parsariran (di daerah Batang Toru), Pemandian Aek Sijorni, bukit (tor) Simago-mago (Sipirok). Ada juga Istana Adat di Muara Tais, wisata kerajinan tenun kain ulos tradisional dan panorama alam dengan suhu sejuk di daerah Sipirok. Ekonomi Secara umum, mata pencaharian masyarakat di kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebagai petani dan berkebun. Hasil pertanian yang terkenal adalah kopi, padi, salak, karet, kakao, kelapa, kulit manis, kemiri, cabe, bawang merah, bawang daun, dan sayur-sayuran. Pemekaran Sejak 10 Agustus 2007, jumlah kecamatan di kabupaten Tapanuli Selatan berkurang dengan adanya pemekaran dari kabupaten ini, yaitu melalui pembentukan Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara. Kabupaten Padang Lawas Kecamatan yang masuk ke wilayah Kabupaten Padang Lawas, yakni; Barumun Barumun Tengah Batang Lubu Sutam Huristak Huta Raja Tinggi Lubuk Barumun Sosa Sosopan Ulu Barumun Kabupaten Padang Lawas Utara Kecamatan yang masuk ke wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara yakni; Batang Onang Dolok Dolok Sigompulon Halongonan Padang Bolak Padang Bolak Julu Portibi Simangambat Lihat Pula Daftar marga Suku Batak Referensi Pranala luar Portal resmi pemkab Tapanuli Selatan Tapanuli Selatan Tapanuli Selatan
3996
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tapanuli%20Tengah
Kabupaten Tapanuli Tengah
Tapanuli Tengah (Surat Batak: ) adalah sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Utara, dengan ibukotanya adalah Pandan yang lokasinya berbatasan dengan Kota Sibolga. Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai Daerah Otonom dipertegas oleh Pemerintah dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Nomor 19 Tahun 2007 maka ditetapkan Hari Jadi Kabupaten Tapanuli Tengah adalah tanggal 24 Agustus 1945. Geografis Kabupaten Tapanuli Tengah secara administraif merupakan salah satu daerah di wilayah pesisir barat Provinsi Sumatera Utara. Lokasinya berada di sebelah selatan Danau Toba. Panjang garis pantai di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 200 km dan wilayahnya sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatra dan sebagian lainnya di pulau-pulau kecil dengan luas wilayah 2.188 km². Batas wilayah Topografi Topografi Kabupaten Tapanuli Tengah sebagian besar berbukit–bukit dengan ketinggian 0 – 1.266 meter di atas permukaan laut. Dari seluruh wilayah Tapanuli Tengah, 43,90% berbukit dan bergelombang. Klimatologi Sebagian besar wilayah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah berbatasan dengan lautan sehingga berpengaruh pada suhu udara yang tergolong beriklim tropis. Rata-rata suhu udara di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2005 adalah 26,09 °C. Dalam periode bulan Januari – Desember 2006, suhu udara maksimum dapat mencapai 31,53 °C dan suhu minimum mencapai 21,72 °C. Pada tahun 2006, curah hujan rata-rata 4.925,9 mm, hari hujan 226,0 hari, kecepatan angin rata-rata 6,7 knot dan penguapan rata-rata 4,6 mm. Kelembaban udara rata-rata 84,58%. Pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati Tapanuli Tengah adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah. Bupati Tapanuli Tengah bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Sumatera Utara. Pemilihan umum Bupati Tapanuli Tengah 2017, dimenangkan oleh pasangan Bakhtiar Ahmad Sibarani dan Darwin Sitompul. Keduanya dilantik oleh gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi, pada 22 Mei 2017 di Kota Medan, untuk masa jabatan 2017-2022. Setelah masa tugas berakhir pada 22 Mei 2022, penjabat bupati Tapanuli Tengah diberikan kepada Yetty Sembiring, yang sebelumnya adalah sekretaris daerah Tapanuli Tengah . Ia bertugas sejak 24 Mei 2022 hingga 14 November 2022. Selanjutnya, posisi penjabat bupati digantikan oleh Elfin Elyas Nainggolan. Elfin dilantik oleh gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, pada tanggal 14 November 2022 di Aula Tengku Rizal Nurdin, Kota Medan. Dewan Perwakilan Kecamatan Wilayah administrasi Kabupaten Tanauli Tengah dibagi menjadi 20 kecamatan, berada disepanjang pesisir Barat provinsi Sumtara Utara; Andam Dewi Badiri Barus Barus Utara Kolang Lumut Manduamas Pandan (Ibukota) Pasaribu Tobing Pinangsori Sarudik Sibabangun Sirandorung Sitahuis Sorkam Sorkam Barat Sosor Gadong Suka Bangun Tapian Nauli Tukka Demografi Penduduk Penduduk Tapanuli Tengah tahun 2010 berpenduduk sekitar 311.232 jiwa dengan kepadatan penduduk 136 jiwa per km². Laju pertumbuhan penduduk periode tahun 2005-2010 sebesar 1,86% per tahun. Dan pada tahun 2021 penduduk Tapanuli Tengah berjumlah 365.177 jiwa, dengan komposisi penduduk dimana laki-laki berjumlah 183.814 dan perempuan 181.365 jiwa (49,80%). Suku Bangsa Tapanuli Tengah adalah kabupaten yang berada di pesisir barat Sumatera Utara. Mayoritas penduduknya adalah suku Batak, khususnya Batak Toba, dan juga suku Pesisir yang sampai hari ini masih menuturkan bahasa Minangkabau dialek Pasisi. Ada juga sebahagian lagi Batak Mandailing, Batak Angkola, Batak Simalungun, Batak Karo, dan Batak Dairi. Suku pendatang lainnya yang mendiami Tapanuli Tengah cukup beragam seperti Minangkabau, Nias, Jawa, Aceh, Singkil, Tionghoa, dan suku lainnya. Agama Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2021, sebagian besar penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah memeluk Agama Kekristenan yakni 57,32%, dimana mayoritas memeluk Protestan 44,91%, dan selebihnya Katolik sebanyak 12,41%. Pemeluk agama Islam juga cukup signifikan yakni 42,53% yang banyak dianut etnis Melayu pesisir dan sebagian dari suku Batak. Sebagian kecil memeluk Parmalim 0,10%, kemudian Buddha 0,05% yang umumnya dianut oleh etnis Tionghoa, dan Hindu dianut kurang dari 0,01%. Agama Kristen Protestan atau Katolik banyak dianut oleh Suku Batak Toba, Suku Batak Karo, Batak Dairi, Batak Simalungun, dan Nias, dan sebagian etnis Batak Angkola atau Mandailing, dan Tionghoa. Sementara agama Islam di Tapanuli Tengah umumnya dianut oleh Suku Batak Angkola, Batak Mandailing, sebagian Batak Toba, Sebagian Suku Batak Dairi (Pakpak), Minangkabau, dan Suku Melayu. Organisasi/Komunitas/Film Tapanuli Tengah adalah kabupaten yang memiliki segudang keunggulan mulai dari Keindahan Alam, Cagar budaya, dll. Tapanuli Tengah juga pernah menjadi lokasi syuting film Hollywood yaitu King Kong dan juga menjadi tempat lokasi syuting Film Mursala yang sekaligus memperkenalkan Tapanuli Tengah. Di Tapanuli Tengah banyak kita temui Organisasi, baik itu Partai Politik, Karang Taruna, Forum Anak Horas Tapteng, KNPI dan masih banyak lagi. Ekonomi Pembangunan Kabupaten Tapanuli Tengah dilaksanakan dengan konsep pembangunan Tapanuli Growth yaitu sinergi kabupaten/kota lingkup Kawasan Barat Sumatera Utara, Aceh Singkil dan Simeulue (provinsi Aceh) untuk menciptakan pola pertumbuhan kawasan yang kompetitif dengan Kawasan Industri Terpadu Labuan Angin. Kabupaten Tapanuli Tengah kini menjadi pusat koleksi (hub) komoditas unggulan daerah. Persoalan mendasar masyarakat Tapanuli Tengah, seperti halnya daerah lain di Kawasan Barat Sumatera Utara secara ekonomi selama ini adalah kemiskinan dan pengangguran. Adapun keterbatasan yang melingkupi persoalan tersebut adalah topografi wilayah Tapanuli Tengah yang berbukit (Bukit Barisan), sumber daya manusia, pengelolaan sumber daya alam, infrastruktur, akses informasi dan arus modal. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah berupaya untuk mengatasi persoalan tersebut dengan percepatan pembangunan dan menaikkan pertumbuhan ekonomi daerah terutama melalui investasi, baik investasi pemerintah maupun swasta dengan konsep pembangunan Tapanuli Growth. Referensi Pranala luar Situs resmi pemerintahan kabupaten Tapanuli Tengah Kabupaten di Sumatera Utara Kabupaten di Indonesia
3997
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tapanuli%20Utara
Kabupaten Tapanuli Utara
Tapanuli Utara (Surat Batak Toba: ) adalah sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Indonesia yang ibu kotanya berada di kecamatan Tarutung. Jumlah penduduk kabupaten Tapanuli Utara per tanggal 30 Juni 2023 sebanyak 323.652 jiwa, dengan kepadatan penduduk 85 jiwa/km² dan kabupaten ini merupakan kawasan yang mayoritas penduduknya adalah etnis Batak Toba. Sebelum dimekarkan, Kabupaten Dairi, Kabupaten Toba (sebelumnya bernama Kabupaten Toba Samosir), dan Kabupaten Humbang Hasundutan adalah bagian dari Tapanuli Utara. Sejarah Masa Pemerintahaan Hindia Belanda Pada masa Hindia Belanda, Kabupaten Tapanuli Utara termasuk Kabupaten Dairi dan Toba Samosir yang sekarang termasuk dalam keresidenan Tapanuli yang dipimpin seorang Residen bangsa Belanda yang berkedudukan di Sibolga. Keresidenan Tapanuli yang dulu disebut Residentie Tapanuli terdiri dari 4 Afdeling (Kabupaten) yaitu Afdeling Batak Landen, Afdeling Padang Sidempuan, Afdeling Sibolga dan Afdeling Nias. Afdeling Batak Landen dipimpin seorang Asisten Residen yang ibu kotanya Tarutung yang terdiri 5 Onder Afdeling (Wilayah) yaitu: Onder Afdeling Silindung (Wilayah Silindung) ibu kotanya Tarutung. Onder Afdeling Hoovlakte Van Toba (Wilayah Humbang) ibu kotanya Siborongborong. Onder Afdeling Toba (Wilayah Toba) ibu kotanya Balige. Onder Afdeling Samosir (Wilayah Samosir) ibu kotanya Pangururan. Onder Afdeling Dairi Landen (Kabupaten Dairi sekarang) ibu kotanya Sidikalang. Tiap-tiap Onder Afdeling mempuyai satu Distrik (Kewedanaan) dipimpin seorang Distrikchoolfd bangsa Indonesia yang disebut Demang dan membawahi beberapa Onder Distrikten (Kecamatan) yang dipimpin oleh seorang Asisten Demang. Menjelang Perang Dunia II, distrik-distrik di seluruh keresidenan Tapanuli dihapuskan dan beberapa Demang yang mengepalai distrik-distrik sebelumnya diperbantukan ke kantor Controleur masing-masing dan disebut namanya Demang Terbeschingking. Dengan penghapusan ini para Asisten Demang yang ada di kantor Demang itu ditetapkan menjadi Asisten Demang di Onder Distrik bersangkutan. Kemudian tiap Onder Distrik membawahi beberapa negeri yang dipimpin oleh seorang kepala Negeri yang disebut Negeri Hoofd. Pada waktu berikutnya diubah dan dilaksanakan pemilihan, tetapi tetap memperhatikan asal usulnya. Negeri-negeri ini terdiri dari beberapa kampung, yang dipimpin seorang kepala kampung yang disebut Kampung Hoafd dan juga diangkat serupa dengan pengangkatan Negeri Hoofd. Negeri dan Kampung Hoofd statusnya bukan pegawai negeri, tetapi pejabat-pejabat yang berdiri sendiri di negeri atau kampungnya. Mereka tidak menerima gaji dari pemerintah tetapi dari upah pungut pajak dan khusus Negeri Hoofd menerima tiap-tiap tahun upah yang disebut Yoarliykse Begroting. Tugas utama Negeri dan Kampung Hoofd ialah memelihara keamanan dan ketertiban, memungut pajak/blasting/rodi dari penduduk Negeri/Kampung masing-masing. Blasting/rodi ditetapkan tiap-tiap tahun oleh Kontraleur sesudah panen padi. Pada waktu pendudukan tentara Jepang Tahun 1942-1945 struktur pemerintahan di Tapanuli Utara hampir tidak berubah, hanya namanya yang berubah seperti: Asistent Resident diganti dengan nama Gunseibu dan menguasai seluruh tanah batak dan disebut Tanah Batak Sityotyo. Demang-demang Terbeschiking menjadi Guntyome memimpin masing-masing wilayah yang disebut Gunyakusyo. Asisten Demang tetap berada di posnya masing-masing dengan nama Huku Guntyo dan kecamatannya diganti dengan nama Huku Gunyakusyo. Negeri dan Kampung Hoofd tetap memimpin Negeri/Kampungnya masing-masing dengan mengubah namanya menjadi Kepala Negeri dan Kepala kampung. Masa Pemerintahan Republik Indonesia Sesudah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah mulailah membentuk struktur pemerintahan baik di pusat dan di daerah. Dengan diangkatnya dr. Ferdinand Lumban Tobing sebagai Residen Tapanuli, disusunlah struktur pemerintahan dalam negeri di Tapanuli khususnya di Tapanuli Utara sebagai berikut: Nama Afdeling Batak Landen diganti menjadi Luhak Tanah batak dan sebagai luhak pertama diangkat Cornelis Sihombing. Nama Budrafdeling diganti menjadi Urung dipimpin Kepala Urung, Para Demang memimpin Onder Afdeling sebagai Kepala Urung. Onder Distrik diganti menjadi Urung kecil dan dipimpin Kepala Urung Kecil yang dulu disebut Asisten Demang. Selanjutnya dalam waktu tidak begitu lama terjadi perubahan, nama Luhak diganti menjadi kabupaten yang dipimpin Bupati, Urung menjadi Wilayah yang dipimpin Demang, serta Urung Kecil menjadi Kecamatan yang dipimpin oleh Asisten Demang. Pada tahun 1946 Kabupaten Tanah Batak terdiri dari 5 (lima) wilayah yaitu Wilayah Silindung, Wilayah Humbang, Wilayah Toba, Wilayah Samosir dan Wilayah Dairi yang masing-masing dipimpin oleh seorang Demang. Kecamatan-kecamatan tetap seperti yang ditinggalkan Jepang. Pada Tahun 1947 terjadi Agresi I oleh Belanda di mana Belanda mulai menduduki daerah Sumatra Timur maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan strategis dan untuk memperkuat pemerintahan dan pertahanan, Kabupaten Tanah Batak dibagi menjadi 4 (empat) kabupaten. Wilayah menjadi kabupaten dan memperbanyak kecamatan. Tahun 1948 terjadi Agresi II oleh Belanda, untuk mempermudah hubungan sipil dan Tentara Republik, maka pejabat-pejabat Pemerintahan Sipil dimiliterkan dengan jabatan Bupati Militer, Wedana Militer dan Camat Militer. Untuk mempercepat hubungan dengan rakyat, kewedanaan dihapuskan dan para camat langsung secara administratif ke Bupati. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia pada pengesahan kedaulatan, pada permulaan tahun 1950 di Tapanuli dibentuk Kabupaten baru yaitu Kabupaten Tapanuli Utara (dulu Kabupaten Batak), Kabupaten Tapanuli Selatan (dulu Kabupaten Padang Sidempuan), Kabupaten Tapanuli Tengah (dulu Kabupaten Sibolga) dan Kabupaten Nias. Dengan terbentuknya kabupaten ini, maka kabupaten-kabupaten yang dibentuk pada tahun 1947 dibubarkan. Di samping itu di setiap kabupaten dibentuk badan legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Sementara yang anggotanya dari anggota partai politik setempat. Mengingat luasnya wilayah Kabupaten Tapanuli Utara meliputi Dairi pada waktu itu, maka untuk meningkatkan daya guna pemerintahan, pada tahun 1956 dibentuk Kabupaten Dairi yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara. Salah satu upaya untuk mempercepat laju pembangunan ditinjau dari aspek pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan stabilitas keamanan adalah dengan jalan pemekaran wilayah. Pada tahun 1998 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal. Kemudian pada tahun 2003 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan kembali menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan sesuai dengan Undang-undang No. 9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Setelah Kabupaten Tapanuli Utara berpisah dengan Kabupaten Humbang Hasundutan, jumlah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara menjadi 15 kecamatan. Kecamatan yang masih tetap dalam Kabupaten Tapanuli Utara yaitu Kecamatan Parmonangan, Kecamatan Adiankoting, Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Tarutung, Kecamatan Siatas Barita, Kecamatan Pahae Jae, Kecamatan Purbatua, Kecamatan Simangumban, Kecamatan Pahae Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Garoga, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Pagaran, Kecamatan Muara. Sebagian perairan Danau Toba dimanfaatkan untuk irigasi, pengembangan perikanan maupun pembangkit tenaga listrik. Keindahan alam dengan panorama, khususnya Pulau Sibandang di kawasan Danau Toba di Kecamatan Muara, dan wisata rohani Salib Kasih. Kekayaan seni budaya asli merupakan potensi daerah dalam upaya mengembangkan kepariwisataan nasional. Potensi lain terdapat berbagai jenis mineral, seperti kaolin, batu gamping, belerang, batu besi, mika, batubara, panas bumi, dan sebagainya. Pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati Tapanuli Utara adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Bupati Tapanuli Utara bertanggungjawab kepada Gubernur provinsi Sumatera Utara. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Tapanuli Utara ialah Nikson Nababan, dengan wakil bupati Sarlandy Hutabarat. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Tapanuli Utara 2018. Nikson merupakan bupati Tapanuli Utara ke-21 setelah kemerdekaan, dilantik pada 23 April 2019 di Kota Medan, dan ini merupakan jabatan periode kedua bagi Nikson sebagai bupati. Dewan Perwakilan Kecamatan Kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari 15 kecamatan, dengan 11 kelurahan dan 241 desa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2019 mencatat bahwa Kecamatan terluas ada di kecamatan Garoga yakni 567,58 km² dan jumlah penduduk terbanyak terdapat di kecamatan Siborongborong dengan jumlah penduduk 47.428 jiwa. Sementara itu, kecamatan yang memiliki kelurahan terbanyak ada di Ibukota kabupaten Tarutung yakni 7 kelurahan dari total 11 kelurahan yang ada. Demografi Suku bangsa Kabupaten Tapanuli Utara merupakan rumah bagi suku Batak Toba. Ini juga mencakup kabupaten yang sudah dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara, yakni Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Tidak ada data resmi besaran jumlah etnis di Tapanuli Utara, namun secara keseluruhan didominasi oleh suku Batak Toba. Selain itu, ada sebagian kecil yang merupakan suku terdekat Batak Toba, yakni Batak Angkola, Batak Simalungun, Batak Karo, Mandailing dan Batak Pakpak. Ada pula sebagian kecil orang Jawa, Minangkabau dan Tionghoa, yang kebanyakan terdapat di Tarutung dan Siborongborong, umumnya sebagai pedagang, atau pelaku usaha makanan. Agama Mayoritas penduduk kabupaten Tapanuli Utara memeluk agama Kristen, sebagian beragama Islam dan sebagian kecil beragama Buddha. Suku asli di kabupaten Tapanuli Utara yakni Batak Toba, umumnya memeluk agama Kristen Protestan dan sebagian memeluk Katolik, Islam dan kepercayaan asli suku Batak yaitu Parmalim. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2021 mencatat bahwa 95,18% penduduk Tapanuli Utara memeluk agama Kristen, dimana 90,43% Protestan dan 4,75% Katolik. Kemudian sebagian lagi beragama Islam yakni 4,76%, yang banyak bermukim di kecamatan Simangumban, kawasan yang berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan yang banyak diantaranya merupakan Batak Angkola atau Mandailing, dan juga di Pahae Jae dan Tarutung. Sebagian kecil memeluk agama Buddha yakni 0,04% dari etnis Tionghoa, umumnya di Tarutung dan Siborongborong dan sebanyak 0,02% masih menganut kepercayaan lama Batak, Parmalim. Salah satu pusat gereja Kristen Protestan terbesar di Indonesia yaitu Huria Kristen Batak Protestan atau HKBP, terletak di kabupaten Tapanuli Utara, tepatnya berada di ibukota kabupaten, Tarutung. HKBP memiliki jumlah jemaat yang cukup banyak dan juga telah tersebar diberbagai provinsi di Indonesia bahkan di beberapa negara luar seperti Singapura, Malaysia, dan Amerika Serikat. HKBP sendiri menjadi organisasi terbesar ketiga di Indonesia setelah Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah. Sarana peribadatan yang ada di Tapanuli Utara, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tapanuli Utara tahun 2021: Bahasa Batak Toba yang merupakan suku asli dan dominan di Tapanuli Utara, memengaruhi pada Bahasa komunikasi yang digunakan dalam kehidupan bermasyarakat. Bahasa Batak Toba adalah Bahasa Utama yang digunakan oleh penduduk Tapanuli Utara, selain dari Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi Indonesia. Sementara di beberapa kawasan yang berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, bahasa Batak Toba dan Bahasa Batak Angkola kerap terjadi percampuran. Hal ini bisa dijumpai di kecamatan Pangaribuan, daerah Pahae, dan kecamatan Garoga. Meski memiliki beberapa kosakata berbeda, pada dasarnya masyarakat Batak Toba dan Angkola bisa saling mengerti bahasa satu dengan yang lainnya. Aksara dasar (ina ni surat) dalam surat Batak merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/. Terdapat 19 aksara dasar yang dimiliki semua varian aksara Batak, sementara beberapa aksara dasar yang hanya digunakan pada varian tertentu. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut: Bentuk-bentuk di atas merupakan bentuk yang digeneralisasi, tidak jarang suatu naskah menggunakan varian bentuk aksara atau tarikan garis yang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan bahasa Batak lainnya, sesuai daerah asal dan media yang digunakan. Aksara i () dan u () hanya digunakan untuk suku kata terbuka, misal pada kata dan ina dan ulu . Untuk suku kata tertutup yang diawali dengan bunyi i atau u, digunakanlah aksara a ( atau ) bersama diaktirik untuk masing-masing vokal, misal pada kata indung dan umpama . Perekonomian Pariwisata Kabupaten Tapanuli Utara memiliki beberapa tempat wisata. Salah satu yang paling terkenal adalah wisata Salib Kasih. Sebagai kawasan yang mayoritas memeluk agama Kristen, kawasan ini sering dijadikan sebagai wisata rohani, baik dari daerah maupun wisatawan mancanegara. Presiden Indonesia Joko Widodo dalam kunjungannya ke Salib Kasih 30 Juli 2019 juga mengapresiasi kawasan ini. Pemerintah pusat turut ambil bagian dalam pengembangan kawasan wisata Salib Kasih bisa ditingkatkan, sebagai upaya meningkatkan pariwisata di kawasan Danau Toba dan sekitarnya. Salib Kasih berada di kecamatan Siatas Barita tidak jauh dari ibukota kabupaten, Tarutung. Selain Salib Kasih, ada pula tempat wisata lainnya yang tepat berada di pinggir Danau Toba, yakni Panatapan Huta Ginjang, yang terletak di Huta Ginjang, kecamatan Muara. Dari tempat ini, wisatawan bisa melihat keindahan dan sekeliling Danau Toba. Masih di kecamatan Muara, ada juga Tugu Toga Aritonang dan tugu Bukit Doa. Ada pula tempat wisata permandian air panas. Tempat permandian Air Soda Sirara, yang disinyalir hanya ada dua tempat wisata seperti ini, yakni di Tarutung, Tapanuli Utara dan satu lagi di Venezuela. Tempat wisata lain yang menjadi tempat wisata di Tapanuli Utara adalah Sopo Partungkoan, yang merupakan gedung kesenian dan kebudayaan Tapanuli Utara. Transportasi Kabupaten Tapanuli Utara memiliki bandara Internasional sebagai sarana pintu masuk menuju tempat wisata di kawasan Danau Toba. Bandar Udara Internasional Silangit menjadi sarana transportasi penting bagi pergerakan ekonomi di Tapanuli Utara. Maskapai seperti Sriwijaya dan Garuda Indonesia telah membuka rute langsung dari Jakarta. Sedangkan tujuan internasional, bandara Silangit juga telah memiliki rute ke Singapura. Selain pesawat udara, transportasi darat juga bisa dijumpai di Tapanuli Utara, berbagai taksi, bus antarkota dan provinsi juga banyak dijumpai disini, dengan tarif yang bervariasi. Pendidikan Setidaknya ada 5 kampus Sekolah Tinggi atau Universitas di kabupaten Tapanuli Utara, yakni Institut Agama Kristen Negeri, Tarutung (IAKN Tarutung), Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli Utara di Siborongborong, Sekolah Pendeta HKBP, Akademi Keperawatan Tarutung Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dan Akademi Kebidanan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. IAKN Tarutung memiliki 5 program studi jenjang Diploma (D3) hingga Pasca Sarjana (S2), meliputi Pendidikan Agama Kristen (PAK), Teologi, Musik Gereja, Pastoral Konseling dan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Sedangkan Universitas Sisingamangaraja XII Siborongborong, memiliki 8 program studi jenjang Sarjana (S1), yakni Program studi Agroteknologi, Ilmu Hukum, Manajemen, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Matematika, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Teknik Industri dan Teknik Sipil. Lihat pula Gereja Suku Batak Toba Daftar marga Suku Batak Referensi Pranala luar Website resmi Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten di Sumatera Utara Kabupaten di Indonesia
3998
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Tebing%20Tinggi
Kota Tebing Tinggi
Tebing Tinggi (abjad Jawi: تبيڠ تيڠڬي) adalah sebuah kota di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota Tebing Tinggi berada ditengah-tengah Kabupaten Serdang Bedagai, dengan luas wilayah 38,44 km² dan pada tahun 2020 memiliki penduduk sebanyak 172.838 jiwa, dengan kepadatan 4.496 jiwa/km². Geografi Menurut Data Badan Informasi dan Komunikasi Sumatera Utara, Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu pemerintahan kota dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Berjarak sekitar 80 km dari Kota Medan (Ibu kota Provinsi Sumatera Utara) serta terletak pada lintas utama Sumatra yang menghubungkan Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatra melalui lintas diagonal pada ruas Jalan Tebing Tinggi, Pematangsiantar, Parapat, Balige dan Siborong-borong. Batas Wilayah Iklim Tebing Tinggi beriklim tropis dataran rendah. Ketinggian 26 – 24 meter di atas permukaan laut dengan topografi mendatar dan bergelombang. Temperatur udara di kota ini cukup panas yaitu berkisar 25°–27 °C. Sebagaimana kota di Sumatera Utara, curah hujan per tahun rata-rata 1.776 mm/tahun dengan kelembaban udara 80%-90%. Hidrologi Di Tebing Tinggi terdapat empat sungai yang mengalir dari barat menuju timur. Keempat sungai tersebut adalah Sungai Padang, Sungai Bahilang, Sungai Kalembah, dan Sungai Sibaran. Daerah sekitar Sungai Padang dan Bahilang merupakan wilayah potensi banjir, yaitu Kelurahan Bandar Utama, Persiakan, Bandar Sono, Mandailing, Bagelan, Rambung, Tambangan, Brohal dan Rantau Laban. Sejarah Datuk Bandar Kajum Damanik Daratan yang terhampar di sepanjang pinggiran Sungai Padang dan Sungai Bahilang itu mulai dihuni sebagai tempat tinggal sekitar tahun 1864. Inilah pernyataan resmi pertama yang dibuat oleh sejumlah tokoh masyarakat Kota Tebing Tinggi pada tahun 1987. Pernyataan ini terdapat dalam makalah berjudul "Kertas Kerja Mengenai Pokok-Pokok Pikiran Sekitar Hari Penetapan Berdirinya Kotamadya Daerah Tingkat II Tebing Tinggi". Makalah ini kemudian dijadikan sebagai Perda yang menetapkan bahwa awal berdirinya Kota Tebing Tinggi adalah 1 Juli 1917. Dalam makalah itu dipaparkan bagaimana perkembangan daerah ini pasca tahun 1864. Dimana dalam tahun berikutnya, berdasarkan penuturan lisan, seorang bangsawan dari wilayah Bandar Simalungun (sekarang masuk wilayah Pagurawan) bernama Datuk Bandar Kajum bersama pengikut setianya menyusuri sungai Padang untuk mencari hunian baru, hingga kemudian mendarat dan bermukim di sekitar aliran sungai besar itu. Pemukiman itu bernama Kampung Tanjung Marulak (sekarang Kelurahan Tanjung Marulak, Rambutan). Sayangnya, kehidupan bangsawan dari Bandar ini tidaklah tenteram, karena dia terus saja diburu oleh tentara Kerajaan Raya. Maka, Datuk Bandar Kajum memindahkan pemukimannya ke suatu lokasi yang persis berada di bibir sungai Padang. Pemukiman itu merupakan sebuah tebing yang tinggi. Dia dan para pengikutnya mendirikan hunian di atas tebing yang tinggi itu sembari memagarinya dengan kayu yang kokoh. Pemukiman Datuk Bandar Kajum inilah yang sekarang berlokasi di Kelurahan Tebing Tinggi Lama, Padang Hilir dan kini menjadi lokasi pemakaman keturunan Datuk Bandar Kajum, kemudian yang diyakini sebagai cikal bakal nama Tebing Tinggi. Pada masa itu, tentara dari Kerajaan Raya suatu kali kembali menyerang Kampung Tebing Tinggi untuk menangkap Datuk Bandar Kajum, tetapi karena tidak berada di tempat, Datuk Bandar Kajum yang bergelar Datuk Punggawa ini selamat. Sedangkan keluarganya, bersama pengikutnya, melarikan diri ke Perkebunan Rambutan yang saat itu dibawah kekuasaan Kolonial Belanda. Dibantu oleh Belanda, Datuk Bandar Kajum pun mengadakan serangan balasan terhadap tentara Kerajaan Raya ini. Dalam peperangan itu, ia bersama pengikutnya berhasil mengalahkan penyerang. Setelah suasana kembali aman, untuk tetap menjaga ketentraman daerah itu, Datuk Bandar Kajum pun mengadakan perjanjian dengan Belanda. Oleh Belanda, daerah kekuasaan Datuk Bandar Kajum ini dilebur menjadi wilayah taklukan Kerajaan Deli. Penandatanganan perjanjian itu, dilakukan Datuk Bandar Kajum dan Belanda di sebuah sampan bernama "Sagur" di sekitar muara sungai Bahilang. Adalah Datuk Idris Hood bersama Adnan Ilyas, Drs. Mulia Sianipar, Amirullah, Kasmiran, Djunjung Siregar, Mangara Sirait, Sjahnan dan O.K.Siradjoel Abidin yang membuat kertas kerja itu dan berusaha menggali sejarah berdirinya Kota Tebing Tinggi. Namun, sebagian besar tokoh ini sudah wafat, sehingga kalangan generasi muda merasa kesulitan untuk melacak akar historis daerah yang bergelar kota lemang itu. Salah satu di antara tokoh itu yang masih hidup adalah Mangara Sirait, mantan anggota DPRD Tebing Tinggi, yang kini bermukim di belakang LP Tebing Tinggi. Pertanyaan yang paling mendasar saat ini adalah, apakah nama daerah hunian dan tempat tinggal di sepanjang aliran sungai Padang dan sungai Bahilang itu sebelum nama "Tebing Tinggi" muncul dalam data sejarah? Kerajaan Padang "Daerah itu bernama Kerajaan Padang," tegas Amiruddin Damanik, warga Desa Kuta Baru, Tebingtinggi, Serdang Bedagai.Jauh sebelum ada kampung Tebing Tinggi, sepanjang aliran sungai Padang dari hulu hingga hilir, daerah itu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Padang. Kerajaan ini dulunya merupakan daerah otonom di bawah Kerajaan Deli yang berpusat di Deli Tua, jelas Amiruddin Damanik yang merupakan mantan penghulu pada masa penghujung berakhirnya kerajaan itu menjelang kemerdekaan Republik Indonesia. Pusat kerajaan ini, lanjut dia, berada di Kampung Bandar Sakti (sekarang Bandar Sakti, Bajenis, Tebing Tinggi) yang merupakan pelabuhan sungai dan menjadi pusat perdagangan Kerajaan Padang dengan kerajaan lain. "Waktu itu sungai merupakan sarana transportasi utama, jadi wajar kalau ibu kota Kerajaan Padang berada di tepian sungai Padang," terang laki-laki yang terlihat masih memiliki ingatan kuat meski fisiknya sudah sepuh. Pusat administrasi Kerajaan Padang berada di sebuah bangunan bergaya arsitektur Eropa yang saat ini menjadi markas Koramil 013, di Jalan K.F.Tandean. Bangunan itulah yang menjadi saksi bisu keberadaan Kerajaan Padang. Sedangkan istana raja, lokasinya tidak berapa jauh dari pusat administrasi kerajaan.“Seingat saya, dulu istana itu masih ada di belakang panglong, bersisian dengan Jalan Dr. Kumpulan Pane dan masih terlihat dari persimpangan Jalan KF Tandean. Tapi sekarang entah ada lagi entah tidak,” tutur Amiruddin Damanik, yang mengaku sudah belasan tahun tidak ke kota (Tebing Tinggi).Historis Kerajaan Padang ini,dapat dilacak juga melalui cerita lisan, bermula dari memerintahnya seorang penguasa bernama Raja Syah Bokar. Bersama raja ini ada beberapa pembantu raja yang dikenal cukup berpengaruh masa itu, mereka adalah Panglima Daud berkedudukan sebagai panglima perang dan Orang Kaya Bakir sebagai bendahara kerajaan. Di bawah pengaruh raja ini, Kerajaan Padang memiliki daerah yang luas terdiri dari puluhan kampung dan dipimpin kepala kampung masing-masing. Tiap-tiap kampung merupakan daerah otonom tetapi tunduk pada kekuasaan Kerajaan Padang. Di sebelah utara, Kerajaan Padang berbatasan dengan perkebunan Rambutan yang dikuasai Belanda. Di sebelah selatan, Kerajaan Padang memiliki kampung-kampung yang menjadi batas wilayahnya dengan Kerajaan Raya, Simalungun. Kampung itu adalah Huta Padang dan Bartong –saat ini berada di Kec.Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagei. Ke arah barat, kerajaan ini mencapai Kampung Pertapaan –sekarang masuk Kec. Dolok Masihul, Sergai. Demikian pula ke arah timur, kerajaan ini memiliki batas hingga ke Bandar Khalifah—sekarang Kec. Bandar Khalifah, Sergai. Kerajaan Padang masa itu dihuni penduduk dari multi etnis, baik etnis lokal maupun dari mancanegara. Hingga kini bukti-bukti multi etnisitas itu terlihat dari penamaan kampung-kampung yang ada di Kota Tebing Tinggi., seperti, Kampung Jawa, Kampung Begelen, Kampung Rao, Kampung Mandailing, Kampung Tempel, Kampung Batak dan Kampung Keling. Penamaan kampung yang terakhir ini berlokasi di pinggiran sungai Padang –saat ini terletak di Kelurahan Tanjung Marulak—menginformasikan bahwa pada masa Kerajaan Padang wilayah itu sudah di huni salah satu suku bangsa dari anak benua India. Bukti arkeologis keberadaan etnis anak benua India itu dengan pernah ditemukannya bangkai sebuah perahu bergaya Hindu mengendap dari kedalaman sungai Padang di Desa Kuta Baru sekira lima tahun lalu. Namun sayang, bangkai kapal itu hancur karena tidak terawat. Demikian pula dengan keberadaan etnis Tionghoa telah ada seiring dengan perkembangan hubungan Kerajaan Padang dengan kerajaan lain. Etnis Tionghoa kala itu, banyak menghuni pinggiran muara sungai Bahilang. Kelompok mereka dipimpin seorang kapitan. “Hingga kini kalau saya tidak salah kediaman kapitan Cina iu masih ada di Jalan Iskandar Muda berhadapan dengan bekas bioskop Metro,” tegas orang tua yang enggan di panggil kakek itu. Di samping kedua etnis ini, orang-orang Belanda juga belakangan menghuni Kerajaan Padang . Ini dibuktikan dengan adanya perkuburan mereka yang disebut Kerkof (kuburan) di Kampung Bagelen –sekarang di Jalan Cemara. Beberapa kampung yang spesifik dari kegiatan penduduk kala itu juga masih terabadikan hingga kini, misalnya Kampung Bicara, Bandar Sono, Kampung Persiakan, Kampung Durian, Kampung Jati, Kampung Sawo, Kampung Kurnia, Kampung Jeruk, Kampung Semut, Kampung Tambangan, Kampung Sigiling dan Kampung Badak Bejuang serta beberapa kampung lainnya. Batas Kerajaan Padang “Sebelum sampai Sipispis, ada satu kampung bernama Bartong, itulah batas wilayah terjauh Kerajaan Padang,” tegas tokoh sepuh itu yang pernah menjadi tahanan politik di awal Orde Baru. Batas itu diperoleh Kerajaan Padang setelah memenangkan pe perangan dengan Kerajaan Raya. “Perang itu bernama perang Lopot-Lopot, artinya perang intip-mengintip,” jelas penutur ini. Asal terjadinya perang, ujar Amiruddin, bermula dari seringnya muncul gangguan yang kadang-kadang berakhir dengan pembunuhan dari orang-orang Kerajaan Raya terhadap masyarakat di sekitar Kampung Bulian. Akibatnya, karena ketakutan, penduduk Kampung Bulian banyak yang mengungsi hingga ke Bandar Sakti. Melihat keadaan ini, pasukan Kerajaan Padang kemudian membuat sebuah jembatan di atas sungai Kelembah. Maksudnya untuk mengontrol siapa saja orang-orang yang keluar-masuk ke ibu kota kerajaan. Ternyata, dibuatnya jembatan itu membuat Kerajaan Raya tidak senang, sehingga mereka selalu saja mengganggu ketentraman warga di Kerajaan Padang. Menghadapi keadaan tidak tenteram itu, Raja Syah Bokar kemudian memerintahkan Panglima Daud untuk mengusir para pengacau itu. Dalam pengusiran itu, Panglima Daud melakukan penaklukan terhadap beberapa kampung lainnya, hingga kemudian panglima Kerajaan Padang ini menghentikan pengejaran di Kampung Bartong. Kampung inilah yang dijadikan batas Kerajaan Padang. Usai peperangan, Kerajaan Padang harus menghadapi suatu masa pancaroba dalam bentuk perebutan kekuasaan. Dalam suatu acara perburuan di Bandar Khalifah, Raja Syah Bokar karena pengkhianatan panglimanya, mati terbunuh. Lalu, sepeninggal sang raja, kekuasaan dikendalikan oleh OK Bakir. Bendaharawan kerajaan ini menjalankan pemerintahan menunggu dua anak Raja Syah Bokar yang bernama Tengku Alamsyah dan Tengku Hasyim menamatkan sekolahnya di Batavia. Dalam catatan penutur, di saat jabatan di pangku OK Bakir inilah Kerajaan Padang kemudian takluk di bawah Kerajaan Deli yang otomatis menjadi taklukan Kolonial Belanda. Sebagai bukti ketundukan terhadap Kerajaan Deli, kerajaan induk ini kemudian mengirim salah seorang petingginya menjadi pemangku raja di Kerajaan Padang. Petinggi Kerajaan Deli itu bernama Tengku Jalal yang kemudian menjabat sebagai raja menanti keturunan raja yang wafat pulang dari tugas belajar. Selesai menamatkan sekolah, kedua keturunan raja ini kemudian kembali ke Kerajaan Padang untuk melanjutkan tampuk kekuasaan. Pemegang tampuk kekuasaan pertama jatuh ke tangan anak tertua yakni Tengku Alamsyah. Baru kemudian diserahkan kepada anak lainnya yakni Tengku Hasyim. Di tangan Tengku Hasyim ini, gejolak menuntut kemerdekaan terhadap Kolonial Belanda menggemuruh. Sehingga akhirnya seluruh wilayah Kerajaan Padang melebur menjadi Tebing Tinggi dengan batas-batas yang ditentukan administrasi Kolonial Belanda. Batas-batas inilah yang hingga kini menjadi patok administrasi Kota Tebing Tinggi. Akan halnya Datuk Bandar Kajum, berdasarkan pada penuturan historis lebih awal ini, diperkirakan sebagai salah seorang pemuka masyarakat di Kerajaan Padang. Dia, mendapatkan kehormatan dari penguasa Kerajaan Padang dengan gelar Datuk Punggawa karena kesertaannya dalam perang menghadapi Kerajaan Raya. Datuk Bandar Kajum pun kemudian diberikan tanah dan wewenang untuk membangun pemukiman yang kemudian disebut Kampung Tebing Tinggi. Lalu, dari pelacakan akar historis Kota Tebing Tinggi pada masa lalu, setidaknya harapan masyarakat Kota Tebing Tinggi untuk melakukan pemekaran wilayah, sebenarnya memiliki momentum historisitas yang bisa jadi memiliki validitas kuat. Jika menggunakan data sejarah di atas—meski merupakan data lisan—sebenarnya wilayah Kota Tebing Tinggi sekarang ini lebih kecil dari wilayah Kerajaan Padang yang berpusat di kota itu. Ada puluhan desa dan kampung di hinterland yang dulunya merupakan wilayah Kerajaan Padang. Namun karena keberadaan wilayah Tebing Tinggi ini hanya didasarkan pada data Kolonial Belanda, keadaannya menjadi riskan. Kota Tebing Tinggi sebagai ibu kota Kerajaan Padang harus kehilangan puluhan kampung yang dulunya merupakan bagian dari Kota Tebing Tinggi masa lalu itu. Penjajahan Kolonial Belanda telah merugikan Tebing Tinggi dalam soal administrasi kewilayahan. Sudah saatnya memang kita menagih kembali daerah Tebing Tinggi yang hilang berdasarkan wilayah Kerajaan Padang. Ayo bung, kita mekarkan Kota Tebing Tinggi berdasarkan data historis itu. Masa Penjajahan Belanda Pada tahun 1887, oleh pemerintah Hindia Belanda, Tebing Tinggi ditetapkan sebagai kota pemerintahan dimana pada tahun tersebut juga dibangun perkebunan besar yang berlokasi di sekitar Kota Tebing Tinggi (hinterland). Pada tahun 1904, menjelang persiapan Tebing Tinggi menjadi kota otonom, didirikan sebuah Badan Pemerintahan yang bernama Plaatselijkke Fonds oleh Cultuur Paad Soematera Timoer. Pada tanggal 23 Juli 1903, pemerintah Hindia Belanda menetapkan daerah Otonom Kota kecil Tebing Tinggi menjadi pemerintahan kota Tebing Tinggi sebagai daerah otonom dengan sistim desentralisasi. Pada tahun 1910, sebelum di laksanakannya Zelf Bestuur Padang (Kerajaan Padang), maka telah dibuat titik "Pole Gruth" yaitu pusat perkembangan kota sebagai jarak ukur antara Kota Tebing Tinggi dengan kota sekitarnya. Patok Pole Gruth tersebut terletak di tengah-tengah Taman Bunga di lokasi Rumah Sakit Umum Herna. Untuk menunjang jalannya roda pemerintahan maka diadakan kutipan-kutipan berupa Cukai Pekan, Iuran penerangan dan lain-lain yang berjalan dengan baik. Pada masa Tebing Tinggi menjadi Kota Otonom maka untuk melaksanakan Pemerintahan, selanjutnya dibentuk Badan Gementeraad Tebing Tinggi, yang beranggotakan 9 orang dengan komposisinya 5 orang Bangsa Eropa, 3 orang Bumiputera, dan 1 orang Bangsa Timur Asing. Hal ini didasarkan kepada Akta Perjanjian Pemerintah Belanda dengan Sultan Deli, bahwa dalam lingkungan Zelfbestuur didudukan orang asing Eropa dan yang dipersamakan dan ditambah dengan orang-orang Timur Asing. Pada masa itu, adanya perbedaan golongan penduduk, menyebabkan adanya perbedaan pengaturan penguasaan tanah. Untuk mengadakan pengutipan-pengutipan yang disebut setoran retribusi dan pajak daerah, diangkatlah pada waktu itu Penghulu Pekan. Tugas Penghulu Pekan ini juga termasuk menyampaikan perintah-perintah atau kewajiban-kewajiban kepada Rakyat kota Tebing Tinggi yang masuk daerah Zelfbestuur. Dalam perkembangan selanjutnya informasi Kota Tebing Tinggi sebagai kota Otonom dapat kita baca dari tulisan J.J.Mendelaar, dalam “NOTA BERTREFENDE DEGEMENTE TEBING TINGGI” yang dibuatnya sekitar bulan Juli 1930. Dalam salah satu bab dari tulisan tersebut dinyatakan bahwa setelah beberapa tahun dalam keadaan vakum mengenai perluasan pelaksanaan Desentralisasi, maka pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Desentralisasiewet berdirilah Gementee Tebing tinggi dengan Stelings Ordanitie Van Statblaad 1917 yang berlaku 1 Juli 1917. Karenanya, tanggal 1 Juli inilah yang menjadi Hari jadi Kota Tebing Tinggi. Masa Pendudukan Jepang Pada masa pendudukan Jepang, pelaksanaan pemerintah di Tebing Tinggi tidak lagi dilaksanakan oleh Dewan Kota yang bernama Gementeeraad. Pemerintah Jepang menggantikannya dengan nama Dewan Gementee Tebing Tinggi. Menjelang Proklamasi (masih pada masa Jepang) pemerintahan kota Tebing Tinggi tidak berjalan dengan baik. Masa Indonesia Merdeka Pada tanggal 20 November 1945, Dewan kota disusun kembali. Dalam formasi keanggotaannya sudah mengalami kemajuan, yang para anggota Dewan Kota terdiri dari pemuka Masyarakat dan Anggota Komite Nasional Daerah. Dewan Kota ini juga tidak berjalan lama, karena pada tanggal 13 Desember 1945, terjadilah pertempuran dengan Militer Jepeng dan sampai sekarang terkenal dengan Peristiwa Berdarah 13 Desember 1945, yang diperingati setiap tahun. Pada tanggal 17 Mei 1946, Gubernur Sumatera Utara menerbitkan suatu keputusan No.103 tentang pembentukan Dewan Kota Tebing Tinggi, yang selanjutnya disempurnakan kembali dengan nama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, walaupun pada waktu itu ketua Dewan dirangkap Bupati Deli Serdang. Ketika Agresi pertama Belanda yang dilancarkan pada tanggal 21 Juli 1947, Dewan Kota Tebing Tinggi dibekukan, demikian pula keadaan pada waktu berdirinya Negara Sumatra Timur, Kota Tebing Tinggi tidak mempunyai Dewan Kota untuk melaksanakan tugas pemerintahan. Pada masa RIS, Dewan kota diadakan berdasarkan peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1950. Tetapi dalam proses pelaksanaannya, panitia pemilihan belum sempat menjalankan tugasnya, Peraturan Pemerintah No. 39 tersebut telah dibatalkan. Menurut undang-undang No.1 tahun 1957, pemerintah di daerah ini menganut asas Otonomi daerah yang seluasnya. Walaupun dalam undang-undang tersebut ditetapkan bahwa daerah ini berhak mempunyai DPRD yang diambil dari hasil Pemilihan Umum 1955, tetapi berdasarkan undang-undang darurat 1956 DPRD PERALIHAN kota Tebing Tinggi hanya mempunyai 10 (Sepuluh) orang anggota. Setelah keluarnya Undang-Undang No. 5 tahun 1974, tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, pelaksanaan pemerintahan di Kota Tebing Tinggi sudah relatif lebih baik dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Tetapi, walaupun sudah memiliki perangkat yang cukup baik, namun karena terbatasnya kemampuan daerah dalam mendukung pengadaan dalam berbagai fasilitas yang di butuhkan, roda pemerintahan di daerah ternyata masih banyak mengalami hambatan. Pada tahun 1980 Presiden Republik Indonesia telah mengganugerakan tanda kehormatan "PARASAMYA PURNA KARYA NUGRAHA" kepada Kotamadya Dati II Tebing Tinggi sebagai penghargaan tertinggi atas hasil kerjanya dalam melaksanakan pembangunan Lima Tahun Kedua, sehingga dinilai telah memberikan kemampuan bagi pembangunan, demi kemajuan Negara Indonesia pada umumnya daerah khususnya. Peristiwa penting Kerusuhan Mei 1998 Saat lahirnya Reformasi Indonesia pada Mei 1998, Kota Tebing Tinggi juga tak luput dari kerusuhan terhadap etnis Tionghoa. Masyarakat yang saat itu tercekik ekonominya karena harga yang membubung tinggi, beramai-ramai melakukan penjarahan toko-toko milik etnis Tionghoa. Pertokoan Jalan Suprapto dan KH Dahlan tak luput dari penjarahan. Beberapa kilang padi milik etnis Tionghoa juga dijarah. Dampaknya seluruh pertokoan di seluruh kota tutup, bahkan selama tiga tahun sejak penjarahan, kota Tebing Tinggi sepertinya lumpuh pada malam hari karena tidak adanya toko yang berani buka pada malam hari. Banjir Besar 2001 Akhir Tahun 2001, banjir besar melanda hampir seluruh pesisir timur Sumatera Utara. Tebing Tinggi juga tidak luput dari bencana besar ini. Dua sungai besar yang membelah kota ini, yakni Sungai Padang dan Sungai Bahilang meluap. Selama tiga hari air merendam yang ada, ditambah dengan lumpuhnya aktivitas masyarakat kota. Beberapa kendaraan antar kota dari dan menuju Kota Medan terjebak banjir dan terpaksa menginap di jalanan kota Tebing Tinggi. Tidak ada korban jiwa dalam banjir ini, namun kerugian materi yang ada, tidak bisa terelakan. Pemerintahan Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Kecamatan Penduduk Penduduk asli di kota ini adalah suku Melayu. Kota Tebing Tinggi salah satu kota yang sangat beragam berdasarkan suku dan agama di Indonesia. Empat suku yang mendominasi ialah suku Melayu, Batak, Jawa dan Tionghoa. Dan beberapa suku lainnya juga ada di kota ini, termasuk suku Minangkabau, Nias dan Aceh. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kota Tebing Tinggi tahun 2021 mencata bahwa mayoritas penduduk kota Tebing Tinggi menganut agama Islam yakni 80,08%, kemudian Kristen 13,37% dimana Protestan sebanyak 12,12% dan Katolik 1,25%. Penganut agama Buddha sebanyak 6,39%, Hindu 0,13 % dan Konghucu 0,03%. Kesehatan Pendidikan Tebing Tinggi Memiliki beberapa Fasilitas Pendidikan Swasta maupun Negeri. Beberapa sekolah Swasta yakni Yayasan Perguruan F. Tandean, Yayasan Nasional Budi Dharma, Yayasan Perguruan Kristen Ostrom Methodist, Yayasan Perguruan Methodist-1, Perg.Nasional Ir.H.Djuanda, Taman Siswa, RA Kartini, Yayasan STM YPD, Perg.Nasional Diponegoro dan masih banyak lagi yang tersebar Di Kota Tebing Tinggi. Tebing Tinggi juga memiliki 10 Sekolah Lanjutan Pertama Negeri. Antara lain SMP Negeri 1, SMP Negeri 2, SMP Negeri 3 dan Masih Banyak lagi. Tebing Tinggi juga memiliki 4 Sekolah Lanjutan atas Negeri, dan 4 Sekolah Menengah Kejuruan. Diantaranya SMA N 1, SMA N 2, SMA N 3 dan SMA N 4. SMK N 1, SMK N 2, SMK N 3, dan SMK N 4. Kantor Pemerintahan Untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tebing Tinggi berada Di jalan Gereja No.10 Dan Bersebelahan dengan RS Umum Herna serta didepan Sekolah Swasta Ostrom Methodist.Dan sejak Agustus 2014 Kantor Dinas Pendidikan dipindah ke Jalan K.L.Yos Sudarso di samping SMAN1 dan SMAN3 atau di simpang beo. Makanan khas Lemang Makanan dari kota Tebing Tinggi adalah Lemang. Lemang merupakan makanan dari beras ketan yang dimasak dalam seruas bambu, setelah sebelumnya digulung dengan selembar daun pisang. Gulungan daun bambu berisi tepung beras bercampur santan kelapa ini kemudian dimasukkan ke dalam seruas bambu lalu dibakar sampai matang di atas tungku panjang. Lemang lebih nikmat disantap hangat-hangat, dengan campuran selai bahkan durian. Pusat penjualan lemang di Tebing Tinggi adalah di seruas jalan bernama Jalan KH Dahlan berseberangan dengan Masjid Raya Tebing Tinggi, masyarakat lebih mengenalnya sebagai Jalan Tjong A fie. Lemang yang paling terkenal adalah Lemang Batok. Lemang produksi kota Tebing Tinggi sangat terkenal lezat dan lemak. Karena kelezatannya itulah kota Tebing Tinggi juga dijuluki sebagai Kota Lemang. Kue Kacang Sejak sekitar tahun 2005 di Tebing Tinggi muncul makanan baru, yakni Kue Kacang (di kota lain disebut Bakpia). Kue kacang yang terkenal adalah kue kacang bermerek Rajawali, Beo dan Garuda. Kue kacang banyak dijual di terminal Pajak (Pasar) Mini Tebing Tinggi. Karena kelezatannya dan harga yang ekonomis, Kue Kacang mulai menjadi ikon baru kuliner Tebing Tinggi selain Lemang. Halua Halua merupakan manisan khas melayu. Halua bisa terbuat dari Buah Pepaya yang ditebuk atau dibuat anyaman yang disebut Buku Bemban, Pucuk Pohon Pepaya, Buah Paria, cabai, Meregat, Gelugur dan berbagai bahan lainnya. Meskipun tidak menjadi produksi bisnis, Halua akan tetap ada dalam upacara adat maupun lebaran. Prestasi Tebing Tinggi Juga pernah meraih beberapa Prestasi Domestik maupun Internasional oleh beberapa Pelajar Kota Tebing Tinggi. di antaranya Tahun 2010 Salah satu Pelajar SD Sw Ostrom Methodist Pernah menjuarai Lomba Sempoa Tingkat Asia Tenggara yakni Natalia Miralda Sembiring. Lalu Salah satu pelajar Dari SMP Negeri 1 yang pernah mendapatkan mendali perunggu Olimpiade tingkat Nasional. Dan dari segi statistik Nilai Ujian Nasional, Tebing Tinggi pernah Juga mencatatkan sebagai Kota dengan Nilai UN tertinggi ke-3 di Sumatera Utara. Serta salah satu Pelajar Tingkat SD Sw Ostrom Methodist atas nama Jesica Disriena Nababan Meraih Nilai UN Tertinggi Ke-3 se-Sumatera Utara. Tokoh lahir di Tebing Tinggi Sarwata Takdir Rahmadi Tino Sidin Kaharuddin Syah Mardiono Anton Medan Saut Situmorang Referensi Pranala luar Situs Web Resmi Pemerintah Kota Tebing Tinggi Website Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kota Tebing Tinggi Potensi Kota Tebing Tinggi Tebing Tinggi Tebing Tinggi
3999
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Bengkulu
Kota Bengkulu
Kota Bengkulu (; Rejang: ꥏꤷꥍꤰꥈꤾꥈ, abjad Jawi: كوتا بڠكولو) adalah ibu kota Provinsi Bengkulu, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar kedua di pantai barat Pulau Sumatra, setelah Kota Padang. Sebelumnya kawasan ini suatu kesatuan dengan Kesultanan Palembang Darussalam, Kemudian dikuasai Inggris sebelum diserahkan kepada Belanda. Kota ini juga menjadi tempat pengasingan Bung Karno dalam kurun tahun 1939–1942 pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan menjadi kota kelahiran salah satu istrinya, Fatmawati. Kota Bengkulu memiliki luas wilayah sebesar 152,00 km² dengan jumlah penduduk pada tahun 2020 sebesar 371.828 jiwa yang terdiri atas 187.655 orang laki-laki dan 184.173 orang perempuan. Kota Bengkulu Berbatasan dengan Kabupaten Seluma di Selatan, Samudra Hindia di Barat dan Kabupaten Bengkulu Tengah di Utara dan Timur. Geografi Kota Bengkulu terletak di kawasan pesisir yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Kota ini memiliki luas wilayah 144,52 km² dengan ketinggian rata-rata kurang dari 500 meter. Sebagai daerah yang berada di pesisiran, Kota Bengkulu tidak memiliki wilayah yang berjarak lebih dari 30 km dari pesisir pantai. Kota ini dilayani oleh Pelabuhan Pulau Baai yang merupakan pelabuhan samudera satu-satunya di Provinsi Bengkulu. Selain wilayah yang berada di daratan Sumatra, Kota Bengkulu juga membawahi sebuah pulau kecil yang bernama Pulau Tikus. Sejarah Pada awal abad ke-17, daerah Bengkulu berada di bawah penguasa dari Minangkabau. Kedatangan orang Eropa ke kepulauan Indonesia disebabkan oleh keinginan memperoleh langsung rempah-rempah dari sumbernya. Di sejumlah negara Eropa didirikan maskapai yang tujuannya adalah mencari rempah-rempah dan menjualnya di pasar Eropa. Orang Belanda mendirikan VOC atau Verenigde Oost Indië Compagnie atau "maskapai serikat untuk Hindia Timur". Orang Inggris mendirikan East India Company atau "maskapai untuk Hindia Timur". Salah satu rempah-rempah yang dicari adalah lada. Salah satu daerah di mana lada tumbuh adalah bagian selatan pulau Sumatra. Tahun 1633 VOC mendirikan pos perdagangan di Bengkulu. Kemudian VOC mengusir Inggris dari Banten. Ini memaksa East India Company, yang tetap ingin terlibat dalam perdagangan lada, mendirikan tahun 1685 suatu pos di Bengkulu, "Bencoolen" dalam bahasa Inggris, dengan tujuan mencari lada. Untuk melindungi pos ini, Inggris mengirim pasukan kecil. Untuk menampung pasukan tersebut dibangun suatu benteng, Fort Marlborough. Inggris menduduki Bengkulu selama 140 tahun. Dalam masa ini ratusan prajurit Inggris meninggal karena kolera, malaria dan disenteri. Kehidupan di Bengkulu sangat susah bagi orang Inggris, dibandingkan dengan India. Saat itu perjalanan pelayaran dari Inggris ke Bengkulu memakan waktu 8 bulan. Pertentangan muncul antara penguasa di London dan India di satu pihak, dan mereka yang ingin mempertahankan pendudukan Inggris di Sumatra untuk melanjutkan perdagangan lada. Di samping Fort Marlborough, Company juga membangun Fort York di Bengkulu dan Fort Anne di Mukomuko. Terjadi juga bentrokan dengan penduduk setempat. Tahun 1719 Inggris dipaksa meninggalkan Bengkulu. Inggris kemudian kembali. Namun tahun 1760 Fort Marlborough menyerah kepada pasukan yang dikirim Prancis. Tahun 1807 resident Inggris Thomas Parr dibunuh. Parr diganti Thomas Stamford Raffles, yang berusaha menjalin hubungan yang damai antara pihak Inggris dan penguasa setempat. Di bawah perjanjian Inggris-Belanda yang ditandatangani tahun 1824, Inggris menyerahkan Bengkulu ke Belanda, dan Belanda menyerahkan Melaka ke Inggris. Namun, Belanda baru sungguh-sungguh mendirikan administrasi kolonialnya di Bengkulu tahun 1868. Karena produksi rempah-rempah sudah lama menurun, Belanda berusaha membangkitkannya kembali. Ekonomi Bengkulu membaik dan kota Bengkulu berkembang. Tahun 1878 Belanda menjadikan Bengkulu residentie terpisah dari Sumatera Selatan. Berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956, Bengkulu merupakan salah satu Kota Kecil dengan luas 17,6 km² dalam provinsi Sumatera Selatan. Penyebutan Kota Kecil ini kemudian berubah menjadi Kotamadya berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintah daerah. Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang pembentukan Provinsi Bengkulu, Kotamadya Bengkulu sekaligus menjadi ibu kota bagi provinsi tersebut. Namun UU tersebut baru mulai berlaku sejak tanggal 1 Juni 1968 setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bengkulu Nomor 821.27-039 tanggal 22 Januari 1981, Kotamadya Daerah Tingkat II Bengkulu selanjutnya dibagi dalam 2 wilayah setingkat kecamatan yaitu Kecamatan Teluk Segara dan Kecamatan Gading Cempaka. Dengan ditetapkannya Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bengkulu Nomor 440 dan 444 Tahun 1981 serta dikuatkan dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bengkulu Nomor 141 Tahun 1982 tanggal 1 Oktober 1982, penyebutan wilayah Kedatukan dihapus dan Kepemangkuan menjadi kelurahan. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1982, wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bengkulu terdiri atas 2 Wilayah Kecamatan Definitif dengan Kecamatan Teluk Segara membawahi 17 Kelurahan dan Kecamatan Gading Cempaka membawahi 21 kelurahan. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1986, luas wilayah Kotamadya Bengkulu bertambah menjadi 144,52 km² dan terdiri atas 4 wilayah kecamatan, 38 kelurahan serta 17 desa. Pemerintahan Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Kecamatan Pariwisata Pada kota ini terdapat beberapa bangunan dan benteng peninggalan Inggris, diantaranya Fort Marlborough yang didirikan tahun 1713 pada Pantai Panjang, Monumen Hamilton dan Monumen Parr pada kawasan pusat kota, Objek wisata Rumah Pengasingan Bung Karno terletak di jalan Soekarno-Hatta. Dan Masjid Jamik yang didesain oleh Ir. Soekarno. Kota Bengkulu juga memiliki sejumlah andalan tempat wisata lain seperti, Kampung China, Pantai Tapak Paderi, Pantai Jakat, Danau Dendam Tak Sudah dan wisata Pelabuhan Pulau Baai . Tak cuma itu, sejumlah potensi kuliner Kota Bengkulu juga menarik. Beberapa diantaranya seperti Pendap, Lempuk Durian, Pondok Durian Bengkulu, Bai Tat, dan lain sebagainya. Salah satu yang bisa menjadi rujukan untuk berbelanja oleh-oleh, para pelancong bisa mendatangi daerah Anggut Kota Bengkulu. Kawasan ini sudah ditetapkan pemerintah lokal menjadi sentra khas oleh-oleh. Pendidikan Universitas Bengkulu (UNIB) merupakan salah satu perguruan tinggi yang terdapat di kota Bengkulu. Universitas ini memiliki kawasan dengan luas 1.707.409 ha pada 8 lokasi yang berbeda. Perhubungan Bandar Udara Fatmawati Soekarno merupakan Bandar Udara (bandara) di kota Bengkulu yang sebelumnya bernama Bandara Padang Kemiling, sedangkan untuk melayani transportasi laut di kota ini digunakan pelabuhan Pulau Baai atau disebut juga pelabuhan Bengkulu yang selesai dibangun pada tahun 1984, sebelumnya kawasan ini merupakan suatu lagun atau kolam yang terbentuk oleh lidah pasir yang membujur dari arah selatan ke utara. Kependudukan Jumlah Penduduk Kota Bengkulu hasil Sensus Penduduk 2010 Berjumlah 308.544 jiwa yang terdiri atas 155.288 jiwa laki-laki dan 153.256 jiwa perempuan dengan angka Seks Rasio sebesar 101. Penduduk Kota Bengkulu masih bertumpu di Kecamatan Gading Cempaka yang memiliki jumlah penduduk 78.767 jiwa (25.53% Dari Populasi Kota Bengkulu) dan Kecamatan Sungai Serut memiliki jumlah penduduk terkecil di Kota Bengkulu dengan jumlah penduduk 21.981 jiwa (7.12% Dari Populasi Kota Bengkulu). Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Bengkulu (LPP) Kota Bengkulu dari tahun 2000-2010 tercatat sebesar 2,90 persen. Dengan Luas wilayah Kota Bengkulu 144,52 km² yang dihuni 308.544 orang maka kepadatannya adalah 2.135 orang per kilometer persegi. Masyarakat Kota Bengkulu hampir 95% memeluk Agama Islam, 4% Kristen dan Katolik, Dan Agama yang lainnya hanya 1 persen. Kesehatan Media Surat kabar Pedoman Bengkulu Rakyat Bengkulu Bengkulu Ekspress Radar Bengkulu Buliran Bengkulu Radio 87,7 MHz–Dehasen FM 90,1 MHz–Najamuddin FM 90,9 MHz–RRI Pro 3 91,7 MHz–RRI Pro 4 92,5 MHz–RRI Pro 1 96 MHz–Suara Bengkulu 96,8 MHz–Sehati FM 97,6 MHz–Elfaz FM 99,2 MHz–Swara Unib FM 101,1 MHz–Shinta FM 101,9 MHz–Lesitta FM 102,7 MHz–Trans FM 103,5 MHz–Radio Santana 104,3 MHz–Jazirah FM 105,1 MHz–RRI Pro 2 105,9 MHz–Flamboyan FM 107,7 MHz–Agroviice FM Televisi Kota kembar Blitar, Jawa Timur, Indonesia Gorontalo, Indonesia – Boise, Idaho, Amerika Serikat Zamboanga City, Filipina Lihat pula Danau Dendam Tak Sudah Bengkulu Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemerintah Kota Bengkulu Bengkulu, Kota Bengkulu Bengkulu
4000
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Bengkulu%20Utara
Kabupaten Bengkulu Utara
Bengkulu Utara adalah sebuah kabupaten di provinsi Bengkulu, Indonesia. Kabupaten yang terletak di kawasan pesisir Pantai Barat Sumatra dengan ibu kotanya Arga Makmur. Kota Arga Makmur berjarak sekitar 60 km dari Kota Bengkulu. Sebelum dimekarkan, kabupaten Bengkulu Utara memiliki luas 9.585,24 km², di mana wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kabupaten Mukomuko masih menjadi wilayah kabupaten ini. Setelah dimekarkan, Bengkulu Utara memiliki luas wilayah 4.424,60 km². Pada tahun 2020, penduduk kabupaten ini berjumlah 296.523 jiwa, dengan kepadatan 67 jiwa/km². Sejarah Pada saat Bengkulu masih bersama ke Provinsi Sumatera Selatan, UU Darurat No.4 Tahun 1956 menyatakan Bengkulu Utara sebagai kabupaten dalam Provinsi Sumatera Selatan dengan ibu kota di Kotamadya Bengkulu. Saat pemekaran Provinsi Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Utara merupakan bagian dari Provinsi Bengkulu melalui UU No. 09 Tahun 1967 (UU Pembentukan Provinsi Bengkulu). Setelah perpindahan ibu kota dari Kota Bengkulu, sejak tahun 1976 ibu kota Kabupaten Bengkulu Utara pindah dari Kota Bengkulu ke Kota Arga Makmur (melalui PP No. 23 Tahun 1976). Pemekaran Kabupaten Bengkulu Utara berdasarkan UU. Nomor 23 Tahun 2003, Kabupaten Bengkulu Utara mekar menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko. Geografi Koordinat geografis Bengkulu Utara di posisi 2015 – 4o LS dan 1020 32 -1020 8 BT dengan luas wilayah 4.424,60 km2. Garis pantai yang dimiliki Kabupaten Bengkulu Utara dengan panjang 262,63 km yang mempunyai potensi sumber daya pesisir, pantai, dan laut baik hayati maupun nonhayati yang cukup besar berpeluang untuk dapat dikembangkan dan dikelola sebagai sumber pertumbuhan ekonomi daerah. Kondisi tanah di Kabupaten Bengkulu Utara terdiri dari Latasol: 29.01 %, Asosiasi Latosol dan PMK: 1,42%, Asosiasi MPK dan Lotosol: 25,36%, Pedsolik Merah Kuning: 1,16%, aluvial:3,15%, Organosol dan lain-lain: 39,90%. Dari sisi hidrologis, Kabupaten Bengkulu Utara memiliki Banyak sungai yang verhulu di sisi timur bukit barisan dan mengalir ke Samudra Indonesia. Di antarasungai-sungai yang ada beberapa sungai yang dapat dilayari oleh kapal dengan bobot mati 25 ton. Kondisi geografisnya sebagian besar merupakan dataran dengan ketinggian dibawah 150 m dpl terdapat di bagian barat membujur searah pantai dari selatan ke utara, sedangkan di bagian timur topografinya berbukit-bukit dengan ketinggian 541 m dpl. Kabupaten Bengkulu Utara, berbatasan dengan: Batas Wilayah Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Masyarakat Bengkulu Utara dari segi bahasanya dibedakan atas beberapa golongan yaitu Suku Rejang, Suku Pekal, Suku Enggano dan suku pendatang (Jawa, Minang, Sunda, Bali, Madura dan Batak). Masyarakat suku Rejang merupakan suku dengan populasi terbesar di Kabupaten Bengkulu Utara. Masyarakat suku Rejang terdiri atas dua dialek, yaitu Rejang daratan yang bahasannya sama dengan masyarakat suku Rejang di Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Bengkulu Tengah, dan Kabupaten Lebong. Mereka pada umumnya mendiami wilayah kecamatan yang berbatasan dengan ketiga daerah tersebut. Dialek lainnya adalah suku Rejang pesisir yang mendiami daerah di pesisir, yaitu Kecamatan Kerkap, Kecamatan Lais, Kecamatan Batik Nau, Kecamatan Air Napal, Kecamatan Air Besi, dan sekitarnya. Suku terbesar kedua adalah suku Jawa, mereka mendiami daerah bekas transmigrasi yang banyak tersebar di setiap kecamatan. Selain itu, ada suku Enggano yang mendiami di pulau Enggano. Suku Pekal adalah masyarakat yang mendiami di Kecamatan Ketahun, Kecamatan Putri Hijau, dan Kecamatan Napal Putih. Penduduk Berdasarkan sensus penduduk 2010, Kabupaten Bengkulu Utara berpenduduk 257.675 jiwa yang terdiri atas 132.583 laki-laki dan 125.092 perempuan. Dengan luas wilayah 4.424,60 km², maka rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Bengkulu Utara sekitar 58,23 per km². Pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2010 sekitar 3,54 persen per tahun. Itu merupakan pertumbuhan penduduk terbesar di kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu. Kepadatan penduduk terbesar berada di Kecamatan Arga Makmur dengan jumlah sekitar 474,57 jiwa/km². Kepadatan penduduk terkecil berada di Kecamatan Enggano dengan populasi 6,71 jiwa/km². Catatan: Kecamatan Tanjung Agung Palik, Armajaya, Hulu Palik, Ulok Kupai, dan Air Padang belum ada pada saat sensus dilakukan. Ekonomi Perkebunan Perkebunan kelapa sawit merupakan areal perkebunan yang sangat luas di Kabupaten Bengkulu Utara dan sangat diminati oleh para investor dan masyarakat pada umunya. Pola pembinaan perkebunan di Kabupaten Bengkulu Utara yang menjadikan kemitraan sebagai basis utamanya adalah: Pola PIR (perkebunan inti rakyat), dikenal dengan adanya plasma (milik masyarakat) dan inti (milik perusahaan). Pola PBS (perkebunan besar swasta), dilakukan oleh PBSN maupun PMA. Pola UPT (unit pelaksana teknis), dilakukan pembinaan secara menyeluruh hingga kelembagaan petani. Pola parsial/swadaya. Sebelum pemekaran daerah Mukomuko dan Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara adalah penghasil minyak sawit terbesar di provinsi Bengkulu dengan pabrik pengolahan kelapa sawit terbanyak. Setelah pemekaran, pabrik pengolah kelapa sawit di kabupaten ini ada empat, yaitu: PT Agricinal PT Puding Mas PT Alno PT Sandabi Perkebunan karet merupakan unggulan kedua yang diminati oleh para investor dan masyarakat. Di Kabupaten Bengkulu Utara hanya ada satu pabrik pengolahan Karet, yaitu PT Pamorganda di Kecamatan Putri Hijau. Perikanan Kabupaten Bengkulu Utara mempunyai wilayah laut dengan panjang pantai 262,63 km, 40 desa pesisir, dan 2.436 orang nelayan dengan potensi perikanan laut sekitar 13.060,30 ton. Kabupaten yang mempunyai satu pulau besar dan beberapa pulau kecil dengan sumberdaya hayati seperti ikan, udang, moluska, kepiting, rumput laut, hutan bakau, karang, padang lamun, penyu, dan biota lainnya. Selain potensial di bidang perikanan hasil laut, Kabupaten Bengkulu Utara juga terkenal sebagai pengahasil perikanan air tawar terbesar di provinsi Bengkulu. 40 % total produksi ikan air tawar provinsi Bengkulu adalah dari Bengkulu Utara. Sentra perikanan air tawar di Bengkulu Utara adalah di Kecamatan Padang Jaya dan telah ditetapkan sebagi Mina Politan perikanan air tawar. Usaha budidaya perikanan air tawar di Kabupaten Bengkulu Utara didukung oleh Balai Benih Ikan pemerintah daerah, Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) di Marga Sakti, dan Kolam Air Deras di desa Pagar Ruyung. Jumlah Balai Benih Ikan dan Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT), dan Kolam Air Deras (KAD) di Kabupaten Bengkulu Utara adalah sebagai berikut: Pertambangan Pertambangan yang terdapat di Kabupaten Bengkulu Utara di antaranya adalah batu bara. Produksi batu bara pada tahun 2004 mencapai 205.541,56 ton. Kabupaten Bengkulu Utara merupakan daerah penghasil batu bara terbesar di pProvinsi Bengkulu. Beberapa perusahaan tambang batu bara yang masih melakukan eksploitasi di Kabupaten Bengkulu Utara adalah sebagai berikut: PT Rekasindo Guriang, lokasi Penambangan di Kecamatan Putri Hijau. Perusahaan ini juga mempunyai pelabuhan khusus batu bara yang berlokasi di Pasar Sebelat. PT Injatama, lokasi penambangan di desa Tanjung Dalam. Perusahaan ini juga mempunyai pelabuhan khusus batu bara di desa Pasar Ketahun. PT Bara Adhipratama, lokasi penambangan di desa Bukit Harapan, Napal Putih, Bengkulu Utara. Penambangan emas dan perak beroperasi sampai bulan April 1995, dan perusahan pertambangan tidak lagi berproduksi. Lokasi penambangan tersebut berlokasi di Lebong Tandai. Setelah ditinggal oleh CV Firman Ketahun, selanjutnya dikelola oleh masyarakat secara tradisional. Aset peninggalan perusahaan penambangan yang berupa jalan lori, masih ada dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai alat transportasi Lebong Tandai. Pariwisata Bengkulu Utara memiliki banyak tempat wisata alam dan budaya, di antaranya Tapak Balai di Palik, Batu Layang, Pantai Kota Agung, Pantai Urai, Pantai Putri Hijau, Makam Panglima Ratu Samban, Sawah Kemumu, Air terjun Curug 9, Air terjun Air Bagus, Air Terjun Batu Roto, Sungai Lorong Watu, Bendungan Dam Air Lais, dan Palak Siring yang merupakan salah satu habitat bunga Rafflesia, Air terjun Kencing Kudo KTM Lagita komplek KTM Lagita, Sungai Gunung Selan, Desa Tambak Rejo daerah budidaya ikan, rest Area D6 Ketahun, Pulau dua Enggano, alun-alun Rajo Malim Paduko, hutan sirkuit Abu Zahar, Sungai Senali, Tugu Amanah, Bundaran Arga Makmur, Dan Air Lais, Pantai Serangai, air terjun Alas Bangun Desa Tanjung Dalam, Pantai Air Sabu Ketahun, air terjun Kokoi, Sungai Taba Tembilang, Danau Gedang, pantai Lais, pulau Mega Putri Hijau. Objek wisata lainnya yang tak kalah menarik adalah Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat di Kecamatan Putri Hijau. Surat Kabar Harian dan Media Online di Kabupaten Bengkulu Utara: Surat Kabar Harian Radar Utara dan www.radarutara.id Media Online: Pedomanbengkulu.com Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemerintah Daerah Bengkulu Utara Situs web resmi BPBD Bengkulu Utara Situs web resmi Direktorat Pengembangan Potensi Daerah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bappeda Pemerintah Daerah Bengkulu Utara Bengkulu Utara Bengkulu Utara
4001
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Bengkulu%20Selatan
Kabupaten Bengkulu Selatan
Bengkulu Selatan adalah sebuah kabupaten di Provinsi Bengkulu, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kota Manna. Kabupaten Bengkulu Selatan berdiri berdasarkan Keputusan Gubernur Militer Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan pada tanggal 8 Maret 1949 Nomor GB/27/1949 tentang pengangkatan Baksir sebagai Bupati Bengkulu Selatan (sebelumnya bernama kabupaten Manna Kaur 1945–1948 dan kabupaten Seluma Manna Kaur 1948–1949). Pada perkembangan selanjutnya dikuatkan dengan Surat Keputusan Presiden RI tanggal 14 November 1956 dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1956 (Tambahan Lembaran Negara 109). Berdasarkan kesepakatan masyarakat tanggal 7 Juni 2005, dikuatkan oleh Perda No. 20 tanggal 31 Desember 2005 dan diundangkan dalam Lembaran Daerah No. 13 Tanggal 2 Januari 2006 Seri C maka tanggal 8 Maret ditetapkan sebagai hari jadi kabupaten Bengkulu Selatan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2003 kabupaten Bengkulu Selatan mengalami pemekaran wilayah menjadi kabupaten Kaur, kabupaten Seluma, dan Bengkulu Selatan. Bahasa daerah di kabupaten Bengkulu Selatan adalah bahasa Melayu Tengah yang terdiri dari dua dialek yaitu dialek Besemah yang banyak dipakai dari muara sungai Kedurang sampai dengan perbatasan kabupaten Kaur, sedangkan dialek Serawai mayoritas digunakan di kabupaten ini. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Penduduk Pada hasil sensus 2015, penduduk kabupaten Bengkulu Selatan berjumlah 152.194 jiwa. Sementara pada tahun 2021, jumlah penduduk Bengkulu Selatan berjumlah 166.249 jiwa, dengan kepadatan 140 jiwa/km². Lihat juga Pengadilan Agama Manna Referensi Pranala luar Bengkulu Selatan Bengkulu Selatan
4002
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Rejang%20Lebong
Kabupaten Rejang Lebong
Rejang Lebong adalah kabupaten di provinsi Bengkulu, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.515,76 km² dan populasi sekitar 257.498 jiwa (2016). Ibu kotanya adalah Kecamatan Curup Kota yang berada pada ketinggian 600-700 mdpl. Kabupaten ini terletak di luak Ulu Musi, sebuah lembah di tengah rangkaian Bukit Barisan dan berjarak 85 km dari Kota Bengkulu yang merupakan ibu kota provinsi. Penduduk asli terdiri dari 2 suku utama yaitu suku Rejang dan Melayu. Suku Rejang mendiami tanah atas yaitu kecamatan Curup, Curup Utara, Curup Timur, Curup Selatan, Curup Tengah, Bermani Ulu, Bermani Ulu Raya, dan sebagian Selupu Rejang. Suku Lembak mendiami tanah bawah yaitu kecamatan Kota Padang, Padang Ulak Tanding, Binduriang, Sindang Dataran, Sindang Beliti Ulu, Sindang Beliti Ilir, dan Sindang Kelingi. Geografis Batas Wilayah Batas-batas wilayah Kabupaten Rejang Lebong. Berikut ini adalah perbatasannya dengan kabupaten lainnya: Letak Koordinat Kabupaten Rejang Lebong dengan terletak pada posisi 102°19'-102°57' Bujur Timur dan 2°22'07''- 3°31' Lintang Selatan. Topografi Secara topografi, Kabupaten Rejang Lebong merupakan daerah yang berbukit-bukit, terletak pada dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian 100 hingga 1000 m dpl. Secara umum kondisi fisik Kabupaten Rejang Lebong sebagai berikut: Kelerengan: datar sampai bergelombang, Jenis Tanah: Andosol, Regosol, Podsolik, Latasol dan Alluvial, Tekstur Tanah: sedang, lempung dan sedikit berpasir dengan pH tanah 4,5 –7,5 , Kedalaman efektif Tanah : sebagian besar terdiri atas kedalaman 60 cm hingga lebih dari 90 cm, sebagian terdapat erosi ringan dengan tingkat pengikisan 0 – 10 %. Iklim Seperti wilayah lain di Indonesia, Kabupaten Rejang Lebong beriklim tropis dengan tipe (Af). Curah hujan rata-rata 233,75 mm/bulan, dengan jumlah hari hujan rata rata 14,6 hari/bulan pada musim kemarau dan 23,2 hari/bulan pada musim penghujan. Sementara suhu normal rata-rata 17,73 °C – 30,94 °C dengan kelembaban nisbi rata-rata 85,5 %. Suhu udara maksimum pada tahun 2003 terjadi pada bulan Juni dan Oktober yaitu 36 °C dan suhu udara minimum terjadi pada bulan Juli yaitu 16,2 °C. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Jarak dari Ibukota kabupaten Jarak dari Curup yang merupakan ibukota Kabupaten Rejang Lebong dengan beberapa kota atau ibukota kabupaten lain adalah sebagai berikut. Catatan: Prakiraan jarak berikut sangat bergantung pada situasi dan kondsi lalu lintas di lapangan.ngan Penduduk Suku bangsa Mayoritas penduduk kabupaten Rejang Lebong merupakan suku Rejang yang jumlahnya mencapai 43%, disusul suku Jawa yang merupakan pendatang dengan jumlah sekitar 35,2%. Suku pribumi selain suku Rejang adalah Suku Melayu Lembak . Walaupun didominasi oleh suku Rejang dan suku Jawa, penduduk di Rejang Lebong sangatlah majemuk baik dari segi kesukuan, ras maupun keagamaan. Hal itu terjadi karena sejak zaman Belanda tepatnya pada tahun 1904, Provinsi Bengkulu dibuka bagi daerah transmigrasi. Suku-suku yang ada dan telah menetap secara turun-temurun di Rejang Lebong yaitu sebagai berikut: Melayu Kaur Suku Kaur datang dari sudut tenggara provinsi Bengkulu. Suku Kaur datang ke Rejang Lebong untuk mengadu nasib. Melayu Musi Suku Musi yang datang dari Sumatera Selatan kebanyakan datang atas kemauan menuntut ilmu dan belajar. Melayu Palembang Orang Palembang dikota Curup sudah sangat banyak dan mereka bersama suku Jawa sudah menjadi kaum pendatang terbesar di Rejang Lebong. Madura Suku Madura datang atas alasan keinginan kuat untuk bertani dan berdagang Sunda Suku Sunda banyak mendiami perkotaan dan wilayah transmigrasi Talang Benih. Melayu Serawai Suku Melayu Serawai banyak menjadi petani di dataran tinggi dan pedalaman. Suku Serawai datang dari bagian lain di selatan provinsi Bengkulu. Melayu besemah Suku Melayu Besemah adalah penduduk asli provinsi Sumatera Selatan. Saat ini, suku Besemah kebanyak berdiam di Curup Tengah. Pendatang Melayu Suku Melayu di Rejang Lebong berasal dari keturunan yang berbeda-beda. Ada yang asalnya dari Bangka, Deli, Kepri, Riau, Jambi bahkan Pontianak, Malaysia, dan Sambas. Suku Minang Suku Minang mayoritas berdagang dan hidup di daerah perkotaan. Ambon Ada beberapa keluarga Ambon yang tinggal di Rejang Lebong atas dasar tugas sebagai misionaris ke pedalaman. Suku Batak Suku Batak yang ada saat ini sudah cukup banyak populasinya dan telah bermukim tiga atau dua generasi. Banyak orang Batak yang menikah dengan suku Rejang dan suku Lembak. Suku Batak juga banyak yang bermukim di daerah pedalaman di kabupaten Rajang Lebong. Lampung Suku Lampung datang kebanyakan sebagai pengusaha. Keturunan India banyak mendiami perkotaan dan wilayah Kampung Jawa, Curup. Kebanyakan orang-orang India disini adalah orang-orang generasi ke lima atau ke empat. Orang India Curup memeluk agama Islam Sunni. Tionghoa Tionghoa pada umumnya berprofesi di bidang perdagangan dan berdiam wilayah Pasar Tengah. Kebanyakan beragama Katolik, Protestan, dan Buddha. Minahasa Sama halnya dengan suku Ambon, orang Minahasa/Manado datang ke Rejang Lebong atas alasan tugas sebagai misionaris ke daerah-daerah. Bali Orang Bali tinggal di kampung-kampung Bali, mayoritas beragama Hindu namun banyak pula yang beragama Islam. Pura agama Hindu ada di kecamatan Sindang Kelingi. Suku Kerinci Melayu kerinci atau masyarakat setempat menyebutnya sebagai orang kincai,merupakan suku pendatang dari kerinci yang berada diwilayah propinsi jambi, umumnya mereka petani, dan tak sedikit yang sukses di pemerintahan Agama Agama utama yang dianut masyarakat di Rejang Lebong adalah agama Islam dengan persentase 97%. Kemudian agama-agama lain dalam komposisi yang lebih kecil (Kristen Protestan 0.87%, Katolik 0.48%, Kong Hu Chu 0.01%, Buddha 0.25%, dan Hindu 0.02%). Ada juga beberapa penduduk yang masih menganut aliran kepercayaan suku, sekitar 0.04%. Rumah ibadah yang ada di Rejang Lebong yaitu: Masjid berjumlah 1096 buah. Gereja Protestan berjumlah 12 buah (di antaranya adalah GPdI, HKI, HKBP, Gereja Kristen Rejang, GPIB, GKSBS, GKII, GKI, dan GBI). Gereja Katolik berjumlah 3 buah. Vihara Berjumlah 2 buah dan 1 dalam pembangunan. Pura dalam tahap pembangunan. Ekonomi Mata pencarian penduduk didominasi oleh pertanian (80%), pedagangan, PNS, wiraswasta, dan lain-lain. Perkebunan rakyat yang terdapat di kabupaten ini adalah perkebunan kopi dan karet. Produktivitas kebun kopi di Rejang Lebong tergolong tinggi dan merupakan produsen kopi ke-6 terbesar di Sumatra. Palawija banyak ditanam di lereng Bukit Kaba, Rejang Lebong terkenal sebagai lumbung padi,sayur dan umbi-umbian di Bengkulu. Sebagian lagi merupakan petani penyadap aren sekaligus pembuat gula aren dan gula semut. Produksi gula aren dan gula semut Rejang Lebong sangat terkenal bahkan sampai ke manca negara. Sedangkan perkebunan perusahaan swasta skala besar yakni kebun teh di lereng Bukit Daun. Barang tambang atau galian yang ada diwilayah ini didominasi galian C seperti: batu kali batu pasir pasir pasir merah pasir emas kaolin tanah liat lempung pasir besi granit batu gunung Potensi-potensi tambang yang lain ialah panas bumi bukit Kaba, batubara di Kota Padang, Emas di Bermani Ulu, Biji Besi di Kota Padang dan cadangan minyak (tentatif) di Curup Utara. Olahraga Rejang Lebong memiliki beberapa klub olahraga yang masih aktif berkompetisi. Persirel dan Curup FC merupakan dua klub sepak bola dan saat ini bermain di Liga 3 serta ada beberapa klub bola basket yang kerap kali mengikuti kejuaraan antar provinsi. Pariwisata Objek wisata Kecamatan Curup Suban Air Panas Kolam Renang Muna Tirta Danau Talang Kering Air Terjun Talang Rimbo Masjid Agung Curup Rumah Adat Rejang Lebong Bendungan Musi Kejalo Objek Wisata Alam “DIOBAGITE” Air terjun Batu Betiang Kecamatan Bermani Ulu Monumen Perjuangan Desa Taba Renah Kebun Teh "Agro Teh" Kecamatan Selupu Rejang Telaga Tiga Warna Air Terjun Bertingkat Bukit Kaba Danau Mas Harun Bastari Objek Wisata Agropolitan Kecamatan Sindang Kelingi Air Panas/Air Terjun/Sarang Walet Air Terjun Desa Cahaya Negeri Air Terjun Desa Beringin Tiga Air Terjun Tri Muara Karang Sungai air panas Padang Ulak Tanding Air Terjun Kepala Curup Cek Dam (Danau Buatan) Peninggalan Benda Sejarah Desa Apur Air Terjun/Gua Curup Beraput Desa Apur Air Terjun Sungai Napal Kota Padang Air Terjun Curup Embun Desa UPT Trans Air Terjun Angin Desa Lubuk Mumpo Air Terjun dan Gua La Desa Suka Merindu Lihat juga Sejarah Kabupaten Rejang Lebong Kabupaten Lebong Kabupaten Kepahiang Bengkulu Referensi Daftar pustaka Pranala luar Situs web resmi Rejang Lebong Rejang Lebong Rejang Lebong
4004
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Batanghari
Kabupaten Batanghari
Batanghari adalah kabupaten yang terletak di bagian tengah provinsi Jambi, Indonesia. Kabupaten ini merupakan kabupaten tertua di provinsi Jambi yang resmi berdiri pada 1 Desember 1948. Ibukota kabupaten Batanghari berada di kecamatan Muara Bulian. Pada pertengahan tahun 2023, penduduk kabupaten ini berjumlah 308.753 jiwa, dengan kepadatan 52 jiwa/km². Geografi Batas Wilayah Topografi Secara topografis Kabupaten Batanghari merupakan wilayah dataran rendah dan rawa yang dibelah Sungai Batanghari dan sepanjang tahun tergenang air, di mana menurut elevasinya daerah ini terdiri dari: 0-10 meter dari permukaan laut (11,80 %), 11-100 meter dari permukaan laut (83,70 %), 4,50 % wilayahnya berada pada ketinggian 101-500 meter dari permukaan laut. Luas Wilayah Luas Wilayah Kabupaten Batanghari adalah 5.804,83 km² atau 580.483 Ha salah satu Kabupaten terluas di Provinsi Jambi. Berikut adalah luas wialyah Kabupaten Batanghari menurut Kecamatan beserta persentase terhadap luas Kabupaten Batanghari (%): Sejarah Kabupaten Batanghari dibentuk pada 1 Desember 1948 melalui Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi Nomor 81/Kom/U, tanggal 30 November 1948 dengan pusat pemerintahannya di Kota Jambi. Pada tahun 1963, pusat pemerintahan daerah ini dipindahkan ke Kenali Asam, 10 km dari Kota Jambi. Kemudian pada tahun 1979, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1979, ibu kota kabupaten yang terkenal kaya akan hasil tambang ini pindah dari Kenali Asam ke Muara Bulian, 64 km dari Kota Jambi sampai saat ini. Pemekaran pertama Batanghari yang ada sekarang mengalami dua kali pemekaran, awalnya kabupaten yang berada di Sumatra Bagian Tengah ini berdasarkan UU No. 7 Tahun 1965 dimekarkan menjadi dua daerah Tingkat II yaitu Kabupaten Batanghari yang saat itu ibu kotanya Kenali Asam dan Kabupaten Tanjung Jabung beribu kota Kuala Tungkal. (Yang kemudian dimekarkan menjadi Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur) Pemekaran kedua Dalam perkembangannya, sejalan dengan era reformasi dan tuntutan Otonomi Daerah, kabupaten yang dibelah sungai Batanghari ini sesuai dengan UU No. 54 Tahun 1999, kembali dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu Batanghari dengan ibukota Muara Bulian dan Muaro Jambi ibu kotanya di Sengeti. Pemerintahan Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Adapun ibu kota dari masing-masing kecamatan di Kabupaten Batanghari: Kecamatan Pemayung: Kelurahan Jembatan Mas Kecamatan Bajubang: Kelurahan Bajubang Kecamatan Muara Bulian: Kelurahan Rengas Condong Kecamatan Maro Sebo Ilir: Kelurahan Terusan Kecamatan Muara Tembesi: Kelurahan Pasar Muara Tembesi Kecamatan Batin XXIV: Kelurahan Muara Jangga Kecamatan Mersam: Kelurahan Kembang Paseban Kecamatan Maro Sebo Ulu: Kelurahan Simpang Sungai Rengas Demografi Penduduk Hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk kabupaten Batanghari berjumlah 241.334 jiwa yang terdiri atas 123.515 laki-laki dan 117.819 jiwa perempuan. Dibandingkan pada tahun 2000 penduduk kabupaten Batanghari berjumlah 190.636 jiwa, jadi dapat disimpulkan penduduk kabupaten Batanghari mengalami pertambahan penduduk ± 50.698 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2010 sekitar 2,40 persen/tahun. Berikut adalah daftar Penduduk kabupaten Batanghari tahun 2010, menurut kecamatan: Suku Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk kabupaten Batanghari merupakan suku Jambi, yakni yang sudah termasuk semua sub-suku Melayu Jambi (Batin, Penghulu dan Pindah). Sementara suku lainnya, banyak berasal dari suku Jawa, dan sebagian dari Minangkabau, Sunda, Batak, Kerinci, Banjar dan suku lainnya. Kesehatan Rumah Sakit RSUD H. Abdoel Madjid Batoe Batang Hari (Muara Bulian) RS Mitra Medika Batang Hari (Muara Bulian) Puskesmas Puskesmas Jembatan Mas (Pemayung) Puskesmas Selat (Pemayung) Puskesmas Penerokan (Bajubang) Puskesmas Batin (Bajubang) Puskesmas Muara Bulian (Muara Bulian) Puskesmas Aro (Muara Bulian) Puskesmas Tenam (Muara Bulian) Puskesmas Pasar Terusan (Muara Bulian) Puskesmas Maro Sebo Ilir (Maro Sebo Ilir) Puskesmas Tidar Kuranji (Maro Sebo Ilir) Puskesmas Muara Tembesi (Muara Tembesi) Puskesmas Pasar Muara Tembesi (Muara Tembesi) Puskesmas Durian Luncuk (Batin XXIV) Puskesmas Jangga Baru (Batin XXIV) Puskesmas Mersam (Mersam) Puskesmas Sungai Puar (Mersam) Puskesmas Sungai Rengas (Maro Sebo Ulu) Pendidikan Perguruan Tinggi (PT) Universitas Jambi (khusus FKIP PGSD) (Negeri) Universitas Graha Karya Muara Bulian (Swasta) IAI-Nusantara Batang Hari (Swasta) Akper YPSBR Muara Bulian (Swasta) Pondok Pesantren (PP/Ponpes) PP. Darul Aufa–Muara Bulian PP. Irsyadul Ibad–Pemayung PP. Darusy Syafiiyah–Pemayung PP. Darul Qur'an Al Islami–Sridadi Muara Bulian PP. Arrahman Litahfidzhil Qur'an–Muara Bulian PP. Zulhijjah–Muara Bulian PP. Al Muhajirin–Muara Bulian PP. Darul Ikhwan–Maro Sebo Ilir PP. Nurul Ikhsan–Muara Tembesi PP. Al Irsyadiyah–Batin XXIV PP. Darussalam–Mersam PP. Al Sulthon–Mersam PP. Darul Hijrah–Maro Sebo Ulu Madrasah Aliyah Negeri (MAN) MAN 1 Batang Hari–Muara Bulian MAN 2 Batang Hari–Muara Tembesi MAN 3 Batang Hari–Muara Bulian MAN 4 Batang Hari–Muara Tembesi MAN 5 Batang Hari–Pemayung Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) SMKN 1 Batang Hari–Muara Bulian SMKN 2 Batang Hari–Muara Bulian SMKN 3 Batang Hari–Batin XXIV SMKN 4 Batang Hari–Maro Sebo Ulu SMKN 5 Batang Hari–Muara Bulian SMKN 6 Batang Hari–Mersam SMKN 7 Batang Hari–Bajubang SMKN 8 Batang Hari–Maro Sebo Ilir Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) SMAN 1 Batang Hari–Muara Bulian SMAN 2 Batang Hari–Muara Tembesi SMAN 3 Batang Hari–Batin XXIV SMAN 4 Batang Hari–Mersam SMAN 5 Batang Hari–Bajubang SMAN 6 Batang Hari–Muara Bulian SMAN 7 Batang Hari–Maro Sebo Ulu SMAN 8 Batang Hari–Pemayung SMAN 9 Batang Hari–Batin XXIV SMAN 10 Batang Hari–Muara Bulian SMAN 11 Batang Hari–Maro Sebo Ilir Ekonomi Kompleks Bulian Business Center Pasar Keramat Tinggi Transportasi Transportasi Umum Mobil Putih/BHI = Terminal Kabupaten Batang Hari–Terminal Alam Barajo Kota Jambi Mobil Angkot Merah = Sungai Buluh–BBC (Bulian Bisnis Center)–Terminal/Pasar Kramat Tinggi (Pasar Baru Kabupaten Batang Hari) Mobil Angkot Putih = Paal V Muara Bulian/Rengas Condong–BBC (Bulian Bisnis Center)–Terminal/Pasar Kramat Tinggi (Pasar Baru Kabupaten Batang Hari) Olahraga Kabupaten Batanghari adalah tempat asal atau home base tim sepak bola Persibri Batanghari, dan PS Batanghari. Pariwisata Kuliner Tempoyak, Makanan khas masyarakat Kabupaten Batang Hari dan Provinsi Jambi adalah tempoyak ikan patin makanan ini berbahan utama fermentasi dari buah durian. Gulai Terjun/Gulai Talang, Pada masa lalu, leluhur warga Kecamatan Mersam, Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi memiliki satu kebiasaan menarik. Mereka biasa memasak makan siang di kebun, yang di sebut talang dalam bahasa setempat. Memasak makan siangnya pun dari bahan-bahan yang mudah di dapat di kebun. Referensi Lihat juga Kabupaten Tanjung Jabung Barat Kabupaten Tanjung Jabung Timur Kabupaten Muaro Jambi Pranala luar Batanghari Batanghari
4007
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Kerinci
Kabupaten Kerinci
Kerinci adalah kabupaten paling barat di provinsi Jambi, Indonesia. Kabupaten ini merupakan daerah wisata unggulan provinsi Jambi, yang dikenal dengan sebutan sekepal tanah dari surga. Sejak 2011, kabupaten ini beribu kota di Siulak. Sebelumnya pusat pemerintahan terletak di Sungai Penuh, yang saat ini berstatus sebagai kota. Nama Kerinci berasal dari bahasa Tamil yaitu Kurinji, yang merupakan bunga yang tumbuh di daerah pegunungan di India Selatan. Geografi Batas Wilayah Kerinci berada di ujung barat Provinsi Jambi dengan batas wilayah sebagai berikut: Sejarah Bukti kehadiran manusia modern (Homo sapiens) terawal di kawasan Kerinci ditemukan di Gua Ulu Tiangko (Merangin Sekarang). Indikasi tersebut didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Bennet Bronsot dan Teguh Asmar (1941). Mereka berhasil menemukan adanya serpihan batu obsidian dan sisa tulang hewan. Penanggalan menggunakan radiokarbon menunjukkan aktivitas manusia modern pada sekitar 15.000 tahun yang lalu. MASA PRAAKSARA* Migrasi para penutur Austronesia ke wilayah Kerinci terjadi pada sekitar 3500 tahun yang lalu. Bukti kehadiran mereka terdapat di situs Bukit Arat, dan situs Koto Pekih dengan temuan alat-alat neolitik dan tembikar slip merah. Bukti paleoekologi di sekitar Danau Bento juga menunjukkan kehadiran Austronesia di sana berupa indikasi aktivitas pertanian padi dan pengembalaan kerbau. Permukiman prasejarah yang lebih muda di Kerinci berlangsung pada abad ke-5 hingga abad ke-9 Masehi dengan tinggalan berupa megalitik Batu Silindrik, bekas rumah panggung, dan kubur tempayan yang berada satu lapisan budaya dengan temuan artefak perunggu dan besi. MASA KERAJAAN* Pengaruh Hindu-Buddha di kawasan Kerinci belum terungkap sepenuhnya. Temuan lepas berupa arca perunggu Awalokisterwara dan Dipalaksmi pada zaman Kolonial menunjukkan adanya pengaruh Hindu-Buddha di wilayah ini. Pada Abad ke-14 M, Maharaja Dharmasraya dari Kerajaan Malayu di Hulu Batanghari menganugerahkan Kitab Undang-Undang kepada para Dipati di Silunjur Bhumi Kurinci. Kitab tersebut ditulis oleh Kuja Ali Dipati dan sekarang masih tersimpan sebagai pusaka Luhah Depati Talam, Dusun Tanjung Tanah. Antara Abad 15-16 M, Kerajaan Jambi mulai menancapkan kekuasaan politiknya di wilayah Kerinci. Kerajaan Jambi mendudukkan pejabatnya sebagai wakil raja bergelar Pangeran Temenggung Mangku Negara di Muaro Masumai (Merangin, Sekarang). Pangeran Temengggung bertugas mengontrol dan menghubungkan para penguasa di wilayah Puncak Jambi yakni Serampas dan Kerinci dengan kekuasaan Kesultanan Jambi di hilir. Bukti hubungan antara Depati (kepala klan) di wilayah Kerinci berupa puluhan naskah surat piagam Raja yang masih disimpan sebagai pusaka hingga kini. Di masa ini, terbentuk persekutuan para Depati di Kerinci seperti Depati IV dan Delapan Helai Kain dengan balai pertemuan berada di Sanggaran Agung. Pada sekitar abad ke-17 M, para Depati di Kerinci mengadakan perjanjian dengan Kesultanan Inderapura di Pesisir Barat Sumatera. Perjanjian ini dikenal dengan nama Persumpahan Bukit Tinjau Laut karena dilaksanakan di Bukit tersebut. Perjanjian Bukit Tinjau Laut dihadiri oleh pihak Kesultanan Jambi yang diwakili Pangeran Temenggung, pihak Kesultanan Inderapura diwakili oleh Sultan Muhammadsyah atau dikenal dengan gelar Tuanku Berdarah Putih, dan pihak Kerinci yang diwakili oleh Depati Rencong Telang dari Pulau Sangkar dan Depati Rajo Mudo dari Kemantan. Isi perjanjian tersebut adalah untuk saling menjaga keamanan penduduk di tiga wilayah tersebut ketika mereka berniaga ke wilayah lain. Selain itu, perjanjian juga meliputi pemberlakuan mata uang yang berbeda di masing-masing wilayah tersebut “pitis sekeping dibagi tiga” serta aturan-aturan keringanan cukai bagi para peniaga Kerinci di Inderapura. Pada abad ke-17 hingga abad ke-19 M,mulai terbentuk pemerintahan federasi lain di luar Depati IV dan VII Helai Kain di Kerinci. Seperti pemerintahan Siulak Tanah Sekudung pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Zainuddin, Kumun Tanah Kurnia pada masa Sultan Masud Badrudin, dan Tanah Pegawai Rajo Pegawai Jenang di Sungai Penuh pada masa Pangeran Sukarta Negara. MASA KOLONIAL* Pada awal abad ke-19 M, orang-orang Eropa mulai mempelajari kawasan Kerinci dan penduduknya. Pada tahun 1800, Mr. Campbell seorang berkebangsaan Inggris yang berkedudukan di Muko-Muko masuk ke wilayah Kerinci secara diam-diam. Pada tahun 1901, utusan Belanda bernama Imam Marusa dari Muko-Muko terbunuh di Dusun Lolo dalam perjalanan pulang setelah menghadap Depati IV di Kerinci. Pembunuhan tersebut karena Imam Marusa dituduh memalsukan surat dari Depati IV yang berbunyi mengizinkan Belanda mendirikan loji di Kerinci. Pada tahun 1903 M, Belanda berhasil membujuk Sultan Rusli, kepala Regent sekaligus Sultan Indrapura untuk untuk membawa pasukan ekspedisi Belanda ke Alam Kerinci. Pasukan Belanda masuk melalui Tapan menuju Koto Limau Sering turun di Sekungkung dan kemudian membuat markas di Rawang. Pasukan Belanda lalu melakukan menaklukkan dusun-dusun di Kerinci untuk tunduk kepada Belanda. Perlawanan keras dari penduduk Kerinci berlangsung di beberapa lokasi yakni Hiang, Pulau Tengah, dan Lolo. Di tiga tempat ini sejumlah pasukan Belanda berhasil dibunuh oleh hulubalang Kerinci. Pada September 1903, seluruh Dusun di Kerinci berhasil ditaklukkan. Untuk sementara waktu, Kerinci menjadi bagian Residentie Palembang sebagaimana wilayah bekas Kesultanan Jambi lainnya. Pada tahun 1906, Pemerintah Hindia Belanda menjadikan Kerinci bagian dari Residentie Djambi atau Keresidenan Jambi setelah Djambi dipisahkan dari Residentie Palembang. Saat itu, Kerinci atau Korintji berstatus onderafdelling di bawah afdeeling Djambi Bovenlanden. Pada tahun 1912, status administratif Kerinci dinaikkan dari onderafdeeling menjadi afdeeling di bawah Residentie Djambi. Pada tahun 1920-1, afdeeling Korintji dikeluarkan dari Residentie Djambi dan kemudian dimasukkan ke dalam Karesidenan Sumatra's Westkust (Keresidenan Sumatera Barat). Pada masa itu, Kerinci dijadikan wilayah setingkat onderafdeeling di bawah Afdeeling Painan. Pada akhir era Kolonial, Kerinci berada dalam satu onderafdeeling dengan Inderapura. MASA KEMERDEKAAN* Pada era Kemerdekaan, Kerinci merupakan wilayah setingkat kewedanan di bawah Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci. Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci berada di bawah Keresidenan Sumatera Barat, Subprovinsi Sumatera Tengah, Provinsi Sumatera. Kewedanan Kerinci terbagi menjadi tiga Kecamatan yaitu: Kecamatan Kerinci Hulu terdiri dari Kemendapoan Danau Bento, Kemendapoan Natasari, Kemendapoan Siulak (Wilayah Adat tanah Sekudung) serta Kemendapoan Semurup, Kecamatan Kerinci tengah terdiri dari Kemendapoan Depati Tujuh, Kemendapoan Kemantan, Kemendapoan Rawang, Kemendapoan Sungai Tutung, Kemendapoan Limo Dusun, Kemendapoan Penawar, Kemendapoan Hiang,dan Kemendapoan Keliling danau, Kecamatan Kerinci Hilir terdiri dari kemendapoan seleman,Kemendapoan 3 Helai Kain, kemendapoan Lempur, dan Kemendapoan Lolo. Pada tahun 1954, ketika rakyat Jambi berjuang untuk mendirikan Provinsi Jambi, salah seorang tokoh masyarakat Kerinci datang ke Bangko untuk menghadiri pertemuan dengan Front Pemuda Jambi. Kedatangan beliau dalam rangka untuk mendengarkan aspirasi masyarakat Kerinci terkait keinginan mereka untuk bergabung dengan Provinsi Jambi yang akan dibentuk. Salah satu tokoh Kerinci yang hadir yakni Sati Depati Anom mengatakan bahwa "Pucuk Jambi Sembilan Lurah", tidak lengkap kalau di dalamnya tidak termasuk Kerinci. Melalui UU No 61 tahun 1958, pada tahun 1958 Kerinci ditetapkan menjadi satu kabupaten yang berdiri sendiri, dan masuk ke dalam wilayah Provinsi Jambi. Etimologi Nama "Kerinci" berasal dari bahasa Tamil "Kurinci". Tanah Tamil dapat dibagi menjadi empat kawasan yang dinamakan menurut bunga yang khas untuk masing-masing daerah. Bunga yang khas untuk daerah pegunungan ialah bunga Kurinci (Latin Strobilanthus. Dengan demikian Kurinci juga berarti 'kawasan pegunungan'. Zaman dahulu, Sumatra dikenal dengan istilah Swarnadwipa atau Swarnabhumi (tanah atau pulau emas). Kala itu Kerinci, Lebong, dan Minangkabau menjadi wilayah penghasil emas utama di Indonesia (walaupun kebanyakan sumber emas terdapat di luar Kabupaten Kerinci di daerah Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin). Di daerah Kerinci banyak ditemukan batu-batuan Megalitik dari zaman Perunggu (Bronze Age) dengan pengaruh Budha termasuk keramik Tiongkok. Hal ini menunjukkan wilayah ini telah banyak berhubungan dengan dunia luar. Awalnya Kerinci adalah nama sebuah gunung dan danau (tasik), tetapi kemudian wilayah yang berada di sekitarnya disebut dengan nama yang sama. Dengan begitu daerahnya disebut sebagai Kerinci (Kinci atau Kince atau “Kincai” dalam bahasa setempat), dan penduduknya pun disebut sebagai orang Kerinci. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pemekaran Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008, beberapa bekas kecamatan di Kabupaten Kerinci ditetapkan untuk menjadi bagian dari Kota Sungai Penuh. Kecamatan-kecamatan yang dimaksud adalah: Hamparan Rawang Kumun Debai Pesisir Bukit Sungai Penuh Tanah Kampung Demografi Suku bangsa Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000, sebagian besar penduduk Kabupaten Kerinci berasal dari suku Kerinci. Sementara suku lainnya, banyak berasal dari suku Jawa, dan sebagian dari Minangkabau, Sunda, Batak, Jambi, Tionghoa, dan suku lainnya. Data ini masih termasuk untuk Kota Sungai Penuh sebelum dimekarkan pada tahun 2008. Berikut adalah banyaknya penduduk Kabupaten Kerinci berdasarkan suku bangsa: Budaya Masyarakat Kerinci menganut sistem adat matrilineal. Rumah suku Kerinci disebut "Larik", yang terdiri dari beberapa deretan rumah petak yang bersambung-sambung dan dihuni oleh beberapa keluarga yang masih satu keturunan. Suku Kerinci memiliki banyak tarian tradisional seperti Tarian Asyeik Naik Mahligai, Mandi Taman, Ngayun Luci tarian ini merupakan peninggalan dari tradisi Animisme. Setelah masuknya Islam, Berkembang Tarian yang lebih Islami seperti tari Rangguk, Sike Rebana, dan Iyo-iyo. Suku Kerinci juga memiliki sastra Lisan yang tertuang dalam bentuk Tale, Barendih, Mantau, Nyaho, Kunun dan K'ba. Selain itu,Suku Kerinci memiliki seni bela diridan permainan tradisional seperti Pencak Silat dan Ngadu Tanduk. Bahasa Bahasa Kerinci termasuk salah satu anak cabang Bahasa Austronesia, yang dekat dengan Bahasa Melayu Jambi dan Bahasa Minangkabau. Ada lebih dari 130 dialek bahasa yang berbeda di tiap-tiap desa di daerah Kerinci. --> Ekonomi Agrobisnis Sumber perekonomian utama masyarakat di kabupaten Kerinci adalah dari sektor agrobisnis yang meliputi pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Hasil pertanian & perkebunan meliputi: Sayur mayur: tomat, cabai, kubis, labu, wortel, sawi, kol, buncis, kacang panjang, mentimun, kentang, dll Padi Tebu Tanaman hias Kayu-kayuan: Sengon, Jabon Hasil perikanan & peternakan meliputi: Daging & telur ayam kampung (Ayam Buras) Daging & telur ayam ras Daging Sapi Ikan Lele Ikan Nila Industri Industri di Kabupaten Kerinci banyak bergerak dibidang pengolahan dan perdagangan hasil bumi meliputi: Industri teh Industri makanan olahan (dodol kentang, keripik kentang, aneka camilan, dll) Industri minuman olahan (Teh Kulit Kayu Manis/Teh Kayu Manis, Minuman Herbal dari rempahan, (seperti: Sari Kunyit Sirih, Sari Kunyit Putih, Sari Jahe Merah, Sari Temulawak), sirup kayu manis, dll) Industri pemotongan & pengolahan kayu Industri pengolahan daging ayam kampung Transportasi Darat Terminal Semurup, salah satu terminal bayangan. Ada 2 lagi Terminal namun masih tahap pembangunan. Ada beberpa mobil travel yang bisa digunakan antara lain: Kerinci Wisata Express Safa Marwa Ayu Transport Kerinci Utama, dsb Udara Bandar Udara Depati Parbo yang terletak di Sitinjau Laut saat ini melayani jurusan penerbangan Kerinci - Muara Bungo - Jambi ( Wings Air ), rencana jurusan baru Kerinci - Pekanbaru, Kerinci - Jakarta, Kerinci - Palembang, Kerinci - Batam, Kerinci - Padang dan Kerinci - Kuala Lumpur. Pariwisata Kabupaten Kerinci dikenal sebagai daerah tujuan wisata utama Jambi. Berikut ini adalah beberapa tempat wisata menarik di Kabupaten Kerinci. Wisata Gunung Gunung Kerinci lewat desa Kersik Tuo, Kayu Aro, Kerinci Gunung Kunyit lewat desa Talang Kemuning, Bukit Kerman, Kerinci Gunung Tujuh lewat desa Pelompek, Kayu Aro, Kerinci Wisata Danau Danau Kerinci pesanggrahan desa Sanggaran Agung, Danau Kerinci, Kerinci Danau Gunung Tujuh lewat desa Pelompek, Gunung Tujuh, Kerinci Danau Kaco Lewat Gunung Raya, Kerinci Danau Lingkat lewat Gunung Raya, Kerinci Danau Duo lewat Gunung Raya, Kerinci Danau Nyalo lewat Gunung Raya, Kerinci Danau Kecik lewat Gunung Raya, Kerinci Rawa Bento lewat Desa Jernih Jaya, Kecamatan Gunung Tujuh, Kerinci Danau Belibis lewat desa Kersik Tuo, Kayu Aro, Kerinci Wisata Air Terjun Air Terjun Telun Berasap lewat kecamatan Kayu Aro, Kerinci Air Terjun Pancaro Rayo lewat Pulau Tengah, Keliling Danau, Kerinci Air Terjun Talang Kemulun lewat desa Talang Kemulun, Danau Kerinci, Kerinci Air Terjun Pendung lewat desa Pendung Hilir, Air Hangat, Kerinci Air Terjun Tri Kontra lewat desa Pauh Tinggi, Gunung Tujuh, Kerinci Air Terjun Sungai Medang lewat desa Sungai Medang, Air Hangat Timur, Kerinci Wisata Perkemahan Bukit Tirai Embun lewat desa Danau Tinggi, Gunung Kerinci, Kerinci Negla lewat desa Sungai Tutung, Air Hangat Timur, Kerinci Bukit Panawa lewat Kecamatan Keliling Danau, Kerinci Bukit Villa Indah lewat desa Baru Sungai Tutung, Air Hangat Timur, Kerinci Bukit Casseavera lewat desa Talang Kemulun, Danau Kerinci, Kerinci Wisata Pemandian Air Panas Semurup lewat kecamatan Air Hangat, Kerinci Air Panas Sungai Tutung lewat desa Baru Sungai Tutung, Air Hangat Timur, Kerinci Air Panas Sungai Medang lewat desa Sungai Medang, Air Hangat Timur, Kerinci Wisata Sejarah Makam Keramat Koto payung semurup tinggi, batu lesung, batu bersurat, wisata budaya, sejarah dan religi semurup kerinci, jambi. Kampung Batu Megalitikum desa Muak, Bukit Kerman, Kerinci Wisata Agro Kebun Teh Kayu Aro kecamatan Kayu Aro, Kayu Aro Barat dan Gunung Tujuh Wisata Peternakan Lebah Madu lewat desa Pulau Tengah, Keliling Danau, Kerinci Wisata Religi Masjid Keramat desa Pulau Tengah, Keliling Danau, Kerinci Kuliner Khas Kabupaten Kerinci mempunyai beberapa masakan khas, di antaranya: Beras padi payo Gulai ikan semah Dendeng batokok kincai Makanan ringan Kabupaten Kerinci mempunyai beberapa makanan ringan yang khas, di antaranya: Dodol Kentang Dadeah Gudok Minuman Kabupaten Kerinci mempunyai beberapa minuman khas, di antaranya: Sirup Kayu Manis Jahe Merah Pendidikan Perguruan Tinggi Kerinci memiliki bebrepa perguruan tinggi diantaranya sebagai berikut. Institut Agama Islam Negeri Kerinci STIE Sakti Alam Kerinci STIA Nusantara Sakti Sungai Penuh STKIP Muhamadiyah Sungai Penuh STIT YPI Kerinci AMIK Depati Parbo Kerinci Sekolah Menengah Atas Saat Ini Kabupaten Kerinci memiliki 14 SMA Negeri yang tersebar di tiap daerah Kabupaten Kerinci. SMA Negeri 1 Kerinci SMA Negeri 2 Kerinci SMA Negeri 3 Kerinci SMA Negeri 4 Kerinci SMA Negeri 5 Kerinci SMA Negeri 6 Kerinci SMA Negeri 7 Kerinci SMA Negeri 8 Kerinci SMA Negeri 9 Kerinci SMA Negeri 10 Kerinci SMA Negeri 11 Kerinci SMA Negeri 12 Kerinci SMA Negeri 13 Kerinci SMA Negeri 14 Kerinci Lihat pula Daftar tokoh Kota Sungaipenuh Referensi Pranala luar Tempo Interaktif Dokumentasi pusaka warisan nenek moyang suku Kerinci . Jambi Jambi
4011
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Bengkalis
Kabupaten Bengkalis
Bengkalis adalah salah satu kabupaten di provinsi Riau, Indonesia. Ibu kotanya berada di Bengkalis Kota. Wilayah dari kabupaten ini mencakup daratan bagian Timur Pulau Sumatra dan wilayah kepulauan, dengan luas adalah 6.973,00 km². Jumlah penduduk Bengkalis pada pertengahan tahun 2023 sebanyak 651.835 jiwa. Penduduk aslinya terdiri dari suku Melayu, suku Sakai dan suku Akik. Ibu kota kabupaten berada di kecamatan Bengkalis tepatnya berada di Pulau Bengkalis yang terpisah dari Pulau Sumatra. Pulau Bengkalis sendiri berada tepat di muara Sungai Siak, sehingga dikatakan bahwa Pulau Bengkalis adalah delta sungai Siak. Kota terbesar di kabupaten ini adalah kota Duri, yang berada di kecamatan Mandau. Penghasilan terbesar Kabupaten Bengkalis adalah minyak bumi yang menjadi sumber terbesar APBD-nya bersama dengan gas. Kabupaten Bengkalis mempunyai letak yang sangat strategis, karena dilalui oleh jalur perkapalan internasional menuju ke Selat Malaka. Bengkalis juga termasuk dalam salah satu program Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS-GT) dan Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT). Geografis Kabupaten Bengkalis terletak di sebelah timur Pulau Sumatra yang mencakup area seluas 8.403,28 km² dengan batas sebagai berikut: Bengkalis merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata sekitar 2 - 6,1 meter dari permukaan laut. Sebagian besar merupakan tanah organosol, yaitu jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik. Di daerah ini juga terdapat beberapa sungai, tasik (danau) serta 24 pulau besar dan kecil. Beberapa di antara pulau besar itu adalah Pulau Rupat (1.524,84 km²) dan Pulau Bengkalis (938,40 km²). Bengkalis mempunyai iklim tropis yang sangat dipengaruhi oleh iklim laut dengan temperatur 26 °C – 32 °C. Musim hujan biasanya terjadi sekitar bulan September – Januari, dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 809–4.078 mm/tahun. Periode musim kemarau biasanya terjadi antara bulan Februari hingga Agustus. Pemerintahan Bupati Pejabat tertinggi dalam pemerintahan kabupaten Bengkalis ialah bupati. Saat ini, bupati yang menjabat di Bengkalis ialah Kasmarni, didampingi wakil bupati, Bagus Santoso. Kasmarni dan Bagus merupakan pemenang pada pemilihan umum bupati Bengkalis tahun 2020. Mereka secara resmi dilantik oleh gubernur Riau, Syamsuar, pada 26 Februari 2021, di Balai Pelangi Komplek Gubernur Riau, Kota Pekanbaru. Pelantikan dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat, karena masih dalam masa pandemi Covid-19. Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Secara Administrasi Pemerintah, Kabupaten Bengkalis terbagi dalam 11 Kecamatan, 19 Kelurahan dan 136 desa, dengan luas wilayah 8.403,28 km². Tercatat jumlah penduduk Kabupaten Bengkalis 651.853 jiwa (2023) dengan sifatnya yang heterogen, mayoritas penduduknya adalah penganut agama Islam. Mayoritas penduduk Bengaklis adalah suku Melayu. Selain itu, juga terdapat suku-suku lainnya seperti suku Jawa yang mayoritas tinggal di Desa Pedekik dan desa Wonosari, suku Minang, suku Batak, suku Bugis, etnis Tionghoa dan sebagainya. Bengkalis sebagai ibu kota kabupaten dikenal juga dengan julukan Kota Terubuk, karena daerah ini adalah penghasil telur ikan Terubuk yang sangat disukai masyarakat lokal karena rasanya yang amat lezat dan tentu saja menyebabkan harga telur ikan Terubuk menjadi lebih mahal. Kota lainnya adalah Duri sebagai daerah penghasil minyak bumi. Perekonomian Sebelum dibagi menjadi 4 daerah otonom, kabupaten Bengkalis adalah penghasil minyak terbesar di provinsi Riau dan di Indonesia. Eksplorasi minyak ini dilakukan oleh PT Chevron Pacific Indonesia dan konsesi dengan Kondur Petroleum. Karena memiliki daerah perairan yang cukup luas, maka Bengkalis sangat berpotensi menghasilkan ikan laut, selain itu juga terdapat budidaya ikan kakap putih di tepi sungai. Komoditas utama di sektor perkebunan termasuk kelapa, karet dan minyak sawit dan VCO. Tanaman penting lainnya seperti kopi, coklat dan buah pinang. Di Kabupaten Bengkalis terdapat hutan seluas 463.441 ha yang tersebar di 8 kecamatan di kabupaten ini. Hutan di daerah ini terdiri dari berbagai macam flora dan fauna. Hutan mangrove banyak terdapat di tepian pantai. Hutan lainnya ada yang menghasilkan kayu gelondongan, rotan, resin dan bahan baku lainnya yang berasal dari hutan. Selain daripada kilang pengelolaan minyak yang dimiliki oleh Pertamina UP II Sungai Pakning, saat ini juga terdapat beberapa industri seperti kayu gergaji, perabotan dan mangrove arang. Komoditas hasil panen yang ada di Kabupaten Bengkalis berupa beras di lahan seluas 14.319 ha, Sagu 17.710 ha, ubi kayu 1.273 ha, jagung 402 ha, kacang 162 ha, buah-buahan (durian, pisang, rambutan, nenas, mangga dan lain-lain) serta sayur-sayuran 1.151 ha. Beberapa daerah ditunjuk untuk pengembangan komoditas hasil panen sebagai berikut: Pengembangan beras di Bantan dan Bukit Batu. Pengembangan komoditas buah-buahan di Bengkalis. Komoditas sayur-sayuran di Bengkalis, Rupat, Mandau dan Bukit Batu. Perhubungan Transportasi darat Kota Duri dan Sungai Pakning dapat dihubungkan dengan jalan raya untuk menuju ke Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau, dan kota-kota lainnya di Sumatra. Fasilitas jalan raya di Kabupaten Bengkalis khususnya di Pulau Bengkalis telah menggunakan aspal hotmix, tetapi masih belum mencapai daerah pelosok yang masih harus sabar menikmati fasilitas jalan aspal biasa. Kota Duri sekarang sudah mulai terhubung dengan Jalan Tol Pekanbaru–Dumai yang pintu masuknya berada di Kecamatan Pinggir, Bengkalis atau tepatnya lebih kurang 6 km dari pusat kota Duri, dan memangkas waktu sebesar 2 hingga 3 jam saja dari Pekanbaru ke Dumai. Transportasi laut Faslitas tranportasi laut di Kabupaten Bengkalis dilayani oleh kapal-kapal kargo kelas menengah dan kapal penumpang feri cepat berjenis speed boat. Pelabuhan laut di Kabupaten Bengkalis cukup banyak, sebagian besar adalah pelabuhan rakyat yang di singgahi oleh kapal-kapal kelas kecil dan menengah. Sementara pelabuhan besar di Pulau Bengkalis ada 2, yaitu pelabuhan utama Bandar Sri Laksamana dan sebuah pelabuhan laut bernama pelabuhan Bandar Sri Setia Raja yang melayani jalur internasional yang berada di daerah Selat Baru, kecamatan Bantan. Melayani rute Bengkalis–Muar, Malaysia. Pelabuhan ini di beri nama Bandar Sri Setia Raja, sesuai dengan nama seorang tokoh masyarakat Melayu-Bengkalis pada dahulu kala. Juga melayani jalur tujuan domestik seperti Dumai, Selatpanjang, Batam, Tanjung Pinang, dll. Mulai tanggal 13 April 2021, Roll on roll off (Roro) yang menghubungkan antara Bengkalis dan Sungai Pakning, dibuka secara operasional selama 24 jam penuh demi menunjang kegiatan aktivitas ekonomi masyarakat Bengkalis. Transportasi udara Untuk transportasi udara, terdapat sebuah Bandar udara perintis yang bernama Bandar Udara Sei Selari yang berada di Sungai Pakning. Bandar udara ini merupakan milik dari PT Pertamina UP II Dumai di Sei. Pakning untuk kebutuhan transportasi perusahan minyak negara tersebut dan juga untuk aktivitas perusahaan minyak Kondur Petroleum S.A., sebuah perusahaan minyak swasta milik anak negeri. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM. 34 tahun 2003, penetapan sementara Bandar Udara Sei Selari, Sei Pakning milik PT Pertamina UP II Dumai di Sei Pakning sebagai bandar udara khusus yang dapat melayani penerbangan bagi kepentingan umum. Pariwisata Letak geografis Kabupaten Bengkalis terdiri dari pulau-pulau dengan daerah pantai pesisir yang menghadap langsung ke Selat Malaka dengan pemandangan yang indah – sangat menjadi perhatian para turis, berpusat di Pulau Rupat. Untuk akomodasi bagi para pengunjung, maka disediakan beberapa hotel di Bengkalis, Duri, Sungai Pakning dan Tanjung Lapin serta Rupat Utara. Pantai Pasir Panjang di Pulau Rupat Berlokasi di Selat Malaka dan merupakan pantai kebangaan dari 3 daerah di Pulau Rupat, yaitu Tanjung Medang, Tanjung Rhu dan Tanjung Punak. Tempat ini dapat dicapai dengan boat kecil yang dikenal dengan nama ‘pompong’ dari Dumai. Perjalanan akan memakan waktu selama 15 menit dengan boat dan 45 menit dengan kendaraan beroda dua (ojek). Jalur ini dilalui oleh boat nasional dan pengunjung internasional karena keindahan pantai Rupat dan pemandangan laut yang nyaman. Rencananya akan dibangun jembatan sepanjang 50 km untuk menghubungkan pulau ini dengan Malaka – Malaysia. Di pulau Rupat juga dapat ditemukan komunitas suku terbelakang yang disebut dengan suku Akit yang melakukan berbagai atraksi untuk menghibur pengunjung. Pantai Selat Baru Berlokasi di pantai Timur Bengkalis, tepatnya di kecamatan Bantan yang terbentang sepanjang 4 km dengan ciri khas yang unik berupa bibir pantai yang melebar ke arah laut (± 100 m) pada saat air laut surut. Keadaan ini membuat pengunjung pantai dapat bermain sepuasnya di sepanjang pantai. Tidak jauh dari bibir pantai, mengalir sungai kecil yang diberi nama Sungai Liong. Sepanjang tepi sungai terdapat tempat pengembang-biakkan telur ikan Kakap Putih. Tepat di muara Sungai Liong kini berdiri sebuah Pelabuhan Laut yang melayari rute internasional bernama Bandar Sri Setia Raja yang diresmikan oleh Gubernur Riau, HM. Rusli Zainal, SE, MP, pada tanggal 1 Maret 2010 yang melayari rute salah satunya Bengkalis–Muar, Malaysia. Hutan Lindung dan Pusat Pelatihan Gajah Hutan lindung dan kawasan konversi margasatwa terdapat di daerah Bukit Batu dan kecamatan Mandau yang dimiliki oleh Departemen Kehutanan RI.. Daerah Sebanga – Duri yang berjarak ± 40 km dari kota Pekanbaru merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, di tempat ini beberapa gajah dilatih untuk melakukan berbagai atraksi yang dapat menghibur pengunjung. Kawasan Konservasi Gajah ini merupakan bagian dari TAHURA (Taman Hutan Raya) Sultan Syarif Hasyim dan sudah berulang kali diliput oleh tim Jejak Petualang serta acara-acara lain yang berbau Dokumenter Petualangan oleh stasiun TV swasta. Kota Duri Terletak pada jarak 89 km dari Minas atau 119 km dari Pekanbaru, Duri adalah salah satu kota penting yang menghasilkan minyak. Di daerah ini terdapat pipa minyak berukuran besar dengan diameter 60 inci di sepanjang jalan dan kilang minyak Dumai. Referensi Lihat Pula Pulau Bengkalis Pranala luar Kabupaten Bengkalis Bengkalis Bengkalis
4012
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Indragiri%20Hilir
Kabupaten Indragiri Hilir
Indragiri Hilir adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Riau, Indonesia. Ibu kotanya kabupaten ini adalah Kecamatan Tembilahan Kota. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2020, jumlah penduduk Indragiri Hilir sebanyak 652.342 jiwa (2021). Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jambi, tepatnya kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan provinsi Kepulauan Riau, yakni kabupaten Lingga. Sejarah Untuk melihat latar belakang sejarah berdirinya Kabupaten Indragiri Hilir sebagai salah satu daerah otonomi dapat ditinjau dalam dua periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan dan periode sesudah kemerdekaan Republik Indonesia. Kerajaan Keritang Kerajaan ini didirikan sekitar awal abad ke-6 yang berlokasi di wilayah Kecamatan Keritang sekarang. Seni budayanya banyak dipengaruhi oleh agama Hindu, sebagaimana terlihat pada arsitektur bangunan istana yang terkenal dengan sebutan Puri Tujuh (Pintu Tujuh) atau Kedaton Gunung Tujuh. Sayangnya, saat ini peninggalan kerajaan tersebut tidak lagi bisa dijumpai Kerajaan Kemuning Kerajaan Kemuning didirikan oleh Raja Singapura ke-V, Raja Sampu atau Raja Iskandarsyah Zulkarnain atau Prameswara. Tahun 1231 diangkat seorang raja muda yang bergelar Datuk Setiadiraja. Letak kerajaan ini diperkirakan berada di Desa Kemuning Tua dan Desa Kemuning Muda. Bukti peninggalan kerajaan berupa selembar besluit dengan cap stempel kerajaan, bendera dan pedang kerajaan. Kerajaan Batin Enam Suku Pada tahun 1260, di daerah Indragiri Hilir bagian utara, yaitu di daerah Gaung Anak Serka, Batang Tuaka, Mandah dan Guntung dikuasai oleh raja-raja kecil bekas penguasa kerajaan Bintan, yang karena perpecahan sebagian menyebar ke daerah tersebut. Di antaranya terdapat Enam Batin (Kepala Suku) yang terkenal dengan sebutan Batin Nan Enam Suku, yakni: Suku Raja Asal di daerah Gaung. Suku Raja Rubiah di daerah Gaung. Suku Nek Gewang di daerah Anak Serka. Suku Raja Mafait di daerah Guntung. Suku Datuk Kelambai di daerah Mandah. Suku Datuk Miskin di daerah Batang Tuaka. Kerajaan Indragiri Kerajaan Indragiri diperkirakan berdiri tahun 1298 dengan raja pertama bergelar Raja Merlang I berkedudukan di Malaka. Demikian pula dengan penggantinya Raja Narasinga I dan Raja Merlang II, tetap berkedudukan di Malaka, sedangkan untuk urusan sehari-hari dilaksanakan oleh Datuk Patih atau Perdana Menteri. pada tahun 1473, sewaktu Raja Narasinga II yang bergelar Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alam (Sultan Indragiri IV), dia menetap di ibu kota kerajaan yang berlokasi di Pekan Tua sekarang. Pada tahun 1815, dibawah Sultan Ibrahim, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Rengat. dalam masa pemerintahan Sultan Ibrahim ini, Belanda mulai campur tangan terhadap kerajaan dengan mengangkat Sultan Muda yang berkedudukan di Peranap dengan batas wilayah ke Hilir sampai dengan batas Japura. Selanjutnya, pada masa pemerintahan Sultan Isa, berdatanganlah orang–orang dari suku Banjar dan suku Bugis sebagai akibat kurang amannya daerah asal mereka. Khusus untuk suku Banjar, perpindahannya akibat dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Gubernement pada tahun 1859 sehingga terjadi peperangan sampai tahun 1863. Masa penjajahan Belanda Dengan adanya Tractaat Van Vrindchaap (perjanjian perdamaian dan persahabatan) tanggal 27 September 1938 antara Kerajaan Indragiri dengan Belanda, maka Kesultanan Indragiri menjadi Zelfbestuur. berdasarkan ketentuan tersebut, di wilayah Indragiri Hilir ditempatkan seorang Controlleur yang membawahi 6 daerah keamiran, yaitu: Amir Tembilahan di Tembilahan. Amir Batang Tuaka di Sungai Luar. Amir Tempuling di Sungai Salak. Amir Mandah dan Gaung di Khairiah Mandah. Amir Enok di Enok. Amir Reteh di Kotabaru. Controlleur memegang wewenang semua jawatan, bahkan juga menjadi hakim di pengadilan wilayah ini sehingga Zelfbestuur Kerajaan Indragiri terus dipersempit sampai dengan masuknya Jepang tahun 1942. Masa pendudukan Jepang Balatentara Jepang memasuki Indragiri Hilir pada tanggal 31 Maret 1942 melalui Singapura terus ke Rengat. Tanggal 2 April 1942 Jepang menerima penyerahan tanpa syarat dari pihak Belanda yang waktu itu dibawah Controlleur K. Ehling. Sebelum tentara Jepang mendarat untuk pertama kalinya di daerah ini dikumandangkan lagu Indonesia Raya yang dipelopori oleh Ibnu Abbas. Pada masa pendudukan Jepang ini Indragiri Hilir dikepalai oleh seorang Cun Cho yang berkedudukan di Tembilahan dengan membawahi 5 Ku Cho, yaitu: Ku Cho Tembilahan dan Tempuling di Tembilahan. Ku Cho Sungai Luar. Ku Cho Enok. Ku Cho Reteh. Ku Cho Mandah. Pemerintahan Jepang di Indragiri Hilir sampai bulan Oktober 1945 selama lebih kurang 3,5 tahun. Masa Kemerdekaan Indonesia Pada awal kemerdekaan Indonesia, Indragiri (Hulu dan Hilir) masih merupakan satu kabupaten. Kabupaten Indragiri ini terdiri atas 3 kewedanaan, yaitu Kewedanaan Kuantan Singingi dengan ibu kotanya Teluk Kuantan, Kewedanaan Indragiri Hulu dengan ibu kotanya Rengat dan Kewedanaan Indragiri Hilir dengan ibu kotanya Tembilahan. Kewedanaan Indragiri Hilir membawahi 6 wilayah yaitu: Wilayah Tempuling/Tembilahan. Wilayah Enok. Wilayah Gaung Anak Serka. Wilayah Mandah/Kateman. Wilayah Kuala Indragiri. Wilayah Reteh Geografis Kabupaten Indragiri Hilir terletak di sebelah timur Provinsi Riau atau pada bagian pesisir timur Pulau Sumatra. Secara resmi, kabupaten ini terbentuk pada tanggal 14 Juni 1965 sesuai dengan tanggal ditandatanganinya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1965. Oleh karena letak posisi Kabupaten Indragiri Hilir di pesisir timur Pulau Sumatera, kabupaten ini dapat dikategorikan sebagai daerah dataran rendah hingga pesisir pantai. Panjang garis pantai Kabupaten Indragiri Hilir adalah 339,5 km dan luas perairan laut meliputi 6.318 km² atau sekitar 54,43 % dari luas wilayah. Kabupaten Indragiri Hilir yang merupakan bagian wilayah Provinsi Riau, memiliki luas wilayah 1.367.551 Ha, dengan jumlah pulau-pulau kecil sebanyak 25 pulau. Secara geografis terletak pada posisi 0°36' Lintang Utara – 1°07' Lintang Selatan dan 104°10'–102°32' Bujur Timur. Batas Wilayah Batas wilayah Kabupaten Indragiri Hilir antara lain meliputi: Topografi Sebagian besar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir merupakan dataran rendah, yaitu daerah endapan sungai, daerah rawa dengan tanah gambut (peat), dan daerah hutan payau (mangrove). Selain itu, wilayahnya juga terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil. Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir rata-rata memiliki ketinggian 0–3 Meter di atas permukaan laut. Daerah yang landai ini sebagian besar terletak di dekat pantai atau sungai. Sedangkan sebagian kecilnya 6,69 % berupa daerah berbukit-bukit dengan ketinggian rata-rata 6–35 meter dari permukaan laut yang terdapat di bagian selatan Sungai Reteh, Kecamatan Keritang. Daerah ini termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT). Secara fisiografis, wilayah Kabupaten Indragiri Hilir terbelah-belah oleh beberapa sungai, terusan, sehingga membentuk gugusan pulau-pulau. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa kemiringan lereng wilayah Kabupaten Indragiri Hilir di dominasi oleh kemiringan 0–2%, seluas 1.298.763 Ha (94,97%), kemiringan 3–5% seluas 9.710 Ha (0,71%), kemiringan 16–40% seluas 21.197 Ha (1,55 %) dan kemiringan di atas 40% seluas 37.744 Ha (2,76%). Sedangkan khusus kondisi topografi untuk Kawasan Kuala Enok didominasi oleh lahan dengan kemiringan 0–8%. Iklim Seperti wilayah lain di Pulau Sumatera, khususnya Provinsi Riau, wilayah kabupaten Indragiri Hilir beriklim hutan hujan tropis (Af) dengan curah hujan yang cenderung tinggi hampir di sepanjang tahun. Suhu udara di wilayah ini cenderung konstan antara 23°–34 °C dengan tingkat kelembapan relatif yang cenderung tinggi antara 70%–90%. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pemekaran Kabupaten Indragiri Masyarakat Indragiri Hilir memohon kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Riau, agar Indragiri Hilir dimekarkan menjadi kabupaten Daerah Tingkat II yang berdiri sendiri (otonom). Setelah melalui penelitian, baik oleh Gubernur maupun Departemen Dalam Negeri, maka pemekaran diawali dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau (Provinsi Riau) tanggal 27 April 1965 nomor 052/5/1965 sebagai Daerah Persiapan Kabupaten Indragiri Hilir. Pada tanggal 14 Juni 1965, dikeluarkanlah Undang-undang nomor 6 tahun 1965 Lembaran Negara Republik Indonesia no. 49, maka Daerah Persiapan Kabupaten Indragiri Hilir resmi dimekarkan menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Indragiri Hilir (sekarang Kabupaten Indragiri Hilir) yang berdiri sendiri, yang pelaksanaannya terhitung tanggal 20 November 1965. Pendidikan kabupaten ini memiliki lembaga pendidikan tinggi diantaranya Sekolah Tinggi Agama Islam Auliaurrasyidin Tembilahan, Universitas Islam Indragiri, STIT Ar Risalah Sungai Guntung Kateman dan Akbid Puri Husada Tembilahan. Ekonomi Pertanian Dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah dan letak geografis yang sangat strategis, Indragiri Hilir terus memacu diri mengembangkan kawasannya menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi Riau dan pusat pertumbuhan kebudayaan ekonomi Riau dan Pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara. Sebagai Kabupaten tumbuh dan berkembang pada gerbang selatan provinsi Riau yang bersebelah dan menjadi hinderland Malaysia dan Singapura, serta selangkah dari pusat pertumbuhan Batam dan Bintan, masuknya investor. Potensi sumber daya alam Indragiri Hilir harus dikelola industri-industri hilir yang bermanfaat bagi daerah dan masyarakat. Untuk itu pemerintah Kabupaten harus memprioritaskan pembangunan infrastruktur guna memudahkan hadirnya para investor lokal, regional bahkan internasional. Pemerintah Indragiri Hilir akan memberikan pelayanan terbaik yang diperlukan oleh calon penanam modal itu. Salah satu diantaranya adalah memberikan pelayanan terpadu satu pintu yang di kenal sebagai One Door Service. Dengan One Door Service calon investor akan mendapat pelayanan memuaskan, sejak dari informasi peluang bisnis. Sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam serta menyimpan berbagai potensi ekonomi, Indragiri Hilir menjanjikan banyak kemungkinan pada masa depan. Didukung letak geografis yang strategis serta ditunjang tersedianya berbagai infrastruktur dan kebijakan pemerintah yang positif daerah ini merupakan lahan investasi yang layak diperhitungkan dalam era ekonomi global. Untuk menunjang percepatan pertumbuhan ekonomi dan mempermudah investasi, pemerintah daerah telah membangun berbagai infrastruktur terutama yang berkaitan dengan sektor pertanian. Potensi lahan basah (pasang surut) untuk persawahan di Kabupaten Indragiri Hilir seluas ± 57.642 ha, yang belum dimanfaatkan seluas ± 23.965 ha dan yang sudah dimanfaatkan seluas ± 33.677 ha. Dengan produksi padi 127.369,48 GKG. Untuk potensi pengembangan lahan kering seluas ± 169.000 ha, yang belum dimanfaatkan seluas ± 84.648 ha dan yang telah dimanfaatkan seluas ± 74.136 ha, dipergunakan untuk pengembangan palawija dengan luas areal ± 13.476 ha, dengan produksi 1.448 ton dan buah-buahan dengan luas ± 1.247 ha, dengan produksi 27.958,04 ton, sayur-sayuran dengan luas ± 1.247 ha, dengan produksi 1.448 ton dan buah-buahan dengan luas ± 5.320,80 ha, dengan produksi 82.105,38 ton. Perkebunan Kebun Kelapa identik dengan Indragiri Hilir dan Indragiri Hilir adalah sentra kebun kelapa paling luas di Indonesia, menjadi hamparan kebun kelapa dunia. Di sini pohon-pohon kelapa tumbuh dengan suburnya dari lahan-lahan yang semula hutan rawa-rawa. Sebagai negara pemilik kebun kelapa terluas di dunia, Indonesia mempunyai perkebunan seluas 3,7 juta hektare yang tersebar di kepulauan kelapa. Wilayah Kateman atau yang lebih di kenal dengan sebagai Sungai Guntung adalah Kecamatan yang memiliki kebun kelapa paling luas disana. Kebun-kebun ini adalah milik PT. Pulau Sambu, sebuah perusahaan agrobisnis yang memiliki kebun sekaligus pabrik minyak kelapa di Indragiri Hilir. Kebun kelapa di sana dikelola secara profesional. Hamparan kebun itu bukan hanya subur, produktif dan dihandalkan, tetapi juga indah mengasyikan. Kebun Kelapa Guntung sudah menjadi objek wisata atau agrowisata yang luar biasa. Dan inilah kebun kelapa raksasa dan daya tarik wisata yang tiada tara. Kabarnya disekitar pantai akan dibuat badan jalan, sepanjang tepi kanal dan tanggul akan dapat dilalui kendaraan. yang kedua adalah perkebunan kelapa sawit, indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia sebagian besar kelapa sawit indonesia berasal dari perkebunan di indragiri hilir, karena semakin murahnya harga kelapa (biasa) di indragiri hilir petani kelapa di inhil banyak yang beralih menjadi petani kelapa sawit hasilnya inhil sekarang menjadi daerah yang terkenal dengan kelapasa sawitnya Panjang kanal disambung-sambung akan mencapai 32.000 kilometer Luar biasa! itulah potret sekilas Negeri Sejuta Kelapa di Negeri Seribu Parit ini. Selain kelapa sebagai hasil bumi kabupaten ini, kelapas sawit juga menjadi sumber daya alam terdapat banyak di barat kabupaten ini seperti di kecamatan tempuling, enok, kempas jaya dan teluk kiambang salag satu desa penghasil sawit terbesar di kabupaten ini. Peternakan Potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk usaha ternak pada sub sektor peternakan seluas ± 225.863 ha, dengan daya tampung ± 902.452 ekor dipergunakan untuk ternak besar (sapi). Adapun jumlah ternak besar saat ini ± 11.678 ekor dan ternak kecil (kambing dan domba) ± 30.862 ekor, sedangkan untuk kebutuhan daging di Kabupaten Indragiri Hilir ± 2.995.744 ton dan kebutuhan telur ± 1.671.054 kg. Yang mampu dihasilkan usaha peternakan untuk daging ± 45% dan untuk telur ± 35.31%, maka peluang potensi pengembangan pasar lokal untuk daging dan telur sangat cukup terbuka. Perikanan Program kerjapembangunan perikanan di Kabupaten Indragiri Hilir telah mengacu pada 4 (empat)usaha pokok, yaitu intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi,serta terus meningkatkan peranan perusahaan swasta dalam dunia perikanan dalam rangka pemerataan dan peningkatan pendapatan nelayan/petani ikan melalui peningkatan produksi dan produktivitas usaha, memenuhi kebutuhan konsumen ikan dalam negeri, penyediaan bahan baku industri dan peningkatan ekspor. Disamping itu sekaligus dapat diarahkan untuk pemerataan kesempatan berusaha serta penyerapan tenaga kerja dengan tetap menjaga sumber daya dan lingkungan hidup perairan. Mengacu kepada tujuanpembangunan perikanan Riau dengan memperhatikan kondisi dan potensi perikanan didaerah ini, maka program kerja pembangunan perikanan Indragiri Hilir dirumuskan sebagai berikut: Peningkatan produksi dan produktivitas nelayan serta pengembangan usaha budidaya pertambakan dalam rangka peningkatan pendapatan. Peningkatan institusi pemasaran dan pemerataan distribusi perikanan untuk mempermudah suplai ikan bagi masyarakat yang bermukim di pedalaman. Peningkatan ekspor sekaligus menekan impor komoditas perikanan. Pemanfataan seefesien mungkin serta pemeliharaan kelestarian sumber daya dan lingkungan perairan. Meningkatkan peranan sub sektor perikanan dalam kegiatan dan pembangunan pedesaan terutama dalam hal menciptakan peluang bekerja dan berusaha. Evaluasi pelaksanaan tugas sub sektor perikanan Indragiri Hilir disusun berdasarkan realisasi kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Perikanan Indragiri Hilir serta kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh nelayan/petani ikan di daerah ini sehingga akan tergambarpencapaian sasaran target berdasarkan yang telah diprogramkan. Luas lahan potensial untuk usaha pengembangan budidaya air payau (tambak) sekitar 13.000 hektare, sedangkan untuk budidaya air tawar (kolam) sekitar 1.657 Ha. Jumlah penduduk yang berusaha di bidang perikanan baik secara langsung maupun tidak langsung/sambilan. Pertambangan Batubara Granit Pasir Pasir Sungai (Pasir Timbun) Pasir Kuarsa Tanah Liat Kaolin Gambut Tanah Urug Baru-baru ini ditemukan sumur migas baru di Inhil (sekitar perbatasan Inhil-Inhu). Referensi Pranala luar Indragiri Hilir Indragiri Hilir
4013
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Kampar
Kabupaten Kampar
Kampar adalah sebuah wilayah kabupaten yang berada di provinsi Riau, Indonesia. Di samping julukan sebagai Bumi Sarimadu, Kampar juga dikenal dengan julukan Serambi Mekkah di provinsi Riau. Kabupaten ini memiliki luas 11.289,28 km² atau 12,26% dari luas provinsi Riau dan jumlah penduduk berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2022 berjumlah 847.236 jiwa. Ibu kota Kampar berada di Bangkinang. Sejarah Pada awalnya Kampar termasuk sebuah kawasan yang luas, merupakan sebuah kawasan yang dilalui oleh sebuah sungai besar, yang disebut dengan Sungai Kampar. Berkaitan dengan Prasasti Kedukan Bukit, beberapa sejarahwan menafsirkan Minanga Tanvar dapat bermaksud dengan pertemuan dua sungai yang diasumsikan pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Penafsiran ini didukung dengan penemuan Candi Muara Takus di tepian Sungai Kampar Kanan, yang diperkirakan telah ada pada masa Sriwijaya. Berdasarkan Sulalatus Salatin, disebutkan adanya keterkaitan Kesultanan Melayu Melaka dengan Kampar. Kemudian juga disebutkan Sultan Melaka terakhir, Sultan Mahmud Shah setelah jatuhnya Bintan tahun 1526 ke tangan Portugis, melarikan diri ke Kampar, dua tahun berikutnya mangkat dan dimakamkan di Kampar. Dalam catatan Portugal, disebutkan bahwa di Kampar waktu itu telah dipimpim oleh seorang raja, yang juga memiliki hubungan dengan penguasa Minangkabau. Tomas Dias dalam ekspedisinya ke pedalaman Minangkabau tahun 1684, menyebutkan bahwa ia menelusuri Sungai Siak kemudian sampai pada suatu kawasan, pindah dan melanjutkan perjalanan darat menuju Sungai Kampar. Dalam perjalanan tersebut ia berjumpa dengan penguasa setempat dan meminta izin menuju Pagaruyung. Perkembangan Pada tanggal 9 Oktober 2015 Presiden Joko Widodo mengunjungi lokasi kebakaran hutan dan lahan, di Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Geografi Kabupaten Kampar dengan luas lebih kurang 211.289,28 km² merupakan daerah yang terletak antara 1°00’40” Lintang Utara sampai 0°27’00” Lintang Selatan dan 100°28’30” – 101°14’30” Bujur Timur. Batas-batas daerah Kabupaten Kampar adalah sebagai berikut: Batas Wilayah Kabupaten Kampar dilalui oleh dua buah sungai besar dan beberapa sungai kecil, di antaranya Sungai Kampar yang panjangnya ± 413,5 km dengan kedalaman rata-rata 7,7 m dan lebar rata-rata 143 meter. Seluruh bagian sungai ini termasuk dalam Kabupaten Kampar yang meliputi Kecamatan XIII Koto Kampar, Bangkinang, Kuok, Kampar, Siak Hulu, dan Kampar Kiri. Kemudian Sungai Siak bagian hulu yakni panjangnya ± 90 km dengan kedalaman rata-rata 8 – 12 m yang melintasi kecamatan Tapung. Sungai-sungai besar yang terdapat di Kabupaten Kampar ini sebagian masih berfungsi baik sebagai sarana perhubungan, sumber air bersih, budi daya ikan, maupun sebagai sumber energi listrik (PLTA Koto Panjang). Kabupaten Kampar pada umumnya beriklim tropis, suhu minimum terjadi pada bulan November dan Desember yaitu sebesar 21 °C. Suhu maksimum terjadi pada Juli dengan temperatur 35 °C. Jumlah hari hujan pada tahun 2009, yang terbanyak adalah di sekitar Bangkinang Seberang dan Kampar Kiri. Pemerintahan Kabupaten Kampar pada awalnya berada dalam Provinsi Sumatra Tengah, dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 1956 dengan ibu kota Bangkinang. Kemudian masuk wilayah Provinsi Riau, berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 dan dikukuhkan oleh Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958. Kemudian untuk perkembangan Kota Pekanbaru, Pemerintah daerah Kampar menyetujui untuk menyerahkan sebagian dari wilayahnya untuk keperluan perluasan wilayah Kota Pekanbaru, yang kemudian ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1987. Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau Nomor: KPTS. 318VII1987 tanggal 17 Juli 1987, Kabupaten Kampar terdiri dari 19 kecamatan dengan dua Pembantu Bupati. Pembantu Bupati Wilayah I berkedudukan di Pasir Pangarayan dan Pembantu Bupati Wilayah II di Pangkalan Kerinci. Pembantu Bupati Wilayah I mengkoordinir wilayah Kecamatan Rambah, Tandun, Rokan IV Koto, Kunto Darussalam, Kepenuhan, dan Tambusai. Pembantu Bupati Wilayah II mengkoordinir wilayah Kecamatan Langgam, Pangkalan Kuras, Bunut, dan Kuala Kampar. Sedangkan kecamatan lainnya yang tidak termasuk wilayah pembantu Bupati wilayah I & II berada langsung di bawah koordinator Kabupaten. Daftar Bupati Yang menjabat sebagai bupati di Kampar saat ini ialah Muhammad Firdaus, ia merupakan penjabat bupati Kampar sejak 23 Mei 2023, setelah dilantik oleh gubernur Riau Syamsuar di Kota Pekanbaru. Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Kampar tahun 2010 tercatat 688,204 orang, yang terdiri dari penduduk laki-laki 354,836 jiwa dan wanita 333,368 jiwa. Ratio jenis kelamin (perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan) adalah 109. Mayoritas Penduduk Kabupaten Kampar adalah orang Kampar yang merupakan bagian dari Orang Minangkabau. Mereka juga kerap menyebut dirinya sebagai ughang (orang) Ocu yang tersebar di sebagian besar wilayah Kampar dengan persukuan Domo, Malayu, Piliong/Piliang, Mandailiong, Putopang, Caniago, Kampai, Bendang, dan lainnya. Masyarakat Kampar dari segi adat-istiadat, budaya, dan bahasa mereka adalah bagian masyarakat Minangkabau. Selanjutnya terdapat juga etnis Jawa yang sebagian telah menetap di Kampar sejak masa penjajahan dan masa kemerdekaan melalui program transmigrasi yang tersebar di sentra-sentra permukiman transmigrasi. Didapati pula penduduk beretnis Batak, pendatang beretnis Minangkabau asal Sumatera Barat, dan lainnya. Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Kampar yaitu 333 jiwa/km², diikuti oleh Kecamatan Kampar Utara 226 jiwa/km². Selain itu lima kecamatan yang agak padat penduduknya berada di Kecamatan Rumbio Jaya, Bangkinang, Kuok, Perhentian Raja, dan Kampar Timur, masing –masing 216 jiwa/km², 191 jiwa/km², 158 jiwa/km², 154 dan 131 jiwa/km². Sedangkan dua kecamatan yang relatif jarang penduduknya yaitu Kecamatan Kampar Kiri Hulu dengan kepadatan 9 jiwa/km² dan Kampar Kiri Hilir dengan 13 jiwa/km². Agama Penduduk kabupaten Kampar mayoritas beragama Islam, diikuti oleh Protestan, Katolik, Budha, dan Hindu. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri dalam catatan kependudukan dan sipil hingga semester 1 tahun 2023 mencatat pemeluk agama Islam berjumlah 761.742 jiwa (89,12%) dari 854.738 jiwa penduduk. Selanjutnya pemeluk agama Kekristenan sebanyak 92.595 jiwa (10,83%), dimana Protestan sebanyak 83.858 jiwa (9,81%) dan Katolik sebanyak 8.737 jiwa (1,02%). Pemeluk agama Kristen banyak terdapat di kecamatan Tapung Hulu, Siak Hulu, Tapung Hilir dan Tapung. Meski pada umumnya semua kecamatan di kabupaten Kampar adalah mayoritas beragama Islam. Sebagian kecil menganut agama Buddha sebanyak 0,04% atau 315 jiwa, dan selebih menganut agama Hindu sebanyak 0,01%. Rumah ibadah yang terdapat di kabupaten Kampar yakni rumah ibadah berupa masjid sebanyak 794 bangunan, musholah 1.169 bangunan. Masjid Jami Air Tiris, termasuk salah satu masjid tertua di Kabupaten Kampar. Gereja protestan berjumlah 234 bangunan, dan paling banyak berada di kecamatan Tapung yakni 74 bangunan gereja. Dan bangunan gereja Katolik berjumlah 21 bangunan. Ekonomi Kabupaten Kampar mempunyai banyak potensi yang masih dapat dimanfaatkan, terutama di bidang pertanian dan perikanan darat. Sebagian besar penduduk (67.22%) bekerja di sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Hanya sebagian kecil (0.22%) yang bekerja di sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, disamping pemerintahan. Sebagai salah satu daerah terluas di Provinsi Riau, Kabupaten Kampar secara berkelanjutan melakukan peningkatan fasilitas dan infrastruktur seperti jaringan jalan raya (1.856,56 km), jaringan listrik (72,082 KWH) dengan 5 unit pembangkit tenaga diesel Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Koto Panjang yang memproduksi energi dengan kapasitas tersambung sebesar 114,240 KWH. Fasilitas lain yang juga telah tersedia antara lain layanan telekomunikasi (telepon kabel, telepon seluler, dan jaringan internet) dan jaringan air bersih dengan kapasitas produksi sebesar 1,532,284 m³. Pertanian Bidang pertanian seperti kelapa sawit dan karet yang merupakan salah satu tanaman yang sangat cocok buat lahan yang ada di Kabupaten kampar. Perkebunan Khusus perkebunan perkebunan sawit untuk saat ini Kabupaten Kampar mempunyai luas lahan 241,5 ribu hektare dengan potensi crude palm oil (CPO) sebanyak 966 ribu ton. Perikanan Di bidang perikanan budidaya ikan patin yang dikembangkan melalui keramba (kolam ikan berupa rakit) di sepanjang sungai kampar, ini terlihat banyaknya keramba yang berjejer rapi di sepanjang sungai kampardan adanya kerjasama antara Pemda Kampar dengan PT Benecom dengan jumlah investasi Rp. 30 miliar yang mana kedepannya Kampar akan menjadi sentra ikan patin dengan produksi 220 ton per hari. Pariwisata Kabupaten Kampar memiliki kawasan situs purbakala yang diperkirakan telah ada pada masa Sriwijaya yaitu Candi Muara Takus, kawasan ini selain menjadi kawasan cagar budaya juga menjadi tujuan wisata religi bagi umat Buddha. Candi Muara Takus terletak di desa Muara Takus, XIII Koto Kampar, Kampar. Selain itu masyarakat Kampar yang beragama Islam, masih melestarikan tradisi mandi balimau bakasai yaitu mandi membersihkan diri di Sungai Kampar terutama dalam menyambut bulan Ramadan. Kemudian terdapat juga tradisi Ma'awuo ikan yaitu tradisi menangkap ikan secara bersama-sama (ikan larangan) setahun sekali, terutama pada kawasan Danau Bokuok (Kecamatan Tambang) dan Sungai Subayang di Desa Domo (Kecamatan Kampar Kiri Hulu). Budaya masyarakat Kampar tidak lepas dari pengaruh Minangkabau, yang identik dengan sebutan Kampar Limo Koto dan dahulunya merupakan bagian dari Pagaruyung. Limo Koto terdiri dari Kuok, Salo, Bangkinang, Air Tiris dan Rumbio. Terdapat banyak persukuan yang masih dilestarikan hingga kini, termasuk model kekerabatan dari jalur ibu (matrilineal). Konsep adat dan tradisi persukuannya sama dengan konsep Minang khususnya di Luhak Limopuluah. Bahasa sehari-hari masyarakat Kampar mirip dengan Bahasa Minangkabau, atau disebut dengan Bahasa Ocu salah satu varian yang mirip dengan bahasa digunakan di Luhak Limopuluah. Bahasa ini berlainan aksen dengan varian Bahasa Minangkabau yang dipakai oleh masyarakat Luhak Agam, Luhak Tanah Datar maupun kawasan pesisir Minangkabau lainnya. Di samping itu, Kampar Limo Koto juga memiliki semacam alat musik tradisional yang disebut dengan Calempong dan Oguong. Referensi Daftar Pustaka Sejarah daerah Riau, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977. Pranala luar Situs web resmi Kabupaten Kampar Kampar Kampar
4014
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Indragiri%20Hulu
Kabupaten Indragiri Hulu
Kabupaten Indragiri Hulu atau sering disingkat Inhu adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Riau, Indonesia. Penduduk aslinya terdiri dari suku Melayu terutama di kecamatan Peranap, Batang Paranap, Kelayang dan Rakit Kulim. Kabupaten Indragiri Hulu merupakan salah satu kabupaten di provinsi Riau yang masih memiliki komunitas suku terasing, yaitu suku Talang Mamak yang mendiami kecamatan Rakit Kulim, Rengat Barat, Batang Cenaku, Seberida dan Batang Gansal. Luas kabupaten ini 8.198,71 km2, dengan jumlah penduduk semester 1 tahun 2023 sebanyak 466.436 jiwa dan kepadatan penduduk 57 jiwa/km2. Dan ibukota kabupaten berada di kecamatan Rengat. Sejarah Suku-suku terasing yang ada di Kabupaten Indragiri Hulu awalnya tergabung dengan kerajaan Indragiri. Namun sekitar abad ke-13 di bawah pimpinan Datuk Perpatih Nan Sebatang—salah seorang pembesar Kerajaan Pagaruyung Minangkabau—mereka memisahkan diri dan membangun kampung Petalangan di Durian Cacar. Mengingat jasa-jasa Datuk Perpatih terhadap kerajaan Indragiri, Sultan Indragiri memberikan status daerah istimewa untuk wilayah Petalangan. Derah Petalangan tersebut diduga asal muasal kata Talang dan kata Mamak sendiri merupakan panggilan kehormatan Sultan Indragiri kepada Datuk Perpatih. Oleh karena itu,masyarakat keturunan yang dibawa oleh Datuk Perpatih ini disebut Talang Mamak. Sekarang keturunannya tersebar di Kecamatan Siberida dan Pasir Penyu.Mereka umumnya bertani dan berkebun terutama menyadap karet hutan.Kegiatan ini dilakukan turun-temurun hingga sekarang.Tidak mengherankan bila pekerjaan ini menjadi cikal bakal bagi masyarakat Indragiri Hulu yang sebagian besar hidup dari pohon karet. Potensi Komoditas perkebunan yang berkembang di Indragiri Hulu tidak hanya karet. kelapa sawit, kakao, pinang juga sudah dikembangkan. Akan tetapi, di antara produk perkebunan tersebut, yang dominan di wilayah ini, karet dan kelapa sawit. Lahan perkebunan karet dan sawit tersebut menyebar di seluruh wilayah Indragiri Hulu. Hampir di semua kecamatan dapat dijumpai lahan perkebunan. Total luas lahan perkebunan karet sebesar 77.582 hektar (tahun 2000) dan banyak dijumpai di Kecamatan Kelayang, Siberida dan Peranap. Total luas perkebunan kelapa sawit sebesar 99.792 hektar (tahun 2000). Sebagian besar terletak di Kecamatan Pasir Penyu, Siberida dan Peranap. Tidak mengherankan bila sampai 1999, perekonomian Kabupaten Indragiri Hulu ini bersandar pada pertanian terutama sektor perkebunan yang nilainya mencapai Rp 124 miliar. Pemerintahan Daftar Bupati Bupati merupakan jabatan tertinggi dalam pemerintahan kabupaten Indragiri Hulu. Saat ini, bupati Indragiri Hulu dijabat oleh Rezita Meylani Yopi, dan didampingi wakil bupati, Junaidi Rachmat. Dewan Perwakilan Kecamatan Referensi Indragiri Hulu Indragiri Hulu
4015
https://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan%20Riau
Kepulauan Riau
Kepulauan Riau (disingkat Kepri) adalah sebuah wilayah provinsi yang terletak di Indonesia. Provinsi ini beribu kota di Kota Tanjungpinang. Provinsi ini berbatasan langsung dengan Vietnam, Kamboja, dan Laut Tiongkok Selatan di sebelah utara Laut Natuna Utara; Provinsi Kalimantan Barat dan Sarawak (Malaysia) di sebelah timur; Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi di selatan; negara Singapura, tiga negara bagian Malaysia Barat (Terengganu, Pahang, dan Johor) dan Provinsi Riau di sebelah barat. Provinsi ini termasuk provinsi berbentuk kepulauan di Indonesia. Tahun 2020, penduduk Kepulauan Riau berjumlah 2.064.564 jiwa, dengan kepadatan 252 jiwa/km2, dan 58% penduduknya berada di Kota Batam. Dan pada pertengahan tahun 2023, penduduk Kepulauan Riau sebanyak 2.150.329 jiwa. Secara keseluruhan wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 5 kabupaten, dan 2 kota, 52 kecamatan serta 299 kelurahan/desa dengan jumlah 2.408 pulau besar, dan kecil yang 30% belum bernama, dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 8.201,72 km², sekitar 96% merupakan lautan, dan hanya sekitar 4% daratan. Nama Ada tiga kemungkinan asal kata riau yang menjadi nama provinsi ini. Pertama, dari kata Portugis, rio berarti sungai. Pada tahun 1514, terdapat sebuah ekspedisi militer Portugis yang menelusuri Sungai Siak, dengan tujuan mencari lokasi sebuah kerajaan yang diyakini mereka ada pada kawasan tersebut, dan sekaligus mengejar pengikut Sultan Mahmud Syah yang melarikan diri setelah kejatuhan Kesultanan Malaka. Versi kedua menyebutkan bahwa riau berasal dari kata riahi yang berarti air laut. Kata ini diduga berasal dari tokoh Sinbad al-Bahar dalam kitab Seribu Satu Malam, dan versi ketiga menyebutkan bahwa kata ini berasal dari penuturan masyarakat setempat, diangkat dari kata rioh atau riuh, yang berarti ramai, hiruk pikuk orang bekerja. Asal usul nama Riau juga menuai polemik di antara budayawan Riau dan Kepulauan Riau. Kedua kubu ini menilai bahwa nama Riau berasal dari provinsinya masing-masing dengan versi sejarah yang berbeda. Sejarah Masa Kesultanan Melayu Masa Islam di Kepulauan Riau berkembang dengan berdirinya Kesultanan Johor, Sejarah Johor dimulai pada masa pemerintahan Kesultanan Malaka. Sebelumnya daerah Johor Dan Riau merupakan bagian dari Kesultanan Malaka, kemudian Malaka jatuh akibat penaklukan Portugis pada tahun 1511. Berdasarkan Sulalatus Salatin, setelah wafatnya Sultan Malaka, Mahmud Syah tahun 1528 di Kampar, Sultan Alauddin Syah, salah seorang putra raja Malaka, menjadikan Johor sebagai pusat pemerintahannya dan kemudian dikenal sebagai Kesultanan Johor Sebagai pewaris Malaka, Sultan Johor mewarisi wilayah Johor, Pahang, Selangor, Riau sebagai wilayah kedaulatannya. Pengaruh perjanjian London tahun 1824 bekas wilayah Kesultanan Johor dibagi dua atas wilayah jajahan Inggris dan Belanda. Bagian Belanda menjadi Kesultanan Riau Lingga Setelah kemerdekaan Indonesia dan Malaysia, Johor kemudian menjadi salah satu negara bagian Malaysia pada tahun 1963. Dan Kepulauan Riau menjadi Provinsi Riau digabung dengan Wilayah Bekas Kesultanan Siak Sri inderapura. Masa Kesultanan Riau-Lingga Kesultanan Riau-Lingga adalah salah satu kerajaan Islam yang didirikan di Pulau Lingga. Kesultanan ini dibentuk pada tahun 1824 dari pecahan wilayah Kesultanan Johor atas perjanjian yang disetujui oleh Britania Raya dan Hindia Belanda atau Dikenal Juga Traktat London, Pendirinya adalah Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah. Wilayah Kesultanan Riau-Lingga mencakup provinsi Kepulauan Riau. Pusat pemerintahan Kesultanan Riau-Lingga awalnya berada di Pulau Penyengat Tanjung Pinang, tetapi kemudian dipindahkan ke Pulau Lingga. Kesultanan Riau-Lingga berakhir pada tanggal 3 Februari 1911 dan menjadi kekuasaan sepenuhnya Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Kesultanan ini berperan dalam pengembangan Bahasa Melayu Riau sebagai bahasa standar yang kemudian ditetapkan sebagai Bahasa Indonesia. Masa Kolonial Hindia Belanda Masa Kolonial sangat berpengaruh dalam sejarah Kepulauan Riau. Julukan Hawaii Van Lingga yang diberikan kepada pulau Penuba, penggunaan uang tersendiri bagi Kepulauan Riau, dan terbentuknya Karesidenan Riouw menjadi bukti pengaruh kuat para kolonial di Kepulauan Riau. Pada tahun 1922, Afdeeling Tanjung Pinang membawahi empat onder-afdeeling yang terdiri dari Onder-Afdeeling Tanjung Pinang, Onder-Afdeeling Karimun, Onder-Afdeeling Lingga, dan Onder-Afdeeling Pulau Tujuh yang dibagi ke dalam dua ressort, yakni ressort Kepulauan Anambas dan ressort Kepulauan Natuna. Adapun Afdeeling Indragiri yang terdiri dari Kuantan, Indragirische Bovenlanden dan Indragirische Benedenlanden, yang pada awal mulanya merupakan satu kesatuan dengan Kepulauan Riau, pada akhirnya, sesudah tahun 1950-an,dimasukkan ke dalam Riau. Setelah masa kemerdekaan, Kepulauan Riau bergabung dengan wilayah Kesultanan Siak di daratan Sumatra sehingga membentuk provinsi Riau. Dahulunya, Kepulauan Riau juga menggunakan mata uang tersendiri bernama Uang Kepulauan Riau (KR). Namun secara perlahan, penggunaan mata uang ini dihentikan dan digantikan dengan mata uang Rupiah. Setelah lama bergabung dengan Riau, Kepulauan Riau akhirnya memutuskan untuk memisahkan diri dengan membentuk Badan Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP3KR). Perjuangan BP3KR akhirnya membuahkan hasil dengan pemekaran provinsi Kepulauan Riau dari Riau pada tanggal 24 September 2002. Sejarah setelah pembentukan provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi baru hasil pemekaran dari provinsi Riau. Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga. Batas wilayah Adapun batas wilayah provinsi Kepulauan Riau, yakni: Geografi Secara geografis provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara tetangga, yaitu Singapura, Malaysia, dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 251.810,71 km² dengan 96 persennya adalah perairan dengan 1.350 pulau besar, dan kecil telah menunjukkan kemajuan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Ibu kota provinsi Kepulauan Riau berkedudukan di Tanjungpinang. Provinsi ini terletak pada jalur lalu lintas transportasi laut, dan udara yang strategis, dan terpadat pada tingkat internasional serta pada bibir pasar dunia yang memiliki peluang pasar. Titik tertinggi di Kepulauan Riau adalah Gunung Daik (1.165 mdpl) yang terdapat di pulau Lingga. Sumber daya alam Kepri memiliki potensi sumber daya alam mineral, dan energi yang relatif cukup besar, dan bervariasi baik berupa bahan galian A (strategis) seperti minyak bumi, dan gas alam, bahan galian B (vital) seperti timah, bauksit, dan pasir besi, maupun bahan galian golongan C seperti granit, pasir, dan kuarsa. Pemerintahan Gubernur Gubernur bertanggungjawab atas wilayah provinsi Kepulauan Riau. Saat ini, gubernur atau kepala daerah yang menjabat di provinsi Kepulauan Riau ialah Ansar Ahmad, dengan wakil gubernur Marlin Agustina. Mereka menang pada Pemilihan umum Gubernur Kepulauan Riau 2020. Ansar merupakan gubernur Kepulauan Riau ke-5, sejak provinsi ini dibentuk. Ansar dan Marlin dilantik oleh presiden Republik Indonesia, Joko Widodo di Istana Negara Jakarta pada 25 Februari 2021, untuk masa jabatan 2021-2024. Perwakilan Kabupaten dan kota Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatra. Provinsi Kepulauan Riau terdiri ata 5 kabupaten dan 2 kota. Berikut adalah daftar kabupaten dan kota di provinsi Kepulauan Riau. Demografi Suku bangsa Suku bangsa asli/lokal yang terdapat di provinsi Kepulauan Riau adalah Melayu Riau dan Orang Laut. Adapun etnis pendatang lainnya yang dominan yaitu Jawa, Tionghoa, Batak, Minangkabau, Bugis, Toraja, Sunda, suku asal NTT, Banjar, dan suku lainnya, yaitu Aceh, Arab, India, Nias, Madura, Karo, Bajau, Melayu Jambi, Melayu Palembang, Melayu Bengkulu, juga suku Melayu lainnya, dan suku lain-lain yang bukan penduduk asli/lokal (setempat) di provinsi Kepulauan Riau melainkan pendatang/perantau dari daerah lain (luar Kepri/luar pulau). Dalam Sensus Penduduk Indonesia 2010, keberagaman suku atau etnis berdasarkan hasil data survei, didominasi oleh lima suku dari 1.672.891 jiwa. Dengan mayoritas penduduk Kepulauan Riau adalah orang Melayu, kemudian Jawa, Batak, Tionghoa, dan Minang. Berikut ini komposisi etnis atau suku bangsa di provinsi Kepulauan Riau tahun 2010: Agama Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri per tanggal 30 Juni 2023 mencatat bahwa mayoritas penduduk Kepulauan Riau menganut agama Islam. Adapun persentase agama penduduk di provinsi Kepulauan Riau menurut agama yang dianut adalah Islam sebanyak 78,36%, kemudian Kekristenan sebanyak 14,55% dengan rincian Protestan sebanyak 11,98% dan Katolik sebanyak 2,55%. Penduduk yang menganut agama Buddha sebanyak 6,88%, kemudian sebagian kecil beragama Konghucu sebanyak 0,15%, Hindu sebanyak 0,04% dan Kepercayaan 0,02%. Bahasa Bahasa yang dipakai adalah bahasa resmi yaitu Bahasa Indonesia dan ada juga yang menggunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu Riau mempunyai sejarah yang cukup panjang, karena pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Kerajaan Sriwijaya, Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa internasional Lingua franca di kepulauan Nusantara, atau sekurang-kurangnya sebagai bahasa perdagangan di Kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu, semenjak pusat kerajaan berada di Malaka kemudian pindah ke Johor, akhirnya pindah ke Riau mendapat predikat pula sesuai dengan nama pusat kerajaan Melayu itu. Karena itu bahasa Melayu zaman Melaka terkenal dengan Melayu Melaka, bahasa Melayu zaman Johor terkenal dengan Melayu Johor, dan bahasa Melayu zaman Riau terkenal dengan bahasa Melayu Riau. Pada zaman dahulu ada beberapa alasan yang menyebabkan Bahasa Melayu menjadi bahasa resmi digunakan, yaitu: Bahasa Melayu Riau secara historis berasal dari perkembangan Bahasa Melayu semenjak berabad-abad yang lalu. Bahasa Melayu sudah tersebar keseluruh Nusantara, sehingga sudah dipahami oleh masyarakat, bahasa ini sudah lama menjadi bahasa antar suku di Nusantara. Bahasa Melayu Riau sudah dibina sedemikian rupa oleh Raja Ali Haji dan kawan-kawannya, sehingga bahasa ini sudah menjadi standar. Bahasa Melayu Riau sudah banyak publikasi, berupa buku-buku sastra, buku-buku sejarah, dan agama baik dari zaman Melayu klasik maupun dari yang baru. Pendidikan Beberapa Perguruan tinggi yang ada di Kepulauan Riau: Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) (Tanjungpinang) Universitas Batam Universitas Internasional Batam Universitas Riau Kepulauan (Batam) Universitas Putera Batam Universitas Karimun Universitas Universal (Batam) Universitas Ibnu Sina (Batam) Institut Teknologi Batam Institut Kesehatan Mitra Bunda (Batam) Institut Teknologi dan Bisnis Indobaru Nasional (Batam) Institut Agama Islam Abdullah Said Batam Politeknik Negeri Batam Politeknik Pariwisata Batam Politeknik Bintan Cakrawala (Lagoi-Bintan) Politeknik Lingga (Politeknik Kesehatan) Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang STISIPOL Raja Haji (Tanjungpinang) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bentara Persada Batam STMIK Putera Batam STIKES Hang Tuah Tanjungpinang STIE Pembangunan Tanjungpinang Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Cakrawala (Karimun) Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia Tanjungpinang Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karimun (Batam) STIKES Awal Bros Batam STISIP Bunda Tanah Melayu (Lingga) Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Muhammadiyah Batam STIE Nagoya Indonesia (Batam) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Galileo (Batam) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau (Bintan) STAI Ibnu Sina Batam STAI Miftahul Ulum Tanjungpinang STAI Natuna STEI Ar - Rachman (Batam) STIDKI Al-AZIZ Batam STIQ Kepulauan Riau (Batam) Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Lingga Kepulauan Riau Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hidayatullah Batam Kepulauan Riau Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama Kepulauan Riau (Tanjungpinang) Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis Islam Batam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Internasional Muhammadiyah Batam Sekolah Tinggi Agama Islam Paduka Anambas Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Mumtaz (Karimun) Sekolah Tinggi Teologi Basom (Batam) Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Batam STT Lintas Budaya Batam Sekolah Tinggi Teologi Calvary Batam Sekolah Tinggi Teologi Huperetes Batam Sekolah Tinggi Teologi Presbyterian Batam Sekolah Tinggi Teologi Sidang Jemaat Kristus (Batam) Sekolah Tinggi Teologi Pantekosta Batam Sekolah Tinggi Agama Kristen PAIS Batam Sekolah Tinggi Teologi Real Batam STT IKAT Batam STT Krisba Batam Sekolah Tinggi Teologi Injil Bhakti Caraka Batam Sekolah Tinggi Teologi Tabgha Batam Akademi Analis Kesehatan Putra Jaya Batam Akademi Bahasa Asing Permata Harapan Batam Akademi Akuntansi Permata Harapan Batam Akademi Kebidanan Anugerah Bintan (Tanjungpinang) Akademi Kebidanan Putra Jaya Mandiri Batam Akademi Kesehatan Kartini Batam Akademi Komunitas Digital Kreatif Malay Batam Perekonomian Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2005 adalah sebesar 6,57%. Sektor-sektor yang tumbuh dengan baik (lebih cepat dari pertumbuhan total PDRB) pada tahun 2005 antara lain sektor pengangkutan, dan komunikasi (8,51%), sektor industri pengolahan (7,41%), sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (6,89%), sektor jasa (6,77%), serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran (6,69%). PDRB Perkapita Provinsi Kepulauan Riau dalam lima tahun terakhir (2001-2005) cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun 2001 PDRB Perkapita (Atas Harga Berlaku – Tanpa Migas) sebesar Rp 22,808 juta, dan pada tahun 2005 meningkat sehingga menjadi sebesar Rp29,348 juta. Namun secara riil (tanpa memperhitungkan inflasi) PDRB Perkapita (tanpa gas) pada tahun 2001 hanya sebesar Rp20,397 juta, dan pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar Rp 22,418 juta. Kelautan Sebagai provinsi kepulauan, wilayah ini terdiri atas 96 % lautan. Kondisi ini sangat mendukung bagi pengembangan usaha budidaya perikanan mulai usahapembenihan sampai pemanfaatan teknologi budidaya maupun penangkapan. Di Kabupaten Karimun terdapat budidaya ikan kakap, budidaya rumput laut, kerambah jaring apung. Kota Batam, Kabupaten Bintan, Lingga, dan Natuna juga memiliki potensi yang cukup besar di bidang perikanan. Selain perikanan tangkap di keempat kabupaten tersebut, juga dikembangkan budidaya perikanan air laut, dan air tawar. Di kota Batam tepatnya di Pulau Setoko, bahkan terdapat pusat pembenihan ikan kerapu yang mampu menghasilkan lebih dari 1 juta benih setahunnya. Di Kota Batam tepatnya didaerah Telaga Punggur, ada satu pelabuhan perikanan yang dikelola murni oleh swasta. Pelabuhan Perikanan Swasta Telaga Punggur diresmikan pada tanggal 08 Januari 2010 oleh Menteri Kelautan, dan Perikanan R.I Dr. Ir. H. Fadel Muhammad. Letak pelabuhan perikanan swasta Telaga Punggur sangat strategis karena berhadapan dengan jalur lintas kapal penangkapan ikan antara Provinsi Kepri, dan Natuna, Natuna Utara (ZEEI), Laut Cina Selatan serta keberadaan pelabuhan perikanan swasta Telaga Punggur di Kota Batam sangat dekat dengan negara Singapura yang dapat meningkatkan ekspor hasil laut, dan menambah pendapatan asli daerah. Peternakan Potensi di bidang peternakan difokuskan pada ternak itik, ternak sapi, ternak ayam, ternak babi, dan ternak kambing yang umumnya masih dilaksanakan oleh peternakan kecil. Pertanian Hampir diseluruh wilayah kabupaten/kota di provinsi Kepulauan Riau berpotensi untuk diolah menjadi lahan pertanian, dan peternakan mengingat tanahnya subur. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis terutama di Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, dan Kota Batam. Disamping palawija, dan holtikultura, tanaman lain seperti kelapa, kopi, gambir, nenas serta cengkih sangat baik untuk dikembangkan. Demikian juga di kabupaten Bintan dan Lingga sangat cocok untuk ditanami buah-buahan, dan sayuran. Di beberapa pulau sangat cocok untuk perkebunan kelapa sawit. Salah satu perkebunan kelapa sawit terbesar di Kepulauan Riau terdapat di kawasan Tirta Madu. Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau merupakan gerbang wisata dari mancanegara kedua setelah Pulau Bali. Jumlah wisatawan asing yang datang berkunjung mencapai 1,5 juta orang pada tahun 2005. Objek wisata di provinsi Kepulauan Riau antara lain adalah wisata pantai yang terletak di berbagai kabupaten, dan kota. Pantai Melur, Pulau Abang dan Pantai Nongsa di kota Batam, Pantai Pelawan di kabupaten Karimun, Pantai Lagoi, Pantai Tanjung Berakit, Pantai Trikora, dan Bintan Leisure Park di kabupaten Bintan, Pantai Batu Kasah Natuna. Kabupaten Natuna terkenal dengan wisata baharinya seperti selam permukaan. Selain wisata pantai dan bahari, provinsi Kepulauan Riau juga memiliki objek wisata lainnya seperti cagar budaya, makam-makam bersejarah, tarian-tarian tradisional serta event-event khas daerah. Di kota Tanjungpinang terdapat pulau Penyengat sebagai pulau bersejarah karena di pulau ini terdapat masjid bersejarah, dan makam-makam Raja Haji Fisabililah dan Raja Ali Haji yang kedua-duanya adalah pahlawan nasional. Kawasan wisata di Kepulauan Riau juga mendapat banyak penghargaan. Treasure Bay di Lagoi, Bintan merupakan kolam renang air asin terbesar di Asia Tenggara, Patung Dewi Kwan Im di KTM Resort yang tertinggi se-Asia Tenggara, Vihara Avalokitesvara Graha yang terbesar se-Asia Tenggara, Patung Dewi Kwan Im di dalam Vihara Avalokitesvara Graha merupakan patung Dewi Kwan Im terbesar yang terdapat dalam sebuah ruangan se-Indonesia, Pulau Bawah di Anambas yang termasuk pulau tropis terbaik Asia versi CNN, Pantai Sisi di Natuna yang termasuk pantai alami terbaik di dunia versi majalah Island, dan Funtasy Island yang merupakan kawasan agrowisata terbesar di dunia. Transportasi Sistem transportasi yang terdapat di provinsi ini sangat beragam, sesuai dengan kondisi alam, dan jarak antar wilayahnya. Adapun jenis transportasi yang terdapat di provinsi ini adalah: Transportasi laut Perahu motor kecil (pompong), banyak digunakan oleh masyarakat di kawasan pesisir (hinterland). Kapal ferry (MV), merupakan transportasi utama antar kota (Tanjungpinang–Batam–Karimun–Lingga). SpeadBoat, merupakan transportasi boat cepat, biasa digunakan masyarakat untuk tujuan Tanjungpinang–Lobam–Batam. KM. Perintis, merupakan salah satu transportasi laut menuju ke dan dari kabupaten Natuna, kepulauan Anambas, juga kepulauan Tambelan. Pelni merupakan salah satu transpotasi masyarakat Karimun, Bintan, dan Batam menuju daratan Sumatra atau pulau Jawa. ASDP atau Kapal RoRo (Roll On Roll Off) merupakan salah satu transportasi laut utama bagi masyarakat Tanjungpinang, Bintan, Batam, Karimun, dan Lingga. Transportasi darat Taksi, merupakan salah satu alat transportasi darat utama di Kota Batam, selain itu merupakan salah satu angkutan umum dari kota Tanjungpinang menuju Kijang (Bintan Timur, Kabupaten Bintan). Angkutan kota (angkot), memiliki perbedaan sebutan di masing-masing daerah, di kota Tanjungpinang sebutan untuk angkot adalah "Transport", sedangkan di kota Batam disebut "Metro Trans". Bus, untuk Kota Batam, bus sendiri memiliki beberapa jenis, di antaranya: Damri, dan bus kota (Busway). Di Kota Tanjungpinang, bus digunakan oleh masyarakat untuk menuju Tanjunguban (Bintan Utara, Kabupaten Bintan). Selain itu juga terdapat bus khusus anak sekolah. Becak motor, di kawasan pesisir (hinterland) seperti kawasan Belakang Padang, dan pulau Penyengat terdapat sebuah transportasi darat yang cukup unik, yakni Becak Motor. Ojek. Pembangunan monorail di Kota Batam Transportasi udara Provinsi ini memiliki 5 bandara udara, yakni: Bandara Internasional Hang Nadim (Batam), Bandara Raja Haji Fisabilillah (Tanjungpinang), Bandara Sei Bati di Karimun, Bandara Ranai di Natuna, Bandara Dabo di Dabo Singkep (Lingga) dan Bandara Matak di Matak (Kepulauan Anambas). Bandara Internasional Hang Nadim (Batam) merupakan sebuah kebanggaan bagi provinsi Kepulauan Riau, karena bandara ini mempunyai landasan terpanjang di Asia Tenggara. Dalam waktu dekat, sebuah bandara baru akan dibangun di provinsi ini yang terletak di Kabupaten Bintan Utara. Bandara baru ini dinamakan Bandara Busung yang konon dikabarkan akan menempati luas area sampai 170 hektare. Bandara baru juga akan dibangun di Tambelan, Bintan dan Letung, Kepulauan Anambas. Seni dan budaya Musik Musik Melayu Kepulauan Riau, dan musik yang berkembang oleh masyarakat Kepulauan Riau mencakup Musik Melayu dalam bentuk Langgam atau Senandung, Musik Joget, Musik Zapin, Musik Silat, Musik Inang, Musik Ghazal, Musik Boria, Musik Mak Yong, Musik Mendu, Musik Lang-lang Buana, Musik Bangsawan, Musik Barongsai, Musik Gamelan yang dulunya berkembang istana Daik Lingga dengan sebutan Musik Tari Joget Lingga, Musik Randai, Musik Dul Muluk, Musik Tari Inai, Musik Kompang, Musik Berdah, Musik Rebana, Musik Kasidah, Musik Nobat yang bisa digunakan pada acara ritual kerajaan di Riau Lingga, Musik Boria, Musik Kuno kepang, Musik Wayang cecak, Musik Randai, Musik Angklung, Musik Manora, Musik Keroncong, Musik Dangdut, Musik Pop, Musik Gondang dari Sumatera Utara, Musik Agogo, dan lainnya. Tarian Tari Melayu di Kepulauan Riau yang berkembang di kabupaten, dan kota antara lain: Tari Zapin, Tari Joget Dangong, Tari Jogi, Tari Melemang, Tari Makyong, Tari Mendu, Tari Inai, Tari Dayung Sampan, Tari Topeng, Tari Lang-Lang Buana, Tari Alu, Tari Ayam Sudur, Tari Boria, Tari Zikir Barat, Tari Rokana, Tari Joget lambak, Tari Damnah, Tari Semah Kajang, Tari Dendang Dangkong, Tari Sirih Lelat, Tari Tebus Kipas, Tari Sekapur Sirih, Tari Engku Puteri, Tari Mustika Kencana, Tari Marhaban, Tari Menjunjung Duli, Tari Tandak Pengasih, Tari Ikan Kekek, Tari Tarek Rawai, Tari Pasang Rokok, Tari Masri, Tari Betabik, Tari Lenggang Cecak, Tari Laksemane Bentan, Joget Bebtan, Tari Joget Kak Long dari Moro, Tari Joget Mak Dare, Tari Dondang Sayang, Tari Joget Makcik Normah di pulau Panjang Batam. Seni teater Teater Melayu yang berkembang di Provinsi Kepulauan Riau antara lain; Teater Makyong di Kabupaten Bintan tepatnya di Pulau Mantang, Pulau Panjang, Batam; Teater Mendu di Kabupaten Ranai tepatnya di Kecamatan Sedanau, dan Ranai; Teater Lang-lang Buana di Kabupaten Natuna tepatnya di Ranai, dan Wayang Bangsawan di Daik Lingga, Dabo Singkep, Pulau Penyengat. Teater dari daerah lain yang berada di Provinsi Kepulauan Riau antara lain seperti: Randai, Ketoprak, Wayang Orang, Dul Muluk, dan Manora. Semuanya dikembangkan oleh masyarakat, dan suku lain yang berada di provinsi Kepulauan Riau. Lihat pula Daftar pulau di Provinsi Kepulauan Riau Pulau Dompak Daftar tokoh Kepulauan Riau Referensi Pranala luar Situs web resmi pemerintah provinsi Kepripos Situs web resmi Badan Otorita Batam Situs web resmi Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Sistem Informasi Keuangan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Provinsi di Indonesia Pendirian tahun 2002 di Indonesia Negara dan wilayah yang didirikan tahun 2002
4016
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Pekanbaru
Kota Pekanbaru
Pekanbaru (Jawi: ڤكنبارو) adalah ibu kota dan kota terbesar di provinsi Riau, Indonesia. Kota ini merupakan salah satu sentra ekonomi terbesar di pulau Sumatra dan termasuk kota dengan tingkat pertumbuhan, migrasi, dan urbanisasi yang tinggi. Pada pertengahan tahun 2023, jumlah penduduk Pekanbaru sebanyak 1.116.142 orang. Pekanbaru terletak di tepian Sungai Siak dan pada awalnya merupakan sebuah kota kecil yang memiliki pekan (pasar) yang bernama Payung Sekaki atau Senapelan. Pada abad ke-18, wilayah yang kini menjadi Pekanbaru berada pada lingkar pengaruh Kesultanan Siak, dan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (Marhum Pekan) secara luas dianggap sebagai pendiri kota Pekanbaru modern; hari jadi kota ini ditetapkan pada tanggal 23 Juni 1784. Pekanbaru menjadi sebuah "kota kecil" pada tahun 1948 dan kotapraja pada tahun 1956, sebelum ditetapkan menjadi ibu kota provinsi Riau sebagai pengganti dari Tanjung Pinang pada tahun 1959. Perekonomian Pekanbaru didukung oleh perdagangan dan pertambangan minyak bumi. Kota ini memiliki sebuah bandar udara internasional, terminal bus antar kota dan antar provinsi, serta dua pelabuhan. Populasi Pekanbaru bersifat kosmopolitan, dipengaruhi oleh letak strategisnya di tengah-tengah Lintas Timur Jalan Raya Lintas Sumatra. Beberapa etnis yang memiliki populasi signifikan di kota ini antara lain adalah suku Melayu, Minangkabau, Orang Ocu, Jawa, Batak, dan Tionghoa. Sejarah Perkembangan kota ini pada awalnya tidak terlepas dari fungsi Sungai Siak sebagai sarana transportasi dalam mendistribusikan hasil bumi dari pedalaman dan dataran tinggi Minangkabau ke wilayah pesisir Selat Malaka. Pada abad ke-18, wilayah Senapelan di tepi Sungai Siak, menjadi pasar (pekan) bagi para pedagang Minangkabau. Seiring dengan berjalannya waktu, daerah ini berkembang menjadi tempat permukiman yang ramai. Sultan Siak ke-4 Sultan Alamuddin Syah memindahkan pusat kekuasaan Siak dari Mempura ke Senapelan pada tahun 1762. Pada tanggal 23 Juni 1784, berdasarkan musyawarah "Dewan Menteri" dari Kesultanan Siak, yang terdiri dari datuk empat suku (Pesisir, Limapuluh, Tanah Datar, dan Kampar), kawasan ini dinamai dengan Pekanbaru, dan dikemudian hari diperingati sebagai hari jadi kota ini. Berdasarkan Besluit van Het Inlandsch Zelfbestuur van Siak No. 1 tanggal 19 Oktober 1919, Pekanbaru menjadi bagian distrik dari Kesultanan Siak. Sejak tanggal 1 Mei 1932 berdasarkan Staatsblad Tahun 1932 Nomor 135, Pekanbaru dimasukkan ke dalam wilayah Onderafdeeling Kampar Kiri dan Pekanbaru dijadikan sebagai ibu kota Onderafdeeling Kampar Kiri yang dikepalai oleh controleur. Pada tanggal 1 Januari 1941 berdasarkan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 565, Pekanbaru dimasukkan ke dalam wilayah Residentie Riouw (Keresidenan Riau) yang sebelumnya berada di Residentie Oostkust van Sumatra (Keresidenan Sumatra Timur). Pada saat Pendudukan Jepang, Pekanbaru dijadikan sebagai ibu kota Rio Shū yang dikepalai oleh shūchōkan. Selepas kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Ketetapan Gubernur Sumatra di Medan tanggal 7 Mei 1946 Nomor 103, Pekanbaru dijadikan daerah otonom yang disebut haminte (kotapraja). Kemudian pada tanggal 19 Maret 1956, berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1956, Pekanbaru (Pakanbaru) menjadi daerah otonom kota kecil dalam lingkungan Provinsi Sumatra Tengah. Selanjutnya sejak tanggal 9 Agustus 1957 berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957, Pekanbaru dimasukkan ke dalam wilayah Provinsi Riau yang baru terbentuk. Kota Pekanbaru resmi menjadi ibu kota Provinsi Riau pada tanggal 20 Januari 1959 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Desember 52/I/44-25. Sebelumnya, ibu kota Provinsi Riau adalah Tanjung Pinang, yang kini menjadi ibu kota Provinsi Kepulauan Riau. Geografi Secara geografis kota Pekanbaru memiliki posisi strategis berada pada jalur Lintas Timur Sumatra, terhubung dengan beberapa kota seperti Medan, Padang dan Jambi, dengan wilayah administratif, diapit oleh Kabupaten Siak pada bagian utara dan timur, sementara bagian barat dan selatan oleh Kabupaten Kampar. Kota ini dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur dan berada pada ketinggian berkisar antara 5–50 meter di atas permukaan laut. Kota ini termasuk beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 34,1 °C hingga 35,6 °C, dan suhu minimum antara 20,2 °C hingga 23,0 °C. Sebelum tahun 1960 Pekanbaru hanyalah kota dengan luas 16 km² yang kemudian bertambah menjadi 62,96 km² dengan 2 kecamatan yaitu kecamatan Senapelan dan kecamatan Limapuluh. Selanjutnya pada tahun 1965 menjadi 6 kecamatan, dan tahun 1987 menjadi 8 kecamatan dengan luas wilayah 446,50 km², setelah Pemerintah daerah Kampar menyetujui untuk menyerahkan sebagian dari wilayahnya untuk keperluan perluasan wilayah Kota Pekanbaru, yang kemudian ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1987. Kemudian pada tahun 2003 jumlah kecamatan pada kota ini dimekarkan menjadi 12 kecamatan. Pemerintahan Sejarah Pemerintahan Pasca PRRI Kota Pekanbaru secara administratif dipimpin oleh seorang wali kota. Efektivitas pemerintahan kota di Pekanbaru adalah setelah berakhirnya peristiwa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, walau pada 14 Mei 1958 OKM Jamil telah ditunjuk menjadi Wali Kota Pekanbaru, namun pengaruh perang saudara membuat roda pemerintahan jadi tidak menentu. Pada 9 November 1959, kembali ditunjuk Datuk Wan Abdul Rahman sebagai wali kota berikutnya, yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati Kampar. Selanjutnya pada 29 Maret 1962, digantikan oleh Tengku Bay, yang sebelumnya juga menjabat sebagai Bupati Indragiri. Orde Baru Dimulainya dengan menguatnya pemerintahan Orde Baru, membawa beberapa perubahan pada sistem pemerintahan dalam Provinsi Riau, termasuk Kota Pekanbaru. Dominasi militer mulai mengambil peran dalam pemerintahan serta ditambah dengan munculnya hegemoni satu kekuatan politik juga mewarnai pemerintahan Kota Pekanbaru. Selanjutnya pada 1 Juni 1968, diangkat Raja Rusli B.A. sebagai wali kota sampai tanggal 10 Desember 1970, dan digantikan oleh Drs. Abdul Rahman Hamid, yang memeintah lebih dari 10 tahun. Kemudian pada masa berikutnya mulai diterapkan penertiban periode pemerintahan kota, dan pada 5 Juli 1981, terpilih Ibrahim Arsyad, S.H., pada 21 Juli 1986 digantikan oleh Drs. Farouq Alwi, berikutnya pada 22 Juli 1991 terpilih H. Oesman Effendi Apan, S.H., memerintah selama dua periode. Otonomi Daerah Memasuki era pemerintahan otonomi daerah yang lebih luas, telah menimbulkan euforia yang berlebihan pada beberapa kelompok masyarakat di Pekanbaru, kecendrungan tertentu terutama berkaitan dengan politik dan ekonomi, mendorong masyarakatnya berlaku diskriminasi. Klaim beberapa kelompok masyarakatnya atas keutamaan mereka dibandingkan kelompok lainnya, dapat menjadi api dalam sekam, jika dibiarkan akan dapat menimbulkan disintegrasi pada masyarakat Kota Pekanbaru. Pada tahun 2001 terpilih Drs. H. Herman Abdullah M.M. sebagai wali kota, memerintah selama dua periode, ia termasuk salah satu wali kota yang berhasil dalam menertibkan sistem birokrasi pemerintahan Pekanbaru, sehingga mampu meningkatkan pelayanan kepada masyarakatnya. Namun pada tahun 2010 berdasarkan survei persepsi kota-kota di seluruh Indonesia oleh Transparency International Indonesia (TII), kota ini termasuk kota terkorup di Indonesia bersama dengan Kota Cirebon. Hal ini dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia) 2010 yang merupakan pengukuran tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia. Pekanbaru mendapat nilai IPK sebesar 3.61, dengan rentang indeks 0 sampai 10. Pemilihan Langsung Pada tanggal 21 Juni 2006, dilaksanakan pemilihan wali kota dan wakil wali kota secara langsung, dengan dua pasangan calon yang ikut serta yaitu Erwandy Saleh–Ayat Cahyadi yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera dan Herman Abdullah–Erizal Muluk yang diusung oleh Golkar. Pada tanggal 18 Mei 2011 untuk kedua kalinya diselenggarakan pemilihan wali kota dan wakilnya secara langsung oleh masyarakat Pekanbaru, H. Firdaus S.T., M.T. terpilih dengan suara terbanyak, namun berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia hasil tersebut dibatalkan dan mesti diadakan pemungutan suara ulang (PSU). Untuk mengisi kekosongan pemerintahan kota, Gubernur Riau Drs. H. Rusli Zainal mengangkat Dr. H. Syamsurizal S.E., M.M., sebagai pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Pekanbaru. Kemudian berdasarkan PSU tanggal 21 Desember 2011, Firdaus kembali memenangi pemilihan kepala daerah Kota Pekanbaru, walau dalam pelaksanaan PSU tersebut hanya 253.232 masyarakat atau 49% saja yang menggunakan hak pilihnya. Daftar Wali Kota Walikota Pekanbaru dijabat oleh Firdaus, dan wakil walikota dijabat oleh Ayat Cahyadi. Mereka menjabat sejak 22 Mei 2017 hingga 22 Mei 2022. Setelah masa tugas berakhir, saat ini posisi penjabat walikota diberikan kepada Muflihun. Ia mulai dilantik sebagai penjabat walikota pada 23 Mei 2022, dan masa tugas hingga pemilihan walikota periode selanjutnya. Dewan Perwakilan Kecamatan Pada tanggal 30 Desember 2020 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 2 Tahun 2020 , Pemerintah Kota Pekanbaru secara resmi melakukan pemekaran dan penyesuaian serta penghapusan kecamatan dan kelurahan di Kota Pekanbaru. Sehingga total saat ini Kota Pekanbaru memiliki 15 kecamatan dengan 83 kelurahan. Adapun wilayah pemekaran dimaksud yakni: Penghapusan nama Kecamatan Tampan dan sekaligus melakukan pemekaran menjadi dua wilayah yakni Kecamatan Bina Widya dan Kecamatan Tuah Madani, dengan Kecamatan Bina Widya terdiri dari 5 kelurahan antara lain Simpangbaru, Bina Widya, Tobek Godang, Delima dan Sungaisibam (pemindahan kelurahan dari Kecamatan Payung Sekaki); sementara Kecamatan Tuah Madani terdiri dari Kelurahan Tuah Madani, Air Putih, Tuah Karya, Sialang Munggu dan Sidomulyo Barat. Pemindahan nama Kecamatan Rumbai menggantikan Kecamatan Rumbai Pesisir; wilayah ini kemudian dimekarkan menjadi Kecamatan Rumbai dan Rumbai Timur, sedangkan Kecamatan Rumbai lama berganti nama dengan Rumbai Barat. Adapun Kecamatan Rumbai memiliki kelurahan masing-masing Sri Meranti, Umban Sari, Palas, Limbungan Baru, Lembah Damai, dan Meranti Pandak. Sementara Rumbai Timur terdiri dari 5 kelurahan yakni Tebing Tinggi Okura, Sungai Ukai, Sungai Ambang, Lembah Sari dan Limbungan; sedangkan Rumbai Barat terdiri dari 6 kelurahan antara lain Rumbai Bukit, Muara Fajar Barat, Muara Fajar Timur, Rantau Panjang, Maharani dan Agrowisata. Pemekaran Kecamatan Tenayan Raya dengan penambahan kecamatan Kulim. Wilayah ini dibagi masing-masing Kecamatan Tenayan Raya terdiri dari 8 kelurahan yakni Sialang Sakti, Bambu Kuning, Industri Tenayan, Melebung, Tuah Negeri, Rejosari, Bencah Lesung, dan Tangkerang Timur. Sedangkan 5 kelurahan lain masuk ke Kecamatan Kulim yakni Kelurahan Kulim, Pebatuan, Mentangor, Pematang Kapau dan Sialang Rampai. Demografi Suku bangsa Pada tahun 2014, Pekanbaru telah menjadi kota keempat berpenduduk terbanyak di Pulau Sumatra, setelah Medan, Palembang dan Bandar Lampung, sekaligus kota terbesar kesepuluh di Indonesia. Laju pertumbuhan ekonomi Pekanbaru yang cukup pesat, menjadi pendorong laju pertumbuhan penduduknya. Etnis Minang merupakan menjadi etnis mayoritas/terbesar pertama dengan persentase sekitar 37,96%. Etnis Minang umumnya bekerja sebagai profesional dan pedagang. Populasi yang cukup besar telah mengantarkan Bahasa Minang sebagai bahasa pasar dan pergaulan yang umum digunakan oleh penduduk kota Pekanbaru serta juga bahasa Melayu lokal yang kurang dominan tetapi tetap bahasa Indonesia utama untuk bahasa persatuan komunikasi antar suku. Selain itu, etnis yang memiliki proporsi cukup besar adalah Jawa, Batak, dan Tionghoa. Perpindahan ibu kota Provinsi Riau dari Tanjungpinang ke Pekanbaru tahun 1959, memiliki andil besar menempatkan Suku Melayu mendominasi struktur birokrasi pemerintahan kota, namun sejak tahun 2002 hegemoni mereka berkurang seiring dengan berdirinya Provinsi Kepulauan Riau dari pemekaran Provinsi Riau. Masyarakat Tionghoa Pekanbaru pada umumnya merupakan pengusaha, pedagang dan pelaku ekonomi. Selain berasal dari Pekanbaru sendiri, masyarakat Tionghoa yang bermukim di Pekanbaru banyak yang berasal dari wilayah pesisir Provinsi Riau, seperti dari Selatpanjang, Bengkalis dan Bagan Siapi-api. Selain itu, masyarakat Tionghoa dari Medan dan Padang juga banyak ditemui di Pekanbaru, terutama setelah era milenium dikarenakan perekonomian Pekanbaru yang bertumbuh sangat pesat hingga sekarang. Masyarakat Jawa awalnya banyak didatangkan sebagai petani pada masa pendudukan tentara Jepang, sebagian mereka juga sekaligus sebagai rōmusha dalam pembangunan Jalur kereta api Pekanbaru-Muaro. Sampai tahun 1950 kelompok etnik ini telah menjadi pemilik lahan yang signifikan di Kota Pekanbaru. Namun perkembangan kota yang mengubah fungsi lahan menjadi kawasan perkantoran dan bisnis, mendorong kelompok masyarakat ini mencari lahan pengganti di luar kota, namun banyak juga yang beralih okupansi. Berkembangnya industri terutama yang berkaitan dengan minyak bumi, membuka banyak peluang pekerjaan, hal ini juga menjadi pendorong berdatangannya masyarakat Batak. Pasca PRRI eksistensi kelompok ini makin menguat setelah beberapa tokoh masyarakatnya memiliki jabatan penting di pemerintahan, terutama pada masa Kaharuddin Nasution menjadi "Penguasa Perang Riau Daratan". Agama Agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Kota Pekanbaru. Sebagian lagi memeluk agama Kristen (Protestan dan Katolik), Buddha, Hindu, dan Konghucu juga terdapat di kota ini. Dari data Kementerian Dalam Negeri tanggal 31 Desember 2022, banyaknya penduduk Pekanbaru berdasarkan agama yang dianut yakni agama Islam sebanyak 84,53%. Kemudian penduduk yang menganut agama Kekristenan sebanyak 11,74%, dengan rincian Protestan sebanyak 10,24% dan Katolik sebanyak 1,50%. Buddha dianut oleh 3,70% penduduk Pekanbaru, selebihnya menganut agama Hindu sebanyak 0,02%, dan Konghucu sebanyak 0,01%. Sebagai bagian dalam pembangunan kehidupan beragama, Kota Pekanbaru tahun 1994, ditunjuk untuk pertama kalinya menyelenggarakan Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) tingkat nasional yang ke-17. Pada perlombaan membaca Al-quran ini, jika sebelumnya diikuti oleh satu orang utusan, untuk setiap wilayah provinsi, maka pada MTQ ini setiap provinsi mengirimkan 6 orang utusan. Perekonomian Saat ini Pekanbaru telah menjadi kota metropolitan, yaitu dengan nama Pekansikawan, (Pekanbaru, Siak, Kampar, dan Pelalawan). Perkembangan perekonomian Pekanbaru, sangat dipengaruhi oleh kehadiran perusahaan minyak, pabrik pulp dan kertas, serta perkebunan kelapa sawit beserta pabrik pengolahannya. Kota Pekanbaru pada triwulan I 2010 mengalami peningkatan inflasi sebesar 0,79%, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,30%. Berdasarkan kelompoknya, inflasi terjadi hampir pada semua kelompok barang dan jasa kecuali kelompok sandang dan kelompok kesehatan yang pada triwulan laporan tercatat mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,88% dan 0,02%. Secara tahunan inflasi kota Pekanbaru pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 2,26%, terus mengalami peningkatan sejak awal tahun 2010 yaitu 2,07% pada bulan Januari 2010 dan 2,14% pada bulan Februari 2010. Posisi Sungai Siak sebagai jalur perdagangan Pekanbaru, telah memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekomoni kota ini. Penemuan cadangan minyak bumi pada tahun 1939 memberi andil besar bagi perkembangan dan migrasi penduduk dari kawasan lain. Sektor perdagangan dan jasa saat ini menjadi andalan Kota Pekanbaru, yang terlihat dengan menjamurnya pembangunan ruko pada jalan-jalan utama kota ini. Selain itu, muncul beberapa pusat perbelanjaan modern, diantaranya: Plaza Senapelan, Plaza Citra, Plaza Sukaramai, Mal Pekanbaru, Mal SKA, Mal Ciputra Seraya, Lotte Mart, Metropolitan Trade Center, The Central, Panam Square, Giant, Robinson, Transmart Pekanbaru dan Living World. Walau di tengah perkembangan pusat perbelanjaan modern ini, pemerintah kota terus berusaha untuk tetap menjadikan pasar tradisional yang ada dapat bertahan, di antaranya dengan melakukan peremajaan, memperbaiki infrastruktur dan fasilitas pendukungnya. Beberapa pasar tradisional yang masih berdiri, antara lain Pasar Bawah, Pasar Raya Senapelan (Pasar Kodim), Pasar Andil, Pasar Rumbai, Pasar Limapuluh dan Pasar Cik Puan. Sementara dalam pertumbuhan bidang industri di Kota Pekanbaru terus mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 3,82 %, dengan kelompok industri terbesar pada sektor industri logam, mesin, elektronika dan aneka, kemudian disusul industri pertanian dan kehutanan. Selain itu beberapa investasi yang ditanamkan di kota ini sebagian besar digunakan untuk penambahan bahan baku, penambahan peralatan dan perluasan bangunan, sebagian kecil lainnya digunakan untuk industri baru. Kesehatan Kota Pekanbaru memiliki beberapa rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, pemerintah Pekanbaru mencoba melengkapi sarana dan prasarana yang ada saat ini diantaranya akan membangun gedung baru untuk Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad yang saat ini baru memiliki 264 kamar untuk rawat inap. Dengan selesainya bangunan tersebut, kapasitas rawat inap RSUD Arifin Achmad, akan bertambah menjadi 400 kamar. Sementara kehadiran rumah sakit yang dikelola oleh pihak swasta di kota ini cukup signifikan antara lain Rumah Sakit Santa Maria yang sebelumnya bernama Balai Pengobatan Santa Maria, Aulia Hospital, RS Syafira, Rumah Sakit Prima, Rumah Sakit Zainab, Rumah Sakit AURI, Rumah Sakit Petala Bumi, Rumah Sakit Polisi, Rumah Sakit Ibnu Sina yang didirikan oleh YARSI Riau kemudian dikelola oleh PT Syifa Utama, Rumah Sakit Awal Bros, Rumah Sakit Awal Bros Panam, Rumah Sakit Awal Bros Ahmad Yani, Rumah Sakit Bina Kasih, Pekanbaru Medical Centre (PMC) dan Eka Hospital. Sampai tahun 2006 penyebaran dan pelayanan puskesmas di kota Pekanbaru masih belum merata terhadap masyarakatnya yaitu dengan ratio 1,99. Sementara persentase kunjungan penduduk memanfaatkan puskesmas baru sekitar 19%. Hal ini dimungkinkan karena telah banyaknya rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan yang lebih baik. Pendidikan Beberapa perguruan tinggi juga terdapat di kota ini, di antaranya adalah Politeknik Caltex Riau, Universitas Riau, Universitas Islam Riau, UIN Suska, Universitas Muhammadiyah Riau, dan Universitas Lancang Kuning. Sampai tahun 2008, di Kota Pekanbaru baru sekitar 13,87% masyarakatnya dengan pendidikan tamatan perguruan tinggi, dan masih didominasi oleh tamatan SLTA sekitar 37,32%. Sedangkan tidak memiliki ijazah sama sekali sebanyak 12,94% dari penduduk Kota Pekanbaru yang berumur 10 tahun ke atas. Perpustakaan Soeman Hs merupakan perpustakaan pemerintah provinsi Riau, didirikan untuk penunjang pendidikan masyarakat Pekanbaru khususnya dan Riau umumnya. Perpustakaan ini terletak di jantung Kota Pekanbaru, termasuk salah satu perpustakaan "termegah di Indonesia", dengan arsitektur yang unik serta telah memiliki koleksi 300 ribu buku sampai tahun 2008. Nama perpustakaan ini diabadikan dari nama seorang guru dan sastrawan Riau, Soeman Hs. Pelayanan umum Untuk mengantisipasi kebutuhan energi listrik dimasa mendatang, pemerintah kota Pekanbaru telah mengusahakan pembebasan lahan seluas 40 ha untuk pembangunan PLTU Tenayan Raya. Sementara untuk memenuhi kebutuhan air bersih, Pemerintah kota melalui PDAM memanfaatkan air permukaan dari Sungai Siak yang mempunyai kapasitas 5000 liter/detik sebagai sumber air baku bagi Instalasi Pengolah Air Bersih, yang terpasang dengan kapasitas 380 liter/detik. Selanjutnya sistem pengolahan penuh dan chlorinasi digunakan untuk memproduksi air bersih dengan kapasitas 350 liter/detik. Dari kapasitas produksi yang ada, telah terdistribusi dalam 18.660 unit Sambungan Rumah (SR) dan 45 Hidran Umum (HU). Setiap SR rata-rata digunakan 5 – 6 orang dan HU dapat digunakan 100 orang. Fasilitas ini memang belum mencukupi kebutuhan keseluruhan masyarakat kota ini, sehingga sebagian besar masyarakat masih memanfaatkan secara langsung air permukaan dari sungai Siak tersebut. Saat ini pemerintah kota telah menetapkan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di 2 lokasi dengan metode open dumping, yaitu kawasan Limbungan seluas 5 Ha dengan jarak dari kawasan permukiman 19 km dan Kulim seluas 3 Ha dengan jarak dari kawasan permukiman 8 km. Selain itu gerobak sampah masih digunakan untuk pengumpulan tak langsung, jumlah total gerobak yang ada saat ini adalah 305 buah dengan kapasitas rata-rata 1 m³ untuk melayani pengumpulan individual pada 5 wilayah pengumpulan. Sarana pemindahan yang ada berupa bak sampah pasangan batu-bata dan pelat baja sebanyak 32 buah dengan daya tampung 157.5 m³. Saat ini kapasitas penampungan TPS baru mencapai 8 % terhadap total timbunan yang ada. Untuk armada angkutan pengambilan sampah langsung digunakan truk bak terbuka, jumlah pengangkutan yang dilakukan adalah 2 – 3 kali per harinya, sehingga kapasitas pengangkutan baru mencapai 20 %. Sedangkan setiap harinya terdapat 170 m³ timbunan sampah, sehingga jumlah sampah yang telah dikelola dan terangkut sampai ke TPA baru mencapai 120 m³/hari atau sekitar 60 %. Daerah kota Pekanbaru yang memiliki ketinggian antara 1 sampai 20 meter dengan curah hujan dalam klasifikasi sedang, yaitu antara 100-200 per bulan. Secara umum permasalahan banjir di kota ini adalah masalah genangan air, baik akibat adanya limpasan dari saluran drainase yang ada maupun akibat terhambatnya pengaliran air. Saluran drainase yang ada saat ini baru mencakup 13.930 Ha, yang terdiri dari sistem drainase besar sepanjang 10.123 meter, sistem drainase kecil sepanjang 15.456 m dan sistem drainase tersier sepanjang 7.789 m. Pemerintah kota saat menetapkan pengembangkan kawasan permukiman perkotaan ke arah ke selatan, timur dan barat kota (kecamatan Tampan, kecamatan Marpoyan Damai, kecamatan Bukit Raya, kecamatan Tenayan Raya, dan kecamatan Payung Sekaki). Sedangkan Kecamatan Senapelan, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Sail dan Kecamatan Limapuluh sebagai kawasan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan regional dan internasional, perumahan perkotaan (town house dan apartemen), yang diintegasikan dengan sistem jaringan transportasi massal dan sistem jaringan transportasi regional melalui jalan tol, akses ke bandara dan pelabuhan di Sungai Siak. Transportasi Pekanbaru dihubungkan oleh jaringan jalan yang tersambung dari arah Padang di sebelah barat, Medan dan Banda Aceh di sebelah utara, serta Jambi, Palembang, dan Bandar Lampung di sebelah selatan. Terminal Bandar Raya Payung Sekaki merupakan pusat pelayanan transportasi antar kota dan antar provinsi, yang telah direncanakan pemerintah setempat menjadi sarana orientasi dan perpindahan antar moda transportasi dengan akses ke sistem jaringan transportasi regional, bandara, dan pelabuhan. Bandara Sultan Syarif Kasim II menjadi salah satu bandar udara tersibuk di Sumatra dan dicanangkan akan menjadi salah satu bandara internasional di pulau Sumatra. Berdasarkan data yang diperoleh dari Angkasa Pura II pada tahun 2011 penumpang yang melalui bandara ini mencapai angka 1.259.993 penumpang per tahun. Pelabuhan Pekanbaru yang terletak di tepi Sungai Siak dan berjarak 96 mil ke muara sungai, menjadi sarana transportasi untuk komoditas ekspor seperti kelapa sawit. Selain itu, pelabuhan ini juga menghubungkan Pekanbaru dengan kawasan di pesisi Provinsi Riau seperti Selat Panjang, Bengkalis, Siak Sri Indrapura, Sungai Pakning dan lain sebagianya serta kota–kota di Kepulauan Riau, seperti Tanjung Pinang dan Batam. Selain itu, Trans Metro Pekanbaru merupakan sarana transportasi massal jalur darat di Kota Pekanbaru, sekaligus sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi tingkat kemacetan di kota ini. Pada masa pendudukan tentara Jepang, dilakukan pembangunan rel kereta api yang menghubungkan Pekanbaru menuju Padang melalui Sawahlunto. Proyek ini sebelumnya telah direncanakan pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan diselesai pada 15 Agustus 1945, walau sampai sekarang jalur ini tidak pernah diaktifkan lagi. Pariwisata Kota Pekanbaru memiliki beberapa bangunan dengan ciri khas arsitektur Melayu diantaranya bangunan Balai Adat Melayu Riau yang terletak di jalan Diponegoro, Bangunan ini terdiri dari dua lantai, di lantai atasnya terpampang beberapa ungkapan adat dan pasal-pasal Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji sastrawan keturunan Bugis. Pada bagian kiri dan kanan pintu masuk ruangan utama dapat dibaca pasal 1–4, sedangkan pasal 5–12 terdapat di bagian dinding sebelah dalam ruangan utama. Kemudian di jalan Sudirman terdapat Gedung Taman Budaya Riau, gedung ini berfungsi sebagai tempat untuk pagelaran berbagai kegiatan budaya dan seni Melayu Riau dan kegiatan-kegiatan lainnya. Sementara bersebelahan dengan gedung ini terdapat Museum Sang Nila Utama, merupakan museum daerah Riau yang memiliki berbagai koleksi benda bersejarah, seni, dan budaya. Museum ini menyandang nama seorang tokoh legenda dalam Sulalatus Salatin, pendiri Singapura. Selanjutnya Anjung Seni Idrus Tintin salah satu ikon budaya di Kota Pekanbaru, merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional, menggunakan nama seorang seniman Riau, Idrus Tintin, dibangun pada kawasan yang dahulunya menjadi tempat penyelengaraan MTQ ke-17. Pada kawasan Senapelan terdapat Masjid Raya Pekanbaru yang sebelumnya dikenal dengan nama Masjid Alam, dibangun sekitar abad ke-18 dengan gaya arsitektur tradisional dan merupakan masjid tertua di Kota Pekanbaru. Sementara Tradisi Petang Megang disaat memasuki bulan Ramadan telah dilakukan sejak masa Kesultanan Siak masih tetap diselenggarakan oleh masyarakat Kota Pekanbaru. Pada tahun 2011, masyarakat Pariaman untuk pertama kalinya mengadakan pesta budaya Tabuik di Pekanbaru. Seperti hal di daerah asalnya, perayaan ini diselenggarakan pada bulan Muharram, untuk memperingati peristiwa Pertempuran Karbala. Meski bukan tradisi lokal, hal ini menunjukkan keanekaragaman sekaligus salah satu iven untuk pengembangan sektor pariwisata. Sementara setiap tahunnya, komunitas Tionghoa di Pekanbaru juga menyelenggarakan perayaan Tahun Baru Imlek, kemudian ditutup dengan perayaan Cap Go Meh. Pesta ini umumnya dipusatkan di kawasan Senapelan terutama pada beberapa vihara besar seperti di Vihara Dharma Loka atau Vihara Tridharma Dewi Sakti. Olahraga PSPS Pekanbaru merupakan klub utama sepak bola yang dimiliki oleh kota ini, dan bermarkas di Stadion Kaharudin Nasution Rumbai. Namun pada tahun 2010 stadion ini direnovasi, karena stadion ini juga persiapkan sebagai salah satu venue pada Pekan Olahraga Nasional XVIII 2012 Riau. Sehingga pada kompetisi LSI, PSPS untuk sementara waktu pada pertandingan kandang menggunakan Stadion Agus Salim dan Stadion Kuansing. Sejak tahun 2009 kota ini mulai membenahi berbagai fasilitas olahraga setelah provinsi Riau terpilih sebagai tuan rumah penyelenggara Pekan Olahraga Nasional XVIII dan kualifikasi Piala Asia U-22 tahun 2012. Untuk menyambut perhelatan akbar tersebut, Pekanbaru membangun Stadion Utama Riau dengan kapasitas 43.923 kursi. Selain itu, Lapangan Golf tersebar di beberapa tempat pada kawasan kota ini, antara lain Pekanbaru Golf Course Country Club di Kubang Kulim, Simpang Tiga Golf Course di Kompleks AURI, Rumbai Golf Course di Kompleks IKSORA Rumbai, dan Lapangan Golf Labersa di Kompleks Labersa. Referensi Pranala luar Pekanbaru Pekanbaru Pekanbaru
4017
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Agam
Kabupaten Agam
Agam adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Penamaan kabupaten ini dengan nama kabupaten Agam, didasari oleh Tambo, di mana sebelumnya beberapa nagari yang berada dalam kawasan kabupaten ini sekarang, dahulunya dikenal juga dengan nama Luhak Agam. Pada akhir tahun 2023, jumlah penduduk Agam sebanyak 527.451 jiwa. Sejarah Kawasan kabupaten ini bermula dari kumpulan beberapa nagari yang pernah ada dalam kawasan Luhak Agam, pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kawasan ini dijadikan Onderafdeeling Oud Agam dengan kota Bukittinggi sebagai ibu kotanya pada masa itu. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1998, ditetapkan pada 7 Januari 1998, ibu kota kabupaten Agam secara resmi dipindahkan ke Lubuk Basung. Geografis Kabupaten Agam terletak pada koordinat 00º01'34"– 00º28'43" LS dan 99º46'39"–100º32'50" BT dengan luas 2.232,30 km², atau setara dengan 5,29% dari luas provinsi Sumatera Barat yang mencapai 42.297,30 km². Kabupaten ini dilalui wilayah pegunungan yang terbentuk dari 2 jalur basin, yaitu Batang Agam di bagian utara dan Batang Antokan di bagian selatan. Pulau Tangah dan pulau Ujung adalah 2 pulau yang ada di kabupaten Agam dengan luas masing-masing 1 km². Kabupaten Agam memiliki garis pantai sepanjang 43 km dan sungai berukuran kecil yang bermuara di Samudera Hindia, seperti Batang Agam, dan Batang Antokan. Di kabupaten ini menjulang 2 gunung, yaitu gunung Marapi di kecamatan Banuhampu dan gunung Singgalang di kecamatan IV Koto yang masing-masing memiliki tinggi 2.891 meter dan 2.877 meter. Selain itu, membentang pula sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, yaitu danau Maninjau yang memiliki luas 9,95 km². Lebih dari 38,1% luas kabupaten ini, atau sekitar 85 km² merupakan daerah yang masih ditutupi hutan lebat. Hutan-hutan tersebut, selain menjadi cadangan persediaan air, merupakan suaka bagi berbagai hewan yang dilindungi, di antaranya harimau Sumatra, rusa, kijang, siamang, dan berbagai jenis burung seperti burung kuau, burung muo, burung ketitiran, burung pungguk, dan burung balam. Batas wilayah Kabupaten Agam memiliki batas wilayah administrasi pemerintahan sebagai berikut: Kota Bukittinggi merupakan enklave dari kabupaten ini. Topografi Kabupaten Agam memiliki ketinggian yang sangat bervariasi, yaitu antara 0 meter sampai 2.891 meter di atas permukaan laut dengan gunung Marapi di kecamatan Banuhampu sebagai titik tertinggi. Topografi bagian barat kabupaten ini relatif datar dengan kemiringan kurang dari 8%, sedangkan bagian selatan dan tenggara relatif curam dengan kemiringan lebih dari 45%. Berdasarkan elevasi atau kemiringan wilayah, Kabupaten Agam dibagi dalam 4 (empat) bagian kawasan wilayah sebagai berikut: Kemiringan 0-2%, daerah datar seluas 65.340 Ha. Kemiringan 2-15%, daerah landai seluas 28.482 Ha. Kemiringan 15-40%, daerah berombak, berbukit sampai terjal seluas 41.612 Ha. Kemiringan > 40%, daerah kemiringan sangat terjal seluas 77.024 Ha. Berikut adalah wilayah kecamatan-kecamatan berdasarkan tingkat ketinggian dari permukaan laut: Wilayah dengan ketinggian 0–500 mdpl seluas 44,55% sebagain besar berada di wilayah barat yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara, Kecamatan Lubuk Basung, Kecamatan Ampek Nagari dan sebagian Kecamatan Tanjung Raya. Wilayah dengan ketinggian 500 – 1.000 m dpl seluas 43,49% berada pada wilayah Kecamatan Baso 725 – 1.525 m dpl, Kecamatan IV Angkek Candung, Kecamatan Malalak 425 – 2.075 m dpl, Kecamatan Tilatang Kamang, Kecamatan Palembayan 50 – 1.425 m dpl, Kecamatan Palupuh 325 – 1.650 m dpl, Kecamatan Banuhampu 925 – 2.750 m dpl dan Kecamatan Sungai Puar 625 – 1.150 m dpl. Wilayah dengan ketinggian > 1000 m dpl seluas 11,96% meliputi sebagian Kecamatan IV Koto 850 – 2.750 m dpl, Kecamatan Matur 825 – 1.375 m dpl dan Kecamatan Canduang, Sungai Puar 1.150 – 2.625 m dpl. Iklim Seperti daerah lainnya di Sumatera Barat, kabupaten Agam mempunyai iklim tropis dengan kisaran suhu minimun 25 °C dan maksimum 33 °C dan tingkat kelembapan nisbi ±83%. Tingkat curah hujan di kabupaten Agam mencapai rata-rata 2.700–3.500 mm per tahun, di mana daerah sekeliling gunung lebih tinggi curah hujannya dibanding daerah pantai. Sedangkan kecepatan angin minimun di kabupaten ini adalah 4 km/jam dan maksimum 20 km/jam. Pemerintahan Sistem administrasi pemerintahan di kabupaten Agam terbagi dalam 16 kecamatan, 82 nagari, dan 467 jorong dengan ibu kota terletak di Lubuk Basung. Sejak keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 tentang perubahan batas wilayah kota Bukittinggi dan kabupaten Agam, timbul konflik dan penolakan dari masyarakat yang wilayahnya dimasukan ke dalam wilayah administrasi kota Bukittinggi. Masyarakat Agam merasa nyaman dengan penerapan pemerintahan nagari dibandingkan berada dalam sistem kelurahan. Selain itu timbul asumsi, masyarakat kota yang telah heterogen juga dikhawatirkan akan memberikan dampak kepada tradisi adat dan kekayaan yang selama ini dimiliki oleh nagari. Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Jumlah penduduk kabupaten Agam pada sensus tahun 2008 mencapai 445.387 orang, terdiri dari 215.097 laki-laki dan 230.290 perempuan. Kecamatan Lubuk Basung merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 62.131. Dengan luas wilayah 2.232,30 km² dan didiami oleh 445.387 orang, maka dapat dipastikan bahwa tingkat kepadatan penduduk kabupaten ini adalah 199 orang per km², di mana kecamatan IV Angkek merupakan kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya, yaitu 1.223 orang per km². Kabupaten ini memiliki jumlah angkatan kerja 203.799 orang dan sekitar 11.435 orang di antaranya merupakan pengangguran. Kabupaten ini didominasi oleh suku bangsa Minangkabau, tetapi terdapat pula suku bangsa lainnya seperti Jawa dan Batak. Pendidikan Kesehatan Kabupaten Agam telah memiliki 22 unit puskesmas, 122 unit puskesmas pembantu, dan 29 unit puskesmas keliling. Selain itu, terdapat pula sebuah rumah sakit umum milik pemerintah daerah setempat yang terletak di kecamatan Lubuk Basung. Perhubungan Kabupaten Agam mempunyai posisi yang strategis karena dilewati oleh jalur arteri primer yang menghubungkan Kota Padang dengan Kota Medan maupun Kota Pekanbaru. Ekonomi Saat ini, perekonomian kabupaten Agam dibentuk oleh sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan, perikanan, pertambangan, pariwisata dan industri. Kontribusi sektor-sektor tersebut cukup signifikan bagi kehidupan sosial budaya masyarakat di kabupaten Agam dan hal ini juga disokong dengan selesainya pembangunan tiga buah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Maninjau atau PLTA Maninjau dan dua buah PLTA di Batang Agam sebagai salah satu sumber energi listrik. PLTA Maninjau I menghasilkan listrik 68 MW, Maninjau II 39 MW, dan Maninjau III 16 MW. Sementara PLTA Batang Agam I dan II masing-masing memproduksi listrik 10 MW. Sebagai mata pencaharian utama dari penduduk di kabupaten Agam adalah pada bidang pertanian, dengan padi sebagai produk unggulan, produksi padi dari kawasan ini dapat mencapai 12.992 ton. Padi beserta sayuran seperti kol, kentang, tomat, cabai, dan wortel merupakan komoditas pertanian yang cukup dominan dan menjadi pemasok utama bagi kawasan lainnya. Kabupaten ini telah memanfaatkan lahan untuk pertanian tanaman pangan ini sudah mencakup sekitar 36% dari luas wilayahnya. Selain itu perkembangan komoditas sayuran sangat didukung pula oleh kondisi fisik wilayah yang sebagian besar berada pada daerah ketinggian. Kabupaten Agam berpotensi pada sektor perkebunan, terutama dengan komoditas andalannya, yaitu kelapa sawit. Nilai ekspor yang diperoleh dari kelapa sawit cukup tinggi, karena permintaan akan kelapa sawit di pasaran internasional juga cukup tinggi. Selain itu di kabupaten Agam masih terdapat komoditas andalan lainnya seperti kakao dan kopi. Tanaman lain yang menghasilkan produksi besar adalah tebu dan kulit manis, walaupun volume produksinya tidak sebesar kelapa sawit. Sementara itu pengembangan perikanan selain dari hasil laut, adalah pengembangan perikanan air tawar di antaranya ikan nila, juga terus ditingkatkan terutama pada kecamatan Tanjung Raya dan Lubuk Basung. Pembudidayaan dengan pola intensif ini dilakukan melalui pembudidayaan ikan di Kolam Air Tawar (KAT) 544,94 Ha, Kolam Jaring Apung (KJA) 595, Unit Keramba (KRB) 440 unit dan sawah (SWH) 37,70 Ha. Dan hasil produksi perikanan ini berpotensi untuk diekspor, terutama dalam bentuk fillet ikan nila. Saat ini kegiatan pertambangan di kabupaten Agam belum dikelola dan dikembangkan, padahal di dalam tanahnya tersimpan bahan galian strategis yang belum tersentuh sama sekali. Di kawasan kabupaten Agam terindikasi zona alterasi dan mineralisasi yang membawa mineral logam, endapan pasir besi serta bahan galian industri lebih kurang 12 macam. Sumber daya alam Sumber daya alam utama di daerah pantai adalah kopra, tebu, jagung, bawang merah, berbagai jenis kacang-kacangan, dan padi. Daerah yang lebih tinggi antara lain menghasilkan cengkih, kentang, kol, sawi, buncis, bawang prei, kopi, nilam, gambir, dan karet. Sejak beberapa tahun terakhir tanaman markisa juga dipopulerkan di Agam, yang hasilnya diolah menjadi sirup lalu dipasarkan ke luar kabupaten Agam. Kebun kelapa meliputi daerah seluas 56.744 hektare dengan produksi yang mencapai rata-rata 3.000 ton per tahun. Kebun karet yang kebanyakan dikelola oleh penduduk setempat, meliputi luas 244 hektare dengan rata-rata produksi mencapai 95 ton per tahun. Pariwisata Seperti pada umumnya wilayah di provinsi Sumatera Barat, kabupaten Agam memiliki bentang alam yang cukup indah. Hal ini berpotensi sebagai objek pariwisata alam. Selain itu banyak pula objek-objek yang merupakan peninggalan dari zaman dahulu. Objek wisata terkenal antara lain: Kelok 44 (Kelok Ampek Puluh Ampek), Puncak Lawang, Danau Maninjau, Janjang Sajuta (Pakan Sinayan), Banto Royo, Danau Tarusan Kamang, Ngarai Sianok, Janjang Koto Gadang, Tabek Gadang (Sungai Tanang), dan lain-lain. Referensi Pranala luar www.agamkab.go.id Situs web resmi kabupaten Agam regionalinvestment.com Profil Daerah Kabupaten Agam www.depdagri.go.id Kabupaten Agam Agam Agam
4018
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Bukittinggi
Kota Bukittinggi
Bukittinggi (; Jawi, بوكيق تيڠڬي) adalah kota dengan perekonomian terbesar kedua di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Sebagai enklave dari Kabupaten Agam, kota ini pernah menjadi ibu kota Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Kota ini juga pernah menjadi ibu kota Provinsi Sumatra dan Provinsi Sumatra Tengah. Kota ini pada zaman kolonial Belanda disebut dengan Fort de Kock dan mendapat julukan sebagai Parijs van Sumatra. Bukittinggi dikenal sebagai kota perjuangan bangsa dan merupakan tempat kelahiran beberapa tokoh pendiri Republik Indonesia, di antaranya adalah Mohammad Hatta dan Assaat yang masing-masing merupakan proklamator dan pejabat presiden Republik Indonesia. Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Pegunungan Bukit Barisan atau sekitar 90 km arah utara dari Kota Padang. Kota ini berada di tepi Ngarai Sianok dan dikelilingi oleh dua gunung yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Lokasinya pada ketinggian 909–941 mdpl menjadikan Bukittinggi kota berhawa sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C. Luas Bukittinggi secara de jure adalah 145,29 km², mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 1999. Namun, karena penolakan sebagian masyarakat Kabupaten Agam, luas wilayah secara de facto saat ini adalah 25,24 km², yang menjadikan Bukittinggi sebagai salah satu kota dengan wilayah tersempit di Indonesia. Kota Bukittinggi merupakan salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di Pulau Sumatra. Pusat perdagangan utamanya terdapat di Pasar Ateh, Pasar Bawah, dan Pasar Aur Kuning. Dari sektor perekonomian, Bukittinggi merupakan kota dengan PDRB terbesar kedua di Sumatera Barat, setelah Kota Padang. Tempat wisata yang ramai dikunjungi adalah Jam Gadang, yaitu sebuah menara jam yang terletak di jantung kota sekaligus menjadi simbol bagi Bukittinggi. Sejarah Kota Bukittinggi semula merupakan pasar (pekan) bagi masyarakat Agam Tuo. Setelah kedatangan Belanda, kota ini menjadi kubu pertahanan mereka untuk melawan Kaum Padri. Pada tahun 1825, Belanda mendirikan benteng di salah satu bukit yang terdapat di dalam kota ini. Tempat ini dikenal sebagai benteng Fort de Kock, sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kawasan ini selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah stadsgemeente (kota), dan juga berfungsi sebagai ibu kota Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan Onderafdeeling Oud Agam. Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatra, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25 Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji. Kemudian kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, dan Bukit Batabuah. Sekarang nagari-nagari tersebut masuk ke dalam wilayah Kabupaten Agam. Setelah kemerdekaan Indonesia, Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatra, dengan gubernurnya Mr. Teuku Muhammad Hasan. Kemudian Bukittinggi juga ditetapkan sebagai wilayah pemerintahan kota berdasarkan Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatra Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947. Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan, ketika pada tanggal 19 Desember 1948 kota ini ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Di kemudian hari, peristiwa ini ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006. Selanjutnya Kota Bukittinggi menjadi kota besar berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah Provinsi Sumatra Tengah masa itu, yang meliputi wilayah Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau sekarang. Dalam rangka perluasan wilayah kota, pada tahun 1999 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 yang isinya menggabungkan nagari-nagari di sekitar Bukittinggi ke dalam wilayah kota. Nagari-nagari tersebut yaitu Cingkariang, Gaduik, Sianok Anam Suku, Guguak Tabek Sarojo, Ampang Gadang, Ladang Laweh, Pakan Sinayan, Kubang Putiah, Pasia, Kapau, Batu Taba, dan Koto Gadang. Namun, sebagian masyarakat Kabupaten Agam menolak untuk bergabung dengan Bukittinggi sehingga, peraturan tersebut hingga saat ini belum dapat dilaksanakan. Pemerintah Kota menetapkan hari jadi Kota Bukittinggi pada tanggal 22 Desember 1784. Geografi Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang pulau Sumatra, dan dikelilingi oleh dua gunung berapi yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Kota ini berada pada ketinggian 909–941 meter di atas permukaan laut, dan memiliki hawa sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C. Sementara itu, dari total luas wilayah Kota Bukittinggi saat ini (25,24 km²), 82,8% telah diperuntukkan menjadi lahan budidaya, sedangkan sisanya merupakan hutan lindung. Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan berlembah, beberapa bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan, di antaranya Bukit Ambacang, Bukit Tambun Tulang, Bukit Mandiangin, Bukit Campago, Bukit Kubangankabau, Bukit Pinang Nan Sabatang, Bukit Canggang, Bukit Paninjauan, dan sebagainya. Selain itu, terdapat lembah yang dikenal dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75–110 m, yang di dasarnya mengalir sebuah sungai yang disebut dengan Batang Masang. Penduduk Perkembangan penduduk Bukittinggi tidak terlepas dari berubahnya peran kota ini menjadi pusat perdagangan di dataran tinggi Minangkabau. Hal ini ditandai dengan dibangunnya pasar oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1890 dengan nama loods. Masyarakat setempat mengejanya dengan loih, dengan atap melengkung kemudian dikenal dengan nama Loih Galuang. Saat ini Bukittinggi merupakan kota terpadat di Provinsi Sumatera Barat, dengan tingkat kepadatan mencapai 4.400 jiwa/km². Jumlah angkatan kerja sebanyak 52.631 orang dan sekitar 3.845 orang di antaranya merupakan pengangguran. Kota ini didominasi oleh etnis Minangkabau, namun terdapat juga etnis Tionghoa, Jawa, Tamil, dan Batak. Masyarakat Tionghoa datang bersamaan dengan munculnya pasar-pasar di Bukittinggi. Mereka diizinkan pemerintah Hindia Belanda membangun toko/kios pada kaki bukit Benteng Fort de Kock, yang terletak di bagian barat kota, membujur dari selatan ke utara, dan saat ini dikenal dengan nama Kampung Cino. Sementara pedagang India ditempatkan di kaki bukit sebelah utara, melingkar dari arah timur ke barat dan sekarang disebut juga Kampung Keling. Pemerintahan Daftar Wali Kota Sejak tahun 1918 Kota Bukittinggi telah berstatus gemeente, selanjutnya tahun 1930 wilayah kota ini diperluas menjadi 5,2 km². Pada masa pendudukan Jepang wilayah kota ini kembali diperluas. Kemudian di awal kemerdekaan Indonesia terjadi tumpang tindih batas-batas wilayah kota ini karena penetapan sepihak baik masa Hindia Belanda maupun Jepang. Saat ini batas wilayah pemerintahan kota dikelilingi oleh Kabupaten Agam, dan konfik antara kedua pemerintah daerah tersebut tentang batas wilayah masih berlanjut, ditambah setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 1999 tentang perubahan batas wilayah Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam. Dari peraturan pemerintah (PP) ini luas wilayah Kota Bukittinggi bertambah menjadi 145.29,90 km², dengan memasukkan beberapa nagari yang sebelumnya pada masa pendudukan Jepang berada dalam wilayah administrasi Kota Bukittinggi. Namun seiring bergulirnya reformasi pemerintahan yang memberikan hak otonomi yang luas kepada kabupaten dan kota, muncul kembali penolakan dari masyarakat Kabupaten Agam atas perluasan dan pengembangan wilayah Kota Bukittinggi tersebut. Bagi masyarakat Kabupaten Agam yang masuk ke dalam wilayah perluasan kota ini, merasa rugi karena dengan kembalinya penerapan model pemerintahan nagari lebih menjanjikan, dibandingkan berada dalam sistem kelurahan. Selain itu timbul asumsi, masyarakat kota yang telah heterogen juga dikhawatirkan akan memberikan dampak kepada tradisi adat dan kekayaan yang selama ini dimiliki oleh nagari. Dewan Perwakilan Kecamatan Pendidikan Sejak zaman kolonialis Belanda, kota ini telah menjadi pusat pendidikan di Pulau Sumatra. Dimulai sejak tahun 1872, dengan berdirinya Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers (sekolah guru untuk guru-guru bumiputra) atau dikenal juga dengan nama sekolah radja, yang selanjutnya berkembang menjadi volksschool atau sekolah rakyat. Kemudian pada tahun 1912 muncul Hollandsch Inlandsche School (HIS), yang dilanjutkan dengan berdirinya Sekolah Pamong Opleiding School voor Inlandsch Ambtenaren (OSVIA) tahun 1918. Pada tahun 1926 juga telah berdiri MULO di Kota Bukittinggi. Pada masa awal kemerdekaan di kota ini pernah berdiri sekolah Polwan dan Kadet serta sekolah Pamong Praja yang pertama di Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan FKIP Universitas Andalas (sekarang Universitas Negeri Padang) juga pertama kali didirikan di kota ini sebelum dipindahkan ke Kota Padang. Kesehatan Kota Bukittinggi telah memiliki pelayanan kesehatan yang baik, kota dengan luas relatif kecil ini telah memiliki 5 rumah sakit, yaitu 3 milik pemerintah dan 2 milik swasta. Selain itu, juga didukung oleh 5 puskesmas, 6 puskesmas keliling, dan 15 puskesmas pembantu. Salah satu yang utama adalah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar, merupakan rumah sakit umum milik pemerintah bertipe B dengan jumlah tempat tidur sebanyak 299. Rumah Sakit Stroke Nasional yang terdapat di kota ini, merupakan rumah sakit milik pemerintah dengan pelayanan khusus penyakit stroke, dan memiliki jumlah tempat tidur sebanyak 124 buah. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus pengobatan stroke pertama di Indonesia dan ketiga di dunia. Selain itu terdapat juga Rumah Sakit Islam Ibnu Sina, sebuah rumah sakit swasta yang telah memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 136 buah. Sementara itu untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, sampai tahun 2009 terdapat delapan institusi pendidikan tenaga kesehatan di Kota Bukittinggi. Dua institusi milik pemerintah (Poltekes) dan enam dikelola oleh pihak swasta. Perhubungan Kota Bukittinggi berada pada posisi strategis Jalur Lintas Sumatra, yang menghubungkan Padang, Medan, dan Palembang, serta berada di antara Padang dan Pekanbaru. Terminal Aur Kuning merupakan terminal utama untuk angkutan transportasi darat di kota ini. Sementara untuk transportasi dalam kota, tersedia angkutan kota, taksi, dan bendi (kereta kuda). Berdasarkan catatan Dinas Pekerjaan Umum, seluruh jalan di kota ini panjangnya mencapai 196 km, termasuk jalan negara dan jalan provinsi. Sebelumnya kota ini dilalui oleh jalur kereta api yang menghubungkan Payakumbuh dan Padang yang dibangun sekitar awal abad ke-20. Namun pada dekade 1970-an, sarana transportasi ini tidak diaktifkan lagi. Kota ini juga telah memiliki sarana transportasi udara non-kelas yang bernama Bandar Udara Gadut. Ekonomi Perkembangan pasar Loih Galuang yang sekarang disebut juga Pasar Ateh, membuat pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1900 mengembangkan sebuah loods ke arah timur, tepatnya pada kawasan pinggang bukit yang berdekatan dengan selokan yang mengalir di kaki bukit. Karena lokasi pasar tersebut berada di kemiringan, masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Pasar Teleng (Miring) atau Pasar Lereng. Perkembangan berikutnya di sekitar kawasan tersebut muncul lagi beberapa pasar, di antaranya Pasar Bawah dan Pasar Banto. Pasar-pasar tradisional di sekitar kawasan Jam Gadang ini, kemudian berkembang menjadi tempat penjualan hasil kerajinan tangan dan cendera mata khas Minangkabau. Dalam penataan pasar, pemerintah Hindia Belanda juga menghubungkan setiap pasar tersebut dengan janjang (anak tangga), dan di antara anak tangga yang terkenal adalah Janjang 40. Untuk mengurangi penumpukan pada satu kawasan, pemerintah Bukittinggi kemudian mengembangkan kawasan perkotaan ke arah timur dengan membangun Pasar Aur Kuning, yang saat ini merupakan salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di Pulau Sumatra. Disebabkan luas wilayah yang kecil, sektor perdagangan merupakan salah satu pilihan bagi pemerintah Bukittinggi dalam meningkatkan pendapatan penduduknya. Selain itu pemerintah Bukittinggi juga menelurkan beberapa program dalam mengentaskan kemiskinan, di antaranya pelatihan keterampilan membordir dan pelatihan pembuatan kebaya, serta penumbuhan wirausaha baru. Bordir asli Bukittinggi biasanya menggunakan teknik krancang langsung yang tergolong rumit dan memakan waktu. Ini berbeda dengan barang hasil serupa buatan Tasikmalaya, Jawa Barat yang menggunakan teknik krancang solder. Pariwisata Industri pariwisata merupakan salah satu sektor andalan Kota Bukittinggi. Banyaknya objek wisata yang menarik, menjadikan kota ini dijuluki sebagai "kota wisata". Pada tahun 2012, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi kota ini mencapai 26.629 orang. Saat ini di Bukittinggi terdapat sekitar 60 hotel dan 15 biro perjalanan. Hotel-hotel yang terdapat di Bukittinggi antara lain The Hills, Hotel Pusako, dan Grand Rocky Hotel. Ngarai Sianok merupakan salah satu objek wisata utama. Taman Panorama yang terletak di dalam kota Bukittinggi memungkinkan wisatawan untuk melihat keindahan pemandangan Ngarai Sianok. Di dalam Taman Panorama juga terdapat gua bekas persembunyian tentara Jepang sewaktu Perang Dunia II yang disebut dengan Lubang Japang. Untuk mengunjungi nagari Koto Gadang di bawah ngarai, wisatawan bisa melalui Janjang Koto Gadang. Jenjang yang memiliki panjang sekitar 1 km ini, memiliki desain seperti Tembok Besar Tiongkok. Di Taman Bundo Kanduang terdapat replika Rumah Gadang yang berfungsi sebagai museum kebudayaan Minangkabau. Kebun Binatang Bukittinggi dan Benteng Fort de Kock, dihubungkan oleh jembatan penyeberangan yang disebut Jembatan Limpapeh. Jembatan penyeberangan Limpapeh berada di atas Jalan A. Yani yang merupakan jalan utama di Kota Bukittinggi. Pasar Ateh (Pasar Atas) berada berdekatan dengan Jam Gadang yang merupakan pusat keramaian kota. Di Pasar Ateh terdapat banyak penjual kerajinan tangan dan bordir, serta makanan kecil oleh-oleh khas Sumatera Barat, seperti keripik sanjai (keripik singkong ala daerah Sanjai di Bukittinggi) yang terbuat dari singkong, karupuak jangek yang dibuat dari bahan kulit sapi atau kerbau, dan karak kaliang, sejenis makanan kecil khas Bukittinggi yang berbentuk seperti angka 8. Olahraga Masyarakat Bukittinggi sangat menyukai olahraga berkuda, dan setiap tahunnya kota ini mengadakan lomba pacuan kuda di Bukit Ambacang, yang sudah diselenggarakan sejak tahun 1889. Perlombaan pacuan kuda ini merupakan rangkaian perlombaan pacuan kuda yang diadakan di beberapa kawasan lain di Sumatera Barat. Dengan adanya perlombaan ini, mendorong para peternak kuda untuk tetap bertahan dan memanfaatkan tradisi ini sebagai sumber mata pencarian. Pers dan Media Sekitar tahun 1924 di kota ini diterbitkan surat kabar Periodik yang dipimpin oleh S. Moesjafir, kemudian disusul penerbitan surat kabar mingguan Doenia Achirat oleh Sain al Malik dan Soetan Perpatih, namun surat kabar ini tidak berumur panjang. Selain itu beberapa tokoh pers wanita di kota ini seperti Djanewar Djalil dan Sjamsidar Jahja juga menerbitkan surat kabar Soeara Poetri yang mengetengahkan beberapa isu emansipasi wanita. Pada masa pendudukan Jepang, di kota ini pernah didirikan pemancar radio terbesar untuk Pulau Sumatra. Pemancar ini dalam rangka mengibarkan semangat rakyat untuk menunjang kepentingan Perang Asia Timur Raya versi Jepang. Di kota ini terdapat beberapa stasiun pemancar radio sebagai sarana informasi dan hiburan masyarakat, antara lain: RRI Bukittinggi, Elsi FM, SK FM, dan GRC FM. Kota Saudara Kota lain yang menjadi Sister City dari kota Bukittinggi adalah: Seremban, Malaysia Galeri Referensi Pranala luar Situs web resmi kota Bukittinggi Situs Resmi Kementrian Pariwisata Bukittinggi Bukittinggi Bekas ibu kota provinsi di Indonesia Enklave dan eksklave
4019
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Lima%20Puluh%20Kota
Kabupaten Lima Puluh Kota
Lima Puluh Kota (; Jawi, ليمو ڤولوه كوتو) adalah sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Nagari Sarilamak. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 3.354,30 km2 dan berpenduduk sebanyak 348.555 jiwa (Sensus Penduduk 2010). Kabupaten ini terletak di bagian timur wilayah provinsi Sumatera Barat atau 124 km dari Kota Padang, ibu kota provinsi. Sejarah Menurut tukang kaba, dalam salah satu tambo- cerita historis tetang asal-usul dan silsilah nenek moyang orang Minangkabau di Sumatera Barat terdapat sebuah kerajaan Pariangan yang dipimpin oleh Datuak Badaryo Kayo. Ia memiliki saudara seayah bernama Datuak Ketumanggugan dan Datuak Perpatih Nan Sabatang. Suatu hari kedua saudara ini bertemu Datuak Bandaryo Kayo guna membicarakan masalah kepadatan penduduk di kerajaan tersebut. Dalam pertemuan itu disepakati untuk memindahkan sebagian peduduk kerajaan ke daerah pemukiman baru. Setelah mengetahui daerah-daerah yang akan dijadikan permukiman baru, mulailah pemindahan sebagai penduduk ke tiga arah yakni Utara, Barat dan Timur. Daerah permukiman baru di sebelah Barat kemudian diberi nama Luhak (daerah) Agam. Daerah sebelah Timur dinamakan Luhak Tanah Datar. Semetara itu, Datuak Sri Maharajo Nan Banego memimpin 50 orang menuju ke arah Utara, daerah Payakumbuh. Tempat ini kemudian dikenal dengan nama Luhak Lima Puluah yang dalam perkembanganya menjadi Kabupaten 50 Kota. Untuk mengenang searah asal-usul nama kabupaten ini, pada lambang daerahnya kemudian dicatumkan angka 50. Peninggalan sejarah Di pelosok desa Mahat, kecamatan Bukit Barisan, banyak ditemukan peninggalan kebudayaan megalitikum. Di desa ini dapat disaksikan pemandangan kumpulan batu-batu menhir dengan latar belakang perkebunan tanaman gambir yang menyerupai panorama perkebunan teh di daerah Puncak, Jawa Barat. Karena pemandangan inilah, pada tahun 1981 desa Mahat dimasukkan dalam salah satu objek wisata dari 73 objek wisata di kabupaten ini. Menurut sebagian sejarawan, Minanga Tamwan berada di hulu sungai Kampar, di sebelah timur kabupaten Lima Puluh Kota. Daerah ini tercantum dalam Prasasti Kedukan Bukit sebagai daerah asal Dapunta Hyang Sri Jayanasa, pendiri Kerajaan Sriwijaya. Dalam prasasti tersebut Dapunta Hyang membawa 20.000 tentara dengan perbekalan sebanyak dua ratus peti berjalan dengan perahu, dan yang berjalan kaki sebanyak seribu tiga ratus dua belas orang. Tambo Minangkabau mencatat bahwa Dapunta Hyang turun dari Gunung Marapi ke Minanga Tamwan dan keturunannya meluaskan rantau ke selatan Sumatra. Minanga Tamwan atau Minanga Kabwa diperkirakan merupakan asal usul nama Minangkabau. Geografis Batas Wilayah Kota Payakumbuh merupakan enklave kabupaten ini. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010, berjumlah 348.555 jiwa yang terdiri atas 172.571 Laki-Laki dan 175.984 Perempuan. Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki kepadatan penduduk 98 jiwa per km², dan pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun sekitar 1,11 persen per tahun. Pariwisata Objek Cagar Budaya Kawasan megalit Belubus Kawasan Megalit Maek Situs Cagar Budaya PDRI Kototinggi Peninggalan Rumah Tan Malaka Objek Wisata Alam Lembah Harau Batang Tabik Waterpark Panorama Selat Malaka Danau Buatan Koto Panjang Wisata Alam Kapalo Banda (WAKanda) Panorama Bukik Kanduang Panorama Kayu Kolek Gunung Bungsu Taeh Bukik Air terjun Sialang Sago Air Terjun sarasah Bunta Air terjun sarasah murai Air terjun sarasah Donat Air terjun aka barayun Air terjun Lubuk Bulan Air terjun sarasah tanggo Air terjun sarasah barasok Air terjun Lubuk batang Ikan banyak pandan gadang Queen Park boncah Godang Panorama Lingkueh Pantai Lonta Sialang Danau Aia Sonsang Bukit Batu Manda Padang Mangateh Kampung Sarosah Harau Kampung Guguak Lago Embung Baboy Bukit Landmark Pemandian Aia Baba Bukit Kelinci Bukit Posuak Panorama Kubua Jawi Ngalau Indah Sumber : Google Referensi Pranala luar Situs web Kabupaten Lima Puluh Kota Dinas Pendidikan Kabupaten Lima Puluh Kota - Data Sekolah Lima Puluh Kota Lima Puluh Kota
4020
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Padang
Kota Padang
Padang adalah kota terbesar di pantai barat Pulau Sumatra sekaligus ibu kota provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini adalah pintu gerbang barat Indonesia dari Samudra Hindia. Secara geografi, Padang dikelilingi perbukitan yang mencapai ketinggian 1.853 mdpl dengan luas wilayah 1.414,96 km², lebih dari separuhnya berupa hutan lindung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 919.145 jiwa, dan pada pertengahan tahun 2023, penduduk Padang sebanyak 928.541 jiwa. Padang merupakan kota inti dari pengembangan wilayah metropolitan Palapa. Sejarah Kota Padang tidak terlepas dari peranannya sebagai kawasan rantau Minangkabau, yang berawal dari perkampungan nelayan di muara Batang Arau lalu berkembang menjadi bandar pelabuhan yang ramai setelah masuknya Belanda di bawah bendera Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Hari jadi kota ditetapkan pada 7 Agustus 1669, yang merupakan hari penyerangan loji Belanda di Muara Padang oleh masyarakat Pauh dan Koto Tangah. Semasa penjajahan Belanda, kota ini menjadi pusat perdagangan emas, teh, kopi, dan rempah-rempah. Memasuki abad ke-20, ekspor batu bara dan semen mulai dilakukan melalui Pelabuhan Teluk Bayur. Saat ini, infrastruktur Kota Padang telah dilengkapi oleh Bandar Udara Internasional Minangkabau serta jalur kereta api yang terhubung dengan kota lain di Sumatera Barat. Sentra perniagaan kota berada di Pasar Raya Padang, dan didukung oleh sejumlah pusat perbelanjaan modern dan 16 pasar tradisional. Padang merupakan salah satu pusat pendidikan terkemuka di luar Pulau Jawa, ditopang dengan keberadaan puluhan perguruan tinggi. Sebagai kota seni dan budaya, Padang dikenal dengan legenda Malin Kundang dan novel Sitti Nurbaya. Setiap tahunnya, berbagai festival diselenggarakan untuk menunjang sektor pariwisata. Di kalangan masyarakat Indonesia, nama kota ini umumnya diasosiasikan dengan etnis Minangkabau serta masakan khasnya dikenal sebagai masakan Padang. Sejarah Tidak ada data pasti siapa yang memberi nama kota ini Padang. Namun, kota ini pada awalnya diperkirakan berupa sebuah lapangan, dataran, atau gurun yang luas sehingga dinamakan Padang. Dalam bahasa Minang, kata padang juga dapat bermaksud pedang. Menurut tambo setempat, kawasan kota ini dahulunya merupakan bagian dari kawasan rantau yang didirikan oleh para perantau Minangkabau dari Dataran Tinggi Minangkabau (darek). Tempat permukiman pertama mereka adalah perkampungan di pinggiran selatan Batang Arau di tempat yang sekarang bernama Seberang Padang. Kampung-kampung baru kemudian dibuka ke arah utara permukiman awal tersebut, yang semuanya termasuk Kenagarian Padang dalam adat Nan Dalapan Suku; yaitu suku-suku Sumagek (Chaniago Sumagek), Mandaliko (Chaniago Mandaliko), Panyalai (Chaniago Panyalai), dan Jambak dari Kelarasan Bodhi-Chaniago, serta Sikumbang (Tanjung Sikumbang), Balai Mansiang (Tanjung Balai-Mansiang), Koto (Tanjung Piliang), dan Malayu dari Kelarasan Koto-Piliang. Terdapat pula pendatang dari rantau pesisir lainnya, yaitu dari Painan, Pasaman, dan Tarusan. Seperti kawasan rantau Minangkabau lainnya, pada awalnya kawasan sepanjang pesisir barat Sumatra berada di bawah pengaruh Kerajaan Pagaruyung. Namun, pada awal abad ke-17, kawasan ini telah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh. Masa kolonial Kehadiran bangsa asing di Kota Padang diawali dengan kunjungan pelaut Inggris pada tahun 1649. Kota ini kemudian mulai berkembang sejak kehadiran bangsa Belanda di bawah Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1663, yang diiringi dengan migrasi penduduk Minangkabau dari kawasan luhak. Selain memiliki muara yang bagus, VOC tertarik membangun pelabuhan dan permukiman baru di pesisir barat Sumatra untuk memudahkan akses perdagangan dengan kawasan pedalaman Minangkabau. Selanjutnya pada tahun 1668, VOC berhasil mengusir pengaruh Kesultanan Aceh dan menanamkan pengaruhnya di sepanjang pantai barat Sumatra, sebagaimana diketahui dari surat Regent Jacob Pits kepada Raja Pagaruyung yang berisi permintaan dilakukannya hubungan dagang kembali dan mendistribusikan emas ke kota ini. VOC berhasil mengembangkan Kota Padang dari perkampungan nelayan menjadi kota metropolitan pada abad ke-17. Padang menjadi kota pelabuhan yang ramai bagi perdagangan emas, teh, kopi, dan rempah-rempah. Dalam perkembangan selanjutnya, pada 7 Agustus 1669 terjadi pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan monopoli VOC. Meski dapat diredam oleh VOC, peristiwa tersebut kemudian diabadikan sebagai tahun lahir Kota Padang. Beberapa bangsa Eropa silih berganti mengambil alih kekuasaan di Kota Padang. Pada tahun 1781, akibat rentetan Perang Inggris-Belanda Keempat, Inggris berhasil menguasai kota ini. Namun, setelah ditandatanganinya Perjanjian Paris pada tahun 1784 kota ini dikembalikan kepada VOC. Pada tahun 1793 kota ini sempat dijarah dan dikuasai oleh seorang bajak laut Prancis yang bermarkas di Mauritius bernama François Thomas Le Même, yang keberhasilannya diapresiasi oleh pemerintah Prancis waktu itu dengan memberikannya penghargaan. Kemudian pada tahun 1795, Kota Padang kembali diambil alih oleh Inggris. Namun, setelah peperangan era Napoleon, pada tahun 1819 Belanda mengklaim kembali kawasan ini yang kemudian dikukuhkan melalui Traktat London, yang ditandatangani pada 17 Maret 1824. Pada tahun 1837, pemerintah Hindia Belanda menjadikan Padang sebagai pusat pemerintahan wilayah Pesisir Barat Sumatra (Sumatra's Westkust) yang wilayahnya meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli sekarang. Selanjutnya kota ini menjadi daerah gemeente sejak 1 April 1906 setelah keluarnya ordonansi (STAL 1906 No.151) pada 1 Maret 1906. Hingga Perang Dunia II, Padang merupakan salah satu dari lima kota pelabuhan terbesar di Indonesia, selain Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar. Menjelang masuknya tentara Jepang pada 17 Maret 1942, Kota Padang ditinggalkan begitu saja oleh Belanda karena kepanikan mereka. Pada saat bersamaan Soekarno sempat tertahan di kota ini karena pihak Belanda waktu itu ingin membawanya turut serta melarikan diri ke Australia. Kemudian panglima Angkatan Darat Jepang untuk Sumatra menemuinya untuk merundingkan nasib Indonesia selanjutnya. Setelah Jepang dapat mengendalikan situasi, kota ini kemudian dijadikan sebagai kota administratif untuk urusan pembangunan dan pekerjaan umum. Republik Indonesia Berita kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 baru sampai ke Kota Padang sekitar akhir bulan Agustus. Namun, pada 10 Oktober 1945 tentara Sekutu telah masuk ke Kota Padang melalui Pelabuhan Teluk Bayur, dan kemudian kota ini diduduki selama 15 bulan. Pada tanggal 9 Maret 1950, Kota Padang dikembalikan ke tangan Republik Indonesia setelah sebelumnya menjadi negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) melalui surat keputusan Presiden RIS nomor 111. Kemudian, berdasarkan Undang-undang Nomor 225 tahun 1948, Gubernur Sumatra Tengah waktu itu melalui surat keputusan nomor 65/GP-50, pada 15 Agustus 1950 menetapkan Kota Padang sebagai daerah otonom. Wilayah kota diperluas, sementara status kewedanaan Padang dihapus dan urusannya pindah ke Wali Kota Padang. Pada 29 Mei 1958, Gubernur Sumatera Barat melalui Surat Keputusan Nomor 1/g/PD/1958, secara de facto memindahkan ibu kota provinsi Sumatera Barat dari Bukittinggi ke Padang. Status ini baru dikukuhkan secara de jure lewat Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1979. Seiring dengan statusnya sebagai ibu kota provinsi, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980 menetapkan perubahan batas-batas wilayah Kota Padang dengan memasukkan sebagian wilayah Kabupaten Padang Pariaman seperti Pauh, Koto Tangah, Lubuk Kilangan, dan Teluk Kabung. Berdasarkan Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional 2015–2019, pemerintah pusat menetapkan Kota Padang, bersama Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman untuk pengembangan wilayah metropolitan Palapa (Padang–Lubuk Alung–Pariaman). Geografi Kota Padang terletak di pantai barat pulau Sumatra, dengan luas keseluruhan 1.414,96 km² atau setara dengan 3,36% dari luas provinsi Sumatera Barat. Lebih dari 60% dari luas Kota Padang berupa perbukitan yang ditutupi oleh hutan lindung. Hanya sekitar 205,007 km² wilayah yang merupakan daerah efektif perkotaan. Daerah perbukitan membentang di bagian timur dan selatan kota. Bukit-bukit yang terkenal di Kota Padang di antaranya adalah Bukit Lampu, Gunung Padang, Bukit Gado-Gado, dan Bukit Pegambiran. Kota Padang memiliki garis pantai sepanjang 68,126 km di daratan Sumatra. Selain itu, terdapat pula 19 buah pulau kecil yang terdapat di kecamatan Bungus Teluk Kabung, Padang Selatan, dan Koto Tangah. Pada tahun 1833, Residen James du Puy melaporkan terjadi gempa bumi yang diperkirakan berkekuatan 8.6–8.9 skala Richter di Padang yang menimbulkan tsunami. Sebelumnya pada tahun 1797, juga diperkirakan oleh para ahli pernah terjadi gempa bumi berkekuatan 8.5–8.7 skala Richter, yang juga menimbulkan tsunami di pesisir Kota Padang dan menyebabkan kerusakan pada kawasan Pantai Air Manis. Pada 30 September 2009, kota ini kembali dilanda gempa bumi berkekuatan 7,6 skala Richter, dengan titik pusat gempa di laut pada 0.84° LS dan 99.65° BT dengan kedalaman 71 km, yang menyebabkan kehancuran 25% infrastruktur yang ada di kota ini. Ketinggian di wilayah daratan Kota Padang sangat bervariasi, yaitu antara 0 m sampai 1.853 m di atas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan. Suhu udaranya cukup tinggi, yaitu antara 23 °C–32 °C pada siang hari dan 22 °C–28 °C pada malam hari, dengan kelembabannya berkisar antara 78%–81%. Kota Padang memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitu Batang Kandis sepanjang 20 km. Tingkat curah hujan Kota Padang mencapai rata-rata 405,58 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 17 hari per bulan. Tingginya curah hujan membuat kota ini cukup rawan terhadap banjir. Pada tahun 1980 2/3 kawasan kota ini pernah terendam banjir karena saluran drainase kota yang bermuara terutama ke Batang Arau tidak mampu lagi menampung limpahan air tersebut. Tata ruang Kota Padang memiliki karakteristik ruang perkotaan yang menghadap Samudra Hindia dan dikelilingi oleh jajaran Pegunungan Bukit Barisan. Perkembangan kawasan urban di Padang bergerak ke arah utara dan timur dari kawasan kota tua di muara Batang Arau. Sejalan dengan pembangunan kota yang berbasis mitigasi bencana, wilayah timur Padang dikembangkan sebagai kawasan permukiman dan pusat pendidikan, sedangkan wilayah barat yang berdekatan dengan pantai merupakan kawasan komersial perkotaan dan pusat bisnis. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang Tahun 2010–2030, kawasan pusat kota meliputi Kecamatan Padang Barat, Padang Utara, Padang Timur, dan Padang Selatan. Kantor-kantor pemerintahan Provinsi Sumatera Barat berada pada kawasan ini, lebih tepatnya di sepanjang jalur protokol Sudirman–Khatib. Selain kawasan pusat kota, terdapat pula empat kawasan subpusat kota, yaitu Lubuk Buaya di sisi utara, Air Pacah dan Bandar Buat di sisi timur, serta Bungus di sisi selatan. Kantor-kantor pemerintahan Kota Padang (termasuk balaikota) dipusatkan di Air Pacah. Arsitektur Dari sisi arsitektur, bangunan yang ada di Kota Padang saat ini berada dalam transformasi penemuan kembali tradisi dalam bentuk ekspresi arsitektur modern tetapi tradisional. Kota ini secara umum mampu mengimbangi perkembangan bentuk arsitektur impor yang terus muncul di setiap kota di Indonesia dengan seni arsitektur tradisionalnya. Hal ini juga terlihat selain pada bangunan dijumpai juga bermacam gapura pada beberapa ruas jalan dengan ciri khas atap gonjong. Gonjong ini merupakan salah satu bagian simbol etnik, merepresentasikan makna filosofi Minangkabau yang terabstrasikan ke dalam bentuk bangunan. Walaupun saat ini telah terjadi pergeseran nilai budaya mengancam eksistensi nilai-nilai yang masih asli, masyarakat Minang pun merasa bahwa citra arsitektur vernakular mereka cukup terwakili oleh atap gonjong saja. Sebelumnya dari hilir Batang Arau menuju Muara Pantai Padang terdapat beberapa bangunan tua dengan ciri arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan gaya model untuk daerah tropis antaranya NHM (Nederlansche Handels-Maatschappij), Padangsche Spaarbank, De Javansche Bank, dan NV Internatio yang didirikan sebelum 1920 dan menjadi saksi bisu jejak kolonial yang tertinggal. Taman dan hutan kota Sejak tahun 1995, Pemerintah Kota Padang telah mulai mengembangkan hutan kota termasuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berfungsi meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman dan indah, sekaligus sebagai salah satu sarana rekreasi terutama bagi warga kotanya. RTH yang ada di kota ini yaitu RTH Taman Melati dan RTH Imam Bonjol yang juga berfungsi sebagai alun-alun kota. Di kawasan Pantai Padang, terdapat Taman Muaro Lasak yang dilengkapi dengan Monumen Merpati Perdamaian. Monumen tersebut diresmikan oleh Presiden Joko Widodo dalam rangka Multilateral Naval Exercise Komodo 2016. Pada sehiliran Batang Kuranji terdapat Hutan Kota Delta Malvinas yang merupakan habitat bagi bangau dan buaya kecil putih. Sementara pada Kecamatan Lubuk Kilangan, terdapat Taman Hutan Raya Bung Hatta, yang merupakan kawasan konservasi pelestarian plasma nutfah flora hutan seluas 240 ha. Taman Hutan Raya ini berbatasan dengan Kabupaten Solok, dan telah dimanfaatkan sebagai tempat wisata alam, sarana pendidikan dan penelitian serta juga berfungsi hidroorologi dan penangkal polusi khususnya bagi Kota Padang. Kota Padang mendapat piala Adipura untuk pertama kalinya pada tahun 1986 dari Presiden Soeharto atas prestasinya menjadi salah satu kota terbersih di Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1991 kota ini juga memperoleh Adipura Kencana. Hingga tahun 2009 Kota Padang telah mendapat 17 kali piala Adipura selama 4 periode penilaian. Delapan tahun setelah Gempa Bumi 2009 yang menghancurkan sarana dan prasarana kota, Padang kembali menerima piala Adipura untuk ke-18 kalinya pada tahun 2017. Kependudukan Kota Padang merupakan kota dengan jumlah penduduk paling banyak di provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduk Kota Padang adalah sebanyak 833.584 jiwa. Jumlah tersebut menunjukan penurunan yang signifikan dari data kependudukan tahun 2008 (856.815 jiwa) akibat peristiwa gempa bumi 2009. Pada akhir tahun 2014, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Padang melaporkan jumlah penduduk sebanyak 1.000.096 jiwa dengan rincian 273.915 Kepala Keluarga yang terdiri dari 507.785 orang laki-laki dan 492.306 perempuan. Pada tahun 2009 kota ini bersama dengan kota Makassar, Denpasar, dan Yogyakarta, ditetapkan oleh Kemendagri sebagai empat kota proyek percontohan penerapan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Indonesia. Etnis Penduduk Padang sebagian besar berasal dari etnis Minangkabau. Etnis lain yang juga bermukim di sini adalah Jawa, Tionghoa, Nias, Mentawai, Batak, Aceh, dan Tamil. Orang Minang di Kota Padang merupakan perantau dari daerah lainnya dalam Provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 1970, jumlah pendatang sebesar 43% dari seluruh penduduk, dengan 64% dari mereka berasal dari daerah-daerah lainnya dalam provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 1990, dari jumlah penduduk Kota Padang, 91% berasal dari etnis Minangkabau. Orang Nias sempat menjadi kelompok minoritas terbesar pada abad ke-19. VOC membawa mereka sebagai budak sejak awal abad ke-17. Sistem perbudakan diakhiri pada tahun 1854 oleh Pengadilan Negeri Padang. Pada awalnya mereka menetap di Kampung Nias, namun kemudian kebanyakan tinggal di Gunung Padang. Cukup banyak juga orang Nias yang menikah dengan penduduk Minangkabau. Selain itu, ada pula yang menikah dengan orang Eropa dan Tionghoa. Banyaknya pernikahan campuran ini menurunkan persentase suku Nias di Padang. Belanda kemudian juga membawa suku Jawa sebagai pegawai dan tentara, serta ada juga yang menjadi pekerja di perkebunan. Selanjutnya, pada abad ke-20 orang Jawa kebanyakan datang sebagai transmigran. Selain itu, suku Madura, Ambon dan Bugis juga pernah menjadi penduduk Padang, sebagai tentara Belanda pada masa perang Padri. Penduduk Tionghoa datang tidak lama setelah pendirian pos VOC. Orang Tionghoa di Padang yang biasa disebut dengan Cina Padang, sebagian besar sudah membaur dan biasanya berbahasa Minang. Pada tahun 1930 paling tidak 51% merupakan perantau keturunan ketiga, dengan 80% adalah Hokkian, 2% Hakka, dan 15% Kwongfu. Suku Tamil atau keturunan India kemungkinan datang bersama tentara Inggris. Daerah hunian orang Tamil di Kampung Keling merupakan pusat niaga. Sebagian besar dari mereka yang bermukim di Kota Padang sudah melupakan budayanya. Orang-orang Eropa dan Indo yang pernah menghuni Kota Padang menghilang selama tahun-tahun di antara kemerdekaan (1945) dan nasionalisasi perusahaan Belanda (1958). Agama Mayoritas penduduk Kota Padang memeluk agama Islam. Kebanyakan pemeluknya adalah orang Minangkabau. Agama lain yang dianut di kota ini adalah Kristen, Buddha, dan Khonghucu, yang kebanyakan dianut oleh penduduk bukan dari suku Minangkabau. Beragam tempat peribadatan juga dijumpai di kota ini. Selain didominasi oleh masjid, gereja dan klenteng juga terdapat di Kota Padang. Data Kementerian Dalam Negeri pertengahan tahun 2023 mencatat, 96,82% penduduk kota Padang menganut agama Islam. Selebihnya menganut agama Kristen sebanyak 2,85% dengan rincian Protestan sebanyak 1,53% dan Katolik sebanyak 1,32%. Penduduk yang menganut agama Buddha sebanyak 0,32%, dan selebihnya 0,01% termasuk agama Hindu, Konghucu, dan agama kepercayaan. Masjid Raya Ganting merupakan masjid tertua di kota ini, yang dibangun sekitar tahun 1700. Sebelumnya masjid ini berada di kaki Gunung Padang sebelum dipindahkan ke lokasi sekarang. Beberapa tokoh nasional pernah salat di masjid ini di antaranya Soekarno, Hatta, Hamengkubuwana IX dan A.H. Nasution. Bahkan Soekarno sempat memberikan pidato di masjid ini. Masjid ini juga pernah menjadi tempat embarkasi haji melalui pelabuhan Emmahaven (sekarang Teluk Bayur) waktu itu, sebelum dipindahkan ke Asrama Haji Tabing sekarang ini. Gereja Katholik dengan arsitektur Belanda telah berdiri sejak tahun 1933 di kota ini, walaupun French Jesuits telah mulai melayani umatnya sejak dari tahun 1834, seiring bertambahnya populasi orang Eropa waktu itu. Dalam rangka mendorong kegairahan penghayatan kehidupan beragama terutama bagi para penganut agama Islam pada tahun 1983 untuk pertama kalinya di kota ini diselenggarakan Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) tingkat nasional yang ke-13. Pemerintahan Masa kolonial Belanda Pertumbuhan beberapa kawasan yang sedemikian pesat telah menimbulkan masalah baru bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda. Meskipun mekanisme dan kegiatan pemerintahan telah bertambah maju, namun pemerintahan Hindia Belanda yang mencakup kepulauan yang terpencar-pencar dan saling berjauhan itu tidak dapat terawasi secara efektif. Keadaan tersebut akhirnya menyebabkan warga kolonial menginginkan pemodelan urusan pemerintahannya sebagaimana model di negeri Belanda sendiri, yaitu sistem kekotaprajaan yang diperintah oleh seorang wali kota dan bertanggung jawab kepada Dewan Kotapraja. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka pada tanggal 1 Maret 1906, berdasarkan ordonansi (STAL 1906 No.151) yang ditandatangani oleh Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz sistem pemerintahan desentralisasi mulai diperkenalkan di Hindia Belanda. Sejak 1 April 1906 termasuk Kota Padang telah berstatus gemeente (kota), yang kemudian diiringi dengan pembentukan Dewan Kotapraja. Tugas utamanya adalah perbaikan tingkat kesehatan masyarakat dan transportasi, termasuk penanganan masalah-masalah bangunan, pemeliharaan jalan dan jembatan serta penerangan jalan-jalan, begitu pula pengontrolan sanitasi, kebersihan selokan dan sampah-sampah, pengelolaan persediaan air, pengelolaan pasar dan rumah potong, perluasan kota dan kawasan permukiman, tanah pekuburan, dan pemadam kebakaran. Pada tahun 1928 Mr. W.M. Ouwerkerk dipilih sebagai Burgemeester (wali kota) yang memerintah Kota Padang hingga tahun 1940. Ia kemudian digantikan oleh D. Kapteijn sampai masuknya tentara pendudukan Jepang tahun 1942. Dalam meningkatkan layanan pemerintahan pada tahun 1931 dibangunlah gedung Gemeente Huis (Balai Kota) dengan arsitektur gaya balai kota Eropa berciri khas sebuah menara jam yang berlokasi di Jalan Raaffweg (sekarang Jalan Mohammad Yamin, Kecamatan Padang Barat). Masa awal kemerdekaan Indonesia Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Mr. Abubakar Jaar diangkat sebagai wali kota pertama Kota Padang dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Mr. Abubakar Jaar merupakan seorang pamong sejak zaman Belanda, yang kemudian menjadi residen di Sumatera Utara. Pada tanggal 15 Agustus 1946 dipilih Bagindo Azizchan sebagai wali kota kedua, atas usulan Residen Mr. St. M. Rasjid, seiring dengan keadaan negara dalam situasi darurat perang akibat munculnya agresi Belanda. Kemudian pada tanggal 19 Juli 1947, Belanda melancarkan sebuah serangan militer dalam Kota Padang. Bagindo Azizchan yang waktu itu berada di Lapai ikut tewas terbunuh sewaktu menjalankan tugasnya sebagai kepala pemerintahan Kota Padang. Untuk menghindari kekosongan pemerintahan, Said Rasad dipilih sebagai pengganti, dan menjadi Wali kota ketiga. Kemudian ia memindahkan pusat pemerintahan ke Kota Padangpanjang. Namun, pada bulan September 1947, Belanda menunjuk Dr. A. Hakim, untuk menjadi wali kota Padang. Pada awal tahun 1950-an, sewaktu Dr. Rasidin menjadi wali kota Padang, ia mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan becak sebagai sarana transportasi angkutan umum di Kota Padang, karena dianggap kurang manusiawi. Kemudian pada tahun 1956 B. Dt. Pado Panghulu, seorang penghulu dari Kota Bukittinggi, terpilih sebagai wali kota Padang berikutnya. Tidak lama kemudian, pecah ketegangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Ketegangan memuncak pada tanggal 15 Februari 1958, dan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dideklarasikan. Selanjutnya, PRRI yang dianggap sebagai pemberontak oleh pemerintah pusat dihancurkan dengan pengiriman kekuatan militer terbesar yang tercatat dalam sejarah Indonesia. Akibat peristiwa ini juga, terjadi eksodus besar-besaran suku Minangkabau ke daerah lain. Setelah PRRI pada tanggal 31 Mei 1958, Z. A. St. Pangeran dilantik menjadi wali Kota Padang yang ketujuh, dengan setumpuk beban berat. Selain melanjutkan pembangunan, ia juga harus memulihkan kondisi psikologis masyarakat yang tercabik akibat perang saudara. Namun pada pertengahan tahun 1966, dia dipaksa mundur dari jabatannya oleh para mahasiswa. Orde Baru dan otonomi daerah Setelah runtuhnya demokrasi terpimpin pasca Gerakan 30 September, dan kemudian muncul istilah Orde Baru, pada tahun 1966, Drs. Azhari ditunjuk menjadi wali kota oleh pihak militer menggantikan wali kota sebelumnya yang dianggap cendrung berpihak kepada PKI waktu itu. Pada tahun 1967, ia digantikan oleh Drs. Akhiroel Yahya sebagai wali kota berikutnya. Pada tahun 1971, Drs. Hasan Basri Durin ditunjuk menjadi pejabat wali kota mengantikan wali kota sebelumnya. Tahun 1973 dia terpilih menjadi wali kota definitif, memimpin Kota Padang selama dua periode sampai tahun 1983, sebelum digantikan oleh Syahrul Ujud S.H., yang menjadi wali Kota Padang selama dua periode berikutnya. Selanjutnya, pada tahun 1993, terpilih seorang mantan wartawan Drs. Zuiyen Rais, M.S., yang juga memimpin Kota Padang selama dua periode sampai pada tahun 2003. Dalam suasana reformasi pemerintahan dan era otonomi daerah, Dr. Fauzi Bahar, M.Si, terpilih kembali pada tahun 2009 untuk masa jabatan kedua kalinya sebagai wali Kota Padang dalam pemilihan langsung pada kali pertama, sedangkan pada masa jabatan sebelumnya pada tahun 2004 dia masih dipilih melalui sistem perwakilan di DPRD kota. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2011 pada tanggal 18 April 2011, pusat pemerintahan Kota Padang secara resmi dipindahkan dari Kecamatan Padang Barat ke Kecamatan Kototangah. Di samping untuk mengurangi konsentrasi masyarakat di kawasan pantai dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat di timur dan utara kota, pemindahan ini juga dilakukan mengingat lokasi pusat pemerintahan kota sebelumnya berada pada zona yang dikategorikan bahaya terhadap kemungkinan terjadinya bencana tsunami. Kompleks pusat pemerintahan dibangun di kawasan eks Terminal Regional Bingkuang (TRB) di Air Pacah dan mulai diresmikan penggunaannya pada 30 September 2013. Walikota Dewan Perwakilan Sesuai dengan konstitusi yang berlaku, DPRD kota merupakan perwakilan rakyat. Jumlah anggota DPRD kota berjumlah 45 orang. Pengaruh reformasi politik dan pemerintahan telah membawa perubahan peta politik di Kota Padang. Pada pemilu periode 1999-2004, anggota DPRD Kota Padang masih didominasi oleh partai Golkar. Namun, sejak pemilu 2004, PKS, PAN, Demokrat, dan belakangan Gerindra tampil mengerogoti dominasi partai Golkar dan secara bersama menguasai parlemen kota. Daftar Kecamatan Secara adat, Kota Padang meliputi 10 nagari, namun berbeda dengan pemerintahan kabupaten di Sumatera Barat, status nagari tidak menjadi bagian dari perangkat daerah dalam pemerintahan kota. Kecamatan Koto Tangah merupakan kecamatan dengan luas wilayah terbesar, sedangkan Kecamatan Padang Barat memiliki wilayah terkecil. Pendidikan Kota Padang sejak dari zaman kolonial Belanda telah menjadi pusat pendidikan di Sumatera Barat. Tercatat pada tahun 1864, jumlah pelajar yang terdaftar di sekolah yang ada di kota ini sebanyak 237 orang. Untuk memberikan pelayanan dan kemudahan bagi siswa dan orang tua murid, pemerintah kota bekerja sama dengan UNP dan Telkom sejak 1 Juli 2010 kembali menyelenggarakan Penerimaan Siswa Baru (PSB) Online untuk sekolah negeri jenjang SMP dan SMA, dengan perbaikan pola dan sistem dibandingkan tahun sebelumnya. Sistem yang telah diterapkan sejak tahun 2006 ini, akan memotivasi sekaligus memudahkan seluruh siswa yang akan melanjutkan pendidikannya di masing-masing tingkatan pendidikan. Mereka dapat memilih sekolah favoritnya berdasarkan rangking nilai yang mereka dapat dan diketahui secara langsung dan transparan. Kota Padang memiliki puluhan perguruan tinggi, sepuluh di antaranya berbentuk universitas. Universitas Andalas (Unand) yang belokasi di Limau Manis diresmikan oleh Wakil Presiden pertama Mohammad Hatta pada tahun 1955 sebagai universitas tertua di luar Jawa. Pada tahun 2014, Unand menjadi universitas pertama di Sumatra yang mendapatkan peringkat A untuk akreditasi perguruan tinggi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Perguruan tinggi negeri lainnya yang ada di Kota Padang yakni Universitas Negeri Padang (UNP) di Air Tawar, Universitas Islam Negeri Imam Bonjol (UIN-IB) di Lubuk Lintah, Politeknik Negeri Padang di Limau Manis, Politeknik Kesehatan Padang di Siteba, dan Politeknik ATI Padang di Tabing. Beberapa perguruan tinggi swasta juga berada di kota ini, seperti Universitas Bung Hatta, Universitas Baiturrahmah, Universitas Ekasakti, Universitas Tamansiswa Padang, Universitas Putra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Institut Teknologi Padang, dan Universitas Dharma Andalas. Perpustakaan Daerah Sumatera Barat terletak di Kota Padang termasuk salah satu perpustakaan terbaik di Indonesia, dengan jumlah koleksi yang mencapai 30.000 judul, termasuk fasilitas dan pengelolaan yang maksimum, serta jumlah pengunjung pustaka yang tinggi. Setelah gempa bumi kegiatan Perpustakaan Daerah Sumatera Barat sejak 1 Februari 2010 untuk sementara dipindahkan ke Tabing, menunggu pembangunan gedung baru yang sebelumnya mengalami kerusakan parah. Sekarang perpustakaan telah kembali ke lokasi semula yang berada di Jalan Diponegoro Nomor 4. Sementara Perpustakaan Kota Padang sendiri atau Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang terletak di Jalan Batang Anai GOR H. Agus Salim Padang, setelah sebelumnya berlokasi di dekat SMA Negeri 1 Padang yang kemudian berganti menjadi gedung Dukcapil. Peresmian pindahnya Perpustakaan Kota Padang ini dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2018. Kesehatan Sebagai salah satu pusat kesehatan di Pulau Sumatra, Kota Padang telah memiliki fasilitas kesehatan yang cukup lengkap. Selain memiliki beberapa rumah sakit yang bertaraf nasional dan internasional, rumah sakit tersebut juga telah didukung oleh beberapa perguruan tinggi yang berkaitan dengan kesehatan. Rumah Sakit Umum Dr. M. Djamil yang didirikan oleh pemerintah pusat pada tahun 1953 merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatra bagian tengah. Rumah sakit ini telah berafiliasi dengan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan Politeknik Kesehatan Padang. Setelah gempa 30 September 2009, kondisi bangunan dan peralatan rumah sakit ini memprihatinkan. Rumah Sakit M. Djamil saat ini tengah berusaha memperbaiki program Hospital Disaster untuk mengantisipasi kejadian serupa nantinya. Pemerintahan Kota Padang sendiri juga telah memiliki rumah sakit yang bernama Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Rasidin. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal, pemerintahan Kota Padang juga telah mendirikan sebanyak 20 buah puskesmas dan 58 buah puskesmas pembantu pada wilayah kecamatan di kota ini. Untuk tahun 2007, satu puskesmas di Kota Padang rata-rata melayani 41.000 orang. Angka ini lebih tinggi dari konsep ideal wilayah puskesmas yang hanya untuk melayani 30.000 orang saja, sehingga jika ditinjau dari penyebaran, sarana kesehatan sudah memadai. Namun jika ditinjau dari aspek mutu pelayanan kesehatan masih jauh dari yang diharapkan. Selain itu, di kota ini juga terdapat sejumlah rumah sakit yang dikelola oleh BUMN, Kepolisian, TNI AD dan pihak swasta. Pada tahun 2013, PT Semen Padang meresmikan Semen Padang Hospital yang merupakan rumah sakit bertaraf internasional pertama di Sumatera Barat. Rumah Sakit Tentara Dr. Reksodiwiryo yang dikelola oleh TNI AD terletak pada kawasan cagar budaya Ganting. Rumah sakit ini berdiri pada komplek bangunan peninggalan zaman Belanda dan sebelumnya merupakan tempat peristirahatan para tentara kolonial. Rumah Sakit Selasih merupakan rumah sakit swasta yang dikelola secara bersama dengan pihak Kumpulan Perubatan Johor (KPJ) Sdn Bhd dari Malaysia, namun akibat gempa bumi 30 September 2009 rumah sakit ini mengalami kerusakan berat. Rumah sakit Pelayanan umum Untuk melayani kebutuhan akan air bersih, pemerintah kota melalui PDAM Kota Padang sampai tahun 2007 telah memiliki 13 unit sumur bor dan Instalasi Pengolahan Air Lengkap (IPAL) di wilayah Gunung Pangilun dan Instalasi Pengolahan Air (IPA) di wilayah Lubuk Minturun, Ulu Gadut, Pegambiran dan Bungus. Sekitar 60% akan kebutuhan air bersih dipasok dari perusahaan pemerintah daerah ini. Adapun untuk mengantisipasi kebutuhan akan energi listrik, Padang mengandalkan PLTU Teluk Sirih unit I yang terletak di Kecamatan Bungus Teluk Kabung dengan kapasitas 1x112 MW. Untuk jaringan telekomunikasi, hampir di setiap kawasan dalam kota telah terjangkau jaringan telepon genggam. Layanan gratis internet tanpa kabel Wi-Fi atau dikenal dengan hotspot telah disebar pada beberapa perguruan tinggi, pusat perbelanjaan, hotel, sampai kantor polisi. Dalam menangani masalah sampah, pemerintah kota memfungsikan lahan pada Kecamatan Koto Tangah di TPA Air Dingin seluas 30.3 ha yang berjarak 17 km dari pusat kota atau berada pada radius 7 km dari kawasan permukiman. TPA ini hanya mengelola 800 m³ sampah per hari dari total 1.432 m³ sampah yang dihasilkan dalam kota. Mengawali tahun 2015, Pemerintah Kota Padang memberlakukan Perda Nomor 21 tahun 2012 tentang denda dan larangan membuang sampah sembarangan. Kebijakan ini terintegrasi dalam Program Padang Bersih yang diluncurkan pada 25 Oktober 2014. Pada tingkat kelurahan, terdapat Lembaga Pengelolaan Sampah (LPS) yang mengawasi disiplin kebersihan warga. Pemerintah Kota Padang saat ini memiliki 90 unit becak motor pengangkut sampah dan 300 kontainer yang telah disebar ke seluruh Lembaga Pengelola Sampah (LPS). Ada 10 kawasan bebas sampah di Kota Padang yang dilindungi oleh Perda Nomor 21 tahun 2012. Dimulai dari sepanjang Jalan Sudirman hingga ke Khatib Sulaiman; Jalan S. Parman hingga Jalan Pemuda; Jalan Ratulangi dan Belakang Olo; Jalan A Yani; Jalan Ujung Gurun; Jalan Raden Saleh; Jalan M. Yamin. Selebihnya, adalah kawasan wisata meliputi Pantai Padang, Pantai Air Manis, dan Pantai Pasir Jambak. Untuk kebutuhan Tempat Pemakaman Umum (TPU) bagi masyarakat, Pemerintah Kota Padang telah menyediakan lahan pada beberapa kawasan, di antaranya TPU Tunggul Hitam dan TPU Air Dingin. Sejak dahulu, Kota Padang sangat rawan terhadap banjir. Pemerintah kolonial Hindia Belanda telah mencoba menanggulangi di antaranya dengan memperbaiki tata ruang kota serta memperbaiki beberapa bantaran sungai yang membelah kota. Pada 1918, aliran Batang Arau dibagi melalui banjir kanal sepanjang 6,8 km dan lebar 20 meter. Sejak kemerdekaan Indonesia, banjir besar yang terjadi tercatat pada tahun 1972, 1979, 1980, 1981, dan 1986. Belakangan, banjir cukup sering terjadi dan merendam beberapa kawasan di Kota Padang. Sebelumnya, beberapa kawasan terutama di Kecamatan Koto Tangah merupakan kawasan yang berfungsi sebagai daerah resapan air namun pemerintah kota menetapkan kawasan tersebut sebagai daerah perkembangan perumahan sehingga menjadi daerah permukiman padat penduduk. Perubahan fungsi ini berdampak jika curah hujan cukup tinggi (>223,03 mm/jam) maka terjadi banjir yang menggenangi kawasan seluas 44.09 Ha dengan tinggi genangan air mencapai 60 cm selama lebih dari 6 jam. Sementara sistem jaringan drainase Kota Padang terdiri dari 19 areal dengan luas cakupan 3.986 Ha, yang kesemuanya mengalir ke arah sungai utama yaitu Batang Arau, Batang Kuranji dan Batang Air Dingin. Kota Padang termasuk kota di Indonesia yang berada pada kawasan berkategori rawan gempa bumi dan tsunami. Untuk mengantisipasi hal itu pemerintah setempat telah membangun beberapa kawasan tertentu sebagai lokasi evakuasi terhadap kemungkinan bencana alam tersebut. Namun belajar dari pengalaman gempa bumi 30 September 2009, beberapa jalur jalan evakuasi yang telah dirancang sejak tahun 2005 belum dapat memberikan sistem penyelamatan massive yang baik bagi masyarakat yang umumnya berada di zona merah bahaya tsunami. Tingginya tingkat kekacauan lalu lintas, serta kurangnya koordinasi pada masyarakat waktu itu, membuat pemerintah setempat perlu memikirkan mitigasi bencana yang tepat dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi pada masa depan. Pada 2011, Padang memiliki gudang regional Palang Merah Indonesia (PMI) yang ketiga di Indonesia. Sebagai basis penanggulangan bencana alam terutama di wilayah Sumatra, gudang ini memiliki kapasitas untuk menampung 2.000 paket family kit, 2.000 paket terpal, 2.000 kotak hygiene kit, 4.000 paket matras, 4.000 kelambu, 8.000 jerigen, dan 1.000 kantung mayat. Transportasi Pada masa lalu, rute utama yang menghubungkan kawasan rantau (Kota Padang) dengan darek (pedalaman Minangkabau) adalah jalur yang pernah ditempuh Raffles pada tahun 1818 untuk menuju Pagaruyung melalui kawasan Kubung XIII di Kabupaten Solok sekarang. Saat ini ada tiga ruas jalan utama yang menghubungkan Kota Padang dengan kota-kota lain di Sumatra. Jalan ke utara menghubungkan kota ini dengan Kota Bukittinggi, dan di sana bercabang ke Kota Medan dan Pekanbaru. Terdapat pula cabang jalan di dekat Lubuk Alung ke arah Kota Pariaman. Jalan ke timur menuju Kota Solok, yang tersambung dengan Jalan Raya Lintas Sumatra bagian tengah. Sebelumnya, di Arosuka terdapat persimpangan menuju Kota Jambi melalui Kabupaten Solok Selatan. Jalan ke selatan yang menyusuri pantai barat Sumatra menghubungkan Kota Padang dengan Kota Bengkulu melalui Kabupaten Pesisir Selatan. Penemuan cadangan batubara di Kota Sawahlunto mendorong Pemerintah Hindia Belanda membangun rel kereta api serta rute jalan baru melalui Kota Padang Panjang sekarang, yang diselesaikan pada 1896. Jalur kereta api ini juga menghubungkan Kota Padang dengan kota-kota lain seperti Kota Pariaman, Kota Solok, Kota Bukittinggi, dan Kota Payakumbuh. Saat ini rel kereta api yang aktif hanyalah jaringan Komuter Padang–Pariaman menggunakan kereta api Sibinuang, jalur Indarung–Bukitputus untuk pengangkutan semen ke pelabuhan, serta jalur Pulau Aie–Bandara menggunakan kereta api Minangkabau Ekspres. Terminal Regional Bingkuang (TRB) di Air Pacah selesai dibangun tahun 1999 untuk menggantikan Terminal Lintas Andalas di Olo Ladang. Penggunaan TRB ini tidak seperti yang diharapkan, dan sampai beberapa tahun sesudahnya belum juga dapat menggantikan terminal lama. Setelah gempa tanggal 30 September 2009 dan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2011, TRB dialihfungsikan menjadi kawasan pusat pemerintahan kota. Terminal Anak Air mulai beroperasi pada tahun 2021 untuk melayani bus antarkota dalam provinsi (AKDP) dan bus antarkota antarprovinsi (AKAP). Angkutan dalam kota dilayani oleh bus kota, mikrolet dan taksi. Sementara saat ini di pusat kota masih dapat ditemukan bendi (sejenis kereta kuda), sedangkan ojek biasanya beroperasi di perumahan dan pinggiran kota. Pada awal tahun 2014, pemerintah mulai mengoperasikan bus massal Trans Padang. Dari enam koridor yang dirancang untuk sistem transportasi ini, baru dua koridor yang beroperasi yaitu rute Pasar Raya–Lubuk Buaya (batas kota) dan rute Anak Air–Teluk Bayur. Kota Padang memiliki beberapa kawasan pelabuhan. Tercatat sejak tahun 1770 diberangkatkan dari pelabuhan kota ini 0,3 miliar pikul lada dan 0,2 miliar gulden emas per tahunnya. Pelabuhan Muara melayani transportasi laut bagi kapal ukuran sedang terutama untuk tujuan ke atau dari Kabupaten Kepulauan Mentawai dan kawasan sekitarnya. Sementara itu, Pelabuhan Teluk Bayur melayani pengangkutan laut untuk ukuran kapal besar baik ke kota-kota lain di Indonesia maupun ke luar negeri. Pelabuhan ini mulai beroperasi pada tahun 1892 dengan nama Emmahaven. Sekarang kedua pelabuhan tersebut dikelola oleh PT Pelindo II. Selain itu juga terdapat Pelabuhan Bungus yang tediri dari pelabuhan perikanan samudera (PPS) yang dikelola oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dan pelabuhan penyeberangan yang dikelola oleh Kementerian Perhubungan. Sampai tahun 2005, Bandar Udara Tabing melayani perhubungan udara Padang dengan kota-kota lain. Bandar udara ini tidak dapat didarati oleh pesawat berbadan besar, dan karena itu tidak dapat mengimbangi naiknya jumlah calon penumpang. Pengembangannya terbatas karena posisinya yang terhalang Gunung Pangilun dan Bukit Sariak. Maka tanggal 23 Juni 1999 ditetapkan lokasi baru pengganti bandar udara ini. Dengan selesainya pembangunan Bandar Udara Internasional Minangkabau di Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, penerbangan sipil dialihkan ke bandara baru tersebut. Penerbangan domestik yang dilayani saat ini yakni ke seluruh kota besar di Sumatra (kecuali Banda Aceh dan Pangkal Pinang), seluruh kota besar di Jawa (kecuali Semarang), dan satu kota di Sulawesi yaitu Makassar. Sementara untuk pernerbangan internasional saat ini yakni ke Singapura, Kuala Lumpur, Jeddah (haji), dan Madinah (umrah). Perekonomian Kota Padang sebagai kota pelabuhan sejak abad ke-19 telah mengalami pertumbuhan ekonomi cepat yang didorong oleh tingginya permintaan kopi dari Amerika. Akibatnya pada tahun 1864 telah berdiri salah satu cabang Javaansche Bank yakni bank yang bertanggung jawab terhadap mata uang di Hindia Belanda serta telah mengikuti standar selaras dengan yang ada di negara Belanda. Seiring itu pada 1879 juga telah muncul bank simpan pinjam. Hal ini mencerminkan tingginya tingkat peredaran uang di kota ini. Kota ini menempatkan sektor industri, perdagangan dan jasa menjadi andalan dibandingkan dengan sektor pertanian dalam mendorong perekonomian masyarakatnya. Hal ini terjadi karena transformasi ekonomi kota cenderung mengubah lahan pertanian menjadi kawasan industri. Walaupun di sisi lain industri pengolahan di kota ini telah memberikan kesempatan lapangan pekerjaan yang cukup berarti. Di kota ini terdapat sebuah pabrik semen yang bernama PT Semen Padang dan telah beroperasi sejak didirikan pada tahun 1910. Pabrik semen ini berlokasi di Indarung dan merupakan pabrik semen yang pertama di Indonesia, dengan kapasitas produksi 5.240.000 ton per tahun. Hampir 63% dari produksinya (baik dalam bentuk kemasan zak maupun curah) didistribusikan melalui laut dengan memanfaatkan pelabuhan Teluk Bayur. Selepas reformasi politik dan ekonomi, masyarakat Minang umumnya menuntut pemerintah pusat untuk melaksanakan spin off (pemisahan) PT Semen Padang dari induknya PT Semen Gresik, yang mana sejak tahun 1995 telah di merger (penggabungan) secara paksa oleh pemerintah pusat, walau tuntutan akuisisi PT Semen Padang menjadi perusahaan yang mandiri lepas dari PT Semen Gresik telah dikabulkan Pengadilan Negeri Padang, namun penyelesaian persoalan tersebut masih belum jelas sampai sekarang. Apalagi ditengarai terjadi kemerosotan kinerja perusahaan sejak penggabungan tersebut. Hal ini karena pemerintah pusat masih menganggap restrukturisasi beberapa BUMN melalui pembentukan holding terhadap beberapa BUMN yang memiliki keterkaitan atau kesamaan usaha merupakan penyelesaian terbaik untuk membangun keunggulan daya saing BUMN tersebut agar lebih menjamin perolehan laba di atas rata-rata perusahaan pesaing lainnya. Pusat perdagangan di Kota Padang adalah Pasar Raya Padang yang dibangun pada zaman kolonial Belanda oleh seorang kapiten Cina bernama Lie Saay. Dalam perkembangannya, pasar tradisional ini pernah menjadi sentra perdagangan bagi masyarakat di Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Bengkulu pada era 1980-an. Selain itu, aktivitas perniagaan di Padang juga didukung oleh 16 pasar satelit yang tersebar di seluruh pelosok kota, sembilan di antaranya dimiliki oleh Pemerintah Kota Padang yaitu Pasar Alai, Pasar Bandar Buat, Pasar Belimbing, Pasar Bungus, Pasar Lubuk Buaya, Pasar Simpang Haru, Pasar Siteba, Pasar Tanah Kongsi, dan Pasar Ulak Karang. Tidak seperti kebanyakan kota besar di Indonesia, pertumbuhan pusat perbelanjaan modern di Kota Padang terbilang cukup lamban. Pada tahun 1990-an terdapat setidaknya lima permohonan izin pendirian mal di Kota Padang yang ditolak oleh Zuiyen Rais, wali kota Padang saat itu, karena mengambil lokasi di pusat kota. Pusat perbelanjaan modern yang beroperasi saat ini di Kota Padang di antaranya yaitu Plaza Andalas, Basko Grand Mall, Rocky Plaza, dan SPR Plaza. Untuk melindungi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), Pemerintah Kota Padang juga tidak memberi izin jaringan ritel waralaba berbentuk minimarket seperti Indomaret dan Alfamart yang sudah menjamur di berbagai kota di Indonesia. Sebagai gantinya, jaringan minimarket Minang Mart dibentuk oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Grafika Jaya Sumbar yang bekerja sama dengan PT Sentra Distribusi Nusantara. Perekonomian Kota Padang juga ditopang oleh sektor pariwisata dan industri MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition atau Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran). Hal ini didukung oleh keberadaan sederet hotel dan gedung pertemuan di kota ini. Hingga saat ini Kota Padang telah memiliki puluhan hotel berbintang, termasuk di antaranya sembilan hotel bintang 4. Minangkabau International Convention Center (MICC) yang saat ini dalam tahap konstruksi akan menjadi gedung pertemuan terbesar di Kota Padang. Pariwisata Kota Padang yang terkenal akan legenda Sitti Nurbaya dan Malin Kundang saat ini sedang berbenah ke arah pembangunan kepariwisataan. Kota ini memiliki sebuah museum yang terletak di pusat kota yang bernama Museum Adityawarman, yang memiliki gaya arsitektur berbentuk rumah adat Minangkabau (Rumah Gadang), model Gajah Maharam. Di halaman depan museum terdapat dua lumbung padi. Museum ini mengkhususkan diri pada sejarah dan budaya suku Minangkabau, suku Mentawai dan suku Nias. Museum ini memiliki 6.000 koleksi. Di kawasan pelabuhan Muara banyak dijumpai beberapa bangunan peninggalan sejak zaman Belanda. Beberapa bangunan di kawasan tersebut ditetapkan pemerintah setempat sebagai cagar budaya. Di antaranya adalah Masjid Muhammadan bertarikh 1843, yang merupakan masjid berwarna hijau muda yang dibangun oleh komunitas keturunan India. Cagar budaya lain, Klenteng Kwan Im yang bernama See Hin Kiong tahun 1861 kemudian direnovasi kembali tahun 1905 setelah sebelumnya terbakar. Dari sehiliran Batang Arau, terdapat sebuah jembatan yang bernama jembatan Sitti Nurbaya. Jembatan itu menghubungkan sebuah kawasan bukit yang dikenal juga dengan nama Gunung Padang. Pada bukit ini terdapat Taman Sitti Nurbaya yang menjadi lokasi kuburan Sitti Nurbaya. Kawasan bukit ini juga dahulunya menjadi tempat permukiman awal masyarakat etnis Nias di Kota Padang. Kemudian di pelabuhan Teluk Bayur terdapat beberapa kawasan wisata seperti pantai Air Manis, tempat batu Malin Kundang berdiri. Selain itu, terus ke selatan dari pusat kota juga terdapat kawasan wisata pantai Caroline, dan pantai Bungus, serta sebuah resort wisata sekelas hotel berbintang tiga yang terletak di Pulau Sikuai. Sedangkan ke arah Kecamatan Koto Tangah, terdapat kawasan wisata pantai Pasir Jambak, serta kawasan wisata alam Lubuk Minturun, yang populer dalam tradisi balimau dan ramai dikunjungi oleh masyarakat terutama sehari sebelum masuk bulan Ramadan. Kota ini juga terkenal akan masakannya. Selain menjadi selera sebagian besar masyarakat Indonesia, masakan ini juga populer sampai ke mancanegara. Makanan yang populer di antaranya seperti Gulai, Rendang, Ayam Pop, Terung Balado, Gulai Itik Cabe Hijau, Nasi Kapau, Sate Padang dan Karupuak Sanjai. Restoran Padang banyak terdapat di seluruh kota besar di Indonesia. Meskipun begitu, yang dinamakan sebagai "masakan Padang" sebenarnya dikenal sebagai masakan etnis Minangkabau secara umum. Dalam mendorong pariwisata di Kota Padang, pemerintah kota menggelar Festival Rendang untuk pertamakalinya pada tahun 2011, setelah sebelumnya Rendang dinobatkan oleh CNN International sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar World’s 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia). Festival yang dipusatkan di RTH Imam Bonjol tersebut diikuti oleh kelurahan se-Kota Padang dan berhasil memasak 5,2 ton daging, sehingga tercatat dalam Museum Rekor Indonesia sebagai perlombaan memasak dengan daging dan peserta terbanyak. Pada tahun yang sama pemerintah kota juga mulai menyelenggarakan Festival Sitti Nurbaya, pergelaran tahunan yang mengangkat adat dan tradisi Minangkabau. Olahraga, seni, dan budaya Beberapa klub utama sepak bola, di antaranya PS Semen Padang, PSP Padang, dan Minangkabau FC, bermarkas di kota ini. Ketiga kesebelasan ini menggunakan Stadion Agus Salim sebagai tempat untuk pertandingan laga kandang. Stadion ini terletak pada kawasan gelanggang olahraga (GOR) yang mulai dibangun sejak tahun 1957. Kota ini juga memiliki lapangan pacuan kuda. Setiap tahunnya diadakan lomba pacu kuda pada kawasan Tunggul Hitam yang memiliki panjang lintasan 1.600 m. Perlombaan pacu kuda ini sudah menjadi tradisi dan menjadi bagian dari budaya masyarakat Minangkabau khususnya. Saat ini terdapat rangkaian perlombaan dengan beberapa kota/kabupaten lain di Sumatera Barat yang mendapat kesempatan menjadi tuan rumah satu kali tiap tahunnya. Sementara pesertanya juga ada dari luar Sumatera Barat. Perlombaan selaju sampan atau dikenal dengan nama lomba perahu naga biasanya diadakan setiap tahunnya di sungai Banda Bakali. Lomba perahu naga ini kemungkinan dipengaruhi oleh etnis Tionghoa, termasuk kesenian tarian tradisional Barongsai yang pernah mewakili Kota Padang pada beberapa perlombaan tingkat internasional. Kota Padang termasuk kota yang menjadi bagian dari tahapan kejuaraan balap sepeda Tour de Singkarak. Kejuaraan yang secara resmi telah menjadi agenda perhelatan tahunan Union Cycliste Internationale (UCI) tersebut telah diselenggarakan sejak tahun 2009. Memasuki tahun ke-4 Kota Padang tidak lagi menjadi titik dimulainya Tour de Singkarak, melainkan menjadi titik akhir yang sebelumnya ditempatkan di Danau Singkarak. Dalam memperingati hari jadinya, kota ini setiap tahunnya menyelenggarakan pesta telong-telong, berupa perayaan pada malam hari yang dimeriahkan dengan pemasangan obor atau lampion. Sementara itu menjelang masuk bulan Ramadhan beberapa masyarakat muslim di kota ini menyelenggarakan tradisi balimau yaitu mandi keramas, biasanya dilakukan pada kawasan tertentu yang memiliki aliran sungai dan tempat pemandian. Salah satu tradisi adat Minangkabau yaitu persembahan (pasambahan) dalam upacara pemakaman masih dilaksanakan pada Kecamatan Kuranji. Sementara pada Kecamatan Pauh dikenal dengan tradisi silat Pauh (silek Pauah), yang memiliki pengaruh sampai mancanegara serta juga digunakan dalam mengembangkan beberapa aliran tarekat di Padang. Perpaduan budaya berbagai etnis dapat dilihat pada tari Balanse Madam yang berasal dari komunitas Nias di Padang. Tari yang diciptakan pada abad ke-16 ini dipengaruhi oleh budaya Portugis, Minangkabau dan budaya Nias sendiri. Pada masa kini tari ini juga ditampilkan oleh masyarakat etnis lain, seperti Minangkabau dan Tamil. Kota ini juga menjadi sumber inspirasi bagi para seniman untuk menuangkan kreasinya, beberapa karya seni yang berkaitan dengan kota ini antara lain roman/novel berjudul Sitti Nurbaya berkisah tentang wanita yang dipaksa kawin dengan lelaki bukan pilihannya dan diracun sampai meninggal, karya Marah Rusli, yang kemudian pada tahun 1990 TVRI mengangkat cerita ini menjadi film layar kaca/sinetron dengan judul Sitti Nurbaya yang dibintangi oleh Novia Kolopaking, Gusti Randa dan HIM Damsyik. Begitu juga dengan roman Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis Sutan Sati, mengambil latar Kota Padang dan suasana Minangkabau tempo dulu. Roman ini menceritakan pengembaraan seorang tokoh utamanya bernama Midun, yang kemudian juga diangkat oleh TVRI tahun 1991 menjadi film layar kaca/sinetron dengan judul yang sama, serta dibintangi oleh Sandy Nayoan dan Desy Ratnasari. Sementara lagu berjudul Teluk Bayur diciptakan oleh Zainal Arifin dan dinyanyikan oleh Ernie Djohan menjadi lagu cukup populer di masyarakat tahun 60-an. Di kota Padang juga terdapat puluhan studio rekaman yang banyak disewa oleh para produser dari Jambi, Riau, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara. Selain itu, Kota Padang dan Kota Bukittinggi merupakan basis bagi industri musik pop Minang. Pers dan media Kota Padang sudah menjadi tempat penerbitan surat kabar sejak zaman Hindia Belanda. Sumatra Courant merupakan koran pertama yang terbit di Pulau Sumatra sekitar tahun 1859. Di saat bersamaan juga muncul Padangsche Nieuws en Advertentieblad pada 17 Desember 1859 oleh R.H. Van Wijk Rz. Setelah itu, Kota Padang banyak menerbitkan koran-koran berbahasa Melayu, Belanda, dan Tionghoa, di antaranya Padangsche Handelsblad (1871) oleh H.J. Klitsch & Co, Bentara Melayu (1877) oleh Arnold Snackey, Pelita Kecil (1 Februari 1886) oleh Mahyuddin Datuk Sutan Marajo, Pertja Barat (1892) di bawah pimpinan Dja Endar Moeda, Tjahaya Soematra (1897) oleh Mahyuddin Datuk Sutan Marajo, De Padanger (1900) oleh J. van Bosse, Warta Berita (1901) oleh Mahyuddin Datuk Sutan Marajo. Banyaknya surat kabar yang dipimpin Mahyuddin Datuk Sutan Marajo serta aktivitasnya di dunia pers, menyebabkan di kemudian hari ia dianggap sebagai perintis pers di Sumatra. Selanjutnya, pada tahun 1911, muncul surat kabar Soenting Melajoe yang merupakan surat kabar khusus perempuan, yang dikelola oleh Rohana Kudus. Pada tahun yang sama juga muncul surat kabar dua mingguan yang bernama al-Munir. Berikutnya tahun 1914 muncul Sinar Soematra, kemudian dikelola oleh Liem Koen Hian seorang tokoh nasionalis Tionghoa, yang menjadi redaksi tahun 1918-1921. Pada tahun yang sama, muncul Bintang Tionghoa, Soeara Rakjat, Warta Hindia, Sri Soematra, Soematra Tengah, dan Oetoesan Melajoe. Hingga saat ini Kota Padang masih menjadi kota penerbitan surat kabar, di antaranya yang cukup terkenal adalah Harian Haluan dan Singgalang. Kedua surat kabar ini masih konsisten menyediakan rubrik dalam bahasa Minang. Beberapa stasiun radio juga terdapat di kota ini, seperti RRI Padang, Radio Classy FM. Pronews 90 FM. Radio Sushi 99.1 FM. Stasiun radio ini memainkan peranan penting, terutama dalam kasus gempa bumi 30 September 2009. Di saat beberapa media komunikasi dan informasi tidak dapat diakses oleh masyarakat, stasiun radio ini dapat mengudara dan menyampaikan informasi dari pemerintah setempat kepada seluruh masyarakat, 30 menit setelah gempa bumi tersebut. Sedikit banyaknya stasiun radio mengurangi kepanikan yang timbul di masyarakat saat itu. TVRI Sumatera Barat, stasiun televisi daerah milik pemerintah, berkedudukan di Kota Padang. Setelah bergulirnya otonomi daerah, TVRI Sumatera Barat yang pendanaannya dibebankan kepada APBD kota/kabupaten di Sumatera Barat sempat dipertanyakan oleh beberapa pemerintah kota dan kabupaten yang menuntut komitmen TVRI Sumatera Barat untuk memberikan kontribusi yang jelas kepada mereka. Selain TVRI Sumatera Barat, juga terdapat beberapa stasiun TV swasta yang beroperasi di kota ini, diantaranya Padang TV, iNews Padang (dahulu bernama Minang TV) dan NET. Padang (dahulu bernama Favorit TV). Kota kembar Hildesheim, Jerman Vũng Tàu, Vietnam Beit Lahia, Palestina Perth, Australia Dubai, Uni Emirat Arab Rujukan Catatan Daftar pustaka Pranala luar Situs web resmi Kota Padang Berita Kota Padang Berita Terkini Kota Padang. Serak Gulo, Tradisi Muslim India di Kampung Keling. Okezone, 27 Mei 2009. Padang Padang Padang
4021
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Padang%20Panjang
Kota Padang Panjang
Padang Panjang adalah salah satu kota dengan luas wilayah terkecil yang ada di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini memiliki julukan sebagai , dan juga dikenal sebagai Mesir van Andalas (Egypte van Andalas). Sementara wilayah administratif kota ini dikelilingi oleh wilayah administratif Kabupaten Tanah Datar. Pada pertengahan tahun 2021, jumlah penduduk Padang Panjang sebanyak 59.998 jiwa. Sejarah Kawasan kota ini sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Tuan Gadang di Batipuh. Pada masa Perang Padri kawasan ini diminta Belanda sebagai salah satu pos pertahanan dan sekaligus batu loncatan untuk menundukan kaum Padri yang masih menguasai kawasan Luhak Agam. Selanjutnya Belanda membuka jalur jalan baru dari kota ini menuju Kota Padang karena lebih mudah dibandingkan melalui kawasan Kubung XIII di kabupaten Solok sekarang. Kota ini pernah menjadi pusat pemerintahan sementara Kota Padang, setelah Kota Padang dikuasai Belanda pada masa agresi militer Belanda sekitar tahun 1947. Geografi Kota ini juga disebut kota dingin. Kota ini berada di daerah ketinggian yang terletak antara 650 sampai 850 meter di atas permukaan laut, berada pada kawasan pegunungan yang berhawa sejuk dengan suhu udara maksimum 26.1 °C dan minimum 21.8 °C, serta berhawa dingin dengan suhu udara yang pada umumnya minimum 17 °C, dengan curah hujan yang cukup tinggi dengan rata-rata 3.295 mm/tahun. Di bagian utara dan agak ke barat berjejer tiga gunung: Gunung Marapi, Gunung Singgalang dan Gunung Tandikek. Secara topografi kota ini berada pada dataran tinggi yang bergelombang, di mana sekitar 20,17 % dari keseluruhan wilayahnya merupakan kawasan relatif landai (kemiringan di bawah 15 %), sedangkan selebihnya merupakan kawasan miring, curam dan perbukitan, serta sering terjadi longsor akibat struktur tanah yang labil dan curah hujan yang cukup tinggi. Namun pada kawasan yang landai di kota ini merupakan tanah jenis andosol yang subur dan sangat baik untuk pertanian. Pemerintahan Sebelum nya Kota ini berstatus sebagai nagari bernama nagari Padang panjang di kecamatan X koto, kabupaten Tanah datar dan Kota ini sebagai pemerintah daerah terbentuk berdasarkan Undang-undang nomor 8 tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota kecil dalam lingkungan daerah provinsi Sumatra Tengah pada tanggal 23 Maret 1956. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang nomor 1 tahun 1957, status kota ini sejajar dengan daerah kabupaten dan kota lainnya di Indonesia. Berdasarkan keputusan DPRD Peralihan Kota Praja nomor 12/K/DPRD-PP/57 tanggal 25 September 1957, maka kota Padang Panjang dibagi menjadi 4 wilayah administrasi, yakni Resort Gunung, Resort Lareh Nan Panjang, Resort Pasar dan Resort Bukit Surungan. Kemudian, berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 istilah kota praja diganti menjadi kotamadya dan berdasarkan peraturan menteri nomor 44 tahun 1980 dan peraturan pemerintah nomor 16 tahun 1982 tentang susunan dan tata kerja pemerintahan kelurahan, maka resort diganti menjadi kecamatan dan jorong diganti menjadi kelurahan dan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 13 tahun 1982 kota Padang Panjang dibagi atas dua kecamatan dengan 16 kelurahan. Kemudian, berdasarkan peraturan daerah kota Padang Panjang nomor 17 tahun 2004 maka ditetapkan hari jadi kota Padang Panjang pada tanggal 1 Desember 1790. Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Pada Pemilu Legislatif 2009, DPRD kota Padang Panjang adalah sebanyak 20 orang dan tersusun dari perwakilan sepuluh partai. Kecamatan Penduduk Menurut hasil proyeksi penduduk hasil Sensus Penduduk 2010, pada tahun 2019 Kota Padang Panjang memiliki jumlah penduduk sebanyak 52.994. Kota ini didominasi oleh etnis Minangkabau, terdapat juga etnis Jawa, Batak dan Tionghoa. Pendidikan Di kota ini berdiri sekolah agama Islam yang terkenal Sumatra Thawalib, yang merupakan kelanjutan dari sekolah agama yang bernama Surau Djembatan Besi yang didirikan oleh Syekh Abdullah pada masa peralihan abad ke-20. Perguruan Diniyah Putri dan Pesantren Terpadu Serambi Mekkah. Selain itu juga terdapat pula Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang. Perhubungan Kota Padang Panjang merupakan kota yang berada pada jalur silang dan terhubung dengan jalur lintas Sumatra. Menjadikan kota ini berada pada posisi yang cukup strategis karena terletak pada lintasan regional antara Kota Padang dengan Kota Bukittinggi, juga dengan Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok dan Kota Solok. Kota ini juga merupakan pertemuan jalur kereta api dari kota Bukittinggi dengan dari Kabupaten Solok yang akan menuju Kota Padang atau sebaliknya, percabangan jalur kereta api ini terdapat pada Stasiun Padang Panjang. Sementara untuk melayani transportasi angkutan dalam kota, terdapat mikrolet dan bendi (kereta kuda). Pada kota ini juga terdapat terminal angkutan darat yang bernama Terminal Bukit Surungan. Saat ini, Pemerintah Kota Padang Panjang tengah mempersiapkan pengaktifan kembali jalur kereta api sepanjang 68,3 kilometer yang mengubungkan Padang Panjang dengan Padang. Kesehatan Untuk meningkatkan layanan kesehatan pada masyarakatnya pemerintah kota Padang Panjang telah membangun sebuah rumah sakit umum daerah tipe C yang berdiri di atas tanah seluas 5 ha pada kawasan perbukitan dalam kota ini. Sejak tahun 2009, Pemerintah Kota Padang Panjang telah melarang bentuk iklan rokok luar ruangan dan kegiatan merokok di tempat umum. Tertuang dalam Perda Nomor 8 Tahun 2009, pemerintah mengatur secara spesifik kawasan bebas asap rokok dan kawasan tertib rokok. Perekonomian Kota Padang Panjang termasuk kota yang biasa-biasa saja tanpa memiliki potensi daerah yang signifikan. Namun dengan posisi strategis sebagai kota persingahan, pemerintah kota Padang Panjang menitik beratkan sektor perdagangan dan jasa dalam meningkatkan pendapatan perkapitanya. Pertumbuhan ekonomi kota Padang Panjang berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan, untuk tahun 2009 tercatat sebesar 6,32 % meningkat sedikit dibandingkan pada tahun 2008 yang hanya 6,27 %. Sementara karena keterbatasan bentangan alam, luas lahan pertanian yang telah dikelola oleh masyarakat baru mencapai 690 ha, maka sejak tahun 2009 pemerintah kota Padang Panjang telah mempersiapkan kota ini untuk dapat menjadi salah satu pusat industri kulit nasional, dalam mendorong meningkatkan perekonomian masyarakatnya. Pariwisata Pada kota ini terdapat Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM) yang terletak berdampingan dengan objek wisata Perkampungan Minangkabau (Minang Village) yang menyediakan berbagai informasi dan dokumentasi tentang sejarah dan budaya Minangkabau baik berupa buku-buku, mikrofilm, foto dan sebagainya. Selain itu pada kota ini juga terdapat kawasan rekreasi keluarga yang dikenal dengan Mifan yang terdiri dari taman air dengan wahana kolam ombak, kolam arus, kolam renang khusus wanita, kolam renang khusus anak-anak, ember tumpah dan slide tower. Saat ini Pemkot Padang Panjang berencana untuk membangunan kereta gantung dari kawasan Lembah Anai hingga ke lokasi Mifan di kawasan Silaing Bawah. Pers dan Media Radio sebagai media penyebar Informasi pembangunan dan hiburan bagi masyarakat di Kota Padang Panjang adalah Radio El Em Bahana. Radio ini mulai operasi penyiaran pada 7 November 1975. Sebagai sarana informasi dan hiburan untuk masyarakat kota Padang Panjang. Sejak tahun 2000 Radio El Em Bahana berpindah dari frequensi AM 1422 Khz menjadi FM. 100.20 Mhz. Kini terdapat beberapa stasiun pemancar radio di antaranya 98.6 Top FM. Galeri Referensi Pranala luar Situs web resmi Kota Padang Panjang Situs web resmi pariwisata Indonesia Padang Panjang Padang Panjang
4022
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Padang%20Pariaman
Kabupaten Padang Pariaman
Padang Pariaman adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.328,79 km² dan populasi 430.626 jiwa (Sensus Penduduk 2020). Padang Pariaman merupakan daerah penyangga dari pengembangan wilayah metropolitan Palapa. Kabupaten ini bermotto . Ibu kota Kabupaten Padang Pariaman adalah Parit Malintang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) no 79 tahun 2008 tanggal 30 Desember 2008 tentang pemindahan ibu kota Kabupaten Padang Pariaman dari Kota Pariaman ke Nagari Parit Malintang di Kecamatan Enam Lingkung. Geografi Posisi astronomis Kabupaten Padang Pariaman yang terletak antara 0°11' – 0°49' Lintang Selatan dan 98°36' – 100°28' Bujur Timur, dengan luas wilayah sekitar 1.328,79 km² dan panjang garis pantai 60,50 km². Luas daratan daerah ini setara dengan 3,15 persen dari luas daratan wilayah Provinsi Sumatera Barat. Suhu udara berkisar antara 24,4 °C – 25,7 °C, jadi untuk rata-rata suhu maksimum 31,08 °C dan rata-rata suhu minimum yaitu 21,34 °C, dengan kelembapan relatif 86,75 %. Rata-rata curah hujan secara keseluruhan untuk Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2007 adalah sebesar 368,4 mm, dengan rata-rata hari hujan sebanyak 19 hari per bulan dan kecepatan angin rata-rata yaitu 2.14 knot/jam. Padang Pariaman adalah kabupaten dengan luas wilayah terkecil di Sumatera Barat, yakni 1.328,79 km². Padahal dahulunya kabupaten ini pernah memiliki luas wilayah terbesar di Sumatera Barat (dikenal dengan istilah Piaman Laweh atau Pariaman Luas), sebelum diperluasnya Kota Padang pada tahun 1980 dengan memasukan sebagian wilayah dari kabupaten ini, serta dimekarkannya Kabupaten Kepulauan Mentawai pada tahun 1999 dan Kota Pariaman pada tahun 2002. Topografi Topografi wilayah Kabupaten Padang Pariaman termasuk iklim tropis besar yang memiliki musim kering yang sangat pendek dan daerah lautan sangat dipengaruhi oleh angin laut. Suhu udara terpanas jatuh pada bulan Mei, sedangkan suhu terendah terdapat pada bulan September. Dilihat dari topografi wilayah, Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari wilayah daratan pada daratan Pulau Sumatra dan 6 pulau-pulau kecil, dengan 40 % daratan rendah yaitu pada bagian barat yang mengarah ke pantai. Daerah dataran rendah terdapat disebelah barat yang terhampar sepanjang pantai dengan ketinggian antara 0 – 10 meter di atas permukaan laut, serta 60% daerah bagian timur yang merupakan daerah bergelombang sampai ke Bukit Barisan. Daerah bukit bergelombang terdapat disebelah timur dengan ketinggian 10 – 1000 meter di atas permukaan laut. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Sejarah Pemekaran Sampai akhir tahun 2010, Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari 17 kecamatan, 60 nagari, dan 461 Korong dengan Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam tercatat memiliki wilayah paling luas, yakni 228,70 km², sedangkan Kecamatan Sintuk Toboh Gadang memiliki luas terkecil, yakni 25,56 km². Kecamatan Batang Anai Kecamatan Lubuk Alung Kecamatan Sintuk Toboh Gadang Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung Kecamatan Enam Lingkung Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam Kecamatan Nan Sabaris Kecamatan Ulakan Tapakis Kecamatan VII Koto Sungai Sarik, sesuai Perda Kab. Pariaman Nomor 7 Th 2019, berubah nama menjadi "Kecamatan VII Koto" Kecamatan Patamuan, sesuai Perda Kab. Pariaman Nomor 7 Th 2019, berubah nama menjadi "Kecamatan VII Koto Patamuan" Kecamatan Padang Sago, sesuai Perda Kab. Pariaman Nomor 7 Th 2019, berubah nama menjadi "Kecamatan VII Koto Padang Sago" Kecamatan V Koto Kampung Dalam Kecamatan V Koto Timur Kecamatan Sungai Limau Kecamatan Batang Gasan Kecamatan Sungai Geringging Kecamatan IV Koto Aur Malintang Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Padang Pariaman tahun 2010 tercatat sebanyak 391.056 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk terhitung sebanyak 294,29 jiwa/km². Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Batang Anai, yakni 43.890 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah berada di Kecamatan Padang Sago yakni 8.247 jiwa. Sedangkan jumlah orang yang bekerja sebanyak 142.222 orang dengan rincian 83.836 laki-laki dan 58.386 perempuan. Dilihat dari tingkat pendidikan pekerja di Kabupaten Padang Pariaman terbanyak pada tingkat pendidikan tidak tamat SD sebanyak 45.173 orang, selanjutnya 36.760 orang pada tingkat pendidikan SD dan sebanyak 6.749 orang berpendidikan di atas sekolah menengah atas (Diploma/Universitas). Dilihat dari tingkat kesejahteraan keluarga berdasarkan data dari Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana sebanyak 10.118 keluarga berada pada tingkat pra sejahtera, 21.663 keluarga pada tingkat Sejahtera I, 28.297 keluarga pada tingkat Sejahtera II, 25.382 pada tingkat Sejahtera III, dan sebanyak 1.443 keluarga pada tingkat Sejahtera III Plus. Pariwisata Di Kabupaten Padang Pariaman banyak terdapat destinasi wisata yang bisa dikunjungi seperti wisata alam, wisata budaya dan wisata sejarah. Contoh objek wisata yang sering dikunjungi: Surau Tua Syeh Burhanudin (wisata sejarah) di Ulakan. Panorama Puncak Kiambang (wisata alam) di Sicincin. Pantai Tiram (wisata pantai) di Ulakan. Air Terjun Baburai di Sikucur Air Terjun Nyarai Bendung Anai Tapian Puti di Lubuk Alung Pantai Arta di Sungai Limau Kejadian Penting Gempa Sumatera Barat tahun 2009 Pada 30 September 2009, gempa bumi berkekuatan 7,6 SR mengguncang pesisir barat Sumatra, tepatnya di perairan laut Pariaman. Episentrum gempa berada sekitar 57 kilometer barat daya Padang Pariaman pada kedalaman 71 kilometer dari permukaan laut. Padang Pariaman menjadi kabupaten yang mengalami guncangan paling kuat sebesar VII MMI. Akibatnya, wilayah ini menjadi lokasi dengan kerusakan terparah yang tersebar di 17 kecamatan. Di 3 kecamatannya: Patamuan, V Koto Timur, dan V Koto Kampung Dalam terjadi longsor yang parah dari Gunung Tigo, di mana diperkirakan sekitar 289 warganya tertimbun dalam longsor. Menurut data sementara Satkorlak PB, total korban tewas akibat gempa di kabupaten ini mencapai 675 orang. Gempa juga merusak sarana transportasi. Sedikitnya, 37 titik jalan mengalami kerusakan yang bervasiasi seperti putus total, tertimbun, terangkat dan pecah. Beberapa jembatan di VII Koto Sungai Sarik, VI Lingkung dan 2 X 11 Kayu Tanam juga mengalami kerusakan. Selain Padang Pariaman, wilayah lain yang mengalami kerusakan parah adalah Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi dan Kota Padangpanjang. Lihat Pula Kabupaten Agam Kabupaten Solok Kabupaten Tanah Datar Kota Padang Kota Pariaman Referensi Pranala luar Situs web resmi Kabupaten Padang Pariaman Berita Padangpariaman Padang Pariaman Padang Pariaman
4023
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Pasaman
Kabupaten Pasaman
Pasaman adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Lubuk Sikaping. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 3.947,63 km² dan berpenduduk sebanyak 253.299 jiwa menurut sensus penduduk tahun 2010, dan sebanyak 301.444 jiwa pada tahun 2021. Kabupaten Pasaman ini dilalalui oleh garis Khatulistiwa berbatasan langsung dengan provinsi Riau dan provinsi Sumatera Utara Seperti wilayah Indonesia lainnya, Sumatera Barat, khususnya Pasaman pernah dikuasai oleh kolonial Belanda. Perang melawan penjajahan Belanda di Pasaman dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol yang dikenal dengan Perang Paderi (1821-1830). Karena terlalu banyak permasalahan di kubu Tuanku Imam Bonjol menyebabkan dia dan pengikutnya mengalami kekalahan melawan Belanda. Sumber pendapatan utama kabupaten Pasaman berasal dari subsektor tanaman pangan. Mesti demikian, Kabupaten Pasaman lebih dikenal karena produksi kelapa sawitnya. Pada tahun 2000, produksi kelapa sawit di kabupaten Pasaman tercatat sebanyak 788.446 ton. Jumlah tersebut dipanen dari areal seluas 78.387 hektare. Di samping kelapa sawit, kabupaten Pasaman juga dikenal akan produksi minyak nilamnya. Minyak nilam yang dihasilkan Pasaman, selain yang dihasilkan Kepulauan Mentawai, merupakan yang terbaik di dunia. Etimologi Kata pasaman berasal dari Gunung Pasaman. Pasaman yang diambil dari bahasa Minangkabau yang berarti persamaan. Hal ini merujuk kepada masyarakat heterogen yang tinggal di kabupaten ini. Sedangkan di dalam bahasa Mandailing memiliki terdapat kata pasaman yang memiliki arti yang sama dengan bahasa Minangkabau. Geografi Batas wilayah Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, penduduk Kabupaten Pasaman berjumlah 253.299 jiwa. Di antara12 Kecamatan di Kabupaten Pasaman penduduk terbanyak berada di Kecamatan Lubuk Sikaping dengan jumlah penduduk 43.746 jiwa sekaligus menjadi Ibu kota Kabupaten Pasaman, maupun Pusat Pemerintahannya. Tokoh Salah satu tokoh terkenal yang lahir di Kabupaten Pasaman adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia, Tuanku Imam Bonjol. Peto Syarif Tuanku Imam Bonjol lahir di desa Tanjung Bungo di Kecamatan Bonjol. Tuanku Imam Bonjol adalah seorang pemuka agama yang berwibawa di desanya. Selain Tuanku Imam Bonjol, perlawanan terhadap penjajah di Pasaman juga dipimpin oleh Tuanku Rao yang memimpin perlawanan di Rao Galeri Referensi Pranala luar Situs resmi Pasaman Pasaman
4024
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Payakumbuh
Kota Payakumbuh
Payakumbuh (; Jawi, ڤايوكومبواه) adalah sebuah kota yang berada di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota Payakumbuh merupakan daerah kantong (enclave)' dari Kabupaten Lima Puluh Kota. Pada pertengahan tahun 2021, jumlah penduduk kota Payakumbuh sebanyak 141.171 jiwa. Berbagai penghargaan telah diraih oleh Pemerintah Kota Payakumbuh sejak beberapa tahun terakhir. Dengan pertumbuhan ekonomi 6,38 % dan meningkat menjadi 6,79% pada tahun 2011. Payakumbuh merupakan salah satu daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Sumatera Barat. Inovasi dalam bidang sanitasi, pengelolaan sampah, pasar tradisional sehat, pembinaan pedagang kaki lima dan drainase perkotaan mengantarkan kota ini meraih penghargaan Inovasi Managemen Perkotaan (IMP) pada 2012, Indonesia Green Regional Award (IGRA), Kota Sehat Wistara dan sederet pengharaan lainnya. Geografi Kota Payakumbuh terletak di daerah dataran tinggi yang merupakan bagian dari Bukit Barisan. Berada pada hamparan kaki Gunung Sago, bentang alam kota ini memiliki ketinggian yang bervariasi. Topografi daerah kota ini terdiri dari perbukitan dengan rata-rata ketinggian 514 m di atas permukaan laut. Wilayahnya dilalui oleh tiga sungai, yaitu Batang Agam, Batang Lampasi dan Batang Sinama. Suhu udaranya rata-rata berkisar antara 26 °C dengan kelembapan udara antara 45–50%. Payakumbuh berjarak sekitar 30 km dari Kota Bukittinggi atau 120 km dari Kota Padang dan 188 km dari Kota Pekanbaru. Wilayah administratif kota ini dikelilingi oleh Kabupaten Lima Puluh Kota. Dengan luas wilayah 80,43 km² atau setara dengan 0,19% dari luas wilayah Sumatera Barat, Payakumbuh merupakan kota terluas ketiga di Sumatera Barat. Kota ini pernah menjadi kota terluas pada tahun 1970, sebelum perluasan wilayah administratif Kota Padang dan Kota Sawahlunto. Kota Sawahlunto yang pada tahun 1970 merupakan kota yang paling kecil dengan luas 6,3 km² diperluas menja­di 273,45 km² atau meningkat sebesar 43,4 kali dari sebe­lumnya, sementara Kota Padang diper­luas menjadi 694,96 km² dan sekaligus menjadi kota yang terluas di Sumatera Barat. Perluasan ini menye­babkan Sawahlunto menjadi kota terluas kedua dan Paya­kumbuh turun men­jadi terluas ketiga di Sumatera Barat. Sejarah Kota Payakumbuh terutama pusat kotanya dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sejak keterlibatan Belanda dalam Perang Padri, kawasan ini berkembang menjadi depot atau kawasan gudang penyimpanan dari hasil tanam kopi dan terus berkembang menjadi salah satu daerah administrasi distrik pemerintahan kolonial Hindia Belanda waktu itu. Menurut tambo setempat, dari salah satu kawasan di dalam kota ini terdapat suatu nagari tertua yaitu nagari Aie Tabik dan pada tahun 1840, Belanda membangun jembatan batu untuk menghubungkan kawasan tersebut dengan pusat kota sekarang. Jembatan itu sekarang dikenal juga dengan nama Jembatan Ratapan Ibu. Payakumbuh sejak zaman sebelum kemerdekaan telah menjadi pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan dan pendidikan terutama bagi Luhak Limo Puluah. Pada zaman pemerintahan Belanda, Payakumbuh adalah tempat kedudukan asisten residen yang menguasai wila­yah Luhak Limo Puluah, dan pada zaman pemerintahan Jepang, Payakumbuh menjadi pusat kedudukan pemerintah Luhak Limo Puluah. Pemerintahan Kota Payakumbuh sebagai pemerintah daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1956 tanggal 19 Maret 1956, yang menetapkan kota ini sebagai kota kecil. Kemudian ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1970 tanggal 17 Desember 1970 menetapkan kota ini menjadi daerah otonom pemerintah daerah tingkat II Kotamadya Payakumbuh. Disusul Radiogram Mendagri nomor SDP.9/6/181 menegaskan, hari peresmian Kota Payakumbuh dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 1970 dan saban tahun diperingati sebagai Hari Jadi Kota Payakumbuh. Selanjutnya wilayah administrasi pemerintahan terdiri atas 3 wilayah kecamatan dengan 73 kelurahan yang berasal dari 7 jorong dan terdapat di 7 kanagarian yang ada waktu itu, dengan pembagian kecamatan Payakumbuh Barat dengan 31 Kelurahan, kecamatan Payakumbuh Timur dengan 14 kelurahan dan kecamatan Payakumbuh Utara dengan 28 kelurahan. Sebelum tahun 1970, Payakumbuh adalah bahagian dari Kabupaten Lima­ Pu­luh Kota dan sekaligus ibu kota kabupaten tersebut. Pada tahun 2008, sesuai dengan perkembangannya maka dilakukan pemekaran wilayah kecamatan, sehingga kota Payakumbuh memiliki 5 wilayah kecamatan, dengan 8 kanagarian dan 76 wilayah kelurahan. Pada tahun 2014 dan 2016 terjadi penggabungan beberapa kelurahan yang wilayahnya kecil dengan sedikit penduduk, sehingga jumlah kelurahan menyusut menjadi 48 kelurahan. Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Kecamatan Kependudukan Kota ini didominasi oleh etnis Minangkabau, namun terdapat juga etnis Tionghoa, Tamil, Jawa dan Batak, dengan jumlah angkatan kerja 50.492 orang dan sekitar 3.483 orang diantaranya merupakan pengangguran. Pada tahun 1943 etnis Tionghoa di kota ini pernah mencapai 2.000 jiwa dari 10.000 jiwa total populasi masa itu. Dari segi jumlah pendu­duk, pada tahun 1970 Paya­kumbuh berada pada peringkat ketiga sesudah Padang dan Bukittinggi. Akan tetapi perbedaan jumlah penduduk Payakumbuh dengan Bukit­tinggi relatif kecil yaitu hanya 784 orang. Pada tahun 2009 atau 40 tahun kemudian, jumlah penduduk Payakumbuh meningkat pesat menjadi 106 726 jiwa. Akan tetapi masih tetap berada pada peringkat ketiga sesudah Bukittinggi dengan perbedaan jumlah 894 orang. Walaupun demikian, pe­ning­katan jumlah penduduk ini meningkatkan status Kota Payakumbuh dari kota kecil (jumlah penduduk < 100.000 orang), menjadi kota mene­ngah (jumlah penduduk > 100.000 orang) Pendidikan Pada tahun 1954 di Paya­kum­buh didirikan perguruan tinggi pertanian dan meru­pakan perguruan tinggi negeri yang tertua di luar Jawa. PTN inilah yang kemudian berkem­bang menjadi Universitas Andalas. Pada tahun 1960-an berdiri pula salah satu fakul­tas dari IAIN Imam Bonjol. Kesehatan Untuk meningkatkan taraf kesehatan, pemerintah kota Payakumbuh telah membangun sebuah rumah sakit yang bernama Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Adnaan WD dan juga mendirikan 6 buah puskesmas dan 23 puskesmas pembantu. Selain itu di kota ini juga terdapat sebuah rumah sakit swasta yang bernama Rumah Sakit Yarsi. Perhubungan Kota ini termasuk kota penghubung antara kota Padang dengan kota Pekanbaru, dari kota ini dapat juga terhubung ke jalur lintas tengah Sumatra tanpa mesti melewati kota Bukittinggi. Terminal Koto Nan Ampek merupakan terminal angkutan darat yang terdapat di kota ini. Sebagai pusat pelayanan, Payakumbuh dulu juga mem­pu­nyai lapangan terbang, yaitu Lapangan Terbang Piobang. Saat ini sudah dibangun jalan lingkar luar bagian utara (10,45 km) dan selatan (15,34 km) dikenal dengan Payakumbuh Bypass untuk memudahkan akses transportasi tanpa harus melalui pusat kota dan untuk mendorong pertumbuhan ekonominya. Pembangunan jalan ini berasal dari dan pinjaman pemerintah pusat kepada Bank Pembangunan Asia (ADB). Perekonomian Kota Payakumbuh sebagai kota persinggahan, menjadikan sektor jasa dan perdagangan menjadi sektor andalan. Namun sektor lain seperti pertanian, peternakan dan perikanan masih menjanjikan bagi masyarakat kota ini karena didukung oleh keadaan tanahnya juga terbilang subur. Untuk menjadikan kota ini sebagai sentral perdagangan selain dengan meningkatkan pasar-pasar tradisional yang ada selama ini, pemerintah setempat bersama masyarakatnya mencoba membangun sistem pergudangan untuk mendukung aktivitas perdagangan yang modern. Saat ini kota Payakumbuh telah memiliki sebuah pasar modern yang terletak di jantung kotanya. Sementara industri-industri yang ada di kota ini baru berskala kecil, namun telah mampu berproduksi untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri, diantaranya sulaman bordir dan songkok/peci. Olahraga dan Budaya Masyarakat kota ini memiliki klub sepak bola yang dikenal dengan nama Persepak Payakumbuh yang bermarkas pada Stadion Kapten Tantawi. Olahraga pacu kuda juga merupakan pertunjukan yang paling diminati oleh masyarakat kota ini dan biasa setiap tahunnya diselenggarakan pada gelanggang pacuan kuda yang bernama Kubu Gadang yang sekarang menjadi bahagian dari komplek GOR M.Yamin. Kota Payakumbuh memiliki beberapa pertunjukan tradisional, diantaranya tarian-tarian daerah yang bercampur dengan gerakan silat serta diiringi dengan nyanyian dan biasa ditampilkan pada waktu acara adat atau pergelaran seni yang disebut dengan randai. Salah satu kelompok randai yang terkenal diantaranya dari daerah Padang Alai, yang bernama Randai Cindua Mato. Masyarakat kota Payakumbuh juga terkenal dengan alat musik jenis Talempong, yaitu sama dengan alat musik gamelan di pulau jawa, yang biasa ditampilkan dalam upacara adat, majlis perkawinan dan lain sebagainya. Selain itu alat musik lain yang masih dijumpai di kota ini adalah Saluang, yaitu sejenis alat musik tiup atau sama dengan seruling. Adapun kuliner yang paling terkenal di Payakumbuh yaitu rendang yang sudah memiliki lebih dari 30 varian. Sedangkan pindik dari Tiakar juga telah menjadi makanan khas daerah ini. Begitupun gulai hijau itiak dari Air Tabit juga menjadi buruan pelancong jika datang ke Payakumbuh. Referensi Pranala luar Payakumbuh Payakumbuh Enklave dan eksklave
4025
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Pesisir%20Selatan
Kabupaten Pesisir Selatan
Pesisir Selatan (; Jawi, ڤاسيسيا سلاتان) adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi pada tahun 2021 sebanyak 515.549 jiwa. Ibu kota Pesisir Selatan berada di kecamatan IV Jurai, tepatnya di Painan. Geografis Kabupaten Pesisir Selatan terletak di pinggir pantai, dengan garis pantai sepanjang 218 kilometer Topografinya terdiri dari dataran, gunung dan perbukitan yang merupakan perpanjangan gugusan Bukit Barisan. Berdasarkan penggunaan lahan, 45,29 persen wilayah terdiri dari hutan, termasuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Cagar Alam Koto XI Tarusan, dan rawa gambut. Batas wilayah Secara administratif, kabupaten ini memiliki batas wilayah sebagai berikut: Sejarah Nama Pesisir Selatan berasal dari nama daerah ini pada masa penjajahan Belanda, afdeling zuid beneden landen (dataran rendah bagian selatan). Ketika itu, pada tahun 1903, wilayah Bandar Sepuluh Inderapura dan Kerinci menjadi afdeeling yang dipimpin asisten residen yang berkedudukan di Inderapura sebagai pusat pemerintahan. Melalui UU no 12 Tahun 1956 daerah ini menjadi kabupaten Pesisir Selatan Kerinci. Tahun 1957 dengan lepasnya Kerinci menjadi kabupaten sendiri di bawah Provinsi Jambi, namanya berubah menjadi Pesisir Selatan saja. Sebelum 1500 M Sebelum Abad ke-16, wilayah Pesisir Selatan merupakan daerah sepanjang pesisir pantai Sumatera Barat yang terdiri dari rawa-rawa dataran rendah dan bebukitan yang sudah berpenghuni. Penghuninya waktu itu masih sangat sedikit. Mereka berasal dari berbagai negeri asal. Mereka tinggal di sepanjang pesisir pantai sebagai nelayan. Sebagian mereka datang dari pedalaman Sumatra atau hulu sungai Batang Hari. Sebagian lagi penyebaran dari daerah Indojati atau Air Pura. Dan sebagian dari mereka adalah orang-orang yang dikenal sebagai Orang Rupit pelarian dari daerah Sungai Pagu Muara Labuh dan sekitarnya yang kemudian menyeberang ke Pulau Pagai. Dipercaya sebelum abad 16 di mana pada era ini banyak terjadi ekspansi dan migrasi dari masyarakat Darek (Luhak Nan Tigo) ke berbagai daerah yang disebut rantau, diduga kuat wilayah Pesisir Selatan Tarusan Bayang dan Bandar Sepuluh sudah didiami oleh masyarakat dari Inderapura karena kerajaan Teluk Air Pura sudah eksis semenjak abad 9 Masehi, sementara kerajaan Sungai Pagu baru berdiri pada abad 17 Masehi, begitupula kerajaan Pagaruyung yang juga baru berdiri pada abad 17. Tiga Wilayah Utama Tarusan -Bayang-Salido Painan Bandar Sapuluah (Batangkapas-Surantih-Kambang-Palangai-Air Haji) Renah Indojati (Inderapura-Tapan-Lunang-Silaut) Tarusan-Bayang-Salido Painan Nenek moyang Koto XI Tarusan umumnya berasal dari nagari Koto Gadang Guguak(dalam wilayah Luak Kubuang Tigo Baleh, Solok sekarang) dan sebagian kecil merupakan ekspansi dari orang Bayang. Nenek moyang Bayang Nan Tujuh dan Koto Nan Salapan (Bayang Utara) berasal dari 3 nagari di Kubuang Tigo Baleh (Solok sekarang) yaitu: Muaro Paneh, Kinari dan Koto Anau. Nenek moyang IV Jurai (Lumpo, Sago, Salido dan Painan) sebagian merupakan ekspansi dari Bayang (Lumpo, Sago dan Salido) dan sebagian merupakan ekspansi dari Batangkapeh (Bandar Sepuluh) yaitu Salido dan Painan. Namun Painan merupakan daerah yang dihuni oleh berbagai pendatang dari berbagai arah, dari utara maupun selatan. Salido merupakan daerah yang sangat makmur pada abad 17 hingga 18 karena aktifnya penambangan emas yang terdapat disini. Sekarang penambangan batubara juga mulai aktif di Salido. Bandar Sepuluh Nenek moyang Bandar Sepuluh umumnya dipercaya merupakan perantau dari Sungai Pagu (Solok Selatan) pada abad 15. Tapi tidak tertutup kemungkinan sebelum kedatangan mereka, Bandar Sepuluh sudah didatangi dan dihuni oleh masyarakat dari Inderapura dan sekitarnya. Disebut Bandar Sepuluh karena pada masa jaya-jayanya di wilayah ini terdapat sepuluh bandar atau dermaga ("Labuhan" dalam istilah setempat). Masing-masing nagari mempunyai dua dermaga yang terdapat di muara sungai-sungai besar di wilayah Bandar Sepuluh. Renah Indojati Inderapura merupakan kedudukan sebuah kerajaan maritim terbesar di pantai barat Sumatra dari abad ke 8 sampai abad ke 18 yaitu Kerajaan Inderapura yang sultannya masih ada sampai sekarang. Inderapura terkenal dengan dua puluh penghulunya yang merupakan perwakilan dari 3 nenek moyang mereka (6 di hilir, 6 di mudik dan 8 dari daerah lain). Inderapura merupakan daerah yang sudah tua, sudah dihuni semenjak abad ke-8 Masehi. Sementara Tapan terkenal dengan 4 penghulu sukunya sehingga disebut Basa Ampek Balai. Masyarakat Lunang dipercaya eksis semenjak era kesultanan Inderapura dan diduga nenek moyang mereka ekpansi dari masyarakat Inderapura sendiri, atau Sungai Pagu dan daerah sekitarnya. Lunang juga mulai eksis setelah era kesultanan Inderapura. Lunang mempunyai 8 orang penghulu suku yang berperan dan berkonsultasi kepada Mande Rubiah (keturunan Bundo Kanduang) sebagai yang dituakan dan dihormati di Lunang dan sekitarnya. Masa 1500-1700 Pada tahun 1523, di Painan sudah berdiri sebuah surau, lembaga pendidikan agama di Minangkabau. Pada abad 16 ini pula, Pulau Cingkuk di Painan menjadi pelabuhan kapal international yang berjaya sebagai pelabuhan emas Salido. Pada tahun 1660, Belanda pernah berkeinginan untuk memindahkan kantor perwakilan mereka dari Aceh ke Kota Padang dengan alasan lokasi dan udara yang lebih baik namun keinginan ini ditolak oleh penguasa kota Padang hingga akhirnya mereka berkantor di Salido. Perjanjian Painan pada tahun 1663, yang diprakarsai oleh Groenewegen yang membuka pintu bagi Belanda untuk mendirikan loji di kota Padang, selain kantor perwakilan mereka di Tiku dan Pariaman. Dengan alasan keamaman kantor perwakilan di kota Padang dipindahkan ke pulau Cingkuk hingga pada tahun 1667 dipindahkan lagi ke kota Padang. Bangunan itu terbakar pada tahun 1669 dan dibangun kembali setahun kemudian. Masyarakat Bayang pernah terlibat dalam perang melawan Pemerintah Hindia Belanda selama lebih kurang satu abad yaitu dimulai pada tahun 1663 sampai 1771. Masa 1900-1945 Pada tahun 1915, pemuka adat nagari Bayang Nan Tujuh dan Koto Nan Salapan (sebelum menjadi kecamatan Bayang) mengadakan rapat di Koto Berapak dan Pulut-pulut merumuskan tambo (sejarah dan adat) Nagari Bayang yang menyatakan bahwa nenek moyang masyarakat Bayang dan cabang-cabangnya (Lumpo dan Salido) berasal dari tiga nagari di Kubuang Tigo Baleh (Solok sekarang) yaitu Muaro Paneh, Kinari dan Koto Anau. Mereka migrasi sesudah kedatangan nenek moyang masyarakat XI Koto Tarusan di sebelah utara, di balik bukit Bayang. Pasca Perang Paderi, semua wilayah Minangkabau dikuasai oleh pemerintahan kolonialis Hindia Belanda langsung dibawah kendali kerajaan Belanda, bukan lagi melalui VOC. Otomatis sistem pemerintahan di Pesisir Selatan juga mengikuti sistem yang dibangun oleh Belanda. Pemerintahan Adat di Pesisir Selatan juga dirombak oleh pemerintah Hindia Belanda seperti diciptakannya beberapa gelar penghulu yang baru dan menyingkirkan gelar-gelar yang dipegang oleh penghulu adat yang menentang Belanda. Bukit Sigarapai di antara Lumpo dan Bayang menjadi saksi perjuangan rakyat Pesisir Selatan yang bergerilya menentang penjajahan Belanda. Pada masa penjajahan ini, rakyat Pesisir Selatan banyak melakukan "ijok" atau bersembunyi di hutan-hutan. Masa Kemerdekaan Indonesia (1945-sekarang) 19 Agustus 1621 dengan peristiwa penolakan tegas pembesar Pesisir Selatan terhadap kekuatan asing yang berpraktik imperialisme dan mengarah kolonialisme dan pengakuan Pagaruyung terhadap Pesisir. 7 Juni 1663, Perang Bayang (1663-1711), perlawanan rakyat sarat dengan rasa nasionalis menolak Belanda membuat loji VOC pertama di kawasan Sumatera Barat, yakni di Pulau Cingkuk tahun 1662. 6 Juli 1663, Perjanjian Painan lanjutan dari Sandiwara Batangkapas. Sandiwara menolak kebijakan politik Sultan Iskandar Muda (Aceh) menjaga ketat bahkan hendak menutup kota pantai pelabuhan Samudrapura, Indrapura dalam berdagang lada dan emas. 28 Januari 1667, pertemuan tingkat tinggi antara Raja Minangkabau dan Belanda yang salah satu solusinya adalah pengakuan terhadap eksistensi Pesisir Selatan sebagai bagian integral wilayah sub kultur Minangkabau. 6 Juni 1701, kemarahan rakyat Pesisir Selatan terhadap tipuan Belanda menawarkan jasa memadamkan huru-hara sebagai mantel praktik imperialism mengarah colonialism, dengan membakar loji VOC di Indrapura. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Kabupaten Pesisir Selatan meliputi 15 kecamatan: Koto XI Tarusan awalnya terdiri dari 11 koto. Sekarang sudah dimekarkan menjadi beberapa Nagari Yaitu: Siguntua, Taratak Sungai Lundang, Barung-Barung Balantai Selatan, Barung-Barung Balantai, Barung-Barung Belantai Timur, Duku, Duku Utara, Batu hampa, Batu hampa Selatan, Nanggalo, Kapuh Utara, Kapuh, Sungai Tawa Taluak Raya, Kampuang Pansua, Ampang Pulai, Pulau Karam, Carocok Anau, Mandeh, Sungai Nyalo Mudik Aia, Sungai Pinang, dan lain-lain]. Bayang awalnya disebut sebagai nagari Bayang Nan Tujuh karena terdiri dari tujuh koto, kemudian dimekarkan menjadi beberapa nagari sampai sekarang. Bayang Utara awalnya disebut Koto Nan Salapan, terdiri dari Pulut-pulut, Muaro Air, Pancung Taba, Ngalau Gadang, Limau-limau dan Taratak Nan Tigo (Teleng, Pisang dan Baru). IV Jurai terdiri dari Lumpo, Sago, Salido dan Painan tetapi sekarang sudah dimekarkan menjadi beberapa nagari. Disini terletaknya pusat pemerintahan Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu Painan. Batang Kapas, merupakan kepala dari Bandar Sepuluh, terdiri dari 5 Nagari Yaitu Nagari IV Koto Hile, Nagari Koto Nan Duo IV Koto Hilie, Nagari Koto Nan Tigo IV Koto Hile, Nagari IV Koto Mudiak, Nagari Taluak. Sutera, merupakan singkatan dari 3 nagari: Surantih, Taratak dan Ampiang Parak. Lengayang, terdiri dari dua nagari awal: Kambang dan Lakitan. Kambang merupakan wilayah asal penyebaran dari masyarakat Bandar Sepuluh. Nenek moyang dari Sungai Pagu turun melalui Kambang kemudian menyebar ke utara (Sutera dan Batangkapas) dan sebagian menyebar ke selatan (Ranah Pesisir dan Linggo Sari Baganti). Ranah Pesisir terdiri dari nagari Palangai (Balai Salasa) dan nagari Punggasan. Linggo Sari Baganti terdiri dari Punggasan dan Air Haji, merupakan ekor dari Bandar Sepuluh, berbatasan dengan wilayah Indojati. Pancung Soal, berpusat di Inderapura Airpura, juga di wilayah Inderapura yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Pancung Soal Basa Ampek Balai Tapan, merupakan wilayah tengah dari Indojati. Di Tapan terdapat persimpangan jalan menuju Kerinci, Sungai Penuh, Padang dan Bengkulu. Ranah Ampek Hulu Tapan, juga di wilayah Tapan, merupakan pemekaran dari Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan Lunang, tempat berkedudukannya Mande Rubiah. Sebagian wilayah Lunang adalah daerah transmigrasi. Silaut, sebagian besar wilayahnya merupakan lahan transmigrasi. Silaut adalah daerah paling selatan Kabupaten Pesisir Selatan dan Paling Selatan di Sumatera Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu Ekonomi Sebagian besar penduduk Pesisir Selatan bergantung pada sektor pertanian tanaman pangan, perikanan dan perdangan. Sementara sumber daya potensial lainnya adalah pertambangan, perkebunan dan pariwisata. Sektor perkebunan terutama perkebunan sawit mulai berkembang pesat sejak sepuluh tahun terakhir, yang berlokasi di Kecamatan Pancung Soal, Basa Ampek Balai dan Lunang Silaut. Melibatkan beberapa investor nasional dengan pola perkebunan inti dan plasma. Sebuah industri pengota minyak sawit CPO kini sudah berdiri di Kec. Pancung Soal, dengan kapasitas produksi sebesar 4.000 ton per hari. Pariwisata Pesisir Selatan memiliki panorama alam yang cukup cantik dan mempesona. Kawasan Mandeh misalnya, sekarang kawasaan wisata ini oleh pemerintah pusat masuk dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS) mewakili kawasan barat Indonesia. Kawasan wisata potensial lainnya adalah Jembatan Akar, Water Pall Bayang Sani, Cerocok Beach Painan, Bukit Langkisau, Nyiur Melambai serta sejumlah objek wisata sejarah, seperti Pulau Cingkuak (Cengco), Peninggalan Kerajaan Inderapura dan Rumah Gadang Mandeh Rubiah Lunang. Bila semua potensi pariwisata Pesisir Selatan tersebut dapat diekelola secara profesional tentu akan jadi sumber PAD andalan daerah pada masa mendatang. Untuk itu pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan membuka diri selebar lebarnya kepada investor yang berminat menanamkan modatnya di daerah ini. Objek wisata Di Pesisir Selatan banyak terdapat objek wisata baik objek wisata alam maupun wisata sejarah dan budaya. Ada beberapa objek wisata yang terkenal, antara lain: Mandeh (Koto XI Tarusan) Bendungan Amping Parak Timur (Teratak Panas) Pantai Mandeh, Pantai Batu Kalang dan Taluak Sikulo (Tarusan) Pulau Keong (Batang Kapas) Pulau Cubadak Jembatan Akar (Bayang Utara) Air Terjun Bayang Sani (Bayang) Puncak Langkisau (Painan) Pantai Carocok (Painan) Benteng Portugis di Pulau Cingkuk (Painan) Bekas pertambangan emas di Salido Pantai Pasir Putih di Kambang Pantai Kito di Air Haji Pantai Pincalang Gadih Di Labuhan Tanjak Air Haji Barat Panorama Bukit Aua di Pasar Bukit Air Haji Pantai Muara Jambu di Punggasan Utara Aia Manca Di Rantau Simalenang Air Haji Timbulun Tujuah di sungai sirah air haji Taman Maharani di Muara Gadang Air Haji Puing-puing Istana Kerajaan Inderapura di Muaro Sakai (Inderapura) Istana Mande Rubiah di Lunang Sako di Tapan Air Terjun Telun Berasap di Malepang Tapan Air Terjun Malaca di Panadah Tapan Pantai Sembungo Indah di Silaut Dan banyak tempat wisata lainnya yang bisa dikunjungi. Masakan khas Di Pesisir selatan dikenal rendang lokan (sebangsa kerang hijau) bercangkang hitam. Lokan banyak terdapat dimuara sungai Indrapura dengan kedalaman ± 6 meter, disungai Batang Air Haji Tepatnya di Bediang Labuhan Tanjak dan sungai batang Tarusan juga di Batang Lengayang Kambang. Saat pengambilan Lokan penyelam tidak memakai alat bantu sama sekali. Sama seperti rendang makanan khas Sumatra barat, rendang lokan juga bisa bertahan cukup lama hingga ± 3 bulan dalam kemasan premium. Perbedaan lokan Indrapura dan Kambang terlihat dari cara penjualannya sebelum diolah. Lokan Indrapura diikat (bajarek) sedangkan lokan Kambang di onggok (baungguak). Pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan Sekolah Tinggi Agama Islam Balai Selasa STKIP PESISIR SELATAN di Air Haji Sekolah Tinggi Agama Islam Madrasah Arabiah Bayang Universitas Terbuka di Tapan dan Lunang Sekolah Tinggi Agama Islam di Painan SDIT Jabalrahmah di Sago SDIT Mardatillah Linggo Sari Baganti Agama Semenjak zaman Syekh Burhanuddin di Ulakan, Pariaman, dakwah Islam sudah menyebar di seantero Pesisir Selatan. Tak lama sesudah berdirinya sebuah surau di Painan oleh seorang Ulama bernama Burhanuddin, berdiri pula sebuah surau di Puluikpuluik, Bayang yang diprakarsai oleh Syekh Buyung Muda asal Puluikpuluik, rekan sesama murid Syekh Abdurrauf asal Aceh. Begitu pula dengan berubahnya Kerajaan Inderapura menjadi Kesultanan Inderapura berkat usaha para ulama di Inderapura, telah menjadikan kesultanan ini sebagai pusat pengembangan dakwah Islam di bumi Inderapura dan sekitarnya. Di Balai Selasa dan Salido sudah berdiri Sekolah Tinggi Agama Islam swasta dalam rangka memenuhi tuntutan pendidikan agama Islam di kabupaten ini. Ulama yang termasyhur diantaranya adalah Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi atau dikenal dengan gelar Syekh Bayang, kelahiran 1864 dan wafat 1923 dan Haji Ilyas Ya'kub, seorang ulama dan pahlawan nasional dari Pesisir Selatan. Khusus untuk Agama Katolik, walaupun penduduk Katolik di Sumatera Barat adalah minoritas, tetapi Kabupaten Pesisir Selatan ini masuk dalam Keuskupan Padang Pembangunan Yang menjadi isu pembangunan di Kecamatan Bayang sampai saat ini adalah pembangunan jalan tembus Bayang (Pasar Baru)-Alahan Panjang (Solok/Solok Selatan) dan Kambang (Lengayang)-Muara Labuh (Solok Selatan) yang terkendala oleh keberadaan hutan lindung Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Jalan tembus ini sudah lama dinantikan masyarakat kedua kabupaten demi kemajuan ekonomi mereka. Pemekaran kabupaten Sejak tahun 2000, masyarakat di tiga kecamatan paling selatan di kabupaten ini telah memperjuangkan sebuah kabupaten baru yang meliputi daerah Renah Indojati yaitu Inderapura, Tapan, Lunang dan Silaut. Usaha pemekaran ini pada awalnya tidak direspon Pemerintah daerah Pesisir Selatan, namun saat ini perjuangan ini telah membuahkan hasil. Pada tahun 2012 ini telah dilaksanakan pemekaran tiga kecamatan di Renah Indojati menyusul pemekaran nagari yang telah dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan administratif sebuah kabupaten baru. Sampai saat ini masyarakat masih berjuang agar Kabupaten Renah Indojati yang diidamkan telah terbentuk. Kabupaten Renah Indojati terdiri atas 6 kecamatan yaitu: Basa Ampek Balai Tapan Lunang, perubahan nama dari Kecamatan Lunang Silaut Pancung Soal Air Pura, Pemekaran dari Kecamatan Pancung Soal Ranah Ampek Hulu Tapan, Pemekaran dari Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan Silaut, Pemekaran dari Kecamatan Lunang Silaut Referensi Lihat juga Baburu alek Pranala luar Situs web Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Pesisir Selatan Pesisir Selatan
4026
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Sawahlunto
Kota Sawahlunto
Sawahlunto adalah salah satu kota yang berada di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota yang terletak 95 km sebelah timur laut kota Padang ini, dikelilingi oleh tiga kabupaten di Sumatera Barat, yaitu kabupaten Tanah Datar, kabupaten Solok, dan kabupaten Sijunjung. Kota Sawahlunto memiliki luas 273,45 km² yang terdiri dari empat kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 66.962 jiwa (2021). Pada masa pemerintah Hindia Belanda, kota Sawalunto dikenal sebagai kota tambang batu bara. Kota ini sempat mati, setelah penambangan batu bara dihentikan. Saat ini kota Sawahlunto berkembang menjadi kota wisata tua yang multi etnik, sehingga menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia. Di kota yang didirikan pada tahun 1888 ini, banyak berdiri bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Sebagian telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat dalam rangka mendorong pariwisata dan mencanangkan Sawahlunto menjadi "Kota Wisata Tambang yang Berbudaya". Sejarah Cikal bakal dijadikannya Sawahlunto sebagai kota terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa geolog asal Belanda ke pedalaman Minangkabau (saat itu dikenal sebagai Dataran Tinggi Padang), sebagaimana yang ditugaskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Penelitian pertama dilakukan oleh Ir. C. De Groot van Embden pada tahun 1858, kemudian dilanjutkan oleh Ir. Willem Hendrik de Greve pada tahun 1867. Dalam penelitian De Greve, diketahui bahwa terdapat 200 juta ton batu bara yang terkandung di sekitar aliran Batang Ombilin, salah satu sungai yang ada di Sawahlunto. Sejak penelitian tersebut diumumkan ke Batavia pada tahun 1870, pemerintah Hindia Belanda mulai merencanakan pembangunan sarana dan prasarana yang dapat memudahkan eksploitasi batu bara di Sawahlunto. Selanjutnya Sawahlunto juga dijadikan sebagai kota pada tahun 1888, tepatnya pada tanggal 1 Desember yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Sawahlunto. Kota ini mulai memproduksi batu bara sejak tahun 1892. Seiring dengan itu, kota ini mulai menjadi kawasan pemukiman pekerja tambang, dan terus berkembang menjadi sebuah kota kecil dengan penduduk yang intinya adalah pegawai dan pekerja tambang. Sampai tahun 1898, usaha tambang di Sawahlunto masih mengandalkan narapidana yang dipaksa bekerja untuk menambang dan dibayar dengan harga murah. Pada tahun 1889, pemerintah Hindia Belanda mulai membangun jalur kereta api menuju Kota Padang untuk memudahkan pengangkutan batu bara keluar dari Kota Sawahlunto. Jalur kereta api tersebut mencapai Kota Sawahlunto pada tahun 1894, sehingga sejak angkutan kereta api mulai dioperasikan produksi batu bara di kota ini terus mengalami peningkatan hingga mencapai ratusan ribu ton per tahun. Geografi Bentang alam Bentang alam kota Sawahlunto memiliki ketinggian yang sangat bervariasi, yaitu antara 250 meter sampai 650 meter di atas permukaan laut. Bagian utara kota ini memiliki topografi yang relatif datar meski berada pada sebuah lembah, terutama daerah yang dilalui oleh Batang Lunto, di mana di sekitar sungai inilah dibentuknya pemukiman dan fasilitas-fasilitas umum yang didirikan sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Sementara itu bagian timur dan selatan kota ini relatif curam dengan kemiringan lebih dari 40%. Kota Sawahlunto terletak di daerah dataran tinggi yang merupakan bagian dari Bukit Barisan dan memiliki luas 273,45 km². Dari luas tersebut, lebih dari 26,5% atau sekitar 72,47 km² merupakan kawasan perbukitan yang ditutupi hutan lindung. Penggunaan tanah yang dominan di kota ini adalah perkebunan sekitar 34%, dan danau yang terbentuk dari bekas galian tambang batu bara sekitar 0,25%. Iklim dan topografi Seperti daerah lainnya di Sumatera Barat, kota Sawahlunto mempunyai iklim tropis dengan kisaran suhu minimun 22,5 °C dan maksimum 27,5 °C. Sepanjang tahun terdapat dua musim, yaitu musim hujan dari bulan November sampai Juni dan musim kemarau dari bulan Juli sampai Oktober. Tingkat curah hujan kota Sawahlunto mencapai rata-rata 1.071,6 mm per tahun dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember. Batas Administrasi Berikut adalah batas-batas administrasi Kota Sawahlunto menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1990 Tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sawahlunto, Kabupaten Daerah Tingkat II Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Solok: Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Tanjung Mas Kabupaten Daerah Tingkat II Tanah Datar; Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan IX Koto Sungai Lasi Kabupaten Daerah Tingkat II Solok; Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Koto VII dan Kecamatan Kupitan Kabupaten Daerah Tingkat II Sawahlunto/Sijunjung (sekarang kabupaten Sijunjung); Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan X Koto Diatas Kabupaten Daerah Tingkat II Solok. Iklim Pemerintahan Sejak tahun 1918, Sawahlunto telah berstatus gemeente (kota). Namun belum sempat menjadi stadsgemeente walaupun hingga tahun 1930 telah memiliki penduduk yang banyak. Pada tanggal 10 Maret 1949, Sawahlunto bersama dengan wilayah kabupaten Solok, kota Solok, kabupaten Sijunjung, dan kabupaten Dharmasraya sekarang, ditetapkan menjadi Afdeeling Solok yang dipimpin oleh seorang bupati. Selanjutnya dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, status Sawahlunto kemudian berubah menjadi daerah tingkat II dengan sebutan Kotamadya Sawahlunto dan mulai dipimpin oleh seorang wali kota. Terhitung mulai tanggal 11 Juni 1965, ditunjuklah Achmad Noerdin, S.H. sebagai wali kota Sawahlunto pertama yang memerintah hingga tahun 1971. Tidak lama kemudian terpilihlah Drs. Shaimoery, S.H. menjadi wali kota selanjutnya hingga tahun 1983, lalu digantikan oleh Drs. Nuraflis Salam dan Drs. H. Rahmatsjah yang masing-masing menjabat selama 5 tahun berikutnya. Pada tahun 1993, Drs. H. Subari Sukardi menjadi pemimpin kota ini selama dua periode hingga tahun 2003. Kemudian sejak tahun 2003, kota ini mulai dipimpin oleh Ir. H. Amran Nur yang juga memimpin selama dua periode hingga tahun 2013. Selanjutnya, Sawahlunto dipimpin oleh Ali Yusuf, S.Pt. hingga 2018. Sejak 17 September 2018 hingga saat ini, Deri Asta, S.H. memimpin Kota Sawahlunto. Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Kecamatan Kependudukan Jumlah penduduk kota Sawahlunto mengalami penurunan yang sangat tajam sejak merosotnya produksi batu bara di kota ini pada tahun 1940, dari 43.576 orang pada tahun 1930 menjadi 13.561 orang pada tahun 1980. Kemudian secara perlahan, jumlah penduduk kota ini meningkat pada tahun 1990, sejalan dengan kembali pulihnya produksi batu bara sejak tahun 1980. Pada tahun 1990, wilayah administrasi kota Sawahlunto diperluas dari hanya 7,78 km² menjadi 273,45 km² dan membawa konsekuensi jumlah penduduknya meningkat. Sehingga pada tahun 1995, jumlah penduduk kota Sawahlunto mencapai 55.090 orang. Namun pada tahun 2000, jumlah penduduk kota Sawahlunto menurun menjadi 50.668 orang, artinya selama lima tahun telah terjadi penurunan sekitar 8%. Hal ini disebabkan oleh sebagian perumahan pegawai PT Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin dipindahkan ke luar daerah kota Sawahlunto. Sehingga dari segi ini tampak kaitannya antara usaha pertambangan batu bara dengan jumlah penduduk kota Sawahlunto. Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan jumlah penduduk kota Sawahlunto mengalami peningkatan, dari sebelumnya 54.310 orang pada tahun 2008 menjadi 56.812 orang. Kecamatan Talawi merupakan kecamatan dengan penduduk terbanyak, yaitu 17.676 orang atau sekitar 31,11% dari jumlah penduduk kota Sawahlunto. Kepadatan penduduk kota Sawahlunto pada tahun 2010 adalah 238 orang per km², di mana kecamatan Lembah Segar adalah kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya yaitu 431 orang per km². Sedangkan rasio jenis kelamin penduduk kota Sawahlunto adalah 98, yang artinya jumlah penduduk laki-laki 2% lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Pendidikan Untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kompetensi siswa di kota Sawahlunto, salah satu program pemerintah setempat adalah dengan memberikan pelatihan bahasa Inggris sejak dini. Di kota Sawahlunto berdiri Akademi Komunitas Negeri Kota Sawahlunto dan kampus jauh dari UNP. Sebagai kota tambang batubara, di kota Sawahlunto berdiri Balai Diklat Tambang Bawah Tanah yang berada di bawah Kementerian ESDM. Keagamaan Mayoritas penduduk Kota Sawahlunto memeluk agama Islam. Kebanyakan pemeluknya adalah orang Minangkabau. Agama lain yang dianut di kota ini adalah Kristen, Hindu, dan Khonghucu, yang kebanyakan dianut oleh penduduk bukan dari suku Minangkabau. Beragam tempat peribadatan juga dijumpai di kota ini. Selain didominasi oleh masjid, juga terdapat dua gereja di Kota Sawahlunto, yaitu Gereja Paroki Sawahlunto St. Barbara dan Gereja HKBP Sawahlunto. Suku bangsa Penduduk kota Sawahlunto saat ini didominasi oleh kelompok etnik Minangkabau dan Jawa. Etnik lain yang juga menjadi penghuni adalah Tionghoa dan Batak. Sejak dijadikannya Sawahlunto sebagai kota tambang batu bara atau sejak didirikannya kota ini pada abad ke-19, pemerintah Hindia Belanda mulai mengirim narapidana dari berbagai penjara di Indonesia ke kota Sawahlunto sebagai pekerja paksa, sehingga sekitar 20.000 narapidana telah dikapalkan ke Sawahlunto. Pekerja paksa inilah yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Orang Rantai. Kesehatan Untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat kota ini, pemerintah kota Sawahlunto telah membangun sebuah rumah sakit umum daerah tipe C. Selain itu sarana kesehatan lain yang tersedia di kota ini adalah puskesmas sebanyak 5 buah, puskesmas pembantu 20 buah, pos KB/Posyandu 37 buah, tempat praktik dokter 15 buah. Hukum dan HAM Semenjak tahun 2015 berdiri Lapas Narkoba Sawahlunto yang menampung seluruh narapidana kasus narkotika di Sumatera Barat. Lapas Narkoba Sawahlunto dapat menampung hingga 1.000 warga binaan. Perekonomian Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Sawahlunto merupakan kota dengan angka kemiskinan terendah di Indonesia . Sawahlunto juga termasuk kota dengan pendapatan per kapita kedua tertinggi di Sumatera Barat, di mana mata pencarian penduduk sebagian besar ditopang oleh sektor pertambangan dan jasa. Selain itu, sektor lain seperti pertanian dan peternakan juga masih diminati masyarakat. Bahkan beberapa kawasan sedang dikembangkan untuk menjadi daerah sentral industri kerajinan dan makanan kecil. Selama seratus tahun lebih, batu bara telah dieksploitasi mencapai sekitar 30 juta ton, dan masih tersisa cadangan lebih dari 100 juta ton. Namun masa depan penambangan batu bara di kota Sawahlunto masih belum jelas, sebab cadangan yang tersisa hanya bisa dieksploitasi sebagai tambang dalam. Sedangkan dapat tidaknya eksploitasi tersebut sangat bergantung kepada penguasaan teknologi dan permintaan pasar. Selain itu, penyelenggaraan pertambangan batu bara juga sedang mengalami reorientsi oleh berkembangnya semangat desentralisasi atau tuntuntan otonomi daerah yang membangkitkan keinginan masyarakat setempat untuk melakukan penambangan sendiri. Perhubungan Penemuan cadangan batu bara di kota Sawahlunto telah mendorong pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api menuju kota Padang dalam mendistribusikan batu bara. Pembangunan ini dimulai pada tahun 1889 dan selesai pada tahun 1896. Jalur kereta api ini selain menghubungkan kota Padang dengan kota Sawahlunto, juga mencapai kota-kota lain seperti kota Solok, kota Pariaman, kota Bukittinggi, kota Padang Panjang, dan kota Payakumbuh. Namun akibat menurunnya produksi batu bara sejak tahun 2000, kegiatan pengangkutan batu bara dengan kereta api berhenti total. Jarak kota Padang ke Sawahlunto adalah sekitar 95 km dan dapat ditempuh baik dengan bus maupun kendaraan pribadi. Dapat pula diakses dengan kereta api yang beroperasi pada hari tertentu dari kota Padang Panjang. Pariwisata Objek wisata unggulan yang ada di kota ini adalah atraksi wisata tambang, di mana pengunjung dapat melakukan napak tilas pada areal bekas penambangan yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Arsitektur dan peninggalan sejarah Kota Sawahlunto memiliki banyak bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Sebagian bangunan telah ditetapkan oleh pemerintah setempat sebagai cagar budaya dan objek wisata, salah satunya adalah Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto. Bangunan tua lainnya adalah Kantor PT Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin yang dibangun pada tahun 1916. Bangunan ini memiliki menara pada bagian tengah dan di sekitarnya terdapat taman yang dikenal sebagai Taman Segitiga. Tidak jauh dari Taman Segitiga, terdapat Lubang Suro yang diambil dari nama seorang mandor pekerja paksa, Mbah Suro. bersebelahan dengan objek wisata Lubang Suro, didirikan Gedung Info Box yang menyediakan berbagai informasi dan dokumentasi tentang sejarah pertambangan batu bara di kota Sawahlunto. Museum Selain peninggalan bersejarah, dapur umum yang sebelumnya dapat memproduksi makanan setiap waktu untuk ribuan pekerja paksa dan stasiun kereta api sebagai tempat dilakukannya aktivitas pengangkutan batu bara dijadikan museum pada tahun 2005. Masing-masing dinamakan Museum Gudang Ransum dan Museum Kereta Api Sawahlunto. Sedangkan bangunan pusat pembangkit listrik yang didirikan pada tahun 1894, sejak tahun 1952 dijadikan masjid dengan nama Masjid Agung Nurul Islam atau dikenal sebagai Masjid Agung Sawahlunto. Masjid ini memiliki satu kubah besar di tengah yang dikelilingi oleh empat kubah dengan ukuran yang lebih kecil, dan memiliki menara yang tingginya mencapai 80 meter. Kegiatan tambang batu bara di kota Sawahlunto juga meninggalkan sejumlah bangunan lain seperti Silo. Silo berfungsi sebagai penimbun batu bara yang telah dibersihkan dan siap diangkut ke pelabuhan Teluk Bayur. Silo masih berdiri kokoh di tengah kota, kendati tidak berfungsi apa-apa. Selain itu, sirene pada Silo masih berbunyi setiap pukul 07.00, 13.00, dan 16.00 waktu setempat, di mana pada masa pemerintahan Hindia Belanda, sirene di Silo ini menandakan jam kerja Orang Rantai atau narapidana yang dijadikan kuli pengambil batu bara. Semenjak 2017, pemerintah membangun tiga museum baru, yaitu: Museum Budaya Sawahlunto, Museum Tari, dan Museum Lukisan dan Etno Kayu. Wisata alam Kota ini juga memiliki objek wisata lain seperti kebun binatang yang memiliki luas sekitar 40 hektare dan Resort Wisata Kandi dengan luas 393,4 hektare. Ada 3 danau yang terbentuk dari bekas galian penambangan batu bara di Resort Wisata Kandi, yaitu Danau Kandi, Danau Tanah Hitam, dan Danau Tandikek. Selain itu, juga terdapat wahana rekreasi keluarga yang dikenal dengan nama Waterboom Sawahlunto. Olahraga Di kota ini terdapat lapangan pacuan kuda milik pemerintah setempat yang bernama Lapangan Pacuan Kuda Bukit Kandih. Setiap tahunnya diselenggarakan lomba pacuan kuda di lapangan ini. Lapangan pacuan kuda seluas 39.69 hektare tersebut memiliki track pacuan kuda sepanjang 1.400 meter dengan lebar 20 meter dan dapat menampung sekitar 30.000 penonton. Selain itu, kota ini juga memiliki arena road race seluas 10 hektare dengan track lintasan beraspal hotmix sepanjang 1,2 km dan telah berstandar nasional. Kota Sawahlunto termasuk kota yang menjadi bagian dari tahapan perlombaan balap sepeda Tour de Singkarak. Pada Tour de Singkarak 2011, kereta uap wisata bertenaga batu bara yang oleh masyarakat setempat dinamai Mak Itam dipakai untuk membawa pembalap sepeda menuju lokasi start etape 5a di Silungkang. Dalam tiga kali penyelenggaraan ajang balap sepeda Tour de Singkarak, kota Padang selalu menjadi titik start pelombaan. Namun untuk tahun 2012 titik start lomba dipindahkan ke kota Sawahlunto, sedangkan Padang sebagai ibu kota Sumatera Barat dijadikan titik finish lomba. PS Gunung Arang Sawahlunto adalah klub sepak bola yang bermain di Liga 3 yang bermarkas di kota ini. Media Stasiun televisi milik pemerintah yang beroperasi di Kota Sawahlunto adalah TVRI Sumatera Barat. Selain itu ada stasiun televisi swasta yang beroperasi di Kota Sawahlunto antara lain: TVRI Nasional/TVRI Sumatera Barat RCTI Pers Sawahlunto dikenal sebagai tempat lahir tokoh pers kenamaan nasional, Djamaluddin Adinegoro. Adinegoro merupakan saudara tokoh nasional, bapak soneta Indonesia, Muhammad Yamin. Presiden Joko Widodo mencanangkan pembangunan museum jurnalistik dan kesusastraan bernama Museum Adinegoro di kota ini dalam kunjungannya pada Kamis, 8 Februari 2018. Radio Sawahlunto memiliki dua stasiun radio, SKA FM (sudah tidak aktif) dan Radio Pemda Sawahlunto FM di frekuensi FM 99,9 MHz. Tokoh-tokoh dari kota ini Djohan Soetan Soelaiman dan Djohor Soetan Perpatih, bersaudara adalah saudagar besar Minangkabau pada paruh pertama abad ke-20 atau pada masa kolonial . Mereka memiliki Handelsvereeniging Djohan-Djohor (Perusahaan Dagang Djohan-Djohor) yang berbasis di Pasar Senen. Mohammad Yamin, pahlawan nasional Indonesia berasal dari kota ini. Saudaranya, Djamaluddin Adinegoro merupakan tokoh pers nasional yang namanya dijadikan penghargaan penghargaan tertinggi bagi karya jurnalistik Indonesia, Hadiah Adinegoro. Tokoh pers lainnya asal Kota Sawahlunto adalah Ani Idrus, seorang wartawati senior. Yunizar, salah satu pelukis kenamaan dunia berasal dari kota Sawahlunto. Yunizar bersama 20 perupa Indonesia lainnya masuk dalam daftar 500 pelukis terlaris di dunia berdasarkan Top 500 Artprice 2008/2009 yang disusun oleh sebuah lembaga analis pasar perkembangan pasar seni rupa dunia, Artprice, yang berbasis di Paris, Prancis. Jusuf Wanandi, politikus senior adalah salah satu pendiri dan anggota Dewan Penyantun CSIS, Centre for Strategic and International Studies, sebuah lembaga pemikir yang berperan aktif melahirkan berbagai gagasan yang menjadi kebijakan pemerintah. Jusuf Wanandi pernah menjabat sebagai Anggota MPRS (1968-1972), Anggota MPR (1972-1977), Direktur Eksekutif CSIS (1986), dan Gubernur East-West Centre, Honolulu, Hawaii, AS. Soedjatmoko, diplomat Indonesia yang pernah menjabat sebagai sebagai rektor Universitas Perserikatan Bangsa Bangsa di Tokyo, Jepang. Kota kembar Melaka, Malaysia Sungai Petani, Malaysia Referensi Pranala luar Situs web resmi Kota Sawahlunto Sawahlunto Sawahlunto
4027
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Sijunjung
Kabupaten Sijunjung
Sijunjung (sebelumnya bernama Sawahlunto Sijunjung hingga 2008) adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini adalah Muaro Sijunjung. Sebelum tahun 2004, kabupaten Sijunjung merupakan kabupaten terluas ketiga di Sumatera Barat dengan nama Kabupaten Sawahlunto Sijunjung. Namun sejak dimekarkan (yang menghasilkan kabupaten Dharmasraya), kabupaten ini menjadi kabupaten tersempit kedua di Sumatera Barat. Kabupaten Sijunjung memiliki luas wilayah sekira 3.130,40 km² yang terbagi menjadi 8 kecamatan dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun 2023 sebanyak 242.188 jiwa. Geografis Secara topografi, kabupaten Sijunjung merupakan rangkaian Bukit Barisan yang memanjang dari arah barat laut ke tenggara, sehingga kabupaten ini memiliki ketinggian yang sangat bervariasi, yaitu antara 120 meter sampai 930 meter di atas permukaan laut. Kecamatan di kabupaten ini umumnya memiliki topografi yang curam dengan kemiringan antara 15–40%, yaitu kecamatan Tanjung Gadang, kecamatan Sijunjung, kecamatan Sumpur Kudus, dan kecamatan Lubuk Tarok. Seperti daerah lainnya di Sumatera Barat, kabupaten ini mempunyai iklim tropis dengan kisaran suhu minimun 21 °C dan maksimum 37 °C. Sedangkan tingkat curah hujan kabupaten Sijunjung mencapai rata-rata 13,61 mm per hari. Batas Wilayah Selanjutnya batas-batas wilayah Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat adalah sebagai berikut: Pemerintahan Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Referensi Pranala luar Situs web resmi Kabupaten Sijunjung Sijunjung Sijunjung
4029
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Solok
Kabupaten Solok
Solok adalah sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini merupakan salah satu sentra produksi beras terbesar di Sumatera Barat, yang dikenal dengan nama Bareh Solok. Kota Solok merupakan enklave dari kabupaten ini. Sejarah Dahulu wilayah Solok (termasuk kota Solok dan kabupaten Solok Selatan) merupakan wilayah rantau dari Luhak Tanah Datar, yang kemudian terkenal sebagai Luhak Kubuang Tigo Baleh. Disamping itu wilayah Solok juga merupakan daerah yang dilewati oleh nenek moyang Alam Surambi Sungai Pagu yang berasal dari Tanah Datar yang disebut juga sebagai nenek kurang aso enam puluh (artinya enam puluh orang leluhur alam surambi Sungai Pagu). Perpindahan ini diperkirakan terjadi pada abad 13 sampai 14 Masehi. Kabupaten Solok bukanlah daerah baru karena Solok telah ada jauh sebelum undang-undang pembentukan wilayah ini dikeluarkan. Pada masa penjajahan Belanda dulu, tepatnya pada tanggal 9 April 1913, nama Solok telah digunakan sebagai nama sebuah unit administrasi setingkat kabupaten yaitu Afdeeling Solok sebagaimana disebut di dalam Besluit Gubernur Jenderal Belanda yang kemudian dimuat di dalamStaatsblad van Nederlandsch-Indie. Sejak ditetapkannya nama Solok setingkat kabupaten pada tahun 1913 hingga saat ini Solok tetap digunakan sebagai nama wilayah administratif pemerintahan setingkat kabupaten/kota. Pada tahun 1970, ibu kota Kabupaten Solok berkembang dan ditetapkan menjadi sebuah kotamadya dengan nama Kota Solok. Berubah statusnya Ibu kota Kabupaten Solok menjadi sebuah wilayah pemerintahan baru tidak diiringi sekaligus dengan pemindahan ibu kota ke lokasi baru. Pada tahun 1979 Kabupaten Solok baru melakukan pemindahan pusat pelayanan pemerintahan dari Kota Solok ke Koto Baru, Kecamatan Kubung, namun secara yuridis Ibu kota Kabupaten Solok masih tetap Solok. Dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah kabupaten/kota diberikan kewenangan yang nyata dan luas serta tanggung jawab penuh untuk mengatur daerahnya masing-masing. Kabupaten Solok yang saat itu memiliki luas 7.084,2 Km² memiliki kesempatan untuk melakukan penataan terhadap wilayah administrasi pemerintahannya. Penataan pertama dilakukan pada tahun 1999 dengan menjadikan wilayah kecamatan yang pada tahun 1980 ditetapkan sebanyak 13 kecamatan induk ditingkatkan menjadi 14 sementara jumlah desa dan kelurahan masih tetap sama. Penataan wilayah administrasi pemerintahan berikutnya terjadi pada tahun 2001 sejalan dengan semangat “babaliak banagari” di Kabupaten Solok. Pada penataan wilayah administrasi kali ini terjadi perubahan yang cukup signifikan di mana wilayah pemerintahan yang mulanya terdiri dari 14 kecamatan, 11 Kantor Perwakilan Kecamatan, 247 desa dan 6 kelurahan di tata ulang menjadi 19 kecamatan, 86 Nagari, dan 520 jorong. Wilayah administrasi terakhir ini ditetapkan dengan Perda nomor 4 tahun 2001 tentang pemerintahan Nagari dan Perda nomor 5 tahun 2001 tentang Pemetaan dan Pembentukan Kecamatan. Pada akhir tahun 2003, Kabupaten Solok kembali dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan. Pemekaran ini di lakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 38 tahun 2003 dan menjadikan luas wilayah Kabupaten Solok berkurang menjadi 4.594,23 Km². Pemekaran inipun berdampak terhadap pengurangan jumlah wilayah administrasi Kabupaten Solok menjadi 14 Kecamatan, 74 Nagari dan 403 Jorong. Dengan berbagai pertimbangan dan telaahan yang mendalam atas berbagai momentum lain yang sangat bersejarah bagi Solok secara umum, pemerintah daerah dan masyarakat menyepakati peristiwa pencantuman nama Solok pada tanggal 9 April 1913 sebagai sebuah nama unit administrasi setingkat kabupaten pada zaman Belanda sebagai momentum pijakan yang akan diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Solok. Kesepakatan inipun dikukuhkan dengan Perda Nomor 2 tahun 2009 tentang Penetapan Hari Jadi Kabupaten Solok. Pada tanggal 9 April 2010, merupakan kali pertama Kabupaten Solok memperingati hari jadinya yang ke 97. Geografi Secara geografis letak Kabupaten Solok berada antara 00° 32’ 14’’ dan 01° 46’45” Lintang Selatan dan 100° 25’ 00” dan 101° 41’ 41” Bujur Timur. Topografi wilayahnya sangat bervariasi antara dataran, lembah dan berbukit-bukit, dengan ketinggian antara 329 meter – 1 458 meter di atas permuakaan laut. Kabupaten Solok disamping punya banyak sungai juga memiliki banyak danau yang terkenal dengan pesona keindahan alamnya. Di antara danau-danau tersebut, yang terluas adalah Danau Singkarak, diikuti oleh Danau Kembar (Danau Di atas dan Danau Dibawah), Danau Talang dan Danau Tuo di Ujung Ladang Sumani. Disamping itu Kabupaten Solok juga memiliki satu gunung berapi, yaitu Gunung Talang. Dilihat dari letaknya, posisi Kabupaten Solok sangat strategis karena disamping dilewati jalur Jalan Lintas Sumatra, daerahnya juga berbatasan langsung dengan Kota Padang ibu kota Provinsi Sumatera Barat. Ditinjau dari komposisi pemanfaatan lahan, pada tahun 2010 sebagian besar (38.88%) wilayah Kabupaten Solok masih berstatus hutan negara dan 15.99% berstatus hutan rakyat. Sedangkan yang diolah rakyat untuk ladang/kebun 10.37%, dan yang dikelola oleh perusahaan perkebunan 2.18%. Pemanfaatan lahan untuk sawah lebih kurang 6.30% dan merupakan areal sawah terbesar di Sumatera Barat. Sebagai sentra produksi padi di Sumatera Barat, pada tahun 2010 areal sawah terluas di Kabupaten Solok berada di Kecamatan Gunung Talang, kemudian diikuti oleh Kecamatan Kubung, dan Kecamatan Bukit Sundi. Kecamatan-kecamatan lain luas areal sawahnya masih di bawah angka 3000 Ha. Semenjak pusat pemerintahan dialihkan ke Arosuka sebagai ibu kota Kabupaten Solok, jarak tempuh ke Kota Padang sebagai ibu kota Provinsi menjadi semakin pendek yaitu 40 km. Sedangkan jarak ke Kota Medan 825 km dan ke Banda Aceh 1.433 km. Disisi lain terjadi sedikit penambahan jarak kalau bepergian dari ibu kota kabupaten ke ibu kota provinsi lain seperti Pekanbaru (231 km), Jambi (495 km), Palembang via Muara Enim (993 km), Bengkulu via Muaro Bungo (736 km) dan Bandar Lampung (1 170 km). Pemekaran wilayah Kabupaten Solok pada akhir tahun 2003 telah melahirkan satu kabupaten baru yaitu Kabupaten Solok Selatan. Dengan tejadinya pemekaran ini berarti luas wilayah Kabupaten Solok mengalami pengurangan secara signifikan dari semula 708.402 Ha (7.084.02 km²) menjadi 373.800 Ha (3.738.00 km²). Pemerintahan Kabupaten Solok dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom dalam Lingkungan Provinsi Sumatra Tengah. Pada tahun 1970, ibu kota Kabupaten Solok berubah status menjadi kotamadya, namun pusat pemerintahan Kabupaten Solok waktu itu tetap berada dalam wilayah pemerintahan Kota Solok. Pelan-pelan, pusat pemerintahan kabupaten Solok "digeser" ke Koto Baru, kecamatan Kubung. Namun seiring dengan perkembangan pemerintahan kemudian, Koto Baru tidak memadai lagi untuk berfungsi sebagai pusat pemerintahan karena beberapa faktor, antara lain: Lahan milik pemerintah yang tersedia sangat terbatas, sehingga tidak mungkin untuk mengembangkan gedung/sarana perkantoran. Lahan masyarakat disekitar Koto Baru adalah sawah yang subur yang didukung oleh irigasi yang baik dan produktivitasnya cukup tinggi, sehingga "sayang" kalau harus dialihfungsikan untuk menjadi perkantoran pemerintah. Letak Koto Baru tidak berada di tengah-tengah wilayah administrasi pemerintahan kabupaten sehingga cukup menyulitkan bgi masyarakat yang berjarak jauh. Karena ketebatasan lahan di Koto Baru, sebagian bangunan perkantoran pemerintah kabupaten Solok masih terdapat dalam wilayah administrasi Kota Solok, sehingga mempersulit koordinasi/konsultasi antar Unit Kerja. Juga terpisahnya perkantoran ini membuat prosedur pelayanan masyarakat menjadi tidak efektif dan efisien. Tanggal 6 November 1997, diadakan diskusi persiapan pemindahan ibu kota kabupaten antara jajaran eksekutif dan legislatif pemerintah kabupaten Solok dengan tokoh masyarakat dan para perantau di Gedung Solok Nan Indah, Koto Baru. Dari 3 usulan calon ibu kota, dalam diskusi ini kemudian disepakati untuk memilih lokasi di Kayu Aro–Sukarami sebagai ibu kota kabupaten Solok yang direncanakan. 2 calon yang lain adalah Sungai Nanam di kecamatan Lembah Gumanti dan Muaro Paneh di kecamatan Bukit Sundi. Lokasi yang dimaksud adalah lahan sekitar 500 Ha yang terletak diperbatasan antara Kayu Aro–Sukarami di pinggir jalan raya Solok–Padang yang merupakan salah satu jalur Lintas Sumatra. Untuk ini kemudian dibuat pembahasan dan perencanaan matang terhadap semua aspek yang menyangkut keberadaan ibu kota baru tersebut, seperti aspek sosial ekonomi, aspek geografi dan topografi serta dilengkapi dengan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Terhadap Lingkungan), di mana ditegaskan bahwa pembangunan ibu kota ini tidak akan melakukan perubahan ekstrem terhadap kondisi lahan dan bentang alam, menjaga kawasan sekitar dari pengrusakan yang tidak perlu dan mengalokasikan hanya sekitar 40 % dari luas lahan keseluruhan untuk sarana dan prasarana pembangunan. Struktur administrasi pemerintahan Kabupaten Solok terdiri dari 14 kecamatan dengan 74 nagari dan 403 jorong. Kecamatan yang memiliki nagari terbanyak adalah Kecamatan IX Koto Sungai Lasi dan Kecamatan X Koto Di atas masing-masing memiliki 9 nagari, sedangkan kecamatan dengan jumlah nagari terkecil terdapat di Kecamatan Pantai Cermin, Kecamatan Danau Kembar dan Kecamatan Junjung Sirih masing-masing hanya memiliki 2 nagari. Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Penduduk Penduduk Kabupaten Solok pada Tahun 2010 berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 berjumlah 348.566 jiwa. Komposisinya terdiri dari 171.845 jiwa penduduk laki-laki dan 176.721 jiwa penduduk perempuan, dengan rasio jenis kelamin 97.24. Angka ini berarti setiap 100 penduduk perempuan di Kabupaten Solok terdapat 97 penduduk laki-laki atau dengan kata lain jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Terjadi penurunan kepadatan dari 96.26 jiwa perkilometer persegi pada tahun 2009 menjadi 93.25 jiwa perkilometer persegi pada tahun 2010. Penurunan kepadatan penduduk merupakan dampak langsung dari menurunnya jumlah penduduk dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan perkembangan penduduk masing-masing kecamatan terlihat Kecamatan Kubung tetap merupakan kecamatan yang terbesar jumlah penduduknya yaitu 55.303 jiwa atau lebih besar dari jumlah penduduk Kota Solok, kemudian diikuti oleh Kecamatan Lembah Gumanti di posisi kedua dengan jumlah penduduk 53.178 jiwa dan Kecamatan Gunung Talang pada posisi ketiga dengan jumlah penduduk 46 738 jiwa. Sedangkan kecamatan yang terendah jumlah penduduknya adalah Kecamatan Payung Sekaki sebanyak 8 027 jiwa. Hal tersebut tidak berlaku untuk kepadatan penduduk di mana Kecamatan Kubung merupakan kecamatan terpadat, diikuti oleh Kecamatan Danau Kembar, sedangkan Kecamatan Tigo Lurah merupakan kecamatan terjarang jumlah penduduknya. Pada tahun 2010 penduduk Kabupaten Solok berusia 7-12 tahun sebanyak 13.65 persen, berusia 13-15 tahun sebanyak 6,54 persen dan berusia 16-18 tahun sebanyak 5.31 persen. Dilihat dari komposisi penduduk menurut kelompok umum ternyata penduduk berusia 5–9 tahun memiliki jumlah terbesar yaitu 11.35 persen dan diikuti oleh kelompok umur 10–14 tahun 11.17 persen, serta kelompok umur 0–4 tahun sebesar 10.62 persen. Sedangkan jumlah penduduk tersedikit ada pada kelompok umur 70–74 tahun hanya sebesar 1.73 persen. Komposisi kelompok umur lainnya relatif lebih kecil dan masing-masing tidak melebihi angka 10 persen. Angkatan Kerja Pada tahun 2010 tercatat sebanyak 226 orang yang terdaftar sebagai pencari kerja pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Solok. Dari jumlah yang terdaftar tersebut sebagian besar di antaranya adalah wanita yaitu sebanyak 77.88 persen. Sedangkan kalau dikelompokkan menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan jumlah terbesar ada di kelompok dengan pendidikan sudah banyak yang S1 (Sarjana). Pendidikan Dilihat dari ketersediaan sarana pendidikan, sampai akhir tahun 2010 di Kabupaten Solok terdapat 345 sekolah setingkat SD, 97 sekolah setingkat SLTP dan 41 sekolah setingkat SLTA baik yang berada di bawah naungan Dinas P dan K maupun Departemen Agama. Dari sisi jumlah murid, untuk tingkat SD terdapat 51 409 orang, tingkat SLTP sebanyak 13 417 orang dan tingkat SLTA sebanyak 9 059 orang. Jumlah siswa yang lulus U.N mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya. Untuk tingkat SD jumlah lulusan U.N sebanyak 6 709 orang, tingkat SLTP sebanyak 5318 orang dan SLTA sebanyak 2 721 orang. Kesehatan Pada tahun 2010 terjadi kenaikan jumlah dokter umum dan dokter gigi masing-masing 44 orang dan 20 orang. Secara keseluruhan terjadi kenaikan jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Solok dari 823 orang tahun 2009 menjadi 829 orang tahun 2010. Agama Pada tahun 2010 terjadi kenaikan jumlah jemaah haji sebesar 3.59 persen dari 134 orang tahun 2009 menjadi 139 orang tahun 2010. Dari jumlah jemaah haji yang diberangkatkan ke tanah suci ini, sebagian besar wanita (58.99 persen) dan dengan komposisi tingkat pendidikan yang paling banyak SLTA (26.61 persen). Terjadi peningkatan pula pada jumlah peserta qurban dibanding tahun lalu, sebesar 21.19 persen. Pada tahun 2010, jumlah peserta qurban 11 239 orang dan 2 041 ekor hewan qurban. Perekonomian Di Sumatera Barat, Kabupaten Solok menjadi sentra penghasil beras yang terbesar. Komoditas beras di Kabupaten Solok dikenal dengan nama Bareh Solok. Pada tahun 2009, total produksi padi di Kabupaten Solok seberat 304.124,4 ton dan mengalami peningkatan sebesar 4,86 persen pada tahun 2010. Produksi padi di Kabupaten Solok pada tahun 2010 menjadi 319 667.8 ton. Untuk tanaman palawija terjadi peningkatan produksi yang signifikan pada tahun 2010 terutama pada komoditas kedelai yaitu dari 108.3 pada Tahun 2009 naik menjadi 168.9 pada Tahun 2010. Kenaikan juga terjadi pada komoditas jagung, kacang tanah dan kacang hijau serta hampir semua komoditas palawija naik pada Tahun 2010. Pada tahun 2010 terdapat sebanyak 321 pengusaha yang melakukan pendaftaran perusahaan baru maupun memperpanjang status perusahaan. Dari jumlah tersebut, 262 di antaranya tercatat sebagai pendaftaran baru dan 59 lainnya pendaftaran perpanjangan. Perusahaan yang paling banyak ada pada Kabupaten Solok yaitu perusahaan perorangan, sebesar 72.58 persen. Perhubungan Total panjang jalan di Kabupaten Solok sampai akhir tahun 2010 berjumlah 1.421,63 km, dengan rinci menurut status jalan, jalan nasional 66.21 km, jalan provinsi 118.09 km dan jalan kabupaten 1 237.33 km. Jika dilihat dari kondisi jalan, terdapat peningkatan jalan berkualitas baik sebesar 12.3 persen dari tahun lalu. Sedangkan jalan berkualitas sedang, jalan berkualitas rusak dan jalan dalam kondisi rusak berat mengalami penurunan 5.83 persen, 22.68 persen dan 2.7 persen dari tahun 2009. Dibanding tahun 2009, jumlah kendaraan bermotor di Kabupaten Solok pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 7.2 persen. Jumlah kendaraan bermotor yang menyumbang kontribusi terbesar yaitu truck, sebesar 49.14 persen. Telekomunikasi Sampai akhir tahun 2010 tersedia 7.232 satuan sambungan telepon dan 6 524 pelanggan. Pelanggan yang terbanyak ada pada STO Solok yaitu 4 603, dengan kontribusi 63.64 persen dari seluruh pelanggan di Kabupaten Solok. Pariwisata Kabupaten Solok memiliki pesona alam yang tidak dimiliki daerah lain seperti pesona Danau Diatas dan Danau Dibawah, Danau Singkarak, Danau Talang serta Danau Tuo. Kemudian juga terdapat Gunung Talang yang masih aktif dan hamparan hijau kebun teh di kawasan Kecamatan Gunung Talang serta banyak lainnya. Keunggulan komparatif di bidang pariwisata ini harus mampu dikelola dengan sebaik-baiknya untuk mendatangkan sebanyak mungkin wisatawan ke Kabupaten Solok. Pada gilirannya diharapkan dengan peningkatan kunjungan wisatawan akan mampu menggerakkan perekonomian dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Objek wisata yang saat ini juga sedang dikembangkan adalah wisata pemandangan alam dari perbukitan seperti Agingin Berembus dan Puncak gobah di Aripan, Bukit Cinangkiek di Singkarak, Puncak kanada di Kacang, Puncak Hepi di Guguk Sarai. Referensi Pranala luar Situs web resmi Kabupaten Solok BPS Kabupaten Solok Solok Solok
4030
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tanah%20Datar
Kabupaten Tanah Datar
Tanah Datar atau Luhak Nan Tuo merupakan salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia, yang beribu kota Batusangkar. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 133.600 Ha (1.336 km2) dengan jumlah penduduk 374.431 jiwa pada tahun 2021. Tanah Datar memiliki 14 kecamatan, 75 nagari, dan 395 jorong. Kabupaten ini merupakan daerah agraris, lebih 70% penduduknya bekerja pada sektor pertanian, baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, maupun peternakan. Kabupaten Tanah Datar menjadi Tujuh Kabupaten Terbaik di Indonesia dari 400 kabupaten yang ada, pada tahun 2003 menurut Lembaga International Partnership dan Kedutaan Inggris. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menobatkan Kabupaten Tanah Datar sebagai satu dari empat daerah paling berprestasi dan berhasil melaksanakan otonomi daerah. Saat ini, Tanah Datar masih memelihara adat istiadatnya serta peninggalan sejarah, terutama dari masa Adityawarman, seperti prasasti dan batu bersurat. Geografi Secara geografis wilayah Kabupaten Tanah Datar terletak di tengah-tengah Provinsi Sumatera Barat, yaitu pada 00º17" LS–00º39" LS dan 100º19" BT – 100º51" BT. Ketinggian rata-rata 400 sampai 1000 meter di atas permukaan laut. Batas Wilayah Kabupaten Tanah Datar memiliki perbatasan dengan beberapa kabupaten/kota di Sumatera Barat, yaitu: Kota Padang Panjang Merupakan enklave dari kabupaten Tanah datar ini Topografi Kabupaten Tanah Datar terletak di antara dua gunung, yaitu Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Kondisi topografi ini didominasi oleh daerah perbukitan, serta memiliki dua pertiga bagian danau Singkarak. Kondisi topografis Kabupaten Tanah Datar adalah sebagai berikut: Wilayah Datar 0–3% dengan luas 6.189 Ha atau 6.63% dari luas wilayah Kabupaten Tanah Datar Wilayah Berombak 3–8% dengan luas 3.594 Ha atau 2,67% dari luas wilayah Kabupaten Tanah Datar Wilayah Bergelombang 8-15% dengan luas 43.922 Ha atau 32.93% dari luas Kabupaten Tanah Datar Kemiringan di atas 15% dengan luas wilayah 79.895 Ha atau 59.77% dari luas Kabupaten Tanah Datar Iklim Secara umum iklim di kawasan Kabupaten Tanah Datar adalah sedang dengan temperatur antara 12 °C–25 °C dengan curah hujan rata-rata lebih dari 3.000 mm per tahun. Hujan kebanyakan turun pada bulan September hingga bulan Februari. Curah hujan yang cukup tinggi ini menyebabkan ketersediaan air cukup, sehingga memungkinkan usaha pertanian secara luas dapat dikembangkan. Hidrologi Kabupaten Tanah Datar merupakan daerah yang kaya dengan sumber air. Selain Danau Singkarak, di Kabupaten Tanah Datar terdapat lebih dari 25 buah sungai. Lambang Arti lambang Lambang daerah Kabupaten Tanah Datar berbentuk perisai segi lima yang di dalamnya terdapat: Tulisan Tanah Datar Balai adat bergonjong lima berjendela empat Kubah masjid bertingkat Setangkai padi berbutir 17 Setangkai kapas berbuah delapan Sebuah keris Sehelai pita dengan kata-kata sebagai semboyan Pengertian dari bentuk Bentuk perisai segi lima, melambangkan bahwa daerah Kabupaten Tanah Datar adalah salah satu Kabupaten di Sumatera Barat, sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pengertian dari sudut gambar Balai adat gonjong lima Balai adat melambangkan tempat mufakat, tempat melahirkan filsafat alam pikiran khas masyarakat Tanah Datar yang dikenal dengan sistem demokrasi menurut alur dan patut, sebagai lambang konsekuensi dalam melaksanakan demokrasi. Atap balai adat yang melengkung bagai tanduk kerbau meruncing menjulang ke atas merupakan gaya seni bangunan khas Tanah Datar yang melambangkan sifat masyarakat yang dinamis, bekerja berbuat dan bercita-cita luhur untuk kebahagiaan bersama. Atap balai adat dengan lima gonjong, satu gonjong pada bagian depan dan empat gonjong pada bahagian samping yang melengkung bagai tanduk kerbau meruncing menjulang ke atas merupakan gaya seni bangunan khas Tanah Datar yang melambangkan sifat masyarakat yang dinamis, bekerja berbuat dan bercita-cita luhur untuk kebahagiaan bersama. Masjid bertingkat, berkubah, bergonjong dan lurus ke atas melambangkan agama mayoritas masyarakat Tanah Datar adalah Islam, dalam membentuk jiwa yang suci dan berbudi luhur. Masjid bergonjong dan berkubah Masjid bertingkat, berkubah, bergonjong, dan lurus ke atas melambangkan agama mayoritas masyarakat Tanah Datar adalah Islam, dalam membentuk jiwa yang suci dan berbudi luhur. Padi dan kapas Padi dan kapas melambangkan cita-cita masyarakat Tanah Datar menuju kehidupan adil dan makmur yang diridhoi Allah. Keris pusaka Keris pusaka melambangkan kesatuan jiwa patriot masyarakat Tanah Datar yang mencintai kerukunan kedamaian dan senantiasa memelihara harga dirinya. Pengertian warna Pengertian dari warna yang ada pada lambang, Putih berarti suci terdapat pada kubah masjid, huruf balok bertuliskan Tanah Datar, kapas, pita tempat moto, dan warna pinggir luar dari perisai. Kuning berarti kebesaran jiwa masyarakat. Terdapat pada dasar perisai. Warna ini merupakan warna khas Tanah Datar Luhak Nan Tuo. Kuning emas berarti keagungan, terdapat pada dinding balai adat, kaki balai adat, padi, dan keris. Hitam berarti tahan uji, terdapat pada atap gonjong, tulisan Tuah Sepakat Alur dan Patut. Hijau berarti kedamaian jiwa, mengandung harapan masa depan yang lebih baik. Terdapat pada daun kapas dan warna dasar tulisan Tanah Datar. Merah berarti keberanian menegakkan kebenaran dan keadilan. Warna huruf balok tulisan Tuah Sepakat Alur dan Patut. Pengertian dan makna semboyan Selanjutnya juga terdapat sehelai pita yang bertuliskan moto/semboyan Tuah Sepakat Alur dan Patut. Maknanya sepakat dalam mengambil kata mufakat, selalu disandarkan pada alur dan patut. Kepentingan pribadi dihargai dalam batas selama tidak bertentangan dengan kepentingan bersama yang berlandaskan alur dan patut. Demikian pula dalam melaksanakan mufakat/musyawarah selalu kompak dalam arti "Bersatu teguh, bercerai runtuh", kepentingan pribadi dihargai dalam batas selama tidak bertentangan dengan kepentingan bersama yang berlandaskan alur dan patut. Arti falsafah lambang Pengertian falsafah dari lambang mencerminkan jiwa pikiran dan kehidupan masyarakat Tanah Datar yang bersendikan adat dan agama, serta senantiasa menaati hukum, musyawarah mufakat, yang berdasarkan alur dan patut. "Elok dek awak, katuju dek urang" serta konsekuen melaksanakan hasil mufakat menuju kebahagiaan hidup bersama yang adil dan makmur dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Infrastruktur Kabupaten Tanah Datar merupakan daerah pertanian, hal ini terlihat dari dominasi sektor pertanian dalam perekonomian wilayah, penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan lahan. Lokasi pertanian tersebar merata di seluruh wilayah dan produksinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini membutuhkan jaringan jalan sebagai pendukung aktivitas sektor pertanian tersebut mulai dari kegiatan produksi, pascapanen dan pemasaran. Sementara itu kondisi jaringan jalan yang ada belum dapat mendukung sepenuhnya aktivitas pertanian tersebut, hal ini terlihat dari masih banyaknya ruas jalan yang lebarnya belum memenuhi syarat, kondisi permukaan jalan yang rusak dan masih banyak ruas jalan yang melalui lokasi pertanian belum dapat dilalui kendaraan roda dua sekalipun, dengan mengatasi penanganan jaringan jalan ini, maka tentunya aktivitas sektor pertanian akan lebih ekonomis sehingga dengan sendirinya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dan sekaligus akan meningkatkan pengembangan wilayah dari Kabupaten Tanah Datar itu sendiri. Pada saat ini pembangunan jalan di Kabupaten Tanah Datar pada dasarnya hanya berupa memperbaiki kualitas jalan, sementara pembukaan jalan baru dipandang masih belum memungkinkan karena terkendala oleh keterbatasan dana. Selama tahun 2007 jumlah jembatan di Kabupaten Tanah Datar sebanyak 238 buah dengan panjang 2.019,60 km. Jumlah jembatan yang paling banyak terdapat di Kecamatan Tanjung Emas sebanyak 33 buah dengan panjang 383,20 km. Pendidikan Untuk data pendidikan tahun 2006/2007, untuk Sekolah Dasar menunjukkan bahwa di Kabupaten Tanah Datar terdapat 309 SD yang terdiri dari 302 sekolah dasar negeri dan 2 sekolah dasar swasta, dengan jumlah siswa seluruhnya 43.506 orang, sedangkan madrasah ibtidaiyah 5 sekolah, 2 di antaranya swasta dengan jumlah siswa seluruhnya 534 orang, dengan demikian jelas terlihat bahwa jumlah sekolah dan jumlah siswa pada sekolah dasar lebih banyak jika dibandingkan dengan madrasah ibtidaiyah yang hanya 1.31% dari sekolah dasar. Ekonomi Kabupaten Tanah Datar adalah daerah agraris, lebih 70% penduduknya bekerja pada sektor pertanian, baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, maupun peternakan. Begitu juga dengan usaha masyarakat pada sektor lain juga berbasis pertanian seperti pariwisata dan industri kecil atau agro industri. Masyarakat Tanah Datar juga dikenal gemar menabung dengan total dana tabungan masyarakat sebesar Rp223 miliar tahun 2004. Potensi ekonomi Kabupaten Tanah Datar dapat dikategorikan atas tiga kategori yaitu: Sangat Potensial, Potensial, dan Tidak Potensial. Untuk sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah ubi kayu, kubis, karet, tebu, peternakan sapi potong, peternakan kuda, peternakan kambing potong, budidaya ayam ras pedaging, ayam bukan ras, budidaya itik, dan budidaya ikan air tawar. Sektor lain yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah industri konstruksi bangunan sipil, pedagang eceran makanan olahan hasil bumi, usaha warung telekomunikasi, pedagang cenderamata, dan wisata sejarah. Kabupaten Tanah Datar yang potensial untuk hampir semua sektor pertanian kecuali cengkih, tembakau, bayam, dan merica. Sedangkan untuk sektor pertambangan yang potensial dikembangkan adalah galian kapur dan sirtu. Pertambangan Kabupaten Tanah Datar memiliki potensi bahan tambang berupa batu gamping kristalian yang sekarang dikelola oleh PT Inkalko Agung, dolomit, granit, sirtukil, tanah liat, batu setengah permata, trass, fosfat, batubara, besi, emas, belerang, kuarsa, dan slate. Industri Industri di Kabupaten Tanah Datar didominasi oleh industri kecil seperti tenunan pandai sikek yang terdapat di Kecamatan Sepuluh Koto, kacang randang/goreng, kopi bubuk, kerupuk ubi, kerupuk kulit, anyaman lidi, gula aren, gula tebu. Sektor industri besar berupa peternakan ulat sutera oleh PT Sutera Krida. Pada tahun 2004 nilai investasi sektor industri kecil di Kabupaten Tanah Datar mencapai Rp7 miliar dengan nilai produksi sebesar Rp60 miliar. Pariwisata • Daftar Objek Wisata di Tanah Datar Luhak Nan Tuo, nama lain dari Kabupaten Tanah Datar. Masyarakat Minangkabau meyakini bahwa asal usul orang Minangkabau dari Kabupaten Tanah Datar, tepatnya dari Dusun Tuo Pariangan, Kecamatan Pariangan. Banyak bukti yang masih terdapat di Kabupaten Tanah Datar ini seperti Sawah Satampang Baniah, Lurah Nan Indak Barangin, Galundi Nan Baselo, dan Kuburan Panjang Datuk Tantejo Gurhano yang dikenal sebagai arsitek rumah gadang. Kemudian dari Luhak Tanah Datar inilah kemudian orang Minangkabau berkembang dan berpindah ke daerah lain seperti Luhak 50 kota dan Luhak Agam. Di Kabupaten Tanah Datar saat ini masih banyak terdapat peninggalan sejarah adat Minangkabau tersebut, baik berupa benda maupun tatanan budaya adat Minangkabau. Ikrar “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” ini disebut juga dengan Sumpah Satie yang juga di Tanah Datar dilahirkan, yaitu tempatnya di Bukit Marapalam Puncak Pato, Kecamatan Lintau Buo Utara. Tempat wisata sejarah yang terdapat di Kabupaten Tanah Datar ini antara lain Istana Pagaruyung, Balairuang Sari, Puncak Pato, Prasasti Adityawarman, Batu Angkek-angkek, Rumah Gadang Balimbing, Kincir Air, Batu Basurek, Nagari Tuo Pariangan, Benteng van der Capellen, Batu Batikam, dan Istano Rajo. Sedangkan untuk wisata alam dan budaya di Kabupaten Tanah Datar adalah Lembah Anai, Panorama Tabek Pateh, Desa Pariangan, Danau Singkarak Bukit Batu Patah, dan Ngalau Pangian, dll. Referensi Pranala luar Situs web resmi Kabupaten Tanah Datar Situs web resmi Direktorat Pengembangan Potensi Daerah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tanah Datar Tanah Datar
4031
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Lahat
Kabupaten Lahat
Lahat adalah kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Lahat. Kabupaten Lahat terdiri dari 7 kecamatan induk yaitu Lahat, Kikim, Kota Agung, Jarai, Tanjung Sakti, Pulau Pinang, dan Merapi. Namun pasca pemekaran, jumlah Kecamatan di Kabupaten Lahat bertambah menjadi 24 kecamatan. Sekarang Kabupaten Lahat dipimpin oleh cik ujang sebagai bupati dan Haryanto sebagai wakil bupati, Samarudin SH sebagai Ketua DPRD, dan Sri Marhaeni Wulansih SH sebagai wakil ketua I DPRD. Geografi Batas Wilayah Sejarah Sekitar tahun 1830 pada masa kesultanan Palembang di Kabupaten Lahat telah ada marga, marga-marga ini terbentuk dari sumbai-sumbai dan suku-suku yang ada pada waktu itu seperti Lematang, Besemah, Lintang, Gumai, Tebing Tinggi, dan Kikim. Marga merupakan pemerintahan bagi sumbai-sumbai dan suku-suku. Marga inilah merupakan cikal bakal adanya Pemerintah di Kabupaten Lahat. Pada masa Inggris berkuasa di Indonesia, marga tetap ada. Dan, pada masa kekuasaan Belanda sesuai dengan kepentingannya pada waktu itu, pemerintahan di Kabupaten Lahat dibagi dalam afdeling (Keresidenan) dan onder afdelling (kewedanan). Dari 7 afdelling yang terdapat di Sumatera Selatan, di Kabupaten Lahat terdapat 2 (dua) afdelling yaitu afdelling Tebing Tinggi dengan 5 (lima) daerah onder afdelling, dan afdelling Lematang Ulu, Lematang Ilir, Kikim serta Besemah dengan 4 onder afdelling. Dengan kata lain, (waktu itu) di Kabupaten Lahat terdapat 2 keresidenan. Pada tanggal 20 Mei 1869 afdelling Lematang Ulu, Lematang Ilir, serta Besemah beribu kota di Lahat dipimpin oleh PP Ducloux, dan posisi marga sebagai bagian dari afdelling. Tanggal 20 Mei akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Lahat sesuai dengan Keputusan Gebernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan No. 008/SK/1998 tanggal 6 Januari 1988. Masuknya tentara Jepang pada tahun 1942, afdelling yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda diubah namanya menjadi sidokan. Sidokan ini dipimpin oleh orang pribumi atas penunjukkan pemerintah militer Jepang dengan nama Gunco dan Fuku Gunco. Kekalahan Jepang pada tentara sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 dan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka Kabupaten Lahat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan UU No. 22 Tahun 1948, Keppres No. 141 Tahun 1950, PP Pengganti UU No. 3 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950. Kabupaten Lahat dipimpin oleh R. Sukarta Marta Atmajaya, kemudian diganti oleh Surya Winata dan Amaludin dan dengan PP No. 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dalam Tingkat I provinsi Sumatera Selatan,sehingga Kabupaten Lahat resmi sebagai Daerah Tingkat II hingga sekarang, dan diperkuat dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 menjadi Kabupaten Lahat. Bukit Serelo Bukit Serelo terletak di Desa Perangai Kabupaten Lahat, Bukit Serelo merupakan landmark Kabupaten Lahat. Bukit Serelo disebut juga dengan julukkan Gunung Jempol karena bentuknya yang mirip dengan jempol tangan manusia. Pemandangan disekitar sangat mempesona, aliran Sungai Lematang seakan-akan mengelilingi bukit ini. Bukit Serelo bagian dari gugusan Bukit Barisan yang merupakan barisan bukit terpanjang di Pulau Sumatra. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pariwisata Sekolah Gajah Perangai Sekolah Gajah ini terletak di Desa Perangai Kabupaten Lahat, lokasinya di kaki Bukit Serelo. Gajah-gajah tersebut dilatih supaya jinak dan dapat membantu pekerjaan manusia seperti mengankut barang-barang dan kayu. Tempat ini merupakan salah satu penangkaran gajah di Indonesia. Sumber air panas Tanjung Sakti Bila anda singgah di Kecamatan Tanjung Sakti, maka jangan lewatkan untuk mengunjungi lokasi ini. Sumber Air Panas Tanjung Sakti dapat ditempuh dari Ibu kota Kecamatan sekitar 10 menit perjalanan menggunakan kendaraan roda 2 atau roda 4. Karena letaknya berada dekat dengan pusat keramaian Kecamatan Tanjung Sakti. Air terjun Lawang Agung Salah satu potensi wisata yang berada di Kecamatan Mulak ulu ini layak untuk dikembangkan untuk menambah pendapatan daerah dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dari jalan utama, lokasi Air Terjun Lawang Agung dapat dicapai dengan menggunakan mobil. Kondisi jalan menuju lokasi sekitar 500 m, dengan kondisi jalannya menurun dan berbatu-batu kecil. Pada saat perjalanan ke lokasi melewati sekolah SD dan kebun kopi. Di sekitar lokasi, terdapat jembatan gantung. Aktivitas yang dapat dilakukan dilokasi ini adalah berenang, mancing dan jala ikan. Dengan melengkapi fasilitas dan sarana umum seperti lahan parkir dan perbaikan kondisi jalan menuju lokasi, diharapkan dapat meningkatkan sumber pendapatan daerah dan penduduk sekitar. Rumah batu Lokasi wisata Rumah Batu terletak sekitar 80 km dari kota Lahat, tepatnya di desa Kota Raya Lembak Kecamatan Pajar Bulan. Rumah Batu ini merupakan salah satu benda megalitik yang pada dindingnya terdapat lukisan kuno berupa makhluk-makhluk aneh. Batu macan Batu macan yang terdapat di Kecamatan Pulau Pinang, Desa Pagar Alam Pagun ini sudah ada sejak zaman Majapahit pada abad 14. Batu macan ini merupakan simbol sebagai penjaga (terhadap perzinahan dan pertumpahan darah) dari 4 daerah, yaitu: Pagar Gunung, Gumai Ulu, Gumai Lembah dan Gumai Talang. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari penjaga situs setempat yakni Bapak Idrus, kisah adanya batu macan terkait dengan legenda si pahit lidah yang beredar di masyarakat. Pada waktu itu, si pahit lidah sedang berjemur di batu penarakan sumur tinggi. Pada saat sedang berjemur, si pahit lidah melihat seekor macan betina yang sering menggangu masyarakat desa, kemudian oleh si pahit lidah, macan tersebut di ingatkan agar tidak mengganggu masyarakat desa. Namun, macan tersebut tidak menuruti apa yang disampaikan oleh si pahit lidah. Padahal si pahit lidah sudah menasehati macan tersebut sampai tiga kali, sampai akhirnya si pahit lidah berucap “ai, dasar batu kau ni”. Akhirnya macan tersebut menjadi batu. Setelah diselidiki, ternyata macan tersebut adalah macan pezinah dan anak yang sedang diterkamnya adalah anak haram. Sedang macan yang ada di belakangnya adalah macan jantan yang hendak menerkam macan betina tersebut. Apabila ada wanita disuatu desa diketahui berzinah, maka terdapat hal-hal yang harus dilakukan oleh si-wanita itu, yaitu: menyembelih kambing untuk membersihkan rumah, kemudian sebelum kambing tersebut dipotong, maka orang tersebut harus dikucilkan dari desa ke suatu daerah lain atau di pegunungan. Kemudian apabila wanita tersebut mengandung dan melahirkan, maka harus menyembelih kerbau. Setelah persyaratan tersebut dilakukan, maka wanita tersebut dapat diterima di masyarakat kembalimoo Air terjun Bidadari Tidaklah mengherankan, mengapa Syuting Pembuatan Film “Si Pahit Lidah” yang terkenal itu mengambil setting di lokasi ini. Keindahan air terjun Bidadari memang menjadi daya tarik tersendiri. Selain menyajikan keindahan alam yang alami, lokasinya pun tidaklah terlalu sulit untuk dicapai. Air Terjun Bidadari terletak di desa Karang Dalam, kecamatan Pulau Pinang kurang lebih 8 km dari kota Lahat. Di sekitar lokasi air terjun tersebut, ada 3 Air Terjun (Air Terjun Bujang Gadis, Air Terjun Sumbing dan air terjun Naga) lagi yang dapat dinikmati dengan menyusuri aliran dari Air Terjun Bidadari. Dengan dipandu penduduk sekitar yang sudah mengenal daerah tersebut, pengunjung dapat menikmati keindahan 4 air terjun yang alami tersebut dan alam sekitarnya dengan menyusuri sepanjang aliran airnya. Pengunjung dapat mulai dari atas (air terjun Bidadari) sampai ke bawah (Air Terjun Naga), atau sebaliknya. Referensi Pranala luar Lahat Lahat
4032
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Palembang
Kota Palembang
Palembang (Jawi: ڤاليمبڠ) adalah ibu kota provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Kota dengan luas wilayah 400,61 km² ini dihuni oleh lebih dari 1,7 juta penduduk pada tahun Juni 2022. kota Palembang juga kota terpadat dan terbesar kedua di Sumatra setelah Kota Medan, kota terpadat dan kota terbesar kelima di Indonesia setelah Jakarta Raya, Surabaya, Bandung, Medan, dan kota terbesar kesembilan belas di Asia Tenggara. Kota Palembang dan beberapa kabupaten tetangganya (Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir, dan Kabupaten Ogan Komering Ilir) dikembangkan oleh pemerintah pusat sebagai wilayah metropolitan di Indonesia dengan kawasan yang disebut Patungraya Agung atau Palembang Raya. Sejarah Palembang yang pernah menjadi ibu kota kerajaan bahari Buddha terbesar di Asia Tenggara pada saat itu, Kedatuan Sriwijaya, yang mendominasi Nusantara dan Semenanjung Malaya pada abad ke-9 juga membuat kota ini dikenal dengan julukan "Bumi Sriwijaya". Berdasarkan prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Bukit Siguntang sebelah barat Kota Palembang yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota pada tanggal 16 Juni 683 Masehi menjadikan kota Palembang sebagai kota tertua di Indonesia. Di dunia Barat, kota Palembang juga dijuluki Venice of the East ("Venesia dari Timur") dan Serambi Hadramaut, kota ini mendapat julukan Serambi Hadramaut dikarenakan beberapa gelar Habaib yang ada disini tidak dijumpai di daerah lain di Indonesia. Kota Palembang adalah kota tertua di Indonesia. Sejarah Asal usul nama Palembang mempunyai beberapa versi. Salah satu versi adalah pada saat penguasa Sriwijaya mendirikan sebuah Wanua (kota) yang sekarang dikenal dengan Kota Palembang; Topografi kota Palembang dikelilingi oleh air bahkan terendam oleh air. Air tersebut bersumber dari anak sungai maupun rawa bahkan menurut data statistik 1990, Palembang masih terdapat 50% tanah yang tergenang oleh air (rawa). Berkemungkinan karena kondisi topografi inilah nenek moyang orang Palembang menamakan kota ini sebagai Pa-lembang yang bermakna Pa atau Pe sebagai suatu tempat atau keadaan dan Lembang atau Lembeng artinya tanah yang rendah, lembah akar yang membengkak karena lama terendam air (menurut kamus melayu), sedangkan menurut bahasa Melayu Palembang, lembang atau lembeng adalah genangan air. Jadi Palembang adalah suatu tempat yang digenangi oleh air. Salah satu versi yang lain juga mengaitkan Palembang dengan kata dalam bahasa Jawa, "limbang", yang berarti membersihkan biji atau logam dari tanah atau benda-benda luar lain. Pemisahan dilakukan dengan bantuan alat berupa keranjang kecil untuk mengayak tanah berkandungan logam atau biji di aliran sungai. "Pa" adalah kata depan yang dipakai orang Jawa untuk menunjuk suatu tempat berlangsungnya usaha atau keadaan. Versi ini terkait erat dengan peran Palembang pada masa lalu sebagai tempat mencuci emas dan biji timah. Versi lain menghubungkan Palembang dengan kata "lemba", yang berarti tanah yang dihanyutkan air ke tepi. Kota ini dianggap sebagai salah satu pusat dari Kedatuan Sriwijaya, Serangan Rajendra Chola dari Kerajaan Chola pada tahun 1025, menyebabkan kota ini hanya menjadi pelabuhan sederhana yang tidak berarti lagi bagi para pedagang asing. Selanjutnya berdasarkan kronik Tiongkok nama Pa-lin-fong yang terdapat pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178 oleh Chou-Ju-Kua dirujuk kepada Palembang. Berdasarkan kisah Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan disebutkan seorang tokoh dari Kediri yang bernama Arya Damar sebagai bupati Palembang turut serta menaklukan Bali bersama dengan Gajah Mada Mahapatih Majapahit pada tahun 1343. Pada awal abad ke-15, kota Palembang diduduki perompak Chen Zuyi yang berasal dari Tiongkok. Armada bajak laut Chen Zuyi kemudian ditumpas oleh Laksamana Cheng Ho pada tahun 1407. Kemudian sekitar tahun 1513, Tomé Pires seorang apoteker Portugis menyebutkan Palembang, telah dipimpin oleh seorang patih yang ditunjuk dari Jawa yang kemudian dirujuk kepada kesultanan Demak serta turut serta menyerang Malaka yang waktu itu telah dikuasai oleh Portugis. Palembang muncul sebagai kesultanan pada tahun 1659 dengan Sri Susuhunan Abdurrahman sebagai raja pertamanya. Namun pada tahun 1823 kesultanan Palembang dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar dan permukiman di Palembang dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu. Pada tanggal 27 September 2005, Kota Palembang telah dicanangkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai "Kota Wisata Air" seperti Bangkok di Thailand dan Phnom Penh di Kamboja. Tahun 2008 Kota Palembang menyambut kunjungan wisata dengan nama "Visit Musi 2008". Palembang menjadi salah satu kota pelaksana pesta olahraga dua tahunan se-Asia Tenggara yaitu SEA Games XXVII Tahun 2011. Pada tahun 2018, Palembang dan Jakarta menjadi tuan rumah olimpiade se-Asia yaitu Asian Games 2018. Keadaan geografis Letak geografis Secara geografis, Palembang terletak pada 2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 400,61 km², dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan Lintas Sumatra yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatra. Palembang sendiri dapat dicapai melalui penerbangan dari berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bandar Lampung, Bengkulu, Pangkal Pinang, Tanjung Pandan (via Pangkal Pinang), Jambi, Lubuk Linggau, Padang, Pekanbaru, Batam, Medan, dan Denpasar-Bali. Serta dari luar negeri yaitu Singapura, Kuala Lumpur, serta Jeddah (musim haji) Selain itu di Palembang juga terdapat Sungai Musi yang dilintasi Jembatan Ampera dan berfungsi sebagai sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah. Iklim dan topografi Iklim Palembang merupakan iklim daerah tropis dengan angin lembap nisbi, kecepatan angin berkisar antara 2,3 km/jam–4,5 km/jam. Suhu kota berkisar antara 23,4–31,7 derajat celsius. Curah hujan per tahun berkisar antara 2.000 mm–3.000 mm. Kelembaban udara berkisar antara 75–89% dengan rata-rata penyinaran matahari 45%. Topografi tanah relatif datar dan rendah. Hanya sebagian kecil wilayah kota yang tanahnya terletak pada tempat yang agak tinggi, yaitu pada bagian utara kota. Sebagian besar tanah adalah daerah berawa sehingga pada saat musim hujan daerah tersebut tergenang. Ketinggian rata-rata antara 0 – 20 m dpl. Pada tahun 2002 suhu minimum kota terjadi pada bulan Oktober 22,70C, tertinggi 24,50C pada bulan Mei. Sedangkan suhu maksimum terendah 30,40C pada bulan Januari dan tertinggi pada bulan September 34,30C. Tanah dataran tidak tergenang air: 49 %, tanah tergenang musiman: 15 %, tanah tergenang terus menerus: 37 % dan jumlah sungai yang masih berfungsi 60 buah (dari jumlah sebelumnya 108) sisanya berfungsi sebagai saluran pembuangan primer. Tropis lembap nisbi, suhu antara 22,0-32,0 celcius, curah hujan 22–428 mm/tahun, pengaruh pasang surut antara 3-5 meter dan ketinggian tanah rata-rata 12 meter dpl. Jenis tanah kota Palembang berlapis alluvial, liat dan berpasir, terletak pada lapisan yang paling muda, banyak mengandung minyak bumi, yang juga dikenal dengan lembah Palembang–Jambi. Tanah relatif datar dan rendah, tempat yang agak tinggi terletak dibagian utara kota. Sebagian kota Palembang digenangi air, terlebih lagi bila terjadi hujan terus menerus. Batas wilayah Kota Palembang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Lambang Pada zaman kolonial, lambang Kota Praja (gemeente) Palembang berupa singa kembar memegang perisai bermahkota benteng, dan di bawahnya pita bertuliskan "Palembang". Pada bagian perisai terdapat gambar Singa Nassau separuh, Tongkat Caduceus, serta perahu layar di atas lautan. Lambang daerah Kota Palembang modern dikukuhkan dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Besar Palembang No. 36/DPRDK/1956. Rd. Muhammad Ikhsan, sejarawan Kota Palembang memerinci desain lambang daerah Kota Palembang menjadi 3 bagian. Bagian-bagian tersebut diperinci sebagai berikut: sirah berwarna merah tua kecokelatan dengan 18 tanduk lembaran daun teratai bunga melati yang belum mekar puncak rebung kuning emas berjumlah 8 (Agustus) Bukit Siguntang bersinar 17 sembilan aliran sungai (empat melambangkan Sungai Musi, Ogan, Komering, dan Lematang) motto daerah , berarti "Jayalah Kota Palembang". Ditulis dengan ejaan Soewandi, karena dibuat sebelum tahun 1972 (pemberlakuan EyD). Pemerintahan Wali Kota Wali Kota Palembang adalah pemimpin tertinggi di lingkungan Pemerintah Kota Palembang. Wali kota Palembang bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Sumatera Selatan. Periode 2018-2023, wali kota atau kepala daerah yang menjabat di Kota Palembang ialah Harnojoyo, dengan wakil wali kota Fitriani Agustinda. Mereka menang pada Pemilihan umum Wali Kota Palembang 2018. Harnojoyo merupakan wali kota Palembang ke-12, sejak tahun 1945, dan menjabat untuk periode kedua. Harnojoyo dan Fitriani dilantik oleh gubernur Sumatera Selatan, pada 18 September 2018 di Palembang, untuk periode 2018-2023. Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Penduduk Masyarakat Palembang adalah masyarakat heterogen, sejak zaman Sriwijaya menepatkan kota ini sebagai pusatnya banyak suku asli Nusantara yang menetap di kota ini, selain itu juga adanya bangsa asing yang menetap. Masyarakat Palembang merupakan orang Melayu yang berasimilasi dengan suku bangsa lainnya baik suku bangsa Nusantara dan suku bangsa asing. Selain penduduk asli, Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga keturunan, seperti dari etnis Jawa, Minangkabau, Melayu (di luar Melayu Palembang), Madura, Bugis, Sunda, Batak dan Banjar. Warga keturunan yang banyak tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India. Kota Palembang memiliki beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas seperti Kampung Kapitan yang merupakan wilayah Komunitas Tionghoa serta Kampung Al Munawwar, Kampung Assegaf, Kampung Al Habsyi, Kuto Batu, 19 Ilir Kampung Jamalullail dan Kampung Alawiyyin Sungai Bayas 10 Ilir yang merupakan wilayah Komunitas Arab. Pada Zaman kerajaan Singosari, Majapahit dan demak, banyak orang jawa yang telah bermigrasi palembang, dan terjadi banyak keturunan Jawa dari Palembang. Sehingga dalam penyebutan kata Orang menggunakan istilah WONG, yang umumnya digunakan orang jawa. Agama Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Palembang, provinsi Sumatera Selatan tahun 2020, mencatat bahwa penduduk Kota Palembang mayoritas menganut agama Islam. Adapun besaran penduduk Kota Palembang menurut agama yang dianut yakni agama Islam sebanyak 93,21%, kemudian agama Buddha yang umumnya warga Tionghoa sebanyak 3,50%. Warga Palembang yang menganut agama Kekristenan sebanyak 3,29%, dengan rincian Kristen Protestan sebanyak 2,02% dan Katolik 1,27%, yang umumnya dianut warga dari suku Batak, Tionghoa, Nias dan dari Indonesia Timur. Penduduk yang beragama Hindu sebanyak 0,04%, Konghucu dan kepercayaan kurang dari 0,01%. Agama Islam umumnya dianut warga dari suku Melayu Palembang, Komering, Jawa, Minangkabau, Melayu, Sunda, Batak Angkola, Batak Mandailing, Bugis, sebagian orang suku Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Toba, Tionghoa-Indonesia, India-Indonesia dan Arab-Indonesia. Agama Kristen Protestan dan Katolik, umumnya dianut warga dari suku Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Nias, dan sebagian Batak Angkola, Jawa dan Tionghoa-Indonesia. Sementara agama Buddha dan Konghucu umumnya dianut warga Tionghoa-Indonesia, kemudian agama Hindu umumnya dianut orang Bali dan India-Indonesia. Bahasa Bahasa yang digunakan masyarakat sehari-hari kota Palembang adalah Bahasa Melayu Palembang yang diucapkan hampir keseluruhan masyarakatnya. Selain hal tersebut, masyarakat pendatang juga sering menggunakan bahasa daerah masing-masing jika mereka berkomunikasi dengan sesama komunitas. Bahasa Palembang adalah bahasa yang sekaligus juga merupakan basantara (bahasa pengantara) provinsi Sumatera Selatan. Penutur bahasa Melayu Palembang diperkirakan 3.1 juta jiwa populasi yang tersebar di kota Palembang dan provinsi terdekat. Pariwisata Objek wisata Sungai Musi, sungai sepanjang sekitar 750 km yang membelah Kota Palembang menjadi dua bagian yaitu Seberang Ulu dan seberang Ilir ini merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatra. Sejak dahulu Sungai Musi telah menjadi urat nadi perekonomian di Kota Palembang dan Provinsi Sumatera Selatan. Di sepanjang tepian sungai ini banyak terdapat objek wisata seperti Jembatan Ampera, Benteng Kuto Besak, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Pulau Kemaro, Pasar 16 Ilir, rumah Rakit, kilang minyak Pertamina, pabrik pupuk PUSRI, pantai Bagus Kuning, Jembatan Musi II, Masjid Al Munawar, dll. Jembatan Ampera, sebuah jembatan megah sepanjang 1.177 meter yang melintas di atas Sungai Musi yang menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir ini merupakan ikon Kota Palembang. Jembatan ini dibangun pada tahun 1962 dan dibangun dengan menggunakan harta rampasan Jepang serta tenaga ahli dari Jepang. Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I Palembang, terletak di pusat Kota Palembang, masjid ini merupakan masjid terbesar di Sumatera Selatan dengan kapasitas 15.000 jemaah. Benteng Kuto Besak, terletak di tepian Sungai Musi dan berdekatan dengan Jembatan Ampera, Benteng ini merupakan salah satu bangunan peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam. Di bagian dalam benteng terdapat kantor kesehatan Kodam II Sriwijaya dan rumah sakit. Benteng ini merupakan satu-satunya benteng di Indonesia yang berdinding batu dan memenuhi syarat perbentengan / pertahanan yang dibangun atas biaya sendiri untuk keperluan pertahanan dari serangan musuh bangsa Eropa dan tidak diberi nama pahlawan Eropa. Gedung Kantor Wali kota, terletak di pusat kota, pada awalnya bangunan ini berfungsi sebagai menara air karena berfungsi untuk mengalirkan air keseluruh kota sehingga juga dikenal juga sebagai Kantor Ledeng. Saat ini gedung ini berfungsi sebagai Kantor Wali kota Palembang dan terdapat lampu sorot di puncak gedung yang mempercantik wajah kota di malam hari. Kambang Iwak Family Park, sebuah danau wisata yang terletak di tengah kota, dekat dengan tempat tinggal wali kota Palembang. Di tepian danau ini terdapat banyak arena rekreasi keluarga dan ramai dikunjungi pada hari libur. Selain itu di tengah danau ini terdapat air mancur yang tampak cantik di waktu malam. Hutan Wisata Punti Kayu, sebuah hutan wisata kota yang terletak sekitar 7 km dari pusat kota dengan luas 50 ha dan sejak tahun 1998 ditetapkan sebagai hutan lindung. Di dalam hutan ini terdapat area rekreasi keluarga dan menjadi tempat hunian sekelompok monyet lokal. Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, sebuah situs peninggalan Kedatuan Sriwijaya yang terletak di tepian Sungai Musi. Terdapat sebuah prasasti batu peninggalan Kerajaan di area ini. Taman Purbakala Bukit Siguntang, terletak di perbukitan sebelah barat Kota Palembang. Di tempat ini terdapat banyak peninggalan dan makam-makam kuno Kedatuan Sriwijaya. Monumen Perjuangan Rakyat, terletak di tengah kota, berdekatan dengan Masjid Agung dan Jembatan Ampera. Sesuai dengan namanya di dalam bangunan ini terdapat benda-benda peninggalan sejarah pada masa penjajahan. Museum Negeri Balaputradewa, sebuah museum yang menyimpan banyak benda–benda peninggalan Kedatuan Sriwijaya. Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, terletak di dekat Jembatan Ampera dan Benteng Kuto Besak dan dulunya merupakan salah satu peninggalan Keraton Palembang Darussalam. Di dalamnya terdapat banyak benda–benda bersejarah Kota Palembang. Museum Tekstil, terletak di Jalan Merdeka museum ini menyimpan benda–benda tekstil dari seluruh kawasan di Provinsi Sumatera Selatan. Kawah Tengkurep Masjid Cheng Ho Palembang Klenteng Soei Goeat Kiong (Klenteng tertua di Palembang) Kampung Kapitan Kampung Arab Al Munawwar 13 Ulu Fantasy Island Bagus Kuning Pusat Kerajinan Songket Pulau Kemaro Kilang Minyak Pertamina Pabrik Pupuk Pusri Sungai Gerong Jakabaring Sport City (JSC) Waterboom OPI Jakabaring The Amanzi Waterpark CitraGrand City Rumah Mak Bani Montok Lorong Asia Seni dan budaya Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain: Kesenian Kuntau Palembang dan Dul Muluk (pentas drama tradisional khas Melayu Palembang) Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-tamu, tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan, Zapin dan Rodat (Tarian Adat Melayu Khususnya Tarian Adat Palembang) Syarofal Anam adalah kesenian Islami yang dibawa oleh para saudagar Arab dulu, dan menjadi terkenal di Palembang oleh KH. M Akib, Ki Kemas H. Umar dan S. Abdullah bin Alwi Jamalullail Lagu Daerah seperti Melati Karangan, Ya Saman, Cup Mak Ilang, Ya Salam dan Gending Sriwijaya Rumah Adat Melayu Palembang adalah Rumah Limas dan Rumah Rakit Selain itu Kota Palembang menyimpan salah satu jenis tekstil terbaik di dunia yaitu kain songket. Kain songket Palembang merupakan salah satu peninggalan Kedatuan Sriwijaya dan di antara keluarga kain tenun tangan kain ini sering disebut sebagai Ratunya Kain. Hingga saat ini kain songket masih dibuat dengan cara ditenun secara manual dan menggunakan alat tenun tradisional. Sejak zaman dahulu kain songket telah digunakan sebagai pakaian adat kerajaan. Warna yang lazim digunakan kain songket adalah warna emas dan merah. Kedua warna ini melambangkan zaman keemasan Kedatuan Sriwijaya dan pengaruh China pada masa lampau. Material yang dipakai untuk menghasilkan warna emas ini adalah benang emas yang didatangkan langsung dari Tiongkok, Jepang, dan Thailand. Benang emas inilah yang membuat harga kain songket melambung tinggi dan menjadikannya sebagai salah satu tekstil terbaik di dunia. Selain kain songket, saat ini masyarakat Palembang tengah giat mengembangkan jenis tekstil baru yang disebut batik Palembang. Berbeda dengan batik Jawa, batik Palembang tampak lebih ceria karena menggunakan warna–warna terang dan masih mempertahankan motif–motif tradisional setempat. Kota Palembang juga selalu mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain "Festival Sriwijaya" setiap bulan Juni dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Palembang, Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan, serta berbagai festival memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadan dan Tahun Baru Masehi. Makanan khas Kota ini memiliki komunitas Tionghoa cukup besar. Makanan seperti pempek atau tekwan yang terbuat dari ikan. Pempek, makanan khas Melayu Palembang yang telah terkenal di seluruh Indonesia. Dengan menggunakan bahan dasar utama daging ikan dan sagu, masyarakat Palembang telah berhasil mengembangkan bahan dasar tersebut menjadi beragam jenis pempek dengan memvariasikan isian maupun bahan tambahan lain seperti telur ayam, kulit ikan, maupun tahu pada bahan dasar tersebut. Ragam jenis pempek yang terdapat di Palembang antara lain pempek kapal selam, pempek lenjer, pempek keriting, pempek adaan, pempek kulit, pempek tahu, pempek pistel, pempek udang, pempek lenggang, pempek panggang, pempek belah dan pempek otak–otak. Sebagai pelengkap menyantap pempek, masyarakat Palembang biasa menambahkan saus kental berwarna kehitaman yang terbuat dari rebusan gula merah, cabe dan udang kering yang oleh masyarakat setempat disebut "cuko". Tekwan, makanan khas Melayu Palembang dengan tampilan mirip sup ikan berbahan dasar daging ikan dan sagu yang dibentuk kecil–kecil mirip bakso ikan yang kemudian ditambahkan kaldu udang sebagai kuah, serta soun dan jamur kuping sebagai pelengkap. Model, mirip tekwan tetapi bahan dasar daging ikan dan sagu dibentuk menyerupai pempek tahu kemudian dipotong kecil kecil dan ditambah kaldu udang sebagai kuah serta soun sebagai pelengkap. Ada 2 jenis model, yakni Model Ikan (Model Iwak) dan Model Gandum (Model Gendum). Laksan, berbahan dasar pempek lenjer tebal, dipotong melintang dan kemudian disiram kuah santan pedas. Celimpungan, mirip laksan, hanya saja adonan pempek dibentuk mirip tekwan yang lebih besar dan disiram kuah santan. Mie Celor, berbahan dasar mie kuning dengan ukuran agak besar mirip mie soba dari Jepang, disiram dengan kuah kental kaldu udang dan daging udang. Burgo, berbahan dasar tepung beras dan tepung sagu yang dibentuk mirip dadar gulung yang kemudian diiris, dinikmati dengan kuah santan. Lakso, berbahan dasar tepung beras, mirip Burgo, namun bertekstur mie. Martabak HAR,adalah makanan Khas dari India yang di bawah oleh Haji Abdul Razak. Berbahan dasar tepung terigu, yang diberi telur bebek dan telur ayam,kuahnya berbahan kari kambing yang dicampur kentang. Pindang Patin, salah satu makanan khas Melayu Palembang yang berbahan dasar daging ikan patin yang direbus dengan bumbu pedas dan biasanya ditambahkan irisan buah nanas untuk memberikan rasa segar. Nikmat disantap dengan nasi putih hangat, rasanya gurih, pedas dan segar. Pindang Tulang, berbahan dasar tulang sapi dengan sedikit daging yang masih menempel dan sumsum di dalam tulang, direbus dengan bumbu pedas, sama halnya dengan pindang patin, makanan ini nikmat disantap sebagai lauk dengan nasi putih hangat. Malbi, mirip rendang, hanya rasanya agak manis, berkuah dan gurih. Tempoyak, makanan khas Melayu Palembang yang berbahan dasar daging durian yang difermentasi setelah itu ditumis beserta irisan cabai dan bawang, bentuknya seperti saus dan biasa disantap sebagai pelengkap makanan, rasanya unik dan gurih. Otak-otak, varian pempek yang telah tersebar di seluruh Indonesia, berbahan dasar mirip pempek yang dicocol dengan kuah santan dan kemudian dibungkus daun pisang, dimasak dengan cara dipanggang di atas bara api dan biasa disantap dengan saus cabai / kacang. Kemplang, berbahan dasar pempek lenjer, diiris tipis dan kemudian dijemur hingga kering. Setelah kering kemplang dapat dimasak dengan cara digoreng atau dipanggang hingga mengembang. Kerupuk, mirip kemplang, hanya saja adonan dibentuk melingkar, dijemur, kemudian digoreng. Kue Maksubah, kue khas Melayu Palembang yang berbahan dasar utama telur bebek dan susu kental manis. Dalam pembuatannya telur yang dibutuhkan dapat mencapai sekitar 28 butir. Adonan kemudian diolah mirip adonan kue lapis. Rasanya enak, manis dan legit. Kue ini dipercaya sebagai salah satu sajian istana Kesultanan Palembang yang sering kali disajikan sebagai sajian untuk tamu kehormatan. Namun saat ini kue maksubah dapat ditemukan di seluruh Palembang dan sering disajikan saat hari raya. Kue Delapan Jam dengan adonan mirip kue maksubah, kue ini sesuai dengan namanya karena dalam proses pembuatannya membutuhkan waktu delapan jam. Kue khas Melayu Palembang ini juga sering disajikan sebagai sajian untuk tamu kehormatan dan sering disajikan pada hari raya. Kue Srikayo berbahan dasar utama telur dan daun pandan, berbentuk mirip puding. Kue berwarna hijau ini biasanya disantap dengan ketan dan memiliki rasa manis dan legit. Olahraga Stadion Gelora Sriwijaya dibangun dalam rangka penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional XVI pada tahun 2004. Stadion ini terletak di daerah Jakabaring, di bagian selatan Palembang. Bentuk dari stadion diilhami dari bentuk layar perahu terkembang dan diberi nama berdasarkan kebesaran Kedatuan Sriwijaya yang berpusat di Palembang pada masa lampau. Di stadion berkapasitas 40.000 tempat duduk ini pernah digelar dua pertandingan dalam lanjutan Piala Asia AFC 2007, yaitu babak penyisihan grup D antara dan serta perebutan tempat ke-tiga antara dengan . Palembang bersama Jakarta menjadi tuan rumah SEA Games 2011, yang diselenggarakan pada 11-22 November 2011. Dengan merehabilitasi venue eks Pekan Olahraga Nasional XVI dan membangun Wisma Atlet, Venue tambahan seperti lapangan Atletik, Aquatic Center, Volley Beach, Ski Air, Panjat Tebing dan Lapangan Tembak terbesar se-Asia yang digunakan untuk SEA Games 2011. Pada tahun 2018, hanya kota Palembang yang terpilih sebagai kota pendukung Jakarta dalam menyelenggarakan Asian Games 2018. Terpilihnya Palembang sebagai tuan rumah pendamping karena pengalaman Palembang dalam menyelenggarakan pesta Olahraga baik tingkat nasional maupun internasional dan juga adanya fasilitas kompleks olahraga Jakabaring Sport City yang sering digunakan dalam perhelatan pesta olahraga. Pada 2021, Palembang dan lima kota lainnya akan menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan Piala Dunia U-20 FIFA 2021; renovasi stadion Jakabaring dan stadion pendukung lainnya dilakukan untuk mempersiapkan Piala Dunia U-20. Selain itu, stadion ini merupakan homebase bagi klub sepak bola Palembang, Sriwijaya Football Club Sriwijaya FC yang merupakan klub sepak bola kebanggaan masyarakat Palembang. Kota Palembang juga memiliki sebuah klub bola voli bernama Palembang Bank SUMSELBABEL, yang mewakili Indonesia dalam Men's Club Asian Volleyball Championship 2011 di GOR PSCC Palembang. Pendidikan Perguruan Tinggi Kota Palembang memiliki beberapa perguruan tinggi di antaranya Universitas Sriwijaya di Bukit Besar, walaupun kampus utamanya yang memiliki luas 712 ha berada pada kawasan Inderalaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. saat ini menempati urutan ke-15 Universitas Terbaik di Indonesia versi Webometrics Juli 2010. Peringkat Universitas Sriwijaya dalam pemeringkatan World Class University versi Webometrics terus mengalami peningkatan sejak edisi Januari 2009 (peringkat ke-37), edisi Juli 2009 (peringkat ke-29) dan edisi Juli 2010 (peringkat ke-15). Untuk wilayah sumatera, Universitas Sriwijaya menempati peringkat ke-1 yang kemudian diikuti oleh Universitas Andalas (Unand), Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas Riau (Unri). UIN Raden Fatah Palembang, Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri di Palembang. BPPTD Palembang (Program Diploma III Lalu Lintas Angkutan Sungai Danau Penyeberangan) Politeknik Negeri Sriwijaya Dahulunya bernama Politeknik Universitas Sriwijaya Politekhnik Kesehatan Palembang Sekolah Jurnalisme Indonesia Universitas Sriwijaya Universitas Bina Darma Universitas Bina Nusantara - Unit Sumber Belajar Jarak Jauh Universitas Indo Global Mandiri Universitas Muhammadiyah Palembang Universitas Palembang Universitas Syahyakirty Universitas IBA Universitas Taman Siswa Universitas PGRI Universitas Kader Bangsa Universitas Tridinanti Universitas Terbuka Universitas Bina Husada STBA Methodist Palembang STMIK GI MDP STMIK PalComTech Palembang Universitas Katolik Musi Charitas STISIPOL Chandradimuka Palembang Politeknik Akamigas Palembang AMIK Sigma Akademi Keuangan dan Perbankan Mulia Darma Palembang Akademi Kesehatan Lingkungan Palembang STIE Abdi Nusa Palembang STIKes Muhammadiyah Palembang STIKes Aisyiyah Palembang Politeknik Pariwisata Palembang Kesehatan Rumah sakit Transportasi Warga Palembang banyak menggunakan bus dan angkutan kota sebagai sarana transportasi. Selain menggunakan bus dan angkot, moda transportasi taksi juga banyak digunakan masyarakat. Terdapat beberapa perusahaan taksi yang beroperasi di penjuru kota. Selain taksi dan angkutan kota di Palembang dapat ditemukan bajaj yang berperan sebagai angkutan perumahan, di mana setiap bajaj memiliki kode warna tertentu yang hanya boleh beroperasi di wilayah tertentu di kota Palembang. Sebagai sebuah kota yang dilalui oleh beberapa sungai besar, masyarakat Palembang juga mengenal angkutan air, yang disebut ketek. Ketek ini melayani penyeberangan sungai melalui berbagai dermaga di sepanjang Sungai Musi, Ogan dan Komering. telah dibuka jalur kereta komuter yang diperuntukkan bagi mahasiswa Universitas Sriwijaya yang melayani jalur Kertapati-Indralaya. Selain itu, pada awal tahun 2010 rute angkutan kota dan bus kota di beberapa bagian kota akan digantikan oleh kendaraan umum baru berupa bus Trans Musi yang serupa dengan bus Trans Jakarta di Jakarta. Hal ini akan terus dilakukan secara bertahap di bagian kota lainnya dengan tujuan untuk mengurangi jumlah kendaraan umum di Palembang yang semakin banyak dan tidak terkendali jumlahnya serta mengurangi kemacetan karena kendaraan ini memiliki jalur laju khusus yang terpisah dari kendaraan lainnya. Sejak Desember 2015, Palembang sedang membangun kereta api ringan dari Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II ke Jakabaring sebagai persiapan menyambut Asian Games 2018. Palembang memiliki sebuah Bandar Udara Internasional yaitu Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II). Bandara ini terletak di barat laut Palembang, melayani baik penerbangan domestik maupun internasional. Bandara ini juga menjadi embarkasi haji bagi warga Sumatera Selatan. Penerbangan domestik melayani jalur Palembang ke Jakarta, Bandung, Batam, Pangkal Pinang dan kota-kota lainnya, sedangkan penerbangan internasional melayani Singapura, Kuala Lumpur, Malaka, Hongkong, China dan Thailand. Palembang juga memiliki tiga pelabuhan utama yaitu Boom Baru, Pelabuhan 36 Ilir dan Pelabuhan Tanjung Api Api. Ketiga pelabuhan ini melayani pengangkutan penumpang menggunakan ferry ke Muntok (Bangka) dan Batam. Saat ini sedang dibangun pelabuhan Tanjung Api Api yang melayani pengangkutan penumpang dan barang masuk serta keluar Sumatera Selatan. Selain itu Palembang juga memiliki Stasiun Kertapati yang terletak di tepi sungai Ogan, Kertapati. Stasiun ini menghubungkan wilayah Palembang dengan Bandar Lampung, Tanjung Enim, Lahat, dan Lubuklinggau Kota kembar Sebagai kota metropolitan di Indonesia, Pemerintah Kota Palembang juga bekerjasama dengan kota-kota lainnya di dunia sehingga terjalinnya hubungan budaya dan kontak sosial antarpenduduk. Berikut ini kota-kota kembar yang menjalin kerjasama dengan Palembang. Oblast Moskwa, Rusia Neiva, Kolombia Venesia, Italia Lihat pula Bahasa Melayu Palembang Daftar Tokoh Kelahiran Palembang Sungai Musi Benteng Kuto Besak Kedatuan Sriwijaya Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II Stadion Gelora Sriwijaya Sriwijaya FC Sultan Mahmud Badaruddin II Referensi Pranala luar Situs Kodam II Sriwijaya Situs Sultan Palembang Situs Kantor Berita Indonesia ANTARA Sumatera Selatan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Sumatera Selatan Palembang Palembang Palembang
4034
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Muara%20Enim
Kabupaten Muara Enim
Muara Enim (Surat Ulu: Jawi: موارا آنيم) adalah kabupaten di provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Kota Muara Enim, Muara Enim. Salah satu perusahan tambang batu bara PT Bukit Asam berada di kabupaten ini, tepatnya di Kelurahan Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul. Jumlah penduduk Kabupaten Muara Enim sebanyak 612.900 jiwa. Geografi Secara geografis posisi Kabupaten Muara Enim terletak antara 4° sampai 6° Lintang Selatan dan 104° sampai 106° Bujur Timur. Kabupaten Muara Enim merupakan daerah agraris dengan luas wilayah 7.483,06 km², terdiri atas 22 kecamatan, 246 desa, dan 10 kelurahan. Bumi Serasan Sekundang memiliki batas wilayah: Batas Wilayah Berikut adalah Kondisi topografi daerah cukup beragam, daerah dataran tinggi di bagian barat daya, merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan, meliputi Kecamatan Semende Darat Laut, Semende Darat Ulu, Semende darat Tengah dan Kecamatan Tanjung Agung. Daerah dataran rendah, berada di bagian tengah (Muara Enim, Ujan Mas, Benakat, Gunung Megang, Rambang Dangku, Rambang, Lubai) terus ke utara–timur laut, terdapat daerah rawa yang berhadapan langsung dengan daerah aliran Sungai Musi, meliputi Kecamatan Gelumbang, Sungai Rotan, dan Muara Belida. Pemerintahan Pada awal terbentuknya, Kabupaten Muara Enim bernama Kabupaten Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT). Terbentuknya Kabupaten Muara Enim berawal dari panitia Sembilan sebagai realisasi surat Keputusan Bupati Daerah Kabupaten Lematang Ilir Ogan Tengah tanggal 20 November 1946, hasil karya panitia tersebut disimpulkan dalam bentuk laporan yang terdiri dari 10 bab, dangan judul Naskah Hari Jadi Kabupaten Lematang Ilir Ogan Tengah dan telah dikukuhkan dengan surat keputusan Bupati Kepala Daerah Kabupaten Lematang Ilir Ogan Tengah tanggal 14 Juni 1972 No. 47/Deshuk/1972. Tanggal 20 November tersebut kemudian menjadi dasar hari jadi Kabupaten Muara Enim. Namun, dasar hukum pembentukan Kabupaten Muara Enim juga tertuang dalam Undang-undang nomor 28 tahun 1959, tanggal 26 Juni 1959. Kabupaten Muara Enim sebelumnya terdiri dari 22 kecamatan kemudian pada tahun 2012 bertambah tiga kecamatan, yaitu Belimbing, Belida Darat, dan Lubai Ulu, sehingga menjadi 25 kecamatan, dan menjadi 20 kecamatan sejak keluarnya UU Nomor 7 Tahun 2013, di mana lima kecamatan dalam kabupaten ini, yaitu Talang Ubi, Penukal Utara, Penukal, Abab, dan Tanah Abang, bergabung membentuk kabupaten sendiri yaitu Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, serta terakhir menjadi 22 kecamatan dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 10 Tahun 2018. Daftar Bupati 2019- Juarsah (Plh), (Plt),–2020, 2021 2021- Dr. H. Nasrun Umar, S.H., M.M. (Plh) kemudian (Pj) 2022- Kurniawan, A.P., M.Si. (Plh) kemudian (Pj) 2023- Ahmad Usmarwi Kaffah, S.H., LL.M. (Bham), LL.M. (Abdn), Ph.D. (Plt) 2023- Dr. H. Ahmad Rizali, M.A. (Pj) Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, jumlah penduduk kabupaten ini sebanyak 716.676 jiwa. Kemudian pada Sensus Penduduk Indonesia 2020, penduduk Muara Enim menjadi 6152.900 jiwa, dengan kepadatan 82 jiwa/km. Jumlah penduduk terbanyak berada di kecamatan Muara Enim (73.550 jiwa) dan Lawang Kidul (72.120 jiwa), sementara penduduk lebih sedikit berada di kecamatan Muara Belida (7.940 jiwa). Kepadatan penduduk tertingi ada di Kecamatan Muara Enim yaitu 308 penduduk per kilometer persegi, dikuti Kecamatan Lawang Kidul sebanyak 169 penduduk dan Kecamatan Sungai Rotan sebanyak 103 penduduk. Namun sebaran penduduk menurut kecamatan di wilayah Kabupaten Muara Enim tidak merata. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Lawang Kidul (64.180) dan Muara Enim (62.851). Sementara kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Muara Belida (7.750) dan Kelekar (9.574 persen). Mayoritas penduduk Kabupaten Muara Enim, memeluk agama Islam, yang umumnya dianut oleh penduduk asli setempat, seperti Suku Melayu Lematang, Melayu Rambang, Lubai, Melayu Enim, Melayu Semende, Belide kemudian Jawa, Sunda dan lainnya Serta Mayoritas Penduduk Kabupaten Muara Enim memeluk agama Kristen (Protestan dan Katolik) dianut Suku Batak (Batak Angkola dan Batak Toba) Sebagian Suku Jawa dan beragama Hindu dan Budha dianut Suku Bali (Khusus beragama Hindu) dan Suku Tionghoa (Khusus beragama Buddha). Adapun besaran penduduk Kabupaten Muara Enim menurut agama yang dianut yakni Islam sebanyak 96,34%. Kemudian Kekristenan sebanyak 1,71%, dengan rincian Protestan sebanyak 1,20% dan Katolik sebanyak 0,51%. Sebagian lagi menganut agama Buddha sebanyak 1,63% Hindu sebanyak 0,30% Konghucu dan Kepercayaan sebanyak 0,01%. Sara rumah ibadah, terdapat 812 masjid, 499 mushala, 9 gereja Protestan, 6 gereja Katolik, 6 vihara dan 3 pura. Pendidikan Data sarana pendidikan pada semua jenjang pendidikan pada tahun 2010 adalah jumlah sekolah TK sebanyak 110 atau bertambah 23,6 persen dibanding tahun 2009. Jumlah sekolah dasar dan MI sebanyak 507 atau meningkat 2,01 persen. Pada tingkat SLTP/MTs terdapat 153 sekolah atau meningkat 12,5 persen. Sedangkan Sekolah SMU/SMK/MA pada tahun ini menjadi 78 atau meningkat 5,4 persen. Kesehatan Pada tahun 2010 di Kabupaten Muara Enim telah terdapat 3 buah rumah sakit, 24 unit puskesmas dan 107 unit puskesmas pembantu. Sementara untuk jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Muara Enim seluruhnya sebanyak 1.872 orang dengan rincian 101 dokter, 13 Apoteker, 185 Sarjana Kesehatan, 804 tenaga keperawatan, 571 Bidan, dan 198 Non Medis. Ekonomi Kabupaten Muara Enim mengandalkan pertanian terutama perkebunan dalam mendorong perekonomiannya. Hal ini terlihat dari besarnya luas lahan yang digunakan untuk perkebunan. Lahan yang ada di Kabupaten Muara Enim umumnya merupakan lahan bukan sawah yaitu sekitar 96,19 persen dan sisanya merupakan lahan sawah. Sektor pertambangan juga berperan cukup besar dalam perekonomian Kabupaten Muara Enim, baik komposisi dengan migas maupun tanpa migas. Dalam komposisi dengan migas, peranan dominan sektor pertambangan dibentuk oleh dominasi produk minyak dan gas bumi, sementara dalam komposisi tanpa migas, sumbangan batubara masih cukup dominan. Jumlah produksi batubara tahun 2010 tercatat sebanyak 11.948.767 ton atau naik 3,54 persen dari tahun lalu yang mencapai 11.540.720 ton. Walaupun produksi briket batubara turun 88,64 persen dibanding tahun sebelumnya. Pelayanan umum PLTU Tanjung Enim merupakan pembangkit listrik yang berada di Kabupaten Muara Enim, tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lokal tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di wilayah Sumatra bagian selatan yang dihubungkan melalui jaringan transmisi interkoneksi Sumatra bagian selatan. Daya terpasang pembangkit listrik PLTU Tanjung Enim mencapai 260.000 kW dengan tenaga listrik yang dibangkitkan mencapai 1.753.805 MWh. Lihat pula Semende Muara Enim Referensi Pranala luar Muara Enim Muara Enim
4035
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Musi%20Banyuasin
Kabupaten Musi Banyuasin
Musi Banyuasin (abjad Jawi: موسي باڽوأسين) adalah kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia dan beribu kota di Sekayu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah ±14.265,96 km² yang terbentang pada lokasi 1,3°–4° LS, 103°–105° BT. Bupati Kabupaten Musi Banyuasin saat ini adalah Apriyadi yang menggantikan Beni Hernedi pada tanggal 30 Mei 2022. Kabupaten ini bermotto dan memiliki semboyan pembangunan Kota Randik ("Rapi, Aman, Damai, Indah, dan Kenangan"). Jumlah penduduk kabupaten ini pada tahun 2018 berjumlah 638.625 jiwa (BPS 2019). Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Setelah 27 Desember 2017 sebanyak 15 kecamatan menjadi wilayah Muba. Namun Kecamatan Jirak Jaya belum dimasukkan sebagai Daerah Pemilihan pada Pemilu 2019. Demografi Bedasarkan Hasil Pencacahan Sensus Penduduk 2010, Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin Berjumlah 561.458 jiwa yang terdiri atas 288.450 jiwa laki-laki dan 273.008 jiwa perempuan. Dengan Luas wilayah 14.265,96 kilometer persegi tersebut berarti dapat disimpulkan kepadatan penduduk Kabupaten Musi Banyuasin lebih kurang 39,43 jiwa per kilometer persegi. Sensus Penduduk 2020 yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Musi Banyuasin menyatakan bahwa Jumlah Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin pada bulan September tahun 2020 berjumlah 622.206 jiwa yang terdiri atas 320.561 laki-laki dan 301.645 perempuan. Demografi tersebut sebanyak 27,67% Generasi Milenial, 29,24% Generasi Z, 20,07% Generasi X, 8,99% Generasi Boomer. Usia produktif sebanyak 60,80% berarti banyak tenaga kerja yang tersedia. Berikut adalah penduduk Kabupaten Musi Banyuasin per Kecamatan: Tokoh penting Alex Noerdin, Gubernur Sumsel periode 2008–2018 Referensi Pranala luar Musi Banyuasin Musi Banyuasin
4036
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Musi%20Rawas
Kabupaten Musi Rawas
Musi Rawas (Surat Ulu: , Jawi: كابوڤاتين موسي راواس) adalah kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Kabupaten ini beribu kota di Muara Beliti; sebelumnya beribu kota di Kota Lubuklinggau sebelum akhirnya mekar menjadi kota tersendiri pada 2005. Sejarah Awalnya Kabupaten Musi Rawas termasuk dalam wilayah keresidenan Palembang (1825-1966). Hal ini diawali oleh jatuhnya Kesultanan Palembang dan perlawanan Benteng Jati serta Enam Pasirah dari Pasemah Lebar ke tangan pemerintah Belanda. Sejak Saat itu Belanda mengadakan ekspansi da penyusunan pemerintahan terhadap daerah ulu Palembang yang berhasil dikuasainya. Sistim yang dipakai adalah Dekonsentrasi. Kemudian Keresidenan Palembang dibagi atas wilaya binaan (Afdeling), yaitu: Afdeling Banyu Asin en Kubustreken, ibu kotanya Palembang. Afdeling Palembangsche Beneden Landen, ibu kotanya Baturaja. Afdeling Palembangsche Boven Landen, ibu kotanya Lahat. Afdeling Palembangsche Boven Landen dibagi dalam beberapa Onder Afdeling (Oafd): Oafd Lematang Ulu, ibu kotanya Lahat. Oafd Tanah Pasemah, ibu kotanya Bandar. Oafd Lematang Ilir, ibu kotanya Muara Enim. Oafd Tebing Tinggi Empat Lawang, ibu kotanya Tebing Tinggi. Oafd Musi Ulu, ibu kotanya Muara Beliti. Oafd Rawas ibu kotanya Surulangun Rawas. Setiap Afdeling dikepalai oleh Asistent Residen yang membawahai Onder Afdeling yang dikepalai Controleur (Kontrolir). Setiap Onder Afdeling juga membawahi Onder Distric dengan Demang sebagai pimpinannya. Musi Rawas berada pada Afdeling Palembangsche Boven Landen. Pada Tahun 1907, Onder Distric Muara Beliti dan Muara Kelingi diintegrasikan kedalam satu Onder Afdeling yakni Onder Afdeling Musi Ulu. Tahun 1933, jaringan kereta api Palembang-Lahat-Lubuk Linggau (dibuat antara tahun 1928-1933) dibuka pemerintah Belanda. Hal ini menyebabkan dipindahkan Ibu Kota Oafd Musi Ulu, Muara Beliti ke Lubuk Linggau, yang menjadi cikal bakal ibu kota Kabupaten Musi Rawas. Pada tanggal 17 Februari 1942, kota Lubuk Linggau diduduki Jepang dan Kepala Oafd Musi Ulu Controleur De Mey serta Aspirant Controleur Ten Kate menyerahkan jabatannya kepada Jepang pada tanggal 20 April 1943. Jepang mengadakan perubahan instansi dan jabatan ke dalam bahasa Jepang. Perubahan inilah yang menjadi titik tolak Hari Jadi Kabupaten Musi Rawas. Perubahan Nama tersebut antara lain Onder Afdeling Musi Ulu diganti dengan Nama Musi Kami Gun dipimpin Gunce (Guntuyo). Sedangkan Oafd Rawas diganti menjadi Rawas Gun. Keadaan Alam Secara umum, wilayah Kabupaten Musi Rawas memiliki topografi yang beragam, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Ketinggian wilayah kabupaten ini berkisar antara 25- 1000 meter di atas permukaan laut. Keadaan tanah di Kabupaten Musi Rawas secara umum cocok untuk perkebunan, khususnya perkebunan karet. Hal ini sangat mendukung perekonomian masyarakatnya yang banyak menggantungkan penghidupan pada perkebunan. Keadaan tanah di Kabupaten Musi Rawas terbagi atas beberapa jenis, antara lain jenis aluvial, litosol, asosiasi latisol, regosol, podsolik, dan asosiasi podsolik. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Galeri Referensi Pranala luar Musi Rawas Musi Rawas
4037
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Ogan%20Komering%20Ilir
Kabupaten Ogan Komering Ilir
Ogan Komering Ilir (OKI) adalah kabupaten di Sumatera Selatan, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas 19.023,47 km² dan berpenduduk sekitar 731.721 jiwa. Ibu kotanya adalah Kecamatan Kayu Agung. Pada tahun 2020, kabupaten ini memiliki 18 Kecamatan yang terdiri atas 314 desa beserta 13 kelurahan. Iklim di Kayu Agung, ibu kota Kabupaten Ogan Komering Ilir tergolong tropik basah dengan curah hujan rerata tahunan > 2.500 mm/tahun dan jumlah hari hujan dan hari hujan rata-rata > 116 hari/tahun. Musim kemarau umumnya berkisar antara bulan Mei sampai Oktober setiap tahunnya, sedangkan musim penghujan berkisar antara bulan November sampai bulan April. Biasanya terjadi dalam lima tahun, berupa musim penghujan, dengan rata-rata curah hujan lebih kurang 1.000 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan 60 hari/tahun. Di wilayah OKI juga terdapat beberapa pelabuhan yakni, Pelabuhan Sungai Lumpur yang memiliki dua dermaga. Geografis Wilayah Kabupaten Ogan Komering ilir terletak di bagian timur Provinsi Sumatera Selatan, tepatnya antara 104°20’ dan 106°00’ Bujur Timur dan 2°30’ sampai 4°15’ Lintang Selatan, luasnya mencapai 19.023,47 Km². Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan luas wilayah 21.689,54 km² dan kepadatan 1.568 jiwa/km² memiliki 18 kecamatan dan 321 desa/kelurahan terdiri dari 308 desa dan 13 kelurahan. Wilayah yang paling luas adalah Kecamatan Tulung Selapan dengan luas 4.853,40 km². Batas wilayah Secara administrasi berbatasan dengan: Sekitar 75 persen dari luas wilayah Kabupaten OKI merupakan bentangan rawa dan 25 persennya merupakan daratan. Daerah ini dialiri oleh banyak sungai dan memiliki wilayah pantai dan laut. Wilayah pesisir Pantai Timur OKI meliputi Kecamatan Air Sugihan, Tulung Selapan, Cengal dan Kecamatan Sungai Menang. Secara fisiografi datarannya dibedak Fisiologi Secara fisiografis Kabupaten OKI terletak pada bentang alam dataran rendah yang menempati sepanjang Sumatra bagian timur. Wilayah ini sebagian besar memperlihatkan tipologi ekologi rawa, meskipun secara lokal dapat ditemukan dataran kering. Dengan demikian wilayah OKI dapat dibedakan menjadi dataran lahan basah dengan topografi rendah dan dataran lahan kering yang memperlihatkan topografi lebih tinggi. Daerah lahan basah hampir meliputi 75 % wilayah OKI dan dapat dijumpai di kawasan sebelah timur seperti Kecamatan Air Sugihan, Tulung Selapan, Cengal, dan Kecamatan Sungai Menang. Sedangkan lahan kering terdapat di wilayah dengan topografi bergelombang, yaitu di Kecamatan Mesuji Makmur, Lempuing dan Kecamatan Lempuing Jaya. Kabupaten Ogan Komering Ilir memiliki tofografi lembah, datar sampai bergelombang dengan ketinggian 8 meter sampai 45 meter di atas permukaan air laut. Lokasi tertinggi berada kecamatan Mesuji Makmur, dengan titik ketinggian sekitar 45 meter dpal, sedangkan daerah terendah terletak di kawasan timur yang termasuk di wilayah Kecamatan Air Sugihan, dengan rata-rata ketinggian sekitar 8 meter dpal. Berdasarkan tingkat kemiringan, wilayah Kabupaten OKI dapat dibedakan menjadi daerah dengan topografi datar sampai landai dengan tingkat kemiringan antara 0 – 2 %, dan daerah dengan topografi bergelombang dengan tingkat kemiringan berkisar antara 2 – 15 %. Sebagian besar daerah OKI merupakan daerah datar sampai landai, sedangkan daerah yang bergelombang hanya dijumpai di beberapa lokasi di wilayah Kecamatan Mesuji, Mesuji Makmur dan Kecamatan Pedamaran Timur. Di Kabupaten Ogan Komering Ilir dialiri oleh beberapa sungai besar yaitu sungai Komering yang mengalir mulai dari Kecamatan Tanjung Lubuk, Pedamaran, Kayuagung, Sirah Pulau Padang dan Kecamatan Jejawi serta bermuara di Sungai Musi di Kota Palembang, Sungai Mesuji mengalir dari Kecamatan Mesuji sampai Kecamatan Sungai Menang yang merupakan perbatasan Kabupaten OKI dengan Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung. Sedangkan sungai lainnya antara lain sungai Lempuing, Air Sugihan, Sungai Jeruju, Sungai Riding, Sungai Lebong Hitam, Sungai Lumpur, dan Sungai Jeruju. Danau Teluk Gelam merupakan potensi sumber penampungan air, sarana olahraga air dan objek wisata. Disamping itu juga terdapat lebak yang luas dan dalam yaitu lebak teleko di Kecamatan Kota Kayuagung, lebak Danau Rasau di Kecamatan Pedamaran, lebak Deling di Kecamatan Pangkalan Lampam, dan lebak Air Itam di Kecamatan Pedamaran. Iklim Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan daerah yang mempunyai iklim Tropis Basah (Type B) dengan musim kemarau berkisar antara bulan April sampai dengan bulan September, sedangkan musim hujan berkisar antara bulan Oktober sampai dengan Maret. Curah hujan 5 tahun terakhir rata-rata per bulan terendah 118 mm pada bulan Agustus dan September 2011, atau rata-rata per tahun adalah 2.600–2.900 mm dan rata-rata hari hujan lebih dari 160 hari per tahun. Suhu udara harian berkisar antara 21 °C terendah pada malam hari sampai 36 °C tertinggi pada siang hari. Kelembaban udara harian berkisar antara 69 % sampai 98 %. Iklim di Kayu Agung, Ibu Kota Kabupaten Ogan Komering Ilir tergolong dalam Tropik Basah dengan curah hujan rerata tahunan ≥2.500 mm per tahun dan jumlah hari hujan dan hari hujan rata-rata ≥150 hari/tahun. Musim kemarau umumnya berkisar antara bulan April sampai September setiap tahunnya, sedangkan musim penghujan berkisar antara bulan Oktober sampai bulan Maret. Penyimpangan musim biasanya terjadi sekali dalam lima tahun, berupa musim kemarau yang lebih panjang dari musim penghujan, dengan rata – rata curah hujan kurang dari 1.900 mm per tahun dengan rata-rata hari hujan 60 hari per tahun. Hidrologi Berdasarkan daerah Aliran Sungai (DAS), wilayah OKI dapat dibedakan menjadi tiga sistem yaitu DAS Musi yang meliputi sub DAS Komering dan arah aliran ke Sungai Musi, DAS Bulurarinding yang meliputi Sub DAS Sugihan dengan sungai utama Sugihan, Batang dengan sungai utama Sungai Batang, Riding dengan sungai utama Sungai Batang, Lebong Hitam dengan sungai utama Sungai Lebong Hitam, Lumpur dengan sungai utama Sungai Lumpur, Jeruju dengan sungai utama Sungai Jeruju. Arah aliran ke Selat Bangka dan Laut Jawa, dan DAS Mesuji yang meliputi Sub DAS Mesuji Hulu, Padang Mas Hitam dan Mesuji dengan sungai utama Sungai Mesuji. Sub DAS Komering mencakup wilayah Kecamatan Mesuji Makmur bagian barat, Lempuing, Tanjung Lubuk, Lempuing Jaya, Teluk Gelam, Kota Kayuagung, Pampangan bagian utara, SP Padang, dan Kecamatan Jejawi. Sungai –sungai yang membentuk Sub DAS Sugihan dan Sub DAS Batang mengaliri wilayah Kecamatan Air Sugihan; sedangkan Sub DAS Riding dan Sub DAS Lebong Hitam meliputi wilayah Kecamatam Tulung Selapan dan Sub DAS Jeruju berkembang di wilayah Kecamatan Cengal dan sebagian di Kecamatan Sungai Menang. Disamping sistem sungai, di wilayah OKI banyak terdapat danau, di antara yang cukup besar adalah Danau Deling di Kecamatan Pangkalan Lampam, Danau Air Nilang di Kecamatan Pedamaran, Danau Teluk Gelam yang saat ini sudah dikembangkan menjadi salah objek tujuan wisata di Kabupaten OKI dan Teloko di Kota kayuagung. Disamping sungai dan danau, dalam sistem hidrologi di Kabupaten OKI terdapat lebak, yang kuantitas airnya sangat tergantung dengan musim. Pada masa musim kemarau airnya kering, dan saat musim hujan terendam air. Di dalam sistem lebak ini terdapat bagian yang dalam dan tidak pernah kering airnya, yang di masyarakat Kabupaten OKI dikenal dengan istilah Lebak Lebung. Biasanya kawasan lebak lebung ini memiliki sumberdaya ikan yang besar dan potensial untuk dikembangkan untuk kawasan budidaya perikanan air tawar Tanah Jenis tanah di wilayah OKI meliputi beberapa jenis mulai dari glei humus dan organosol, latosol, litosol, podsolik, alluvial hidromorf, sampai hidromorf. Sedangkan jenis tanah yang paling dominan agihannya adalah glei humus dan organosol yang berasosiasi dengan air. Litosol dan podsolik. Tanah glei humus dan organosol (+ air) tersebar luas terutama di wilayah Kecamatan Air Sugihan dan Tulung Selapan. Jenis tanah ini merupakan endapan rawa. Untuk jenis latosol dijumpai di kecamatan Pampangan dan Pedamaran. Di daerah ini Latosol berwarna coklat kemerahan. Seri tanah Podsolik dan hidromorf dapat di jumpai agihannya di Kecamatan Mesuji, Mesuji Makmur dan Mesuji Raya. Secara umum jenis tanah memperlihatkan warna coklat. Jenis tanah yang lain dan tergolong cukup luas agihannya adalah Podsolik berwarna kuning yang dijumpai di kecamatan Sungai Menang. Podsolik berwarna kuning dan hidromorf terdapat di wilayah Kecamatan Lempuing dan Lempuing Jaya, Sedangkan Podsolik berwarna coklat kekuningan di jumpai di kecamatan Cengal. Selain Podsolik di kecamatan Cengal terdapat jenis tanah Latosol berwarna Coklat dan Litosol. Untuk seri tanah Latosol yang berwarna merah kekuningan agihannya tidak begitu luas dan terutama tersebar di Kecamatan Pangkalan Lampam. Jenis tanah yang agihannya tidak terlalu luas namun lebih beragam pada umumnya dijumpai di kawasan barat Kabupaten OKI. Di Kecamatan SP Padang dan Jejawi dapat ditemukan jenis tanah litosol dan latosol coklat, serta glei humus dan organosol. Kecamatan Teluk Gelam dan Kayuagung di dominasi oleh glei humus dan organosol, sedangkan Kecamatan Tanjung Lubuk memiliki jenis tanah Alluvial Hidromorf dan Hidromorf Kelabu. Topografi Daerah Topografi Kabupaten OKI secara umum merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 10 mdpl. Lokasi tertinggi berada di daerah Bukit Gajah kecamatan Tulung Selapan, dengan titik ketinggian sekitar 14 mdpal, sedangkan daerah terendah terletak di kawasan timur yang termasyuk di wilayah Kecamatan Tulung Selapan juga, dengan rata-rata ketinggian sekitar 6 mdpal.Berdasarkan tingkat kemiringan, wilayah Kabupaten OKI dapat dibedakan menjadi daerah dengan topografi datar sampai landai dengan tingkat kemiringan antara 0 – 2%, dan daerah dengan topografi bergelombang dengan tingkat kemiringan berkisar antara 2 – 15 %. Sebagian besar daerah OKI merupakan daerah datar sampai landai, sedangkan daerah yang bergelombang hanya dijumpai di beberapa lokasi di wilayah Kecamatan Mesuji. Lempuing dan Kecamatan Lempuing Jaya. Sejarah Era penjajahan Belanda wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) termasuk ke dalam wilayah Keresidenan Sumatera Selatan dan Sub Keresidenan (Afdeeling) Palembang dan Tanah Datar dengan ibu kota Palembang. Afdeeling ini dibagi dalam beberapa onder afdeeling, dan wilayah Kabupaten OKI meliputi wilayah onder afdeeling Komering Ilir dan onder afdeeling Ogan Ilir. Di era kemerdekaan wilayah Kabupaten OKI termasuk dalam Keresidenan Palembang yang meliputi 26 marga. Kemudian pada era ORBA wilayah Kabupaten OKI menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Setelah adanya pembubaran marga, wilayah Kabupaten OKI dibagi menjadi 12 Kecamatan defenitif dan 6 kecamatan perwakilan. Sebelum tahun 2000 Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) memiliki 14 kecamatan defenitif dan 4 kecamatan perwakilan. Keempat kecamatan perwakilan tersebut adalah Kecamatan Rantau Alai dengan Kecamatan Induk Tanjung Raja, Kecamatan Jejawi dengan Kecamatan Induk Sirah Pulau Padang, Kecamatan Pematang Panggang dengan Kecamatan Induk Mesuji dan Kecamatan Cengal dengan Kecamatan Induk Tulung Selapan. Namun semenjak tahun 2001, empat kecamatan perwakilan tersebut disahkan menjadi kecamatan defenitif sehingga jumlah kecamatan di Kabupaten OKI menjadi 18 kecamatan dan meliputi 434 desa dan 13 kelurahan. Dalam perjalanannya, berdasarkan KEPPRES Nomor 37 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Ogan Ilir di Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten OKI dimekarkan menjadi dua kabupaten yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Ogan Ilir yang beribu kota di Inderalaya. Wilayah Kabupaten Ogan Ilir meliputi Kecamatan Inderalaya, Tanjung Raja, Tanjung Batu, Muara Kuang, Rantau Alai dan Kecamatan Pemulutan. Setelah pemekaran ini, wilayah Kabupaten OKI terdiri dari 12 kecamatan, yang meliputi 272 desa dan 11 kelurahan. Selanjutnya, Berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2005, wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir kembali dimekarkan sehingga terbentuk 6 kecamatan baru, yaitu Kecamatan Pangkalan Lampam, Mesuji Makmur, Mesuji Raya, Lempuing Jaya, Teluk Gelam dan Kecamatan Pedamaran Timur. Setelah pemekaran ini Kabupaten Ogan Komering Ilir secara administratif meliputi 18 Kecamatan, 11 kelurahan dan 290 desa. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Dari segi demografi penduduk OKI Pada hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah 727.376 Jiwa yang terdiri atas 373.006 Jiwa Laki-laki, dan 354.370 Jiwa Perempuan, memiliki pertumbuhan penduduk setiap tahunnya sekitar 2,01 persen per tahun, dan tingkat kepadatan sekitar 69 jiwa per km². Sosial Budaya Kabupaten Ogan Komering Ilir terbagi atas beberapa suku bangsa baik suku asli Ogan Komering Ilir maupun pendatang dari Jawa, Bali dan Sunda. Adapun suku asli Penduduk Kabupaten Ogan Komering Ilir terdiri atas: Suku Melayu: meliputi penduduk asli tersebar di Kecamatan Teluk Gelam terkecuali Desa Talang Pangeran, Bumi Harapan, Panca Tunggal Benawa dan Sinar Harapan Mulya dan Mulya Guna. Di Kecamatan Kayuagung terkecuali 11 Kelurahan dan Desa Celikah. Di Kecamatan Pedamaran meliputi Desa Sukadamai, Serinanti dan Sukaraja. Di Kecamatan Tanjung Lubuk meliputi Desa Suka Mulya, sebagian Kecamatan Sirah Pulau Padang, Pampangan, Pangkalan Lampam dan Tulung Selapan. Suku Penesak meliputi penduduk asli Kecamatan Pedamaran tersebar di desa-desa dalam Kecamatan Pedamaran namun tidak termasuk penduduk Sukadamai, Serinanti, Sukaraja, Burnai Timur dan Suka Pulih kemudian di Kecamatan Pedamaran Timur meliputi Desa Kayu Labu, Pulau Geronggang dengan Bahasa Penasak.. Suku Ogan meliputi penduduk asli di Kecamatan Jejawi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kelurahan Tanjung Rancing, Desa Celikah di Kecamatan Kayuagung. Suku Palembang meliputi penduduk asli Desa Talang Pangeran Kecamatan Teluk Gelam dengan susunan penduduk multietnis dengan Bahasa Palembang. Suku Komering/Lampung: meliputi penduduk asli di Kecamatan Tanjung Lubuk terkecuali Desa Suka Mulya, meliputi penduduk asli yang tersebar di 10 Kelurahan Kecamatan Kayuagung, sebagian kecil di Kecamatan Lempung Jaya, Lempuing, Mesuji Raya dan Sungai Menang sehari-hari berbahasa Komering. Suku Pendatang : Jawa, Bali, Madura, Bugis atau Sunda: meliputi penduduk di Kecamatan Lempuing, Lempuing Jaya, Mesuji, Mesuji Raya, Mesuji Makmur, Sungai Menang, 18/19 Desa di Air Sugihan, 5/7 Desa di Pedamaran Timur dan 4/14 Desa di Teluk Gelam, di Tulung Selapan dan 2/14 di Pedamaran. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Jawa, Bali, Bugis, Sunda, atau Madura. Pariwisata Objek Wisata Danau Teluk Gelam Danau Teluk Gelam menawarkan pesona alam yang menawan. Danau yang terletak di pinggir jalan lintas timur Sumatra sekitar 92 km di sebelah tenggara kota Palembang itu airnya cukup tenang. Meski sedikit dipenuhi rumput air, danaunya bisa digunakan untuk olahraga dayung dan jet ski. Di lokasi danau ini, pengunjung bisa berolahraga air, mandi, berenang, memancing, atau sekadar berkeliling. Angin yang berembus semilir menciptakan gelombang-gelombang kecil di permukaan air danau yang bening membuat suasana terasa tenang. Di tengah danau terdapat daratan yang ditumbuhi ribuan pohon Gelam (Melaleuka leucadendron) dengan daun-daunnya yang mungil berwarna hijau muda. Danau ini terletak di Kecamatan Tanjung Lubuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel). Danau Teluk Gelam dapat dicapai melalui jalan lintas timur Sumatra. Dari kota Palembang melalui jalan raya yang menuju ke arah Lampung dengan menggunakan kendaraan pribadi atau carteran. Untuk masuk ke objek wisata, setiap mobil dikenakan retribusi Rp4.000,00 dan sepeda motor Rp2.000,00. Sedangkan untuk setiap pengunjung dihitung per kepala dengan tarif Rp2.000,00 untuk orang dewasa dan Rp1.500,00 untuk anak-anak. Bagi yang ingin hanya sekadar menonton, di tempat ini disediakan tribun untuk penonton. Selain itu, di tempat ini terdapat hotel dan pemandu wisata. Tidak jauh dari Danau Teluk Gelam, terdapat 34 rumah panggung kayu bertipe 45 dan 70 yang dibangun dengan metode knock down (bongkar pasang). Rumah-rumah ini disewakan sehingga bisa untuk menginap atau beristirahat. Suasana rumah masih alami, sehingga pengunjung yang menginap akan merasakan seperti tinggal di perkampungan. Bagi pengunjung yang ingin menyewa jet-ski tarifnya Rp300.000,00 per jam, sedangkan speed boat Rp150.000,00 per jam. Bukit Batu (Bukit Batu dan Legenda Si Pahit Lidah) Bukit Batu atau Batu Gajah merupakan situs budaya yang menjadi destinasi wisata sejarah di Kabupaten OKI. Lokasi wisata di Desa Bukit Batu Kecamatan Pangkalan Lampam ini menawarkan wisata sejarah yang memukau yaitu tentang sosok manusia sakti yang melegenda bagi masyarakat Sumatera Selatan bernama “Serunting Sakti atau Si Pahit lidah”. Menurut kepercayaan masyarakat Sumatera Selatan, Si Pahit Lidah selalu meninggalkan kenangan yang kemudian menjadi sebuah situs atau pembuktian bahwa dia pernah ada di wilayah tersebut. Sampai saat ini situs peninggalan Si Pahit Lidah ini tetap ada dan asri di Desa Bukit Batu Kecamatan Pangkalan Lampam seperti batu lesung, batu pengantin dan batu gajah. Situs ini kerap banyak sekali dikunjungi oleh wisatawan dalam dan luar negeri. Masyarakat setempat menjaga dan memelihara situs-situs ini dan tidak berani mengganggunya karena dipercaya akan membawa malapetaka Rumah Seratus Tiang Rumah Seratus Tiang (Rumah dengan Seratus Tiang Penyangga) Berawal dari Pangeran Rejed suku Rambang yang merantau ke Komering meminangkan putranya seorang puteri dari suku Kayuagung. Dalam adat suku Kayuagung, apabila ingin meminang seorang puterinya harus menempatkan putri pada tempat yang layak. Orang tua Putri yaitu Pangeran Ismail meminta Pangeran Rejed untuk membangun rumah besar yang dibangun dari kayu besi (onglen) dengan tiangnya harus berjumlah seratus tiang dengan kayu serumpun kayu onglen dengan ornamen yang harus semuanya diukir-ukir timbul 3 dimensi maupun ukiran dalam bentuk lukisan. Oleh Pangeran Rejed didatangkanlah arsitek dari Cina dan juga dari Arab untuk membangun rumah tersebut. Konon pembangunan rumah ini tidak selesai dalam waktu sepuluh tahun karena ahli atau arsiteknya tidak kuasa meneruskan dan selalu berganti-ganti. Akhirnya pada tahun 1811 atau pada abad 18, selesailah pembangunan rumah ini dengan seratus tiangnya dan ornamennya meskipun tidak sesuai dengan harapan Pangeran Rejed. Oleh anak Pangeran Rejed rumah tersebut dijadikan sebagai pusat kekuasaan pemerintahan warga Pegagan Ulu Suku I. Hingga saat ini, rumah seratus tiang tetap asri dan sebagaimana adanya. Disebut seratus tiang karena rumah ini benar-benar memiliki seratus tiang penyangga. Rumah bersejarah ini terletak di desa Sugi Waras Kecamatan Teluk Gelam. Penghuni rumah tersebut merupakan turunan ke-tujuh dari Pangeran Rejed. Konon ornamen rumah menurut pengakuan penghuni, belum ada yang berubah kecuali genteng bagian atas yang diganti karena bocor maupun patah. Renovasi yang dilakukan diupayakan tidak mengubah keaslian bentuk semula rumah seratus tiang ini. Pulau Maspari Pulau Maspari adalah sebuah pulau indah yang terletak di Desa Sungai Lumpur Kecamatan Tulung Selapan. Perjalanan menuju Pulau Maspari apabila ditempuh dari Kota Palembang dapat melalui 2 cara. Alternatif pertama yakni menggunakan jalur air yg langsung dari perairan Sungai Musi, tepatnya melalui BKB (Benteng Kuto Besak) atau dermaga dekat Jembatan Musi naik kapal speed dengan motor tempel menelusuri Sungai Musi menuju Upang dan jalur Laut Selat Bangka ke arah Timur Sumatera Selatan langsung menuju Pulau Maspari dalam waktu lebih kurang 6 jam. Alternatif berikutnya yakni melalui jalur darat menyusuri Sungai Lumpur, dari Kota Palembang menuju Kecamatan Tulung Selapan-OKI lebih kurang 2 jam, kemudian disambung dari Kecamatan Tulung Selapan-OKI dengan kapal speed motor tempel langsung menuju Pulau Maspari dengan jarak tempuh lebih kurang 4 jam perjalanan air. Pulau ini menawarkan hamparan pasir putih yang memukau pemandangan yang sangat indah, deburan ombak yang bersahabat, serta kejernihan airnya yang menawan yang merupakan lokasi yang sangat cocok untuk melakukan diving, snorkeling serta berbagai olahraga lainnya. Bagian tereksostis pulau ini, yakni pantai pasir meliuk memanjang yang menyerupaekor ikan pari, bahkan menurut masyarakat setempat bagian ekor ini pada musim tertentu akan berubah-ubah liukannya mengikuti terpaan angin, ombak dan arus yang membawa pasir ke arah tertentu dan membentuk sebuah dataran menyerupai ekor ikan pari. Di Pulau Maspari hidup flora dan fauna laut yang eksotis, di beberapa lokasi terdapat tempat penyu meletakkan telurnya, terdapat ratusan telur dalam lubang yang siap menetas yang dikenal dengan nama tukik dari sejenis penyu sisik yang keberadaannya sangat dilindungi karena sudah cukup langka di muka bumi ini. Konon dari 1.000 butir telur diperkirakan hanya satu ekor saja yang mampu bertahan hingga dewasa, selebihnya banyak mati sebelum mencapai dewasa. Belum lagi karena campur tangan manusia tidak bertanggungjawab yang memburu telur-telur penyu ini bahkan sebelum telur ini sempat menetas. Untuk satu ekor induk penyu sekali bertelur lebih kurang sebanyak 250 butir, artinya kalau untuk 1.000 butir baru bisa didapat dari setidaknya 4 ekor induk. Di atas bukit Pulau Maspari berdiri kokoh rambu suar yang berguna untuk memandu kapal-kapal laut yang lewat melintasi Selat Bangka. Dari arah daratan itulah muncul bunyi yang akan semakin bergema di saat musim kemarau tiba. suara ini berasal dari dataran cukup luas yang mengeluarkan suara “dung, dung, dung” dan terus bergema apalagi jika diinjak sambil menghentakkan kaki lebih keras, maka suaranyapun jadi terdengar lebih keras. Kondisi geografis yang berada sangat jauh dari pemukiman ini membuat Pulau Maspari sangat susah dijangkau oleh sebab itu, Pemerintah Kabupaten OKI terus berupaya mengoptimalkan potensi Surga yang belum terungkap ini. Warisan Budaya Daerah Midang Kayuagung memiliki khasanah budaya yang kuat dan kental. Suku Komering Kayuagung yang mendiami wilayah Kota Kayuagung dan sekitarnya selalu menjunjung tinggi adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari berbagai segi kehidupan seperti kelahiran bayi, pernikahan, sampai kematian diatur dan dituntun oleh adat istiadat budaya setempat. Midang (tradisi arak-arakan yang diiringi musik tradisional seperti tanjidor) merupakan agenda nasional dalam kunjungan wisata lokal maupun mancanegara yang dimiliki Kabupaten OKI khususnya. Tradisi yang telah ada pada abad 17 yang lalu ini berawal dari adanya persyaratan keluarga perempuan dalam menikahkan putra-putri mereka. Sang putri merupakan keluarga dari keturunan orang terpandang pada waktu itu. Sementara calon pengantin laki-laki berasal dari keluarga miskin yang berkepribadian luhur. Persyaratan itu diantaranya pihak calon laki-laki harus menyediakan semacam kereta hias yang dibentuk menyerupai naga yang disebut dengan juli (karena nama pengantin perempuan bernama Juliah). Kereta ini dipergunakan untuk untuk membawa kedua orang tua calon pengantin laki-laki yang bertandang ke rumah pengantin perempuan setelah ijab Kabul; pengantin laki-laki dan perempuan diapit oleh kedua orang tuanya diarak keliling kampung. Berkat keluhuran budi keluarga mempelai laki-laki, semua permintaan keluarga mempelai perempuan ini dapat dipenuhi. Inilah asal muasal budaya Midang yang masih dilestarikan sampai saat ini. Midang dalam perkembangannya sesuai dengan fungsi dan hakekatnya dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu: (1) Midang Begorok yakni arak-arakan yang menjadi bagian prosesi pernikahan yang bersifat besar-besaran, termasuk juga sunatan, ataupun persedekahan lainnya; (2) Midang Bebuke (Midang Lebaran Idul Fitri) yang disebut demikian karena dilakukan untuk memeriahkan hari Raya Idul Fitri tepatnya pada hari ketiga dan keempat Hari Raya idul Fitri. Midang Bebuke ini disebut juga Midang Morge Siwe (Sembilan Marga) karena diikuti oleh seluruh marga yang ada di wilayah karesidenan. Pemerintah Daerah Kabupaten OKI menyikapi tradisi midang sebagai warisan tradisi budaya leluhur yang sangat mahal nilai karakteristiknya. Tradisi ini merupakan aset budaya yang sangat diperhatikan disamping tradisi lainnya di Kabupaten OKI. Kondisi midang sampai saat ini masih sangat lestari bahkan berkembang menjadi wisata budaya Primadona di OKI. Midang telah menjadi nilai tradisi budaya unik di negeri pertiwi. Saat ini midang sudah dijadikan suatu kelengkapan karnafal Budaya di OKI yang dilaksanakan setiap tahunnya Mulah Malam mulah adalah malam menjelang akan dilaksanakan prosesi akad nikah pada esok harinya. Secara adat pada era 80- an bahwa Malam Mulah itu adalah malam bagi pihak Keluarga dan Tetangga untuk bermasak-masak guna persiapan Hari persedekahan. Sedangkan pihak mudamudinya mengadakan malam tetabuhan semacam Malam Gembira. Pada saat itu pasangan Calon penganten berada di antara muda-mudi yang hadir, Baik muda-mudi yang datang dari kampung /dusunnya sendiri maupun dari luar dusun. Secara adat tempo dulu, pasangan Calon Penganten berkali-Kali naik-turun/keluarmasuk Rumah untuk berganti-ganti pakaian sebanyak 12 Kali. Pakaian yang digunakan Calon Mempelai Perempuan disebut “Pesakin”, yang dipakai Calon Penganten Laki-laki adalah satu stel dengan kain Calon Penganten Perempuannya. Perempuan memakai kebaya panjang, sedangkan laki-laki memakai stelan jas, peci dan memakai handuk. Namun karena adanya pergeseran nilai, Calon Mempelai Laki-laki terkadang hanya melakukan ganti pakaian sebanyak 5 atau 3 Kali Saja. Kunganyan Adalah bagian dari prosesi Pernikahan dalam Masyarakat suku Kayuagung. Kungayan adalah sekelompok bapakbapak dari pihak Calon Mempelai Perempuan yang kesemuanya adalah Keluarga dan Tetangga Calon penganten Perempuan, yang diundang oleh pihak Keluarga Calon mempelai laki-laki untuk menyaksikan jalannya ijab qobul. Rombongan mereka disebut rombongan Suami “ungaian” kegiatannya disebut Kungayan. Tarian Daerah Tari Penguton Dari sejarahnya, tarian ini lahir pada tahun 1889 dan pada tahun 1920, oleh keluarga Pangeran Bakri, tarian ini disempurnakan untuk penyambutan kedatangan Gubernur Jendral Belanda. Sejak itu tarian ini dijadikan sebagai tari sekapur sirih Kayuagung. Tarian ini ditarikan oleh Sembilan orang gadiscantik yang dipilih dari Sembilan Marga yang ada di Kayuagung menggunakan iringan musik perkusi seperti Gamelan, gong, gendang yang sebagian instrumen tersebut merupakan hadiah dari Kerajaan Majapahit pada abad ke 15 dibawa oleh utusan Patih Gajah Mada. Konon alat-alat ini masih ada dan digunakan pada saat menyambut kedangan Presiden Soekarno saat pertama kali berkunjung ke Bumi Bende Seguguk pada tahun 1959. Pada tahun 1992 tari ini dibakukan sebagai tari sekapur sirih Kabupaten OKI. Tari Gopung Tari Gopung Tari Gopung merupakan tari-tarian yang digunakan untuk penobatan rajaraja. Tarian ini lahir pada tahun 1778 di suku Bengkulah Komering. Fungsi tarian ini sampai sekarang masih eksis digunakan sebagai tari penobatan pangkat dan penyambutan tamu pemerintah di Kecamatan Tanjung Lubuk. Pakaian Adat Nama-Nama Kain Adat Dan Baju Adat Di Kayuagung Angkinan: Baju pengantin/baju kebesaran adat Kayuagung Kebaya Kurung Panjang: ciri yang memakai sudah bersuami Kebaya Kurung Pendek/bunting: cirri yang memakai masih perawan Kebaya Tapuk: Ciri yang memakai sudah bersuami Kebaya Tojang: untuk undangan kehormatan/misal si ibu pengantin lakilaki diundang menghadiri hidangan atau kedulangan atau untuk menghadiri pernikahan Balah Buluh: Pakaian laki-laki yang dilengkapi dengan Kepudang atau kopiah (kain berada di luar baju) Teluk Belango: sejenis baju untuk kaum laki-laki untuk kepentingan adat dengan memakai peci dan kain dibalik baju Sarung Pelikat:bentuk kain untuk lakilaki yang terbuat dari jerat jerami yang bermotif kotak-kotak besar ataupun kecil Sarung bugis: untuk laki-laki Kain Putungan (kain panjang) untuk pasangan kebaya pendek maupun kurung maupun kebaya biasa Sarung Sungkitan (songket): pasangan Angkinan juga bisa untuk kebaya biasa Untuk kaum wanita, nama-nama pakaian adatnya adalah: Beribit, Pelangi dan Jupri. Sedangkan motif yang utama adalah: Motif bunga biduk, Motif bunga oteh, Motif bunga Payi, Motif bunga Inton, Motif bunga Kipas, Motif Kemplang, Motif Jelujur, dan Motif bunga Kecubung. Pendidikan Infrastruktur Perbankan Di Kayu Agung, ibu kota Kabupaten Ogan Komering Ilir terdapat beberapa jenis Bank, yakni: Bank Sumsel Babel Bank Negara Indonesia (BNI) Bank Mega Bank Mandiri Syariah Bank Perkreditan Rakyat Sumsel (BPR Sumsel) Bank Rakyat Indonesia (BRI) Bank Pundi Selain itu ada beberapa bank di setiap kecamatan yang tersebar di kabupate oki Kecamatan mesuji Bank sumsel babel Bank mandiri mitra usaha Bank BRI Bank danamon Kecamatan mesuji raya Bank BRI Kecamatan mesuji makmur Bank BRI Kecamatan lempuing Bank mandiri Bank BRI Bank BNI Bank BNI syariah Bank BTPN Bank pundi Bank sahabat sampoerna Bank mega syariah PNM UlaMM Bank Danamon Pegadaian Bank muamalat Kecamatan pedamaran timur Bank mandiri mitra usaha Bank BRI Hotel Sebagai salah satu wilayah dengan destinasi wisata andalan, Kabupaten OKI memilik fasilitas penginapan, antara lain di Kecamatan Lempuing (Hotel Romli, Hotel Trisa, Es Hotel dan Ratu Pangkat; Penginapan Lestari dan Musi); Teluk Gelam (Hotel Kembar, Parai Lake, Resort, dan SPA Teluk Gelam yang berbintang 3); Kayuagung (Hotel Dinesti berbintang 3, Cipta, Gatra Pratama, Pajri, Gatra Pratama II, Ciknah, Wisata dan Risky); Tulung Selapan (Hotel Waras; Penginapan Deny Cipta, Mitra Usaha, Losmen Handayani Lestari); Pampangan (Penginapan Fikri). Demikian juga dengan restoran yang banyak bertebaran dengan berbagai jenis menu makanan baik daerah, nasional, maupun internasional yang tersebar di 18 kecamatan. Referensi Pranala luar Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ilir
4038
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Ogan%20Komering%20Ulu
Kabupaten Ogan Komering Ulu
Ogan Komering Ulu (OKU) adalah kabupaten di provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Ibu kotanya adalah Baturaja. Kabupaten ini terkenal dengan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak Suku Ogan di Provinsi Sumatera Selatan. Namun di lain sisi, juga terdapat suku Komering, Jawa, Lampung, Minang, Batak, dan Bali. Penduduk Ogan Komering Ulu berdasarkan sensus penduduk tahun 2020 berjumlah 367.603 jiwa. Sejarah Nama Kabupaten Ogan Komering Ulu diambil dari nama dua sungai besar yang melintasi dan mengalir di sepanjang wilayah kabupaten OKU, yaitu sungai Ogan dan Sungai Komering. Berdasarkan sejarah, sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu Nomor 9 Tahun 1997 tanggal 20 Januari 1997, Tahun 1878 ditetapkan sebagai tahun kelahiran nama Ogan Komering Ulu. Sedangkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kabupaten Ogan Komering Ulu terbentuk dengan keluarnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembubaran Negara Bagian Sumatera Selatan dan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang Darurat Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Sumatera Selatan menjadi Provinsi di dalam Negara Republik Indonesia. Selanjutnya melalui Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor GB/100/1950 tanggal 20 Maret 1950, ditetapkan batas-batas wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu dengan ibu kota kabupaten di Baturaja. Sejalan dengan Undang-undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 yang diperkuat dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821), Kabupaten Ogan Komering Ulu menjadi daerah otonom yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Baturaja dahulu merupakan Kota administratif. Sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak dikenal adanya kota administratif sehingga Kota Administratif (Kotif) Baturaja harus kembali sepenuhnya menjadi bagian dari Kabupaten Ogan Komering Ulu yang sebelumnya sempat direncanakan untuk ditingkatkan statusnya menjadi sebuah Kota Otonom (Kotamadya). Namun rencana tersebut akhirnya dibatalkan menyusul adanya sebuah aspirasi masyarakat di Kabupaten OKU saat itu yang menginginkan terbentuknya Kabupaten OKU Timur dan OKU Selatan yang bertujuan demi terciptanya pemerataan pembangunan dan memperpendek rentang kendali pemerintahan. Sesuai dengan semangat Otonomi Daerah, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, dan Kabupaten Ogan Ilir di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4347), maka pada tahun 2003 Kabupaten OKU resmi dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten, yakni: Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur) dengan ibu kota Martapura; Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKU Selatan) dengan ibu kota Muaradua Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) dengan Ibu kota Baturaja. Pemerintahan Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Suku Bangsa Suku Ogan : Suku asli Baturaja,berada di seluruh wilayah Ogan Komering Ulu (Tanah Ogan) mulai dari Kelumpang di Ulu Ogan sampai ke Sukapindah di Kedaton Peninjauan Raya Suku Komering & Daya : Sebagian berada di pinggiran Kota Baturaja, Kecamatan Lubuk Raja, Lengkiti, dan Sosoh Buay Rayap Suku Tionghoa: berada di kota Baturaja,masuk ke baturaja sebelum masa belanda Suku Jawa & Bali: Kota Baturaja, Semidang Aji, Peninjauan, Sinar Peninjauan, dan sekitarnya. Khusus Suku Jawa yang ada di desa Lubuk Rukam Kecamatan Peninjauan disinyalir sudah ada sejak th 1556 M. Oleh Pemerintah Kabupaten OKU sudah ditetapkan sebagai tahun berdirinya desa Lubuk Rukam Suku Batak: berdomisili di hampir setiap wilayah Baturaja, dan wilayah Batumarta Suku Minang: berdomisili di kota baturaja Rencana Pemekaran Kota Baturaja menjadi Kota Otonom Baturaja pernah berstatus sebagai Kota Administratif (Kotif) berdasarkan PP No. 24 tahun 1982 yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri (ad interim) Sudharmono, S.H. atas nama Presiden Soeharto. Saat itu juga ada beberapa Kotif lainnya di Provinsi Sumatera Selatan yakni Kotif Lubuk Linggau (Musi Rawas) yang diresmikan pada tahun 1981 , Kotif Prabumulih (Muara Enim) yang diresmikan bersamaan dengan Kotif Baturaja (Ogan Komering Ulu) pada tahun 1982 , dan Kotif Pagar Alam (Lahat) yang diresmikan pada tahun 1991. Berdasarkan PP No. 24 tahun 1982 tersebut, pembentukan Kotif Baturaja didasari atas pertimbangan yang salah satunya adalah bahwa telah menunjukkan adanya kemajuan wilayah perkotaan dan adanya ciri kehidupan masyarakat perkotaan di Kecamatan Kota Baturaja sehingga dianggap perlu untuk dibentuknya Kota Administratif Baturaja dibawah naungan dan pembinaan oleh Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Ogan Komering Ulu sebagai daerah induk. Sebagai tindak lanjutnya, maka sebagian wilayah yang masuk di Kecamatan Kota Baturaja dimekarkan menjadi Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Baturaja Barat sehingga menjadikan dua kecamatan tersebut menjadi wilayah administrasi Kotif Baturaja sekaligus menjadikannya sebagai ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu hingga saat ini. Saat masih berstatus sebagai Kota Administratif (Kotif), Baturaja mempunyai semboyan yakni BATURAJA KOTA BERAS yang dimana BERAS merupakan singkatan dari Bersih, Elok, Rapi, Aman, Sejahtera. Pemerintah Kota Administratif Baturaja dipimpin oleh Wali kota Administratif (Walikotatif) Baturaja yang dijabat oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bertanggung jawab langsung kepada Bupati KDH Tk. II Kabupaten Ogan Komering Ulu sebagai kepala daerah induk. Setidaknya ada beberapa nama yang pernah menjabat sebagai Walikotatif Baturaja saat itu baik secara definitif maupun hanya sebagai pelaksana tugas yang diantaranya adalah Zainal Arifin Boestoeri, Oemar Boerniat, Eddy Hardiana, Amri Iskandar dan Abdul Shobur. Pemerintah Kota Administratif Baturaja menjalankan roda pemerintahannya dimasa kepemimpinan Bupati KDH Tk. II OKU yang diantaranya di era Bupati M. Saleh Hasan, Mulkan Aziman, Amiruddin Ibrahim dan Syahrial Oesman yang dimana merupakan masa terakhir atau transisi penghapusan status Kotif Baturaja Seiring berjalannya waktu, Reformasi 1998 pun terjadi dan menuntut adanya sebuah otonomi daerah. Maka lahirlah UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang salah satu isinya adalah memberikan otonomi daerah yang seluas luasnya bagi Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan Pemerintahan di daerahnya masing-masing. Selain itu, unsur kewilayahan Pemerintah Daerah (Pemda) hanya terdiri atas Provinsi (dahulu dikenal sebagai Propinsi Daerah Tingkat I atau Dati I) dan Kabupaten / Kota (dahulu dikenal sebagai Kabupaten / Kotamadya Daerah Tingkat II atau Dati II) saja. Ini berarti bahwa mulai saat itu dalam unsur kewilayahan Pemda tidak lagi mengenal unsur kewilayahan Kota Administratif. Sebagai konsekuensinya, maka seluruh kotif yang ada di Indonesia harus dimekarkan menjadi sebuah kota otonom (dahulu dikenal sebagai kotamadya) atau bergabung kembali sepenuhnya menjadi bagian dari kabupaten induknya. Pada tahun 1999 hingga 2001, keempat Kota Administratif (Kotif) yang ada di Sumatera Selatan termasuk Kotif Baturaja sendiri direncanakan dan dipersiapkan untuk dinaikkan statusnya menjadi sebuah kota otonom. Namun sayangnya di tahun 2001, hanya tiga kotif saja yang dapat naik status menjadi sebuah kota otonom. Hal ini dikarenakan ketiga kotif tersebut mendapatkan dukungan penuh dalam bentuk sebuah aspirasi dari masyarakat di masing-masing kotif yang kemudian mendapatkan persetujuan dari Bupati dan DPRD kabupaten induknya sehingga peningkatan status kotif menjadi sebuah kota otonom pun pada akhirnya dapat terwujud. Ketiga kotif tersebut yakni Kotif Prabumulih menjadi Kota Prabumulih (berdasarkan UU No. 6 tahun 2001), Kotif Lubuk Linggau menjadi Kota Lubuklinggau (berdasarkan UU No. 7 tahun 2001), dan Kotif Pagar Alam menjadi Kota Pagaralam (berdasarkan UU No. 8 tahun 2001) yang masing-masing efektif secara resmi menjalankan roda pemerintahannya seiring dengan diangkatnya Walikotatif Prabumulih, Lubuk Linggau, dan Pagar Alam sebagai Penjabat (Pj) Walikota Prabumulih, Lubuklinggau, dan Pagaralam. Sedangkan untuk Kotif Baturaja sebelumnya sempat mendapatkan dukungan dari pihak pemerintah untuk naik status menjadi Kota Baturaja. Kotif Baturaja diproyeksikan oleh pemerintah pusat untuk naik status dari Kota Administratif menjadi Kota Otonom (Kotamadya) melalui rencana program pemekaran daerah serentak dalam Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Selatan yang diantaranya: Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan dari Kabupaten Bangka, Pembentukan Kabupaten Banyuasin dari Kabupaten Musi Banyuasin, dan peningkatan status Kota Administratif menjadi Kota Prabumulih, Kota Lubuklinggau, Kota Baturaja, dan Kota Pagaralam. Gubernur Sumatera Selatan juga kemudian membuat surat mengenai penjelasan pemekaran tersebut yang ditembuskan ke Bupati OKU dan DPRD Kabupaten OKU. Bupati OKU kemudian meresponnya melalui Surat Bupati yang ditujukan kepada DPRD Kabupaten OKU Nomor: 125/719/I/2000 tanggal 17 Mei 2000 tentang penetapan rencana pemindahan ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu. Namun hal ini justru menimbulkan sebuah polemik dikarenakan di Kabupaten OKU sendiri saat itu terdapat sebuah aspirasi masyarakat dari berbagai kecamatan di wilayah Pembantu Bupati (Tubup) OKU wilayah II dan III yang menginginkan untuk dilakukannya pemekaran Kabupaten OKU menjadi beberapa kabupaten baru. Menanggapi hal tersebut, maka anggota DPRD Kabupaten OKU (khususnya yang berasal dari wilayah bagian timur dan selatan OKU saat itu) menyatakan sikap tidak setuju dan menolak jika pemekaran di Kabupaten OKU hanya sebatas untuk peningkatan status Kotif Baturaja menjadi Kota Baturaja saja. Dengan adanya polemik tersebut, maka terbitlah sebuah Surat Keputusan DPRD Kabupaten OKU Nomor: 33 tanggal 13 Juli 2000 tentang pemekaran Kabupaten OKU menjadi tiga kabupaten yakni Kabupaten OKU Utara (kemudian kembali berganti nama menjadi OKU Induk atau OKU), OKU Timur, dan OKU Selatan. Pada 25 November 2000 terbentuklah panitia pembantu persiapan pembentukan Kabupaten OKU Selatan (PPP-KOS) yang disusul kemudian pada tanggal 15 Agustus 2001 terbentuk juga panitia pembantu persiapan pembentukan Kabupaten OKU Timur (PPP-KOT). Gubernur Sumatera Selatan melalui Surat Keputusan Nomor: 670/SK/W/2001 tanggal 13 Februari 2001 membentuk tim peneliti rencana penetapan Kabupaten dan Kota Administratif menjadi Kotamadya dalam Propinsi Sumatera Selatan yang tetap menghasilkan sebuah keputusan bahwa pemekaran Kabupaten OKU hanya sebatas untuk peningkatan status Kotif Baturaja menjadi Kota Baturaja. Sehingga timbul kesan bahwa Gubernur Sumatera Selatan saat itu tidak memberikan persetujuan untuk pembentukan Kabupaten OKU Timur dan OKU Selatan.. Pada tahun 2002, masyarakat kembali menuntut rencana pemekaran Kabupaten OKU. Hal ini kembali disuarakan masyarakat setelah sempat terjadi kevakuman sekitar dua tahun. Ribuan masyarakat yang berkumpul tersebut melakukan sebuah aksi damai bertempat di Lapangan Ahmad Yani Baturaja (sekarang menjadi Taman Kota Baturaja) yang dihadiri oleh massa dari PPP-KOS dan PPP-KOT. Dengan adanya hal tersebut, maka Bupati OKU diminta untuk segera merealisasikan Surat Keputusan DPRD Kabupaten OKU Nomor: 33 tanggal 13 Juli 2000 yang dianggap sudah sangat mendesak untuk dilakukan pemekaran. Hal ini pun berlanjut sehingga didapatkanlah persetujuan dari Gubernur Sumatera Selatan dan DPRD Provinsi Sumatera Selatan. Gayung pun bersambut, calon Kabupaten OKU Timur dan OKU Selatan akhirnya mendapatkan kunjungan oleh tim dewan pertimbangan otonomi daerah Departemen Dalam Negeri yang dimana kelak keduanya akan mendapatkan persetujuan untuk diparipurnakan atau disahkan sebagai daerah otonomi baru oleh Komisi II DPR-RI. Dengan demikian, maka Kota Administratif Baturaja dibatalkan untuk ditingkatkan statusnya menjadi Kota Baturaja sehingga Pemerintah Kota Administratif Baturaja harus dibubarkan atau dihapuskan termasuk jabatan Wali kota Administratif Baturaja beserta struktur pemerintahan dan jajarannya. Pada tahun 2003, Kota Administratif Baturaja secara resmi kembali bergabung sepenuhnya menjadi bagian dari Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) berdasarkan PP No. 33 tahun 2003 dengan status tetap sebagai Ibukota Kabupaten OKU. Disisi lain, setelah melalui serangkaian proses dan perjuangan yang panjang, akhirnya melalui UU No. 37 tahun 2003, lahirlah dua Kabupaten baru tersebut hasil pemekaran dari Kabupaten OKU yakni, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur) dengan ibukota Martapura dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKU Selatan) dengan ibukota Muaradua yang efektif secara resmi menjalankan roda pemerintahannya di awal tahun 2004 seiring dengan dilantiknya Penjabat (Pj) Bupati OKU Timur dan OKU Selatan. Seiring berjalannya waktu, Baturaja mulai menunjukkan adanya kemajuan pada bidang pembangunan infrastruktur serta adanya peningkatan perekonomian masyarakat perkotaan yang modern. Baturaja dijadikan sebagai salah satu kota inflasi di Provinsi Sumatera Selatan bersamaan dengan Kota Palembang, Kota Lubuklinggau, dan Kota Prabumulih yang diukur dari empat parameter antara lain keberadaan rumah sakit, fasilitas umum, hotel, dan pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi sehingga memiliki potensi yang besar sebagai acuan lumbung pangan meskipun Baturaja sendiri saat ini masih berstatus sebagai ibukota Kabupaten OKU. Selain itu, Baturaja memiliki pabrik industri dan pertambangan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk sebagai aset utama daerah dan menjadikan Baturaja sebagai produsen semen khususnya di Provinsi Sumatera Selatan. Dengan adanya beberapa hal tersebut, membuat sebagian masyarakat menginginkan agar Baturaja dimekarkan menjadi sebuah kota otonom yang dipimpin oleh Wali kota. Beberapa tokoh masyarakat dan pejabat seperti Gubernur Sumatera Selatan pun mengakui adanya sebuah kemajuan yang ada di Baturaja saat ini dan mendukung penuh perkembangannya dimasa yang akan datang. Bahkan mantan Gubernur Sumatera Selatan sekaligus mantan Bupati OKU di era pemekaran Kabupaten OKU juga pernah bermimpi dan memproyeksikan Baturaja akan menjadi sebuah Kota Otonom yang dipimpin oleh Wali kota kelak dimasa depan. Wacana dan rencana mengenai pemekaran Kota Baturaja bermunculan. Di tahun 2015, DPRD Kabupaten OKU membahas dan mewacanakan hal ini sebagai usulan antar fraksi melalui rapat pandangan umum antar fraksi dan berhasil mendapat persetujuan dari anggota dewan. Usulan tersebut dilontarkan atas pertimbangan berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007 bahwa Baturaja dinilai sudah memenuhi kriteria dan layak menjadi sebuah kota otonom jika dilihat berdasarkan jumlah dan kepadatan penduduk, jumlah pegawai dan jenis mata pencarian, serta sudah menunjukkan adanya kemajuan dan perkembangan melalui berbagai fasilitas dan pembangunan infrastruktur yang ada saat ini. Hal ini pun disambut positif oleh Bupati OKU. Pada tahun 2016, Bupati OKU bersama DPRD Kabupaten OKU menyetujui perihal pemekaran tersebut yang dimasukkan pembahasannya melalui RPJMD Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2016-2021 sembari menunggu berakhirnya moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB). Kecamatan Baturaja Timur yang dinilai cukup luas dan padat direncanakan akan dimekarkan menjadi dua atau tiga Kecamatan baru serta menggabungkannya dengan Kecamatan Baturaja Barat atau opsi lainnya bergabung dengan kecamatan sekitar lainnya seperti Kecamatan Sosoh Buay Rayap atau Kecamatan Lubuk Raja dikarenakan syarat terbentuknya sebuah kota otonom harus memiliki minimal empat kecamatan. Selain itu, Kecamatan Lubuk Batang juga direncanakan akan menjadi Ibukota Kabupaten OKU pengganti Baturaja karena memiliki letak geografis yang dianggap lebih strategis serta memiliki sejarah tersendiri dalam perkembangan Kabupaten OKU sebelumnya yang diantaranya pernah menjadi ibukota Onder Afdeling Ogan Ulu dan Pembantu Bupati (Tubup) OKU Wilayah I. Wacana Pembentukan Provinsi Ogan Komering Enim (OKE) menjadi Provinsi Baru Kabupaten/Kota yang mungkin bergabung yang meliputi: Kabupaten Ogan Komering Ilir Kabupaten Ogan Komering Ulu Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Kabupaten Muara Enim Kabupaten Pantai Timur (dalam proses pengajuan) Kota Baturaja (Ibu Kota) (dalam proses pengajuan) Kota Muara Enim (dalam proses pengajuan) Kota Kayu Agung (dalam proses pengajuan) Kota Muara Dua (dalam proses pengajuan) Perusahaan Besar PT Semen Baturaja (Persero) Tbk PT Minanga Ogan PT Mitra Ogan PT Bakti Nugraha Yuda Energy (PLTU Baturaja) PT Sumbagsel Energi Sakti Pewali (PLTU Sumbagsel 1 Keban Agung OKU) Referensi Pranala luar Ogan Komering Ulu Ogan Komering Ulu
4039
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Bandar%20Lampung
Kota Bandar Lampung
Kota Bandar Lampung (aksara Lampung: , Kutak Bandarlampung) adalah sebuah kota di Indonesia sekaligus ibu kota provinsi dan kota terbesar di provinsi Lampung. Dengan kepadatan 5.332/km², Kota Bandar Lampung merupakan salah satu kota terpadat di Pulau Sumatra, serta termasuk salah satu kota besar di Indonesia dan Kota terpadat di luar Pulau Jawa. Secara geografis, Kota ini merupakan gerbang utama Pulau Sumatra, tepatnya kurang lebih 165 km sebelah barat laut Jakarta, memiliki andil penting dalam jalur transportasi darat dan aktivitas pendistribusian logistik dari Jawa menuju Sumatra maupun sebaliknya. Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah daratan 169,21 km² yang terbagi ke dalam 20 Kecamatan dan 126 Kelurahan dengan populasi penduduk 1.166.066 jiwa (berdasarkan hasil sensus penduduk 2020). Sedangkan menurut Kemendagri, jumlah penduduk kota Bandar Lampung sebanyak 1.096.936 jiwa pada pertengahan tahun 2023. Sejarah Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung sekarang, sebelumnya Kota Bandar Lampung secara historis bernama Tanjung Karang - Teluk Betung kota ini bagian dari wilayah Way Handak Kabupaten Lampung Selatan, pada sekitar tahun 1982 terjadi peluasan, sehingga Kota Tanjung Karang - Teluk Betung dijadikan satu yaitu Kota Bandar Lampung, yakni Ibu Kota dari pada Provinsi Lampung disebut Lampung yang artinya Sang Bumi Lampung. Sistem nilai dan kultur Lampung menjadi satu ialah Pepadun masyarakat Lampung hanya memiliki satu budaya yaitu Penyimbang, namun ada dua tradisi yang mengkeristal dan hidup dengan nilai yang kental demokratis Saibatin cendrung Aristokratis, Suku Lampung diyakini sebagai penyebab penggunaan bahasa Lampung, terutama di daerah perkotaan Kota Bandar Lampung, suku-suku Lampung ini secara geografis menempati wilayah mulai dari Kepaksian Paksi Pak Sakala Brak di Kabupaten Lampung Barat, Liwa. Kabupaten Pesisir Barat, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Timur hingga ke bagian wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bengkulu, bahkan terdapat juga di pantai barat provinsi Banten. Masa Pendudukan Belanda (1912-1942) Wilayah Kota Bandar Lampung pada zaman kolonial Hindia Belanda termasuk wilayah Onder Afdeling Telokbetong yang dibentuk berdasarkan Staatsbalat 1912 Nomor: 462 yang terdiri dari Ibu kota Telokbetong sendiri dan daerah-daerah disekitarnya. Sebelum tahun 1912, Ibu kota Telokbetong ini meliputi juga Tanjungkarang yang terletak sekitar 5 km di sebelah utara Kota Telokbetong (Encyclopedie Van Nedderland Indie, D.C.STIBBE bagian IV). Ibu kota Onder Afdeling Telokbetong adalah Tanjungkarang, sementara Kota Telokbetong sendiri berkedudukan sebagai Ibu kota Keresidenan Lampung. Kedua kota tersebut tidak termasuk ke dalam Marga Verband, melainkan berdiri sendiri dan dikepalai oleh seorang Asisten Demang yang tunduk kepada Hoof Van Plaatsleyk Bestuur selaku Kepala Onder Afdeling Telokbetong. Masa Pendudukan Jepang (1942-1945) Pada zaman pendudukan Jepang, kota Tanjungkarang-Telokbetong dijadikan shi (Kota) di bawah pimpinan seorang shichō (bangsa Jepang) dan dibantu oleh seorang fukushichō (bangsa Indonesia). Masa Kemerdekaan Indonesia Sejak zaman Kemerdekaan Republik Indonesia, Kota Tanjungkarang dan Kota Telokbetong menjadi bagian dari Kabupaten Lampung Selatan hingga diterbitkannnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 yang memisahkan kedua kota tersebut dari Kabupaten Lampung Selatan dan mulai diperkenalkan dengan istilah penyebutan Kota Tanjungkarang-Telukbetung. Secara geografis, Telukbetung berada di selatan Tanjungkarang, karena itu di markah jalan, Telukbetung yang dijadikan patokan batas jarak ibu kota provinsi. Telukbetung, Tanjungkarang dan Panjang (serta Kedaton) merupakan wilayah tahun 1984 digabung dalam satu kesatuan Kota Bandar Lampung, mengingat ketiganya sudah tidak ada batas pemisahan yang jelas. Pada perkembangannya selanjutnya, status Kota Tanjungkarang dan Kota Telukbetung terus berubah dan mengalami beberapa kali perluasan hingga pada tahun 1965 setelah Keresidenan Lampung dinaikkan statusnya menjadi Provinsi Lampung (berdasarkan Undang-Undang Nomor: 18 tahun 1965), Kota Tanjungkarang-Telukbetung berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang-Telukbetung dan sekaligus menjadi ibu kota Provinsi Lampung. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1983, Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang-Telukbetung berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung (Lembaran Negara tahun 1983 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3254). Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1998 tentang perubahan tata naskah dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II se-Indonesia yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Wali kota Bandar Lampung nomor 17 tahun 1999 terjadi perubahan penyebutan nama dari “Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung” menjadi “Pemerintah Kota Bandar Lampung” dan tetap dipergunakan hingga saat ini. Hari jadi Hari jadi kota Bandar Lampung ditetapkan berdasarkan sumber sejarah yang berhasil dikumpulkan, -terdapat catatan bahwa berdasarkan laporan dari Residen Banten William Craft kepada Gubernur Jenderal Cornelis yang didasarkan pada keterangan Pangeran Aria Dipati Ningrat (Duta Kesultanan) yang disampaikan kepadanya tanggal 17 Juni 1682 antara lain berisikan: “Lampong Telokbetong di tepi laut adalah tempat kedudukan seorang Dipati Temenggung Nata Negara yang membawahi 3.000 orang” (Deghregistor yang dibuat dan dipelihara oleh pimpinan VOC halaman 777 dst.)-, Berdasarkan Staabat Nomor: 10/1873 (Beslit Gouvenur General) tanggal 8 April 1873 nomor 15 tentang Pembagian Keresidenan Lampung menjadi 6 Afdiling TelokBetong dengan Ibu kota TelokBetong (Sumber Buku Selayang Pandang Kota Bandar Lampung) dan hasil simposium Hari Jadi Kota Tanjungkarang-Telukbetung pada tanggal 18 November 1982 serta Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1983 tanggal 26 Februari 1983 ditetapkan bahwa hari Jadi Kota Bandar Lampung adalah tanggal 17 Juni 1682. Metropolitan Bandar Lampung Seiring perkembangan, kecepatan pertumbuhan penduduk melonjak cukup tinggi sejak lima tahun terakhir (2010-2015). Pertumbuhan bahkan mencapai 1,1 persen per tahun, dengan penduduk Bandar Lampung yang membengkak dari 800.000 jiwa menjadi 1,2 juta jiwa. Hal itu mulai memicu pertumbuhan kota ini ke arah barat hingga Gedong Tataan; ke timur hingga Tanjung Bintang dan Bergen; serta ke utara hingga Kecamatan Natar. Pada tahun 1986-1989, Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum telah merancang konsep pengembangan Kota Bandar Lampung yang disebut Bandar Lampung and Surrounding Area (Blasa). Konsep ini meliputi Kecamatan Gedong Tataan, Natar, Tanjung Bintang, dan Katibung bagian utara. Sementara itu, Kementerian Perhubungan melalui Studi Penyusunan Masterplan Transportasi Aglomerasi Kota Bandar Lampung pada tahun 2009 menyebutkan bahwa ketergantungan antar daerah telah menyatukan interaksi masyarakat dan kegiatan ekonomi antar daerah seperti Bandar Lampung, Metro, Lampung Selatan, Pringsewu dan Pesawaran. Aglomerasi ini diberi nama Balamekapringtata (Bandarlampung, Metro, Kalianda (Lampung Selatan), Pringsewu, Gedongtataan (Pesawaran)). Tahun 2015, Bandar Lampung dan Kota Metro merupakan kawasan yang dipetakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (Kemenpupera) berpotensi sebagai area metropolitan, terkhusus dalam cetak biru Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) (Merak-Bakauheni-Bandar Lampung-Palembang-Tanjung Api Api) (WPS MBBPT). Geografi Posisi Astronomis dan Geografis Secara astronomis, wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20’-50º30’ LS dan 105º28’-105º37’ BT dengan luas wilayah 192.96 km2 Batas wilayah Batas-batas wilayah Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut: Kota Bandar Lampung berada di bagian selatan Provinsi Lampung (Teluk Lampung) dan ujung selatan Pulau Sumatra. Iklim Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson, iklim Bandar Lampung tipe A; sedangkan menurut zone agroklimat Oldeman 1978, tergolong zona D3, yang berarti lembap sepanjang tahun. Curah hujan berkisar antara 1.857 – 2.454 mm/tahun. Jumlah hari hujan 76-166 hari/tahun. Kelembaban udara berkisar 60-85%, dan suhu udara 23-37 °C. Kecepatan angin berkisar 2,78-3,80 knot dengan arah dominan dari Barat (November-Januari), Utara (Maret-Mei), Timur (Juni-Agustus), dan Selatan (September-Oktober). Parameter iklim yang sangat relevan untuk perencanaan wilayah perkotaan adalah curah hujan maksimum, karena terkait langsung dengan kejadian banjir dan desain sistem drainase. Berdasarkan data selama 14 tahun yang tercatat di stasiun klimatologi Pahoman dan Sumur Putri (Kecamatan Teluk Betung Utara), dan Sukamaju Kubang (Kecamatan Panjang), curah hujan maksimum terjadi antara bulan Desember sampai dengan April, dan dapat mencapai 185 mm/hari. Topografi Topografi Kota Bandar Lampung sangat beragam, mulai dari dataran pantai sampai kawasan perbukitan hingga bergunung, dengan ketinggian permukaan antara 0 sampai 500 m daerah dengan topografi perbukitan hinggga bergunung membentang dari arah Barat ke Timur dengan puncak tertinggi pada Gunung Betung sebelah Barat dan Gunung Dibalau serta perbukitan Batu Serampok disebelah Timur. Topografi tiap-tiap wilayah di Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut: Wilayah pantai terdapat disekitar Teluk Betung dan Panjang dan pulau di bagian Selatan Wilayah landai/dataran terdapat disekitar Kedaton dan Sukarame di bagian Utara Wilayah perbukitan terdapat di sekitar Telukbetung bagian Utara Wilayah dataran tinggi dan sedikit bergunung terdapat disekitar Tanjung Karang bagian Barat yaitu wilayah Gunung Betung, Sukadana Ham, dan Gunung Dibalau serta perbukitan Batu Serampok di bagian Timur. Dilihat dari ketinggian yang dimiliki, Kecamatan Kedaton dan Rajabasa merupakan wilayah dengan ketinggian paling tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya yaitu berada pada ketinggian maksimum 700 mdpl. Sedangkan Kecamatan Teluk Betung Selatan dan Kecamatan Panjang memiliki ketinggian masing-masing hanya sekitar 2 – 5 mdpl atau kecamatan dengan ketinggian paling rendah/minimum dari seluruh wilayah di Kota Bandar Lampung. Hidrologi Dilihat secara hidrologi maka Kota Bandar Lampung mempunyai 2 sungai besar yaitu Way Kuripan dan Way Kuala, dan 23 sungai-sungai kecil. Semua sungai tersebut merupakan DAS (Daerah Aliran Sungai) yang berada dalam wilayah Kota Bandar Lampung dan sebagian besar bermuara di Teluk Lampung. Dilihat dari akuifer yang dimilikinya, air tanah di Kota Bandar Lampung dapat dibagi dalam beberapa bagian berdasarkan porositas dan permaebilitas yaitu: Akuifer dengan produktivitas sedang, berada di kawasan pesisir Kota Bandar Lampung, yaitu di Kecamatan Panjang, Teluk Betung Selatan, dan Teluk Betung Barat. Air tanah dengan akuifer produktif, berada di Kecamatan Kedaton, Tanjung Senang, Kedaton, bagian selatan Kecamatan Kemiling, bagian selatan Tanjung Karang Barat, dan sebagian kecil wilayah Kecamatan Sukabumi. Akuifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas, berada di bagian utara Kecamatan Kemiling, bagian utara Tanjung Karang Barat, Tanjung Karang Pusat, Teluk Betung Utara, dan sebagian kecil Kecamatan Tanjung Karang Timur. Akuifer dengan produktivitas tinggi dan penyebaran luas, berada di sebagian besar Kecamatan Rajabasa dan Tanjung Karang Timur. Akuifer dengan produktivitas rendah, berada di bagian utara Kecamatan Panjang, Tanjung Karang Timur, dan bagian barat Kecamatan Teluk Betung Selatan. Air tanah langka, berada di Kecamatan Panjang. Pemerintahan wali kota Kota Bandar Lampung dipimpin oleh seorang wali kota. Saat ini, jabatan wali kota Bandar Lampung dijabat oleh Eva Dwiana dengan jabatan wakil wali kota dijabat oleh Deddy Amrullah. Eva dan Deddy merupakan pemenang pada pemilihan umum wali kota Bandar Lampung 2020. Dewan perwakilan Kecamatan Demografi Berdasarkan sensus BPS, pada tahun 2019 kota ini memiliki populasi penduduk sebanyak 1.051.500 jiwa, meningkat dari tahun 2018 sebanyak 1.033.803 jiwa dengan luas wilayah sekitar 197,22 km2, maka Bandar Lampung memiliki kepadatan penduduk 5.332 jiwa/km². Suku bangsa Etnis yang cukup mudah ditemui di kota Bandar Lampung yaitu etnis Jawa, Lampung, Sunda, dan Bali. Selain itu terdapat pula etnis Melayu, Minangkabau, Tionghoa, Batak dan lain-lain. Adapun suku/etnis asli (lokal) dari Kota Bandar Lampung dan Provinsi Lampung ialah Suku Lampung & Suku Melayu. Suku Lampung dapat dijumpai di hampir seluruh wilayah Lampung sedangkan suku Melayu lebih sering mendiami wilayah perbatasan dengan Sumatera Selatan serta daerah-daerah pesisir (Saibatin). Mereka khususnya dapat kita jumpai pada Lampung Barat, Pringsewu, Pesawaran, Lampung Selatan, wilayah Mesuji, Tanggamus, Pesisir Barat, Krui, Bandar Lampung dll Bahasa Masyarakat Bandar Lampung yang plural menggunakan berbagai bahasa, antara lain: bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Minang, Bahasa Batak dan bahasa setempat yang disebut bahasa Lampung. Agama Islam adalah agama mayoritas yang dianut sekitar 93,57% masyarakat Kota Bandar Lampung. Selain itu ada juga yang beragama Protestan 3,31%, Katolik 1,60%, Hindu 0,28%, Buddha 1,24%, dan Kong Hu Cu kurang dari 0,01% yang rata-rata dianut masyarakat keturunan Tionghoa dan pendatang. Ekonomi Dilihat dari segi ekonomi, total nilai PDRB menurut harga konstan yang dicapai daerah ini pada tahun 2006 sebesar 5.103.379 (dalam jutaan rupiah) dengan konstribusi terbesar datang dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran 19,12%, disusul kemudaian dari sektor bank/ keuangan 17,50%, dan dari sektor industri pengolahan 17,22%. Total nilai ekspor non migas yang dicapai Kota Bandar Lampung hingga tahun 2006 sebesar 4.581.640 ton, dengan konstribusi terbesar datang dari komoditas kopi (140.295 ton), karet (15.005 ton), dan kayu (1524 ton). Daerah ini mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan antara lain di sektor perkebunan dengan komoditas utama yang dihasilkan berupa cengkih, kakao, kopi robusta, kelapa dalam, kelapa hibrida. Kontributor utama perekonomian daerah ini adalah disektor industri pengolahan. Terdapat berbagai industri yang bahan bakunya berasal dari bahan tanaman dan perkebunan, industri tersebut sebagian besar merupakan industri rumah tangga yang mengolah kopi, pisang menjadi keripik pisang, dan lada. Hasil industri ini kemudian menjadi komoditas perdagangan dan ekspor. Perdagangan menjadi tumpuan mata pencaharian penduduk setelah pertanian. Keberadaan infrastruktur berupa jalan darat yang memadai akan lebih memudahkan para pedagang utuk berinteraksi sehingga memperlancar baik arus barang maupun jasa. Transportasi Pelabuhan Di kota ini terdapat Pelabuhan Panjang yang merupakan pelabuhan ekspor-impor bagi Lampung dan juga Pelabuhan Srengsem yang menjadi pelabuhan untuk lalu lintas distribusi batu bara dari Sumatera Selatan ke Jawa. Sekitar 92 kilometer dari selatan Bandar Lampung, ada Bakauheni, yang merupakan sebuah kota pelabuhan di Kabupaten Lampung Selatan, tepatnya di ujung selatan Pulau Sumatra. Terletak di ujung selatan dari Jalan Raya Lintas Sumatra, pelabuhan Bakauheni menghubungkan Sumatra dengan Jawa via Selat Sunda. Ratusan trip feri penyeberangan dengan 24 buah kapal feri dari beberapa operator berlayar mengarungi Selat Sunda yang menghubungkan Bakauheni dengan Merak di Provinsi Banten, Pulau Jawa. Feri-feri penyeberangan ini terutama melayani jasa penyeberangan angkutan darat seperti bus antarkota, truk barang maupun kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor. Rata-rata durasi perjalanan yang diperlukan antara Bakauheni-Merak atau sebaliknya dengan feri ini adalah kurang lebih sekitar 2 jam. Bandar Lampung merupakan kota besar yang terletak paling selatan di pulau Sumatra yang otomatis merupakan gerbang masuk Sumatra dari Jawa melalui jalur darat. Ruas lintas Sumatra yang melewati kota ini dinamakan Jalan Soekarno Hatta berfungsi sebagai jalan lingkar luar kota. Bus Bandar Lampung memiliki satu terminal bus besar yaitu Terminal Rajabasa yang merupakan Terminal Terbesar dan Salah satu tersibuk di Sumatra dan Lampung, selain itu terdapat terminal Sukaraja yang berada di Teluk Betung dan pasar tengah. Terminal Rajabasa melayani rute jarak dekat, menengah, dan jauh (AKAP) yang melayani rute ke kota-kota di Sumatra dan Jawa. Walaupun Terminal Rajabasa sudah direnovasi, namun kesan angker ternyata belum sepenuhnya hilang. Sejumlah calon penumpang masih enggan memasuki area terminal terbesar di Sumatra itu. Bus rapid transit (BRT), mulai beroperasi pada tanggal 14 November 2011 (masa ujicoba gratis pada empat hari pertama operasi) dengan rute awal Rajabasa-Sukaraja. Tarifnya adalah Rp2500,- untuk satu kali jalan (tanpa transit/pindah bus), untuk transit dikenakan biaya Rp 3.500,-. Beroperasinya BRT dikhawatirkan merugikan usaha angkot, para sopirnya berdemo kepada wali kota, melakukan mogok kerja, dan melakukan aksi anarkis seperti melempari kaca belakang BRT. Bus DAMRI Dalam Kota beroperasi sejak 1977, Perum DAMRI memutuskan berhenti melayani trayek dalam Kota Bandar Lampung per 1 Maret 2012. Pengalihan tersebut, dikarenakan kehadiran bus rapid transit (BRT). Selama ini DAMRI ekonomi dan AC melayani beberapa trayek, yakni Rajabasa - Tanjungkarang, Tanjungkarang - Sukaraja, dan Korpri - Tanjungkarang. Operasional DAMRI diberi waktu hingga 29 Februari 2012. Dengan sisa waktu yang ada, pihaknya mempersiapkan rute baru DAMRI, sekaligus mengajukan beberapa trayek yang dapat dilalui. Trayek baru tersebut, antara lain Kemiling—Panjang, Kemiling—Sukaraja, Rajabasa—Pasar Cimeng, Panjang—Pasar Cimeng. Pesawat Bandar Lampung dapat ditempuh melalui udara sekitar 30 menit dari Jakarta. Bandara Internasional Radin Inten II terletak sekitar 14 kilometer dari utara kota. Bandar Udara Internasional Radin Inten II adalah bandara yang sudah ditingkatkan statusnya menjadi bertaraf internasional yang melayani untuk kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Indonesia. Namanya diambil dari seorang tokoh pahlawan nasional RI, Radin Inten II. Bandara Internasional Radin Inten II terletak di desa Branti Raya, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Bandara ini sebelumnya bernama Bandara Branti. Kereta api Bandar Lampung termasuk ke dalam wilayah layanan Divisi Regional IV Tanjungkarang (TNK) PT KAI (Persero) yang memiliki stasiun besar dan depo lokomotif Tanjungkarang. Kota ini melalui jalur kereta api hanya terhubung dengan satu kota besar yaitu Palembang. Di kota ini terdapat 4 stasiun kereta api aktif; Tanjungkarang (stasiun terbesar dan melayani penumpang), Labuhanratu, Sukamenanti, dan Tarahan (khusus bongkar muatan kereta bermuatan batu bara dan pulp). Stasiun Tanjungkarang melayani kereta api penumpang menuju kota terbesar di bagian utara Lampung yakni Kotabumi dan luar provinsi yaitu Palembang. Adapun daftar kereta penumpang yang melayani penumpang adalah sebagai berikut: Jalan tol Sejak 9 Maret 2019, Jalan Tol Bakauheni-Bandar Lampung-Terbanggi Besar telah beroperasi penuh, dari Bakauheni (Lampung Selatan) hingga Terbanggi Besar (Lampung Tengah) sepanjang 140 kilometer. Sebelumnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) tengah mempersiapkan pembangunan jalan tol kawasan Bakauheni-Palembang. Jalan tol ini, nantinya akan terdiri dari tiga kawasan ruas tol. Untuk tahun ini yang akan dibangun salah satunya Bakauheni-Terbanggi Besar, panjangnya 138 km. Selain itu, modernisasi dermaga Merak dan Bakauheni juga akan dibangun. Kawasan ruas tol Bakauheni-Terbangi besar diperkirakan dapat diselesaikan dalam empat tahun dengan pendanaan dari swasta, pemerintah, gabungan swasta maupun Pemerintah. Adapun biaya pembangunan ini, diprediksi mencapai Rp 53 triliun, termasuk pembebasan lahan dan konstruksi sekira Rp30 triliun. Kesehatan Rumah sakit Sebagai ibu kota provinsi Lampung, kota Bandar Lampung memiliki sarana pelayanan kesehatan yang paling lengkap di provinsi ini, berikut daftar rumah sakit yang ada di Bandar Lampung: RSUD. Dr.H. Abdul Moeloek, RSUD A. Dadi Tjokrodipo, Rumah Sakit Immanuel. Way Halim, RS. Advent Bandar Lampung, RS. Bumi Waras, RS. Graha Husada, RSIA Restu Bunda, RSIA Mutiara Putri, RSIA Belleza Kedaton, RS. Mata Permana Sari, RS. Bhayangkara, RS. Anugerah Medika, RSU Hermina Lampung, RB. Materna, RS Pertamina Bintang Amin, RS. Urip Sumoharjo, RS. Jiwa Provinsi Lampung, RSIA Restu Bunda, RS. DKT, dan Klinik Paru Pernapasan Medina. Pendidikan Kota Bandar Lampung memiliki sarana pendidikan mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Berikut adalah daftar Taman Kanak-Kanak, PAUD, Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Negeri dan Swasta di Bandar Lampung. Perguruan Tinggi Di Bandar Lampung juga Terdapat 46 perguruan tinggi dengan 6 Perguruan Tinggi Negeri dan 40 perguruan tinggi swasta, (19 akademi, 16 sekolah tinggi, 1 institut, dan 5 universitas). Perguruan tinggi negeri di Bandar Lampung diantaranya ialah Universitas Lampung, Politeknik Negeri Lampung, Institut Teknologi Sumatera (ITERA), Universitas Islam Negeri Raden Inten Lampung, Universitas Terbuka Bandar Lampung dan Politeknik Kesehatan Tanjung Karang. Sementara untuk jenjang perguruan tinggi swasta yang terdapat di Kota Bandar Lampung, tingkat universitas seperti Universitas Bandar Lampung, Universitas Malahayati, Institut Bisnis dan Informatika Darmajaya, Universitas Mitra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Lampung, Universitas Saburai, Universitas Tulang Bawang, DCC Lampung, Universitas Teknokrat Indonesia, Universitas Bakrie Lampung, Universitas Paramadina Lampung, Indosat University of Indonesia, dan Universitas Sumatera. Untuk perguruan tinggi tingkat Sekolah Tinggi dan Akademi, diantara ialah Sekolah Tinggi Bahasa Asing Teknokrat, Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yunisla Bandar Lampung, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Gentiaras, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Surya Dharma, Sekolah Tinggi Perkebunan Lampung, Sekolah Tinggi Teknik Nusantara, STIE Satu Nusa, STKIP PGRI Bandar Lampung, STMIK Tunas Bangsa, STMIK Dian Cipta Cendekia, Akademi Akuntansi Lampung, Akademi Bahasa Asing DCC, Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi (ATRO) Patriot Bangsa Lampung, Akademi Kebidanan Panca Bhakti, Akademi Kebidanan Adila, Akademi Pariwisata Satu Nusa, Akademi Perpajakan Tridarma, AMIK Dian Cipta Cendikia, AMIK Lampung, dan AMIK Master Lampung. Tempat wisata Beberapa destinasi wisata yang ada di kota Bandar Lampung adalah: Museum Lampung Taman Makam Pahlawan Tanjung Karang THK Way Halim Taman Wisata Lembah Hijau Taman Wisata Bumi Kedaton Taman Kupu-kupu Gita Persada Taman Hutan Raya Wan Abdurahman Taman Dipangga Dataran Tinggi Sukadanaham Pasar Seni Enggal Air Terjun Batu Putu Sumur Putri Pantai Tirtayasa Pantai Puri Gading Pantai Duta Wisata Pantai Mutun Pulau Kubur Pulau Pasaran Puncak Mas Lampung Muncak Tirtayasa Muncak Teropong Kota Makanan khas Seperti halnya daerah lain di Indonesia,Kota ini memiliki beberapa makanan khas seperti: Seruit Seruit adalah sebuah masakan khas dari Lampung, makanan ini merupakan sebuah masakan dari ikan yang digoreng, boleh juga ikan bakar yang di campur dengan olahan durian atau disebut tempoyak dan di campur lagi dengan sambal terasi. Seruit ini sangat populer dikalangan masyarakat lampung karena menjadi sebuah sajian khas di dalam acara-acara adat tertentu bahkan juga bisa dinikmati dalam masakan untuk sehari-hari di kalangan masyarakat Lampung. Gulai Taboh Gulai taboh merupakan santan yang dimasak dengan aneka isian yang berragam mulai dari udang, ikan, kacang-kacangan hingga tangkil (buah melinjo), serta dapat ditambahkan sayuran lainnya seperti labu kuning, ubi jalar ataupun aneka sayuran yang bisa cocok untuk dimasak dengan santan. Tempoyak Pindang Ikan Baung Keripik Pisang Keripik pisang merupakan oleh-oleh khas Lampung yang dijual terpusat di Sentra Industri Keripik Jalan Pagar Alam (Gang PU) Bandar Lampung, supermarket lokal, serta deretan toko oleh-oleh di Teluk Betung. Rasa yang disediakan bermacam-macam, contohnya keripik pisang rasa asli, coklat, keju, susu, melon, dan lain-lain dengan berbagai merk dan kemasan. Kemplang Kemplang merupakan sebuah jenis kerupuk yang digoreng dengan pasir atau dipanggang yang menimbulkan rasa khas. Kopi Lampung Kopi merupakan komoditas lokal yang terdapat di Lampung.Jenis kopi yang ditanam biasanya adalah kopi Robusta.Kawasan yang menjadi pusat penghasil kopi di Lampung adalah Kabupaten Lampung Barat.Kopi Lampung biasanya dijual sebagai oleh-oleh khas Lampung di beberapa sentra oleh-oleh di kota Bandar Lampung Gabing Lempok Durian Lempok Durian merupakan makanan olahan dari durian yang dicampur dengan gula merah, lalu dikemas mirip dodol dan juga berwarna kecoklatan. Kota kembar Liwa, Indonesia Ipoh, Malaysia Kuantan,Malaysia Split, Kroasia Galeri Referensi Pranala luar Sejarah Kota Bandar lampung Selayang Pandang Kota Bandar Lampung Bandar Lampung Bandar Lampung Bandar Lampung
4040
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Lampung%20Selatan
Kabupaten Lampung Selatan
Lampung Selatan (aksara Lampung:) adalah kabupaten di provinsi Lampung, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Kalianda. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.007,01 km² dan penduduk sebanyak 1.057.664 jiwa (2021), dengan kepadatan 527 jiwa/km². Di bagian Selatan wilayah kabupaten Lampung Selatan yang juga ujung Pulau Sumatra terdapat sebuah Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, yang merupakan tempat transit penduduk dari Pulau Jawa ke Sumatra dan sebaliknya. Dengan demikian Pelabuhan Bakauheni merupakan pintu gerbang Pulau Sumatra bagian Selatan. Jarak antara Pelabuhan Bakauheni (Lampung Selatan) dengan Pelabuhan Merak (Provinsi Banten) kurang lebih 30 kilometer, dengan waktu tempuh kapal penyeberangan sekitar 1,5 jam. Kabupaten Lampung Selatan bagian Selatan meruncing dan mempunyai sebuah teluk besar yaitu Teluk Lampung. Di Teluk Lampung terdapat sebuah pelabuhan yaitu Pelabuhan Panjang di mana kapal-kapal dalam dan luar negeri dapat merapat. Secara umum pelabuhan ini merupakan faktor yang sangat penting bagi kegiatan ekonomi penduduk Lampung, terutama penduduk Lampung Selatan. Pelabuhan ini sejak tahun 1982 termasuk dalam wilayah Kota Bandar Lampung. Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105° - 105°45' Bujur Timur dan 5°15' - 6° Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan UUD 1945. Di dalam UUD 1945 bab VI Pasal 18 menyebutkan bahwa "Pembagian Daerah di Indonesia atas Daerah Besar dan Kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan Hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa" Sebagai realisasi dari pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dimaksud, lahirlah Undang-Undang nomor 1 tahun 1945 yang mengatur tentang kedudukan Komite Nasional Daerah yang pertama, antara lain mengembalikan kekuasaan pemerintah di daerah kepada aparatur yang berwenang yaitu Pamong Praja dan Polisi.Selain itu juga untuk menegakkan pemerintah di daerah yang rasional dengan mengikutsertakan wakil-wakil rakyat atas dasar kedaulatan rakyat. Selanjutnya disusul dengan Undang-Undang nomor 22 tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa Pembentukan Daerah Otonom dalam Wilayah Republik Indonesia yang susunan tingkatannya adalah sebagai berikut: Provinsi daerah Tingkat I Kabupaten/Kota madya(Kota Besar), Daerah TK II Desa (Kota Kecil) Daerah TK III Berdasarkan Undang-Undang nomor 22 tahun 1948 dimaksud, maka lahirlah Provinsi Sumatera Selatan dengan Perpu Nomor 33 tanggal 14 Agustus 1950 yang dituangkan dalam Perda Sumatera Selatan nomor 6 tahun 1950. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 1950 tentang Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah untuk Daerah Provinsi, Kabupaten, Kota Besar dan Kota Kecil, maka keluarlah Peraturan Provinsi Sumatera Selatan nomor 6 tahun 1950 tentang pembentukan DPRD Kabupaten di seluruh Provinsi Sumatera Selatan. Perkembangan selanjutnya, guna lebih terarahnya pemberian Otonomi kepada Daerah bawahannya yaitu diatur selanjutnya dengan Undang-Undang Darurat nomor 4 tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Kabupaten dalam lingkungan Daerah Provinsi Sumatra selatan sebanyak 14 Kabupaten, di antaranya Kabupaten Dati II Lampung Selatan beserta DPRD dan 7 (tujuh) dinas otonom yang ditetapkan tanggal 14 November 1956. dengan ibu kota di Tanjung Karang-Teluk Betung atau yang sekarang dikenal dengan kota Bandar Lampung. Selanjutnya dalam perjalanan penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan, Kabupaten Lampung Selatan secara resmi menjadi daerah otonom pada tanggal 14 November 1954, akan tetapi pimpinan daerah telah ada dan dikenal sejak tahun 1946. Sebelum menjadi daerah otonom, wilayah Lampung Selatan sejak awal kemerdekaan, terdiri dari 4 (empat) kewedanan masing-masing: Kewedanan Kota Agung, meliputi kecamatan Wonosobo, Kota Agung dan Cukuh Balak. (sekarang menjadi wilayah Kabupaten Tanggamus) Kewedanan Pringsewu, meliputi Kecamatan Pagelaran, Pringsewu, Gadingrejo, Gedong Tataan dan Kedondong. (sebagian menjadi wilayah Kabupaten Pringsewu dan Kabupaten Pesawaran Kewedanan Teluk Betung, meliputi Kecamatan Natar, Teluk Betung dan Padang Cermin. (sekarang sebagian menjadi wilayah Kabupaten Pesawaran dan Kota Bandar Lampung) Kewedanan Kalianda, meliputi Kecamatan Kalianda dan Penengahan. Pada tahun 1959, dibentuk Sistem Pemerintahan Negeri yang merupakan penyatuan dari beberapa negeri yang ada pada saat itu, yaitu: Negeri Cukuk Balak, meliputi Kecamatan Cukuk balak, Tahun 1990 Kecamatan Cukuk Balak di bagi dua kecamatan yaitu Kecamatan Cukuk Balak dan Negeri Kelumbayan. Negeri Way Lima, meliputi Kecamatan Kedondong. Tahun 1970 Kecamatan Kedondong dibagi dua yaitu Kecamatan Kedondong dan Pardasuka, kemudian tahun 1990 Kecamatan Kedondong di bagi dua yaitu Kecamatan Kedondong dan Way Lima. Negeri Gedong Tataan, meliputi Kecamatan Gedong Tataan. Pada tahun 1990 Kecamatan Gedong Tataan dibagi 2 yaitu Kecamatan Gedong Tataan dan Negeri Katon. Negeri Gadingrejo, meliputi Kecamatan Gadingrejo. Negeri Pringsewu, meliputi Kecamatan Pringsewu, tahun 1970 kecamatan ini di bagi dua yaitu Kecamatan Pringsewu dan Sukoharjo. Tahun 1990 Kecamatan Sukoharjo dibagi dua yaitu Kecamatan Sukoharjo dan Adi Luwih. Negeri Pugung, meliputi Kecamatan Pagelaran. Negeri Talang Padang, meliputi Kecamatan Talang Padang. Pada tahun 1970 Kecamatan ini dibagi dua yakni Kecamatan Talang Padang dan Pulau Panggung. Negeri Kota Agung, meliputi Kecamatan Kota Agung. Tahun 1990 Kecamatan Kota Agung dibagi dua yakni Kecamatan Kota Agung dan Pematang Sawah. Negeri Semangka, meliputi Kecamatan Wonosobo. Tahun 1990 Kecamatan Wonosobo di bagi dua yaitu Kecamatan Wonosobo dan Way Semangka. Negeri Buku, meliputi Kecamatan Natar. Tahun 2000 Kecamatan ini dibagi dua yaitu Natar dan Tegineneng. Negeri Balau termasuk Kecamatan Natar pada tahun 1968 Kecamatan Kedaton dipindahkan dari Kecamatan Natar yang meliputi Negeri Balau. Negeri Kalianda meliputi Kecamatan Kalianda. Negeri Kalianda meliputi Kalianda, Katibung dan Sidomulyo. Kemudian tahun 1990 Kecamatan Kalianda di bagi dua yaitu Kecamatan Kalianda dan Rajabasa. Kecamatan Sidomulyo dibagi dua yakni Kecamatan Sidomulyo dan Candipuro, sedangkan Kecamatan Katibung di bagi dua yaitu Katibung dan Merbau Mataram. Selanjutnya pada tahun 2006 Kecamatan Sidomulyo dibagi dua Kecamatan Sidomulyo dan Way Panji dan Kecamatan Katibung di bagi dua yaitu Katibung dan Way Sulan. Negeri Dataran Ratu meliputi Kecamatan Penengahan dan Palas. Tahun 1990 Kecamatan penengahan dibagi dua Kecamatan yakni penengahan dan Ketapang. Kecamatan Palas dibagi dua Kecamatan Palas dan Sragi. Kemudian tahun 2006 Kecamatan Penengahan di bagi dua yakni Penengahan dan Bakauheni. Negeri Teluk Betung meliputi Kecamatan Teluk Betung dan Kecamatan Panjang. (sekarang masuk Kota Bandar Lampung) Negeri Padang Cermin meliputi Kecamatan Padang Cermin. Tahun 1990 kecamatan ini dibagi dua yaitu Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada. Pada tahun 1963 wilayah kewedanan berikut jabatan wedana dihapus selanjutnya diganti menjadi jabatan kepala negeri yang masa jabatannya lima tahun, pada tahun 1970 tidak dipilih lagi dan tugasnya diangkat oleh camat. Pada tahun 1972 semua negeri seluruh Lampung di hapus. Pemindahan Ibu Kota Pada Awalnya terbentuk, Lampung Selatan masih merupakan bagian dari Wilayah Sumatera Selatan. Berdasarkan UU no 14 tahun 1964 tentang Pembentukan Provinsi Daerah TK I Lampung, maka Daerah TK II Lampung Selatan secara resmi merupakan salah satu Kabupaten dalam daerah TK I Lampung. Dengan ditingkatkannya status kota Tanjung Karang-Teluk Betung menjadi Kotapraja berdasarkan UU nomor 28 tahun 1959, praktis kedudukan ibu kota Kabupaten Dati II Lampung Selatan berada di luar Wilayah Administrasinya. Usaha-usaha untuk memindahkan ibu kota kabupaten Daerah TK II Lampung Selatan dari wilayah kotamadya Daerah TK II Tanjung Karang-Teluk Betung ke wilayah administrasi kabupaten Daerah TK II Lampung Selatan telah dimulai sejak tahun 1968. Atas dasar Surat Edaran Mendagri tanggal 15 Mei 1973 nomor Pemda 18/2/6 yang antara lain mengharapkan paling lambat tahun pertama Repelita III setiap Ibu Kota Kabupaten/Kotamadya harus telah mempunyai rencana induk (master plan), maka telah diadakan Naskah Kerjasama antara Pemda TK I Lampung dan Lembaga Penelitian dan Planologi Departemen Planologi Institut Teknologi Bandung (LPP-ITB) nomor OP.100/791/Bappeda/1978 dan nomor: LPP.022/NKS/Lam/1978 tanggal 24 Mei 1978. Dari hasil penelitian terhadap 20 (dua puluh) ibu kota kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Daerah TK II Lampung Selatan, maka terpilih 2 (dua) kota yang mempunyai nilai tertinggi untuk dijadikan calon ibu kota, yaitu Pringsewu dan Kalianda. Dengan Surat Perintah Tugas tanggal 17 Mei 1980 nomor 259/V/BKT/1980 Tim Departemen Dalam Negeri melakukan Penelitian Lapangan dari tanggal 19 sampai dengan 29 Mei 1980 terhadap 6 (enam) kota kecamatan sebagai alternatif calon ibu kota baru Lampung Selatan, yaitu Kota Agung, Talang Padang, Pringsewu, Katibung, Kalianda dan Gedung Tataan. Hasil Penelitian Tim Depdagri tersebut berkesimpulan bahwa Kalianda adalah pilihan yang tepat sebagai calon ibu kota yang baru Kabupaten Dati II Lampung Selatan. Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 28 Juli 1980 nomor 135/3009/PUOD, ditetapkan lokasi calon ibu kota Kabupaten Dati II Lampung Selatan di Desa Kalianda, Desa Bumi Agung dan Desa Way Urang. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah no 39 tahun 1981 tanggal 3 Nopember 1981, ditetapkan Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Daerah TK II Lampung Selatan dari Wilayah Kota Madya Tanjung Karang-Teluk Betung ke Kota Kalianda yang terdiri dari Kelurahan Kalianda, Kelurahan Way Urang dan Kelurahan Bumi Agung. Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri nomor 135/102/PUOD tanggal 2 Januari 1982, peresmiannya dilakukan pada tanggal 11 Februari 1982 oleh Menteri Dalam Negeri yaitu Bapak Amir Machmud. Sedangkan kegiatan Pusat Pemerintahan di Kalianda ditetapkan mulai tanggal 10 Mei 1982. Sosial Budaya dan Agama Berdasarkan data yang ada penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu penduduk asli Lampung dan penduduk pendatang. Penduduk asli khususnya sub suku Lampung Saibatin (Peminggir) umumnya berkediaman di sepanjang pesisir pantai. Penduduk sub suku lainnya tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Penduduk pendatang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari bermacam-macam suku dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Dari semua suku pendatang tersebut jumlah terbesar adalah pendatang dari Pulau Jawa. Besarnya penduduk yang berasal dari Pulau Jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada zaman penjajahan Belanda dan dilanjutkan dengan adanya program transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan, disamping perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan. Beragamnya etnis penduduk di kabupaten Lampung Selatan mungkin juga disebabkan karena Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar adalah wilayah pantai sehingga banyak nelayan yang bersandar dan menetap. Para nelayan ini pada umumnya mendiami wilayah pantai timur dan selatan, yang sebagian besar berasal dari pesisir selatan Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan. Dengan beragamnya etnis penduduk yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Selatan, maka beragam pula budaya adat dan kebiasaan masyarakatnya sesuai dengan asal daerahnya. Budaya Adat kebiasaan penduduk asli yang saat ini masih sering terlihat adalah pada acara-acara pernikahan. Penduduk Kabupaten Lampung Selatan dalam bentuknya yang asli memiliki struktur hukum Budaya adat tersendiri. Hukum Budaya adat tersebut berbeda antara yang satu dengan lainnya. Secara umum penduduk asli Lampung yang terdapat di kabupaten Lampung Selatan dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung Saibatin (Peminggir) yang merupakan mayoritas suku Lampung di Kabupaten Lampung Selatan dan kelompok kedua yaitu masyarakat Lampung Pepadun. (sumber: LSDA-2007) Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Perubahan Lambang Daerah Sehubungan dengan telah diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 23 Tahun 2011, Tentang Bentuk, Warna, dan Isi Lambang Daerah Kabupaten Lampung Selatan, Dengan ini diberitahukan kepada masyarakat Provinsi Lampung, khususnya Kabupaten Lampung Selatan terhitung sejak Tanggal 8 November 2011, Bentuk, Warna, dan Isi Lambang Daerah Kabupaten Lampung Selatan mengalami perubahan.(logo yang baru) Lambang memiliki makna: Warna Lambang Daerah terdiri dari biru muda, kuning emas, biru tua, merah, putih, hijau, coklat dan hitam, yang masing-masing warna melambangkan: Biru muda melambangkan perubahan, kejujuran, kemakmuran, ketaatan dan takwa; Kuning emas melambangkan keagungan dan kejayaan serta kebesaran cita dan masyarakat untuk membangun daerah dan negaranya; Biru tua melambangkan laut, kesetiaan, ketekunan dan ketabahan juga melambangkan kekayaan sungai dan lautan yang merupakan sumber perikanan dan kehidupan para nelayan; Merah melambangkan keberanian dan kedinamisan; Putih melambangkan kesucian; Hijau melambangkan kesejahteraan dan kecerdasaan; dan Coklat melambangkan tanah yang subur untuk ladang dan sawah. Isi Lambang Daerah mempunyai makna terdiri atas: Kata Lampung Selatan berarti Daerah Kabupaten Lampung Selatan; Pita bewarna merah melambangkan keberanian; Bintang emas bersegi 5 (lima) melambangkan nilai-nilai keagamaan; Siger melambangkan mahkota keagungan adat budaya dan tingkat kehidupan terhormat; Bergerigi 7 (tujuh) melambangkan 7 (tujuh) marga antara lain (marga Pesisir/Rajabasa, Marga Legun, Marga Katibung, Marga Dantaran, Marga Ratu, Marga Sekampung Ilir, dan Marga Sekampung Udik); Setangkai Padi berjumlah 14 (empat belas) bulir, Kapas berjumlah 11 (sebelas) tangkai, Mutiara pada Siger berjumlah 56 (lima puluh enam) butir, merujuk pada hari jadi Kabupaten Lampung Selatan 14 November 1956; Gunung, laut, daratan, dan pohon kelapa melambangkan kekayaan alam; Aksara Lampung yang berarti suka bermusyawarah untuk menuju mufakat; Sebuah badik melambangkan keperwiraan; H. Rycko Menoza. SZP., SE.,SH., MBA. (Bupati) H. Eki Setyanto, SE. (Wakil bupati) Ir. Sutono, MM. (Sekretaris daerah)''' Bupati Lampung Selatan, Rycko Menoza, adalah yang memiliki pemikiran untuk mengganti lambang daerah telah dilakukan sejak dia dilantik menjadi bupati. Sebab lambang daerah yang dimiliki Lamsel saat ini sudah tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Untuk itu, Pemerintah Kabupatenlah yang mengusulkan pergantian lambang daerah itu ke DPRD Lamsel. Mulai 1 Januari 2012, seluruh kendaraan dinas (randis) milik Pemkab Lampung Selatan dipasangi logo baru kabupaten itu. Kini logo Kabupaten Lampung Selatan sudah berubah. Maka diperlukan sosialisasi, salah satunya dengan memasang logo baru pada randis, tugu, gapura, dan bet seragam pegawai negeri sipil (PNS). Referensi Pranala luar Profil Singkat Kabupaten Lampung Selatan Profil Kabupaten Lampung Selatan Lampung Selatan Lampung Selatan
4041
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Lampung%20Tengah
Kabupaten Lampung Tengah
Lampung Tengah (aksara Lampung: ) adalah kabupaten di provinsi Lampung, Indonesia. Kabupaten ini beribu kota di kecamatan Gunung Sugih. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 4.559,57 km² dan jumlah penduduk sebanyak 1.373.773 jiwa (30 Juni 2023). Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terkurung daratan (land lock) di provinsi Lampung, dan kabupaten ini terletak sekitar 57,85 kilometer dari Kota Bandar Lampung. Kabupaten ini dulunya merupakan kabupaten terluas kedua di Lampung sampai dengan diterbitkan Undang-undang Nomor 12 tahun 1999 yang memecah kabupaten ini menjadi beberapa daerah lain sehingga luasnya menjadi lebih kecil. Kabupaten Lampung Tengah dulunya meliputi Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur, dan Kota Metro. Sebelum tahun 1999, ibu kota Lampung Tengah terletak di Metro yang dimekarkan menjadi kota otonom sendiri. Setelah tahun 1999 pusat pemerintahan Lampung Tengah dipindahkan ke Gunung Sugih. Sejarah Selama dalam tahun 1952 sampai dengan 1970 pada objek-objek transmigrasi daerah Lampung telah ditempatkan sebanyak 53.607 KK, dengan jumlah sebanyak 222.181 jiwa, tersebar pada 24 objek dan terdiri dari 13 jenis/kategori transmigrasi. Untuk Kabupaten Lampung Tengah saja antara tahun itu terdiri dari 4 objek, dengan jatah penempatan sebanyak 6.189 KK atau sebanyak 26.538 jiwa. Kabupaten Lampung Tengah dihuni oleh masyarakat Suku Lampung. Agama yang dianut mayoritas adalah Islam dan sebagian lagi agama Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Buddha. Selain suku Lampung, di Kabupaten Lampung Tengah terdapat masyarakat suku Jawa dan suku Sunda dan suku - suku lainnya, dengan jumlah yang beragam. Mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Beberapa dari mereka juga awalnya adalah transmigran yang ditempatkan di beberapa kecamatan dalam wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Masyarakat dominan lain yang bermukim di Lampung Tengah adalah penduduk Lampung dan suku Bali. Sebagian besar mendiami di beberapa kecamatan di wilayah timur dan sisanya berada di kecamatan lain di Lampung Tengah. Agama yang di anut mayoritas memeluk agama Hindu-Bali. Kampung-kampung Bali akan terasa bila saat berada di lingkungan setempat. Sama halnya dengan masyarakat suku Jawa dan Sunda, masyarakat suku Bali bermula dari transmigran yang ditempatkan di daerah ini. Penempatan itu terdiri dari beberapa tahapan. Sehari-harinya, penduduk setempat menuturkan bahasa Bali dan Lampung. Pembagian administratif Pada masa Orde Baru, pada mulanya daerah asli Kabupaten Lampung Tengah meliputi 1 (satu) kota administratif, 2 (dua) lembaga pembantu bupati, 24 kecamatan, dan 504 desa/kelurahan. Lalu berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46 Tahun 1999 dibentuklah kecamatan Terusan Nunyai yang sebelumnya merupakan wilayah kecamatan Terbanggi Besar. Sebulan kemudian, berdasarkan UU RI Nomor 12 Tahun 1999, pada wilayah kabupaten Lampung Tengah diadakan pemekaran, sehingga wilayah yang semula memiliki luas 9.189,50 km² dan sekarang luasnya tinggal sekitar 4.559,57 km². Pemekaran pertama adalah Kabupaten Lampung Timur, sehingga kabupaten ini berkurang 10 kecamatan yakni, Sukadana, Metro Kibang, Pekalongan, Way Jepara, Labuhan Maringgai, Batanghari, Sekampung, Jabung, Purbolinggo, dan Raman Utara. Pemekaran kedua dengan terbentuknya Kota Madya Metro yang dulunya dikenal sebagai ibu kota Kabupaten Lampung Tengah yang memiliki status sebagai Kota Administratif dan pada tahun 1999 statusnya ditingkatkan sebagai Kotamadya. Sehingga wilayah Lampung Tengah kembali mengalami pengurangan 2 kecamatan yaitu Metro Raya dan Bantul. Setelah dikurangi 12 kecamatan tersebut secara keseluruhan, Lampung Tengah dalam kurun waktu 1999-2001 hanya memiliki 13 kecamatan, yaitu: Gunung Sugih (sebagai ibu kota baru kabupaten) Terbanggi Besar Seputih Mataram Punggur Seputih Raman Seputih Banyak Rumbia Seputih Surabaya Trimurjo Padang Ratu Bangun Rejo Kali Rejo Terusan Nunyai Pada tahun 2001 berdasarkan Perda Kabupaten Lampung Tengah No. 10 Tahun 2001, diadakan pemekaran kecamatan sehingga bertambah 13 kecamatan baru sebagai berikut: Bumi Ratu Nuban Bekri Seputih Agung Way Pengubuan Bandar Mataram Pubian Selagai Lingga Anak Tuha Sendang Agung Kota Gajah Bumi Nabung Way Seputih Bandar Surabaya Selanjutnya berturut-turut berdasarkan Perda Kabupaten Lampung Tengah No. 6 Tahun 2005 dibentuk kecamatan Anak Ratu Aji dan pemekaran kecamatan terakhir yaitu kecamatan Putra Rumbia berdasarkan Perda Kabupaten Lampung Tengah No. 15 Tahun 2006. Sekarang, total kecamatan di Lampung Tengah sebanyak 28 kecamatan. Pemerintahan Bupati Bupati Lampung Tengah dijabat oleh Musa Ahmad, didampingi wakil bupati, Ardito Wijaya. Mereka merupakan pemenang pada pemilihan umum bupati Lampung Tengah 2020. Dewan Perwakilan Kecamatan Transportasi Letak Kabupaten Lampung Tengah cukup strategis dalam konteks pengembangan wilayah. Sebab selain dilintasi jalur lintas regional, baik yang menghubungkan antar provinsi maupun antar kabupaten/kota di Provinsi Lampung, juga persimpangan antara jalur Sumatera Selatan via Menggala dan jalur Sumatera Selatan serta Bengkulu via Kotabumi. Bagian selatan jalur menuju ke Kota Bandar Lampung, bagian timur menuju jalan ASEAN, Kabupaten Lampung Timur dan Kotamadya Metro. Sementara bagian barat jalur menuju Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Tanggamus serta jalur lintas kereta api jurusan Bandar Lampung-Kertapati, Palembang. Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah Lampung Tengah Lampung Tengah
4042
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Lampung%20Utara
Kabupaten Lampung Utara
Lampung Utara (aksara Lampung: ) adalah kabupaten di provinsi Lampung, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Kotabumi. Jumlah penduduk kabupaten Lampung Utara pada tahun 2020 sebanyak 636.908 jiwa, dengan kepadatan 234 jiwa/km2. Kabupaten ini dulunya adalah kabupaten terluas/terbesar di provinsi Lampung yang sekarang meliputi Kabupaten Lampung Utara sendiri, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Barat (yang melahirkan Kabupaten Pesisir Barat), dan Kabupaten Tulang Bawang (yang melahirkan Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Kabupaten Mesuji). Sejarah Pada awal masa kemerdekaan, berdasarkan UU RI Nomor 1 Tahun 1945, Lampung Utara merupakan wilayah administratif di bawah Karesidenan Lampung yang terbagi atas beberapa kawedanan, kecamatan dan marga. Pemerintahan marga dihapuskan dengan Peraturan Residen 3 Desember 1952 Nomor 153/1952 dan dibentuklah “Negeri” yang menggantikan status marga dengan pemberian hak otonomi sepenuhnya berkedudukan di bawah kecamatan. Dengan terjadinya pemekaran beberapa kecamatan, terjadilah suatu negeri di bawah beberapa kecamatan, sehingga dalam tugas pemerintahan sering terjadi benturan. Status pemerintahan negeri dan kawedanan juga dihapuskan dengan berlakunya UU RI Nomor 18 Tahun 1965. Berdasarkan UU RI Nomor 4 (Darurat) Tahun 1965, juncto UU RI Nomor 28 Tahun 1959, tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Sumatera Selatan, terbentuklah Kabupaten Lampung Utara di bawah Provinsi Sumatera Selatan. Dengan terbentuknya Provinsi Lampung berdasarkan UU RI Nomor 14 Tahun 1964, maka Kabupaten Lampung Utara masuk sebagai bagian dari Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Utara telah mengalami tiga kali pemekaran dengan wilayah awal yang semula seluas 19.368,50 km². Luas Kabupaten Lampung Utara setelah pemekaran pada akhir tahun 2013 adalah 2.725,87 km2. Pemekaran wilayah pertama terjadi dengan terbentuknya Kabupaten Lampung Barat berdasarkan UU RI Nomor 6 Tahun 1991, sehingga Wilayah Lampung Utara berkurang 6 kecamatan yaitu: Sumber Jaya, Balik Bukit, Belalau, Pesisir Tengah, Pesisir Selatan dan Pesisir Utara. Pemekaran kedua tejadi dengan terbentuknya Kabupaten Tulang Bawang berdasarkan UU RI Nomor 2 Tahun 1997. Wilayah Lampung Utara kembali mengalami pengurangan sebanyak 4 kecamatan yaitu: Menggala, Mesuji, Tulang Bawang Tengah dan Tulang Bawang Udik. Pemekaran ketiga terjadi dengan terbentuknya Kabupaten Way Kanan berdasarkan UURI Nomor 12 Tahun 1999. Lampung Utara kembali berkurang 6 kecamatan yaitu: Blambangan Umpu, Pakuan Ratu, Bahuga, Baradatu, Banjit dan Kasui. Kabupaten Lampung Utara, saat ini tinggal 8 kecamatan yaitu: Kotabumi, Abung Selatan, Abung Timur, Abung Barat, Sungkai Selatan, Sungkai Utara, Tanjung Raja dan Bukit Kemuning. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2000 jumlah kecamatan dimekarkan menjadi 16 kecamatan dengan mendefinitifkan 8 kecamatan pembantu yaitu: Kotabumi Utara, Kotabumi Selatan, Abung Semuli, Abung Surakarta, Abung Tengah, Abung Tinggi, Bunga Mayang dan Muara Sungkai. Sedangkan hari kelahiran Kabupaten Lampung Utara Sikep ini, setelah melalui berbagai kajian, disepakati jatuh tanggal 15 Juni 1946 dan ini disahkan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tanggal 15 Agustus 2006 telah dimekarkan kembali 7 kecamatan yang baru, yaitu sebagai berikut: Kecamatan Hulu Sungkai ibu kota Gedung Maripat Kecamatan Sungkai Tengah ibu kota Batu Nangkop Kecamatan Sungkai Barat ibu kota Sinar Harapan Kecamatan Sungkai Jaya ibu kota Cempaka Kecamatan Abung Pekurun ibu kota Pekurun Kecamatan Abung Kunang ibu kota Aji Kagungan Kepala Kampung Syahrial Kunang Kecamatan Blambangan Pagar ibu kota Blambangan Geografi Secara geografis kabupaten lampung utara terletak pada 104' 40 sampai 105'08 bujur timur dan 4'34 sampai 5'06 lintang selatan dengan batas - batas wilayah sebagai berikut: Batas Wilayah Iklim Pada tahun 2008 suhu udara rata-rata siang hari berkisar antara 21,8 °C sampai 23,8 °C. Rata-rata curah hujan lebih rendah (182,54 mm) dibandingkan dengan tahun 2007 (133,6 mm). Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret mencapai 455,4 mm dan terendah pada bulan Mei (28,7 mm). Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Saat ini di lampung Utara menjadi 23 kecamatan, yaitu: Kecamatan Abung Barat Ibu kota Ogan Lima Kecamatan Abung Kunang Ibu kota Aji Kagungan Kecamatan Abung Pekurun Ibu kota Pekurun Kecamatan Abung Selatan Ibu kota Kalibalangan Kecamatan Abung Semuli Ibu kota Semuli Raya Kecamatan Abung Surakarta Ibu kota Tatakarya Kecamatan Abung Tengah Ibu kota Negeri Besar Kecamatan Abung Timur Ibu kota Bumi Agung Kecamatan Abung Tinggi Ibu kota Ulak Rengas Kecamatan Blambangan Pagar Ibu kota Blambangan Kecamatan Bukit Kemuning Ibu kota Bukit Kemuning Kecamatan Bunga Mayang Ibu kota Negara Tulangbawang Kecamatan Hulu Sungai Ibu kota Gedung Makripat Kecamatan Kotabumi Ibu kota Kotabumi Kecamatan Kotabumi Selatan Ibu kota Mulangmaya Kecamatan Kotabumi Utara Ibu kota Madukoro Kecamatan Muara Sungkai Ibu kota Negeri Ujungkarang Kecamatan Sungkai Barat Ibu kota Sinar Harapan Kecamatan Sungkai Jaya Ibu kota Cempaka Kecamatan Sungkai Selatan Ibu kota Ketapang Kecamatan Sungkai Tengah Ibu kota Batunangkop Kecamatan Sungkai Utara Ibu kota Negararatu Kecamatan Tanjung Raja Ibu kota Tanjung Raja Pariwisata Objek Wisata Bendungan Way Rarem Terletak di Desa Pekurun, Kecamatan Abung Pekurun atau 36 Km dari Kotabumi, atau 90 Km dari Bandar Lampung. Objek Wisata Way Rarem Memiliki luas 49,2 Ha tinggi bendungan 59 m dan kedalaman air 32m, luas genangan 1200 ha. Disamping untuk Objek Wisata, Bendungan Way Rarem juga berfungsi sebagai irigasi yang dapat mengairi seluas – 22.000 ha, untuk Kecamatan Abung Timur, Tulang Bawang Tengah, Tulang Bawang Udik dan Kotabumi. Terdapat beberapa spesies ikan hias air tawar khas seperti ikan Sumatra dll. Lingkungan alam dan suasana perkampungan merupakan ciri khas lokasi ini. Bendungan Tirta Shinta Terletak di Desa Wonomarto, Kecamatan Kotabumi utara dengan jarak tempuh – 10 Km dari Kotabumi, atau 111 Km dari Bandar Lampung. Air terjun Curup Paten Terletak di Desa Suka Menanti Kecamatan Bukit Kemuning dengan jarak tempuh dari Kotabumi sekitar 40 km. Air terjun ini memiliki tiga tingkatan dengan ketinggian sekitar 4 m untuk masing - masing tingkatan. Air terjun Curup Selampung Terletak di Desa Gunung Bertuah Kecamatan Abung Barat dengan jarak tempuh sekitar 35 Km dari kotabumi. di lokasi ini terdapat 2 air terjun masing tinggi 12 m lebar 15 m dan tinggi 20 m lebar 3 m yang ditemukan oleh Alm Selampung pada tahun 1973. Wisata Green Bamboo Terletak di Desa Sribandung Kecamatan Abung Tengah dengan jarak tempuh sekitar 10 Km dari kotabumi. Lokasi ini merupakan wisata arung jeram alami yang mengikuti aliran sungai dengan arus deras dan bebatuan yang menghadirkan petualangan alam tersendiri. Wisata Budaya Sanggar - sanggar seni budaya sebagai pelestarian seni budaya nenek moyang kabupaten lampung utara.sanggar tersebut di antaranya sanggar kemalo bumi rayo yang telah berhasil meraih berbagai prestasi tingkat nasional. Referensi Pranala luar Situs web resmi Lampung Utara Lampung Utara
4043
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tanggamus
Kabupaten Tanggamus
Tanggamus (aksara Lampung: ) adalah kabupaten di Provinsi Lampung, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Kota Agung. Kabupaten Tanggamus diresmikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997, tanggal 21 Maret 1997. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 4.654,98 Km² dan berpenduduk sebanyak 652.898 jiwa (2022) dengan kepadatan penduduk 225 jiwa/km². Di bidang pendidikan, Kabupaten Tangamus memiliki sarana dari 20 PAUD/TK, 434 SD/MI, 58 SMP/MTs, 17 SMA/MA, 5 SMK/MK hingga Perguruan Tinggi. Air terjun Way Lalaan dan Pantai Gigi Hiu menjadi primadona wisata unggulan di kabupaten ini Geografi Satu dari dua teluk besar yang ada di Provinsi Lampung terdapat di Kabupaten Tanggamus yaitu teluk Semaka dengan panjang daerah pantai 200 km dan sebagai tempat bermuaranya satu sungai besar, yaitu Way Semaka. Selain itu, wilayah Kabupaten tanggamus dipengaruhi oleh udara pantai tropis dan dataran pegunungan dengan temperatur udara yang sejuk dengan rata-rata 28°C. Luas Wilayah Kabupaten Tanggamus mempunyai luas Wilayah 2.855,46 Km² untuk luas daratan ditambah dengan daerah laut seluas 1,799,50 Km² dengan luas keseluruhan 4, 654,98 Km², dengan topografi wilayah bervariasi antara dataran rendah dan dataran tinggi, yang sebagian merupakan daerah berbukit sampai bergunung, yakni sekitar 40% dari seluruh wilayah dengan ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai dengan 2.115 meter. Potensi sumber daya alam yang dimiliki Kabupaten Tanggamus sebagian besar dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Selain itu masih terdapat beberapa sumber daya alam lain yang potensial untuk dikembangkan antara lain; pertambangan emas, bahan galian seperti granit dan batu pualam atau marmer. Disamping itu juga terdapat sumber air panas dan panas bumi yang memungkinkan untuk dikembangkan menjadi pembangkit energi listrik alternatif. Sejarah Nama Kabupaten Tanggamus diambil dari nama Gunung Tanggamus yang berdiri tegak tepat di jantung Kabupaten Tanggamus. Sejarah perkembangan wilayah Tanggamus, menurut catatan yang ada pada tahun 1889 pada saat Belanda mulai masuk di Wilayah Kota Agung, yang ada pada saat itu pemerintahannya dipimpin oleh seorang Kontroller yang memerintah di Kota Agung. Pada waktu itu pemerintahan telah dilaksanakan oleh Pemerintah Adat yang terdiri dari 5 (lima) Marga yaitu: Marga Gunung Alip (Talang Padang), Marga Benawang; Marga Belunguh; Marga Pematang Sawa; Marga Ngarip. Masing-masing marga tersebut dipimpin oleh seorang Pasirah yang membawahi beberapa Kampung. Perkembangan selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 114/ 1979 tanggal 30 Juni 1979 dalam rangka mengatasi rentang kendati dan sekaligus merupakan persiapan pembentukan Pembantu Bupati Lampung Selatan untuk Wilayah Kota Agung yang berkedudukan di Kota Agung serta terdiri dari 10 Kecamatan dan 7 Perwakilan Kecamatan dengan 300 Pekon dan 3 Kelurahan serta 4 Pekon Persiapan. Pada akhirnya Kabupaten Tanggamus terbentuk dan menjadi salah satu dari 10 Kabupaten/ Kota yang ada di Provinsi Lampung. Kabupaten Tanggamus dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 1997 yang diundangkan pada tanggal 3 Januari 1997 dan diresmikan menjadi Kabupaten pada tanggal 21 Maret 1997. Sejalan dengan dinamika perkembangan masyarakat adat di Kabupaten Tanggamus, pada tanggal 12 Januari 2004 Kepala Adat Saibatin Marga Benawang merestui tegak berdirinya Marga Negara Batin, yang sebelumnya merupakan satu kesatuan adat dengan Marga Benawang. Pada tanggal 10 Maret 2004 di Pekon Negara Batin dinobatkan kepala adat Marga Negara Batin dengan gelar Suntan Batin Kamarullah Pemuka Raja Semaka V. Dengan berdirinya Marga Negara Batin tersebut, masyarakat adat pada tahun 1889 terdiri dari 5 marga, saat ini menjadi 6 marga, yaitu: Marga Gunung Alip (Talang Padang), Marga Benawang, Marga Belunguh, Marga Pematang Sawa, Marga Ngarip, Marga Negara Batin. Suku Lampung adalah suku mayoritas di kabupaten tanggamus yang juga merupakan suku asli di provinsi Lampung, disusul oleh suku pendatang seperti Suku Jawa, Suku Bali, Suku Sunda, dan Minangkabau. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pariwisata Objek Wisata 1. Teluk Kiluan Objek wisata Teluk Kilauan berada di Desa Kilauan Negeri, Kecamatan Kelumbayan. Teluk inilah yang menjadi saingan berat Pantai Lovina di Bali karena mereka sama-sama memiliki atraksi serupa berupa bertemu dengan kawanan ikan lumba-lumba secara langsung di laut lepas menggunakan perahu nelayan setempat. Teluk Kilauan menyajikan beragam pilihan wisata, selain berlayar ke tengah laut untuk melihat ikan lumba-lumba, wisatawan yang berada di pesisirnya juga bisa bermain pasir dan berenang di laguna biru. 2. Pantai Gigi Hiu Objek wisata Pantai Gigi Hiu berada di Desa Pegadungan, Kecamatan Kelumbayan. Pantai Gigi Hiu alias Pantai Batu Layar alias Pantai Pegadungan. Pemberian namanya sendiri merujuk pada gugusan karang tajam yang dianalogikan sebagai gigi ikan hiu. Tidak usah bawa peralatan snorkeling ke tempat ini, karena Pantai Gigi Hiu hanya bisa dinikmati secara visual saja. 3. Gunung Tanggamus Gunung ini berdiri tegak di timur laut ibu kota kabupaten yaitu Kecamatan Kota Agung. Gunung ini sangat populer di kalangan pecinta alam dan menjadi lokasi favorit untuk pendakian dan juga camping. Gunung Tanggamus memiliki tinggi 2.102 meter di atas permukaan air laut yang menjadikannya sebagai gunung tertinggi kedua di Provinsi Lampung setelah Gunung Pesagi. Puncak gunung ini mempunyai pemandangan yang begitu indah terlebih saat pagi dan sore. Saat itu lembah Gunung Tanggamus akan tertutup kabut putih yang tebal sehingga membuat wisatawan di puncaknya berasa berada di atas awan. 4. Pantai Sawmiil Wilayah Kabupaten Tanggamus yang menghadap ke Teluk Semangka membuatnya punya garis pantai yang sangat panjang sekaligus memberinya banyak pantai eksotis. Salah satunya adalah Pantai Sawmill yang terletak di pesisir barat tepatnya di Desa Karangsari, Kecamatan Wonosobo. Pantai dengan nama lain Sumil ini memiliki pemandangan alam yang kompleks. Selain laut yang menghampar luas, di sebelah barat pantai ini terlihat gugusan pegunungan Bukit Barisan Selatan yang telah ditetapkan pemerintah sebagai taman nasional. Beralih ke sisi timur, sayup-sayup terlihat puncak Gunung Tanggamus yang menjadi ikon kabupaten tersebut. 5. Air Terjun Way Lalaan Air terjun Way Lalaan didapuk sebagai destinasi wisata populer di Tanggamus yang banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah. Air Terjun Way Lalaan memiliki ketinggian 11 meter dan airnya mengalir ke Sungai Lalaan yang bermuara di Teluk Semangka. Air terjun ini bisa dtemukan di pekon atau Desa Kampungbaru, Kecamatan Kota Agung Timur atau tepat berada di kaki Gunung Tanggamus. Akses menuju ke lokasi sudah dibangun tangga beton yang dibuat pada zaman kolonial Belanda sekitar tahun 1937. 6. Air Terjun Jarum Lebuay Air Terjun Jarum Lebuay terletak di pekon atau Desa Lebuay Datar, Kecamatan Air Naningan. Air terjun ini memiliki debut air yang berlimpah meski musim kemarau hanya saja yang membedakan saat musim kemarau aliran air terjun ini hanya satu. Air terjun ini akan berubah menjadi air terjun kembar dengan dua aliran berdampingan saat musim hujan. Di bawah terjunan air terdapat gua kecil dan juga kolam yang bisa digunakan berenang. Namun pengunjung harus tetap hati-hati kalau bermain air di kolamnya. 7. Bendungan Batutegi Objek wisata ini berada di terletak di pekon atau Desa Lebuay Datar, Kecamatan Air Naningan. Bendungan yang dibangun sejak tahun 1995 dan selesai 9 tahun kemudian ini berada di antara dua bukit yang tinggi serta mengorbankan bukit yang lebih rendah untuk ditenggelamkan. Kabarnya Bendungan Batutegi ini merupakan bendungan terbesar se Asia Tenggara yang mampu menampung air sebanyak 9 juta meter kubik. Selain dimanfaatkan untuk sarana pembangkit tenaga listrik, Bendungan Batutegi juga mulai dikembangkan untuk tujuan wisata. Sebaiknya berkunjung pada pagi atau sore, pasalnya siang hari di bendungan ini lumayan panas karena tidak ada tempat berteduh. 8. Air Terjun Lembah Pelangi Air terjun setinggi 20 meter ini merupakan air terjun bertingkat yang terdiri dari 3 susunan. Menariknya air terjun yang berada di posisi paling bawah memiliki sumber air panas yang bisa digunakan untuk mandi dan terapi. Untuk mendatangi satu per satu rangkaian Air Terjun Lembah Pelangi dibutuhkan usaha ekstra karena ketiganya terpisah jarak dengan medan yang curam meski posisinya tidak jauh. Kebanyakan traveler yang berkunjung ingin menikmati sensasi berendam di air hangatnya. Kamupun tidak boleh ketinggalan berendam di bawah air terjun ini kalau berkunjung ke sana. 9. Air Terjun Sinar Petir Air terjun ini memiliki alirannya yang unik yaitu berbentuk zig zag atau seperti bertangga dan memiliki ketinggian kurang lebih sekitar 50m. Penamaan Air Terjun Sinar Petir karena berada di Pekon Sinar Petir, Kecamatan Bulok, sehingga penamaan tersebut bukan didasari karena berbentuk zig zag. Tetapi disitulah termasuk salah satu keunikannya selain bentuknya yang zig zag merupakan lambang dari petir nama air terjun tersebut juga Sinar Petir. Akses jalan menuju lokasi tersebut tidak terlalu sulit karena jalan menuju lokasi sudah menggukan jalan cor. 10. Pantai Ronald Referensi Pranala luar Tanggamus Tanggamus Tanggamus
4044
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Metro
Kota Metro
Kota Metro (aksara Lampung: ) adalah kota di provinsi Lampung, Indonesia. Berjarak sekitar 52 km dari Kota Bandar Lampung, ibu kota provinsi Lampung, serta merupakan kota terbesar kedua di provinsi Lampung. Kota Metro masuk dalam Daftar 10 kota di Indonesia dengan biaya hidup terendah ke-9 di Indonesia serta urutan kedua di Pulau Sumatra berdasarkan Survei BPS tahun 2017. Kota Metro juga merupakan target cetak biru Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia sebagai kawasan strategis dan target pengembangan kota metropolitan setelah Bandar Lampung. Sejarah Masa pendudukan Belanda Sejarah kelahiran Kota Metro bermula dengan dibangunnya kolonisasi dan dibentuk sebuah induk desa baru yang diberi nama Trimurjo. Sebelum tahun 1936, Trimurjo adalah bagian dari Onder Distrik Gunungsugih yang merupakan bagian dari wilayah Marga Nuban. Kawasan ini adalah daerah yang terisolasi tanpa banyak pengaruh dari penduduk lokal Lampung. Namun, pada awal tahun 1936 Pemerintah kolonial Belanda mengirimkan migran orang-orang Jawa (kolonis) ke wilayah ini untuk mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan mengurangi kegiatan para aktivis kemerdekaan. Kelompok pertama tiba pada tanggal 4 April 1936. Pada tanggal 9 Juni 1937, nama daerah itu diganti dari Trimurjo ke Metro dan pada tahun yang sama berdiri sebagai pusat pemerintahan Onder Distrik (setingkat kecamatan) dengan Raden Mas Sudarto sebagai asisten kepala distrik (asisten demang) pertama. Onder Distrik dikepalai oleh seorang Asisten Demang, sedangkan Distrik dikepalai oleh seorang Demang. Sedangkan atasan daripada Distrik adalah Onder Afdeling yang dikepalai oleh seorang Controleur berkebangsaan Belanda. Tugas dari Asisten Demang mengkoordinasi Marga yang dikepalai oleh Pesirah dan di dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh seorang Pembarap (Wakil Pesirah), seorang Juru Tulis dan seorang Pesuruh (Opas). Pesirah selain berkedudukan sebagai Kepala Marga juga sebagai Ketua Dewan Marga. Pesirah dipilih oleh Penyimbang-penyimbang Kampung dalam Marganya masing-masing. Kediaman asisten wedana Metro pada masa Hindia Belanda Marga terdiri dari beberapa Kampung yaitu dikepalai oleh Kepala Kampung dan dibantu oleh beberapa Kepala Suku. Kepala Suku diangkat dari tiap-tiap Suku di kampung itu. Kepala Kampung dipilih oleh Penyimbang-penyimbang dalam kampung. Pada waktu itu Kepala Kampung harus seorang Penyimbang Kampung, jikalau bukan Penyimbang Kampung tidak bisa diangkat dan Kepala Kampung adalah anggota Dewan Marga. Selama periode yang sama, pemerintah kolonial Belanda membangun lebih banyak jalan, juga klinik, kantor polisi, dan kantor administrasi. Pada tahun 1941 dibangun sebuah masjid, kantor pos, pasar yang besar, dan penginapan, serta pemasangan listrik dan saluran telepon. Pengembangan berikutnya adalah dibangunnya irigasi untuk memastikan tanaman yang sehat. Belanda memperkerjakan Ir. Swam untuk merancang sistem irigasi. Desainnya dikenal dengan nama tanggul (bahasa Prancis "leeve", sekarang bentukan ini dikenal dengan "ledeng") selebar 30 meter dan sedalam 10 meter saluran irigasi dari Sungai Sekampung ke Metro. Buruh disediakan oleh pendatang, yang diwajibkan dan bekerja dalam shift. Konstruksi dimulai pada tahun 1937 dan selesai pada tahun 1941. Metropolis-Metro dipilih dan ditetapkan sejak tahun 1935 telah direncanakan dengan matang oleh kolonial belanda sebagai Megaproyek Kolonisasi Sukadana. Pada tahun 1935, ditetapkanlah nama Metropolis-Metro dan menjadi ibukota dari Kolonisasi Sukadana. Asal nama Versi pertama nama "Metro" yaitu berasal dari nama resminya yaitu "Metropolis" yang ditetapkan sebagai pusat ibukota Kolonisasi Sukadana. Dalam penggunaannya, nama Metropolis disingkat menjadi Metro. Nama Metropolis-Metro diberikan langsung oleh Hendrik Roelof Rookmaaker yang mulai bertugas sebagai penjabat gubernur wedana pada 22 Juni 1933. Nama tersebut dipilih karena proyeksinya di masa depan, kota terencana ini akan menjadi kota besar seperti halnya Metropolis (metropolitan). Versi kedua atau yang populer yaitu nama Metro berasal dari kata “Meterm” atau "Metreum" dalam Bahasa Belanda yang artinya "titik tengah" atau “titik pusat wilayah". Pendapat ini muncul dikarenakan letak geografis Metro yang berada di tengah antara desa kolonis pertama yaitu Rancangpurwo dan desa induk Trimurjo. Versi ketiga nama Metro berasal dari kata "Mitro" (Bahasa Jawa) yang berarti artinya teman, mitra, kumpulan. Hal tersebut dilatarbelakangi dari kolonisasi yang datang dari berbagai daerah di luar wilayah Sumatra yang masuk ke daerah Lampung. Pada zaman kemerdekaan nama Kota Metro tetap Metro. Dengan berlakunya Pasal 2 Peraturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 maka Metro Termasuk dalam bagian Kabupaten Lampung Tengah yang dikepalai oleh seorang Bupati pada tahun 1945, yang pada waktu itu Bupati yang pertama menjabat adalah Burhanuddin (1945-1948) Masa pendudukan Jepang Setelah invasi Jepang di Indonesia pada tahun 1942, semua personil Belanda dievakuasi atau ditangkap. Program (trans)migrasi dilanjutkan di bawah nama Kakari Imin, dan 70 (trans)migran asal Jawa digunakan sebagai kerja paksa dalam pembangunan landas pacu di Natar (kelak menjadi Bandar Udara Internasional Radin Inten II) dan Astra Ksetra (kelak menjadi Pangkalan TNI Angkatan Udara Pangeran Mohammad Bunyamin), serta berbagai bunker dan aset strategis lainnya; mereka yang menolak akan ditembak. Warga lainnya kurang gizi, dengan hasil panen mereka yang diambil oleh pasukan pendudukan Jepang. Penyakit menyebar secara merajalela ke seluruh warga, yang dibawa oleh kutu. Kematian umum terjadi, sedangkan para perempuan termasuk istri-istri para pekerja paksa, diambil sebagai wanita penghibur. Pada zaman Jepang, Residente Lampoengsche Districten diubah namanya oleh Jepang menjadi Lampung Syu. Lampung Syu dibagi dalam 3 (tiga) Ken, yaitu: Teluk Betung Ken Metro Ken Kotabumi Ken Wilayah Kota Metro sekarang, pada waktu itu termasuk Metro Ken yang terbagi dalam beberapa Gun, Son, Marga-marga, dan Kampung-kampung. Ken dikepalai oleh Kenco, Gun dikepalai oleh Gunco, Son dikepalai oleh Sonco, Marga dikepalai oleh seorang Margaco, sedangkan Kampung dikepalai oleh Kepala Kampung. Selama perang kemerdekaan Indonesia, Belanda berusaha untuk merebut kembali Metro. Ketika mereka pertama kali tiba, mereka tidak dapat masuk jembatan ke kota Tempuran karena telah dihancurkan oleh pasukan 26 TNI di bawah komando Letnan Dua (Letda) Bursyah; konvoi Belanda terpaksa mundur. Namun, hari berikutnya Belanda kembali dalam jumlah yang lebih besar dan menyerang dari Tegineneng, akhirnya memasuki kota dan menewaskan 3 tentara Indonesia. Untuk mengenang peristiwa ini, dibangunlah sebuah monumen di Tempuran, Lampung Tengah, tepatnya di pintu masuk Kota Metro. Masa kemerdekaan Indonesia Setelah Indonesia merdeka dan dengan berlakunya pasal 2 Peraturan Peralihan UUD 1945, maka Metro Ken menjadi Kabupaten Lampung Tengah termasuk Kota Metro di dalamnya. Berdasarkan Ketetapan Residen Lampung No. 153/ D/1952 tanggal 3 September 1952 yang kemudian diperbaiki pada tanggal 20 Juli 1956 ditetapkan: Menghapuskan daerah marga-marga dalam Keresidenan Lampung. Menetapkan kesatuan-kesatuan daerah dalam Keresidenan Lampung dengan nama "Negeri" sebanyak 36 Negeri. Hak milik marga yang dihapuskan menjadi milik negeri yang bersangkutan. Dengan dihapuskannya Pemerintahan Marga maka sekaligus sebagai nantinya dibentuk Pemerintahan Negeri. Pemerintahan Negeri terdiri dari seorang Kepala Negeri dan Dewan Negeri, Kepala Negeri dipilih oleh anggota Dewan Negeri dan para Kepala Kampung. Negeri Metro dengan pusat pemerintahan di Metro (dalam Kecamatan Metro). Dalam praktik, dirasakan kurangnya keserasian antara pemerintahan, keadaan ini menyulitkan pelaksanaan tugas pemerintahan oleh sebab itu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung pada tahun 1972 mengambil kebijaksanaan untuk secara bertahap Pemerintahan Negeri dihapus, sedangkan hak dan kewajiban Pemerintahan Negeri beralih kepada kecamatan setempat. Penetapan Hari Jadi Sejarah kelahiran Kota Metro bermula dengan dibangunnya sebuah induk desa baru yang diberi nama Trimurjo. Dibangunnya desa ini dimaksudkan untuk menampung sebagian dari kolonis yang didatangkan oleh perintah Hindia Belanda pada tahun 1934 dan 1935, serta untuk menampung kolonis-kolonis yang akan didatangkan berikutnya. Pada zaman pelaksanaan kolonisasi selain Metro, juga terbentuk onder distrik yaitu Pekalongan, Batanghari, Sekampung, dan Trimurjo. Kelima onder distrik ini mendapat rencana pengairan teknis yang bersumber dari Way sekampung yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh para kolonisasi-kolonisasi yang sudah bermukim di onder distrik yang biasa disebut bedeng-bedeng dimulai dari Bedeng 1 bertempat di Trimurjo dan Bedeng 67 di Sekampung, yang kemudian nama bedeng tersebut diberi nama, contohnya Bedeng 21, Yosodadi. Kedatangan kolonis pertama di desa Trimurjo yaitu pada hari Sabtu tanggal 4 April 1936 yang ditempatkan pada bedeng-bedeng kemudian diberi penomoran kelompok bedeng, dan sampai saat ini istilah penomorannya masih populer dan masih dipergunakan oleh masyarakat Kota Metro pada umumnya. Jika datang ke Kote Metro dan desa di kabupaten sekitar kota ini lebih mudah menemukan daerah dengan istilah angka-angka/bedeng, yaitu: Bedeng 1, bedeng 4, bedeng 5, bedeng 10: untuk menyebut wilayah di kelurahan Trimurjo; Bedeng 2, bedeng 3: untuk menyebut wilayah di kelurahan Adipuro; Bedeng 6c, 6 polos, 6b, 6d: untuk menyebut wilayah di kelurahan Liman Benawi; Bedeng 7a, 7c, 8: untuk menyebut wilayah di kelurahan Depokrejo; Bedeng 11a, 11b, 11c, 11d, 11f: untuk menyebut wilayah di kelurahan Simbarwaringin; Bedeng 12a, 12b, 12c, 12d: untuk menyebut wilayah di kelurahan Tempuran; Bedeng 13a, 13 polos, 20: untuk menyebut wilayah di kelurahan Purwodadi; Bedeng 14-1, 14-2, 14-3, 14-4: untuk menyebut wilayah di kelurahan Ganjaragung dan Ganjar asri; Bedeng 15a, 15 polos: untuk menyebut wilayah di kelurahan Iringmulyo; Bedeng 16a, 16b, 16d: untuk menyebut wilayah di kelurahan Mulyosari; Bedeng 16c: untuk menyebut wilayah di kelurahan Mulyojati; Bedeng 17a, 17 polos, 18, 19: untuk menyebut wilayah kelurahan Untoro; Bedeng 21a, 21 polos: untuk menyebut wilayah kelurahan Yosodadi; Bedeng 21c: untuk menyebut wilayah kelurahan Yosomulyo; Bedeng 22: untuk menyebut wilayah kelurahan Hadimulyo; Bedeng 23: untuk menyebut wilayah kelurahan di Metro Utara; Bedeng 24: untuk menyebut wilayah di kelurahan Tejosari dan Tejoagung; Bedeng 25, 26: untuk menyebut wilayah di kelurahan Margorejo; Bedeng 27: untuk menyebut wilayah di kelurahan Sumbersari; Bedeng 28, 29: untuk menyebut wilayah di kelurahan Purwosari; Bedeng 30-67: untuk menyebut wilayah di daerah Batanghari dan Sekampung. Bedeng di Kota Metro kini sering disebut juga dengan sebutan Distrik yang membuat semakin menguatkan akan kentalnya sejarah bekas kolonisasi penjajahan Belanda di kota ini. Di Kota Metro banyak masyarakat yang menyebutkan nomor bedeng/distrik tersebut dikarenakan lebih mudah dan familiar. Setelah ditempati oleh para kolonis dari pulau Jawa, daerah bukaan baru yang termasuk dalam kewedanaan Sukadana yaitu Marga Unyi dan Buay Nuban ini berkembang dengan pesat. Daerah ini menjadi semakin terbuka dan penduduk kolonis pun semakin bertambah, sementara kegiatan perekonomian mulai tambah dan berkembang. Berdasarkan keputusan rapat Dewan Marga tanggal 17 Mei 1937 daerah kolonisasi ini diberikan kepada saudaranya yang menjadi koloni dengan melepaskannya dari hubungan marga. Dan pada Hari selasa tanggal 9 Juni 1937 nama desa Trimurjo diganti dengan nama Metro. Tanggal 9 Juni inilah yang menjadi dasar penetapan Hari Jadi Kota Metro, sebagaimana yang telah dituangkan dalam perda Nomor 11 Tahun 2002 tentang Hari Jadi Kota Metro. Masa 1945-1986 Sebelum menjadi kota administratif pada tahun 1986, Metro berstatus kecamatan yakni kecamatan Metro Raya dengan 6 (enam) kelurahan dan 11 (sebelas) desa. Adapun 6 kelurahan itu adalah: Kelurahan Metro Kelurahan Mulyojati Kelurahan Tejosari Kelurahan Yosodadi Kelurahan Hadimulyo Kelurahan Ganjar Agung Sedangkan 11 desa tersebut adalah: Desa Karangrejo Desa Banjar Sari Desa Purwosari Desa Margorejo Desa Rejomulyo Desa Sumbersari Desa Kibang Desa Margototo Desa Margajaya Desa Sumber Agung Desa Purbosembodo Masa 1986 - 2000 Atas dasar Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1986 tanggal 14 Agustus 1986 dibentuk Kota Administratif Metro yang terdiri dari Kecamatan Metro Raya dan Bantul yang diresmikan pada tanggal 9 September 1987 oleh Menteri Dalam Negeri. Pada perkembangannya, 5 desa di sebelah selatan aliran Sungai/Way Sekampung dibentuk menjadi sebuah kecamatan baru, yaitu Kecamatan Metro Kibang dan dimasukkan ke dalam wilayah pembantu Bupati Lampung Tengah wilayah Sukadana (sekarang masuk menjadi Kabupaten Lampung Timur). Dengan kondisi dan potensi yang cukup besar serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai, Kotif Metro tumbuh pesat sebagai pusat perdagangan, pendidikan, kebudayaan dan juga pusat pemerintahan, maka sewajarnyalah dengan kondisi dan potensi yang ada tersebut Kotif Metro ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Metro. Harapan memperoleh Otonomi Daerah terjadi pada tahun 1999, dengan dibentuknya Kota Metro sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 yang diundangkan tanggal 20 April 1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999 di Jakarta bersama-sama dengan Kota Dumai (Riau), Kota Cilegon (Jawa Barat kemudian Banten), Kota Depok (Jawa Barat), Kota Banjarbaru (Kalsel), dan Kota Ternate (Maluku Utara). Kota Metro pada saat diresmikan terdiri dari 2 kecamatan, yang masing-masing adalah sebagai berikut: Kecamatan Metro Raya, membawahi: Kelurahan Metro Kelurahan Ganjar Agung Kelurahan Yosodadi Kelurahan Hadimulyo Kelurahan Banjarsari Kelurahan Purwosari Kelurahan Karangrejo Kecamatan Bantul, membawahi: Kelurahan Mulyojati Kelurahan Tejosari Desa Margorejo Desa Rejomulyo Desa Sumbersari Masa 2000 sampai sekarang Kota Metro terbagi atas 5 kecamatan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pemekaran Kelurahan dan Kecamatan di Kota Metro, wilayah administrasi pemerintahan Kota Metro dimekarkan menjadi 5 kecamatan yang meliputi 22 kelurahan. Metro Barat : 11,28  km² Metro Pusat : 11,71  km² Metro Selatan : 14,33  km² Metro Timur : 11,78  km² Metro Utara : 19,64  km² Kecamatan Metro Pusat Kelurahan Metro Kelurahan Imopuro Kelurahan Hadimulyo Timur Kelurahan Hadimulyo Barat Kelurahan Yosomulyo Kecamatan Metro Timur Kelurahan Iringmulyo Kelurahan Yosodadi Kelurahan Yosorejo Kelurahan Tejosari Kelurahan Tejoagung Kecamatan Metro Barat Kelurahan Mulyojati Kelurahan Mulyosari Kelurahan Ganjar Asri Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Utara Kelurahan Banjar Sari Kelurahan Karang Rejo Kelurahan Purwosari Kelurahan Purwoasri Kecamatan Metro Selatan Kelurahan Sumbersari Kelurahan Margorejo Kelurahan Margodadi Kelurahan Rejomulyo Geografis Batas wilayah Kota Metro memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Kondisi tanah Berdasarkan karakteristik topografinya, Kota Metro merupakan wilayah yang relatif datar dengan kemiringan <6°, tekstur tanah lempung dan liat berdebu, berstruktur granular serta jenis tanah podzolik merah kuning dan sedikit berpasir. Sedangkan secara geologis, wilayah Kota Metro di dominasi oleh batuan endapan gunung berapi jenis Qw. Iklim Wilayah Kota Metro yang berada di Selatan Garis Khatulistiwa pada umumnya beriklim humid tropis dengan kecepatan angin rata-rata 70 km/hari. Ketinggian wilayah berkisar antara 25–60 m dari permukaan laut (dpl), suhu udara antara 26 °C 34 °C, kelembaban udara 80%-91% dan rata-rata curah hujan per tahun 2.264 sampai dengan 2.868 mm. Penggunaan lahan Pola penggunaan lahan di Kota Metro secara garis besar dikelompokan ke dalam dua jenis penggunaan, yaitu lahan terbangun (build up area) dan tidak terbangun. Lahan terbangun terdiri dari kawasan pemukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial, fasilitas perdagangan dan jasa, sedangkan lahan tidak terbangun terdiri dari persawahan, perladangan, dan penggunaan lain-lain. Kawasan tidak terbangun di Kota Metro didominasi oleh persawahan dengan sistem irigasi teknis yang mencapai 2.982,15 hektar atau 43,38% dari luas total wilayah. Selebihnya adalah lahan kering pekarangan sebesar 1.198,68 hektar, tegalan 94,49 hektar, dan sawah non irigasi sebesar 41,50 hektar Rencana perluasan wilayah Dengan alasan historis, kota Metro menegaskan dukungan sepenuhnya atas ekspansi hingga ke Kecamatan Punggur (Lampung Tengah), Pekalongan (Lampung Timur), Trimurjo (Lampung Tengah), dan Metrokibang (Lampung Timur). Namun pihak Lampung Tengah menunggu izin dari pemerintah pusat untuk menyerahkan beberapa kecamatannya. Pemerintahan Daftar Walikota Metro Kota Metro dipimpin oleh seorang Wali kota dikarenakan keadaan dan status wilayah yang ada di Kota Metro. Saat ini, jabatan wali kota Metro dijabat oleh Wahdi dengan jabatan wakil wali kota dijabat oleh Qomaru Zaman. Berikut ini adalah daftar Wali Kota Metro: Dewan Perwakilan Pada Pemilu Legislatif 2014, DPRD Kota Metro adalah sebanyak 25 orang dan tersusun dari perwakilan 9 partai. Perangkat Pemerintahan Kota Metro dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 yang peresmiannya dilakukan di Jakarta pada tanggal 27 April 1999. Struktur Organisasi Pemerintah Kota Metro pada mulanya dibentuk melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2001 yang terdiri dari 9 Dinas Otonom Daerah, yaitu: 10 Bagian Sekretariat Daerah, 4 Badan dan 2 Kantor. Dalam perkembangan berikutnya, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, Pemerintah Daerah Kota Metro melakukan penataan organisasi Perangkat Daerah sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah. Kecamatan Pelayanan publik Rumah sakit, puskesmas, dan klinik * RSUD Ahmad Yani /Metro RSUD Sumbersari Bantu RS Islam Metro RS Mardi Waluyo RSU Muhammadiyah RS AMC (Anugerah Medical Center) RS Bersalin Asih 15A Iringmulyo Rumah Sakit Azizah, 15B Timur RSIA Permata Hati Puskesmas Rawat Inap Metro Pusat Puskesmas Rawat Inap Metro Utara Puskesmas Rawat Inap Metro Selatan Puskesmas Rawat Inap Metro Timur Puskesmas Rawat Inap Metro Barat Klinik Laodikia, Hadimulyo Timur Klinik Hadi Wijaya, Hadimulyo Timur Klinik Hadimulyo Husada Metro Perpustakaan Untuk mendukung Metro sebagai kota pendidikan dibangun sebuah gedung perpustakaan di jantung kota tepatnya di Kawasan II Pusat Pemerintahan Kota Metro. Bangunan ini dilengkapi sumber pustaka, arsip daerah dan sejarah, Koneksi Internet WiFi fiber optic kecepatan tinggi dan air conditioner (AC). Perpustakaan ini dibangun sejak tahun 2002. Perpustakaan yang dibiayai anggaran pemerintah daerah ini merupakan langkah awal jangka panjang menyediakan jasa pendidikan bagi masyarakat Kota Metro dan kabupaten sekitarnya. Rumah ibadah Masjid Taqwa Kota Metro Majid Al-Mujahidin Komplek Muhammadiyah Metro Masjid Agung Nurul Huda, Ganjar Agung Kota Metro Gereja Kristen Indonesia Metro Gereja Katolik Hati Kudus Yesus 21a Metro Vihara Buddha Dharma Dipa, 15a Kota Metro Pura Giri Natha, 16c Metro Barat Fasilitas olahraga dan Ruang Terbuka Hijau Taman Merdeka Kota Metro (atau Alun-Alun Metro) Gedung Olah Raga (GOR) Jurai Siwo Lapangan Tenis Rumdis Wali kota Metro Stadion Tejosari Metro Timur Samber Park Metro Pusat Lapangan Hadimulyo Barat Lapangan Hadimulyo Timur (Lap. SD) Lapangan Futsal di berbagai tempat seperti Intan Sport dan Wawai Sport Center Taman Mulyojati Metro Barat RHT Karang Rejo Metro Utara Landmark atau ikon kota Tugu Pena Buku, Alun Alun Kota Metro Menara Meterm, Taman Merdeka Metro, Metro Menara PAM, Kota Metro Tugu pesawat Latsitardanus, Kota Metro Monumen Buku dan Pena, perbatasan Kelurahan Ganjar Agung, Kota Metro dan Kecamatan Trimurjo, Lampung Tengah Masjid Taqwa, Kota Metro Monumen Pengantin Lampung Hutan kota Saat ini Metro sedang meletakkan dasar bagi perkembangan sebuah kota masa depan. Ruang publik dan hutan kota dirawat dan ditambah untuk paru-paru kota dan tempat komunikasi warga. Hutan kota yang terdaftar yaitu: Hutan Kota Linara Tejoagung - Metro Timur Hutan Kota Stadion Tejosari – Metro Timur Hutan Kota Terminal 16 C Mulyojati – Metro Barat Hutan Kota Tesarigaga Ganjarasri dan Ganjaragung - Metro Barat Hutan Kota Rejomulyo, SMAN 6 Metro Selatan Taman kota Taman Merdeka, Alun Alun Kota Metro Taman Demokrasi di Kelurahan Ganjar Agung, Metro Barat Taman Mulyojati, Metro Barat Taman Hutan Kota 16C Metro Barat Taman Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Keluruhan Iringmulyo Metro Timur Taman Wawai, Dinas Pertanian dan Perikanan, Ganjar Agung, Metro Barat Pariwisata Objek Wisata Waterpark and Waterboom Palem Indah Taman Metro Indonesia Indah (TMII) Kolam Renang Stadion Tejosari Bendungan Dam Way Raman Jembatan Gantung 28, Metro Utara Grand Venetian Family Karaoke Jembatan Gantung Pelita, Rejomulyo, Metro Selatan Timezone Center, Chandra Dept. Store Lt.3 Kota Metro Goa Prasejarah Wara, 24 Stadion Tejosari, Metro Timur Goa Prasejarah Macan Putih, 24 Stadion Tejosari, Metro Timur Wisata Alam Sawah Bertingkat, 26 Metro Selatan Wisata Alam Sumbersari, Rejomulyo Metro Selatan Flying Fox Zipline Sumbersari, Metro Selatan Event khusus atau acara besar Walaupun Kota Metro merupakan kota kecil, tetapi event dan acara besar sering ditemui setiap tahunnya. Selain mempromosikan Kota Metro,Event ini juga dimanfaatkan sebagai destinasi wisata daerah. Metro Fair Metro Fair adalah pameran tahunan yang ada di Kota Metro. Metro Fair biasanya berlangsung selama satu minggu penuh atau lebih dari awal Juni untuk memperingati hari jadi Kota Metro. Metro Fair pertama diadakan pada tahun 2000. Sampai saat ini setiap tahun penyelenggaraannya tidak pernah terputus. Dari 2000 sampai 2016 Metro Fair sering berlangsung di Lapangan Samber. Namun dalam beberapa tahun yang lalu, Metro Fair pernah diadakan di Stadion Tejosari, 24 Metro Timur namun pengunjung yang datang sedikit akibat jarak tempuh yang jauh dan kurangnya akomodasi angkutan umum ke tempat acara. MTQ Tingkat Kota Metro Ajang MTQ sudah lama ada di Kota Metro. Kota Metro pernah menjadi tuan rumah MTQ Provinsi Lampung ke 43. Ajang MTQ Kota Metro tidak hanya lagu yang dilombakan, juga termasuk cerdas cermat, pidato, kaligrafi, dan lain sebagainya.MTQ juga diselenggarakan antar dan di dalam instansi tertentu. Festival Putri Nuban Nama Festival Putri Nuban (FPN) mulai dikenalkan sejak tahun 2013, ketika Kota Metro genap berusia 76 tahun. Festival ini turut merayakan hari ulang tahun Kota Metro yang biasanya digelar setiap tanggal 9 Juni yang disebut Metro Fair. Penamaan Nuban sendiri berasal dari nama keresidenan/marga yang memberikan sebagian wilayahnya (termasuk Keresidenan Sukadana) kepada kolonis pada masa penjajahan dahulu sebagai pengingat jasa dan kerendahan hati kebuayan nuban kepada kolonis yang datang di bumi Lampung. Bioskop Walau Metro sebuah kota kecil, tempo dulu sekitar tahun 1990-an telah bediri 4 bioskop yaitu Nuban Ria Theater, Metropole Theather, Department Store Chandra, dan Bioskop Metro Theater Shopping (Pertokoan Metro). Namun kini tak ada satupun yang masih bertahan. Bahkan, bangunan bioskop sudah digantikan dengan bangunan yang baru atau dialih fungsikan seperti Bioskop Nuban Ria yang dihancurkan dan diganti dengan Ruko Nuban Center senada dengan Metropole Theater, Department Store Chandra yang beralih fungsi sebagai kanal fashion di Departement Store Chandra. Kuliner Keripik pisang Keripik pisang merupakan oleh-oleh khas Lampung yang dijual di Yosodadi, Distrik 21 Metro Timur, Supermarket lokal, serta deretan Toko oleh-oleh di Distrik 21. Perbedaan dari keripik pisang khas lampung lainnya dengan Kota Metro yaitu jenis keripik yang sekali makan (Bit size) dan berpori (berlubang lubang) seperti waffle dengan rasa yang bermacam-macam, contohnya yang paling populer yaitu keripik pisang rasa coklat, original, keju, susu, melon, moka, dan lain-lain dengan berbagai merk dan kemasan. Kemplang Kemplang merupakan sebuah jenis kerupuk yang digoreng dengan pasir atau dipanggang yang menimbulkan rasa khas. Kemplang dapat dijumpai di daerah Distrik 22a tepatnya Kelurahan Hadimulyo Timur dan Distrik 15b Timur, Kelurahan Imopuro Metro Pusat. Seruit dan pindang Makanan Asli Khas Lampung dan Sumatera Selatan ini banyak sekali dijumpai di Kota Metro, Seperti di Pindang Meranjat Riu (21 Yosomulyo), Ibung Err (Distrik 21c), Rumah Makan Omega (Kodim Distrik 22 Hadimulyo Barat), RM Seruwit Hj. Yohana (24 Tejoagung). Demografi Berdasarkan sensus BPS, kota ini memiliki populasi penduduk sebanyak 160,729 jiwa (sensus 2016), dengan luas wilayah sekitar 68,74 km2. Agama Di Kota Metro memiliki masyarakat yang terdiri dari pemeluk agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Etnis dan suku bangsa Mayoritas penduduk kota Metro berasal dari etnis Jawa. Etnis berikutnya yang cukup mudah ditemui di Kota Metro yaitu Suku Lampung, Suku Sunda, Suku Ogan, Suku Semendo, Suku Batak, Suku Minang, Suku Palembang, Etnis Melayu dan Etnis Tionghoa. Etnis Jawa di Kota Metro tersebar di hampir semua kawasan kota dan umumnya telah membaur dengan etnis lain sejak masa kolonialisme. Bahasa Masyarakat Metro yang plural menggunakan berbagai bahasa seperti bahasa setempat yang disebut Bahasa Lampung dan beberapa bahasa daerah lainnya seperti Bahasa Jawa, Bahasa Minang, Bahasa Sunda namun umumnya masyarakat menggunakan Bahasa Indonesia. Program kolonisasi yang dilakukan Belanda terhadap transmigran dari jawa serta pembukaan lahan yang dilakukan oleh kolonis yang dibawa oleh Belanda tersebut, membuat di Kota Metro banyak dijumpai Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Mata pencaharian penduduk Mata pencaharian penduduk Kota Metro pada tahun 2005 bergerak pada sektor pemerintahan (28,56%), sektor perdagangan (28,18), sektor pertanian (23,97%), transportasi dan komunikasi (9,84%) serta konstruksi (5,63%). Metro tidak hanya menjadi tempat mencari nafkah penduduknya. Penduduk kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah ini, seperti Lampung Tengah dan Lampung Timur yang mencari nafkah dengan berdagang dan menjual jasa. Karena itu, di pagi, siang dan sore hari penduduk Metro lebih padat dibanding jumlah penduduk resminya. Kesehatan Rumah sakit Pendidikan Sebagai Kota Pendidikan, Kota Memiliki fasilitas pendidikan yang mendukung dan sangat baik Perguruan tinggi negeri Universitas Lampung (Kampus B Fakultas FKIP) Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tanjung Karang (Kampus Metro Program Studi Kebidanan) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro Perguruan tinggi swasta dan akademi Institut Agama Islam Ma'arif NU (IAIMNU) Metro Lampung Universitas Muhammadiyah Metro STKIP PGRI Metro Institut Agama Islam Agus Salim Metro Lampung Politeknik Gajah Sakti Metro STKIP Rosalia STKIP Kumala Lampung Metro STISIPOL Dharma Wacana Metro STIPER Dharma Wacana Metro STKIP Dharma Wacana STMIK Dharma Wacana Metro Akademi Keperawatan Dharma Wacana Referensi Bacaan lanjutan Pranala luar Situs web resmi Kota Metro Metro Metro Metro Metro
4045
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tulang%20Bawang
Kabupaten Tulang Bawang
Tulang Bawang (aksara Lampung: ) adalah kabupaten di Provinsi Lampung, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Menggala Kota. Kabupaten Tulang Bawang memiliki luas wilayah sebesar 3.466,32 km, dengan penduduk sebanyak 431.206 jiwa (2021). Secara umum wilayah Kabupaten Tulang Bawang berada di dataran rendah. Ketinggian wilayah ini bervariasi antara 2 Mdpl s/d 44 Mdpl. Selayang Pandang Pernah ada kerajaan yang berdiri di wilayah ini bernama kerajaan Tulang Bawang, yang termuat dalam Catatan Perjalanan I Tsing, yang sedang berkelana ke India dan Sumatra dan sekitarnya, untuk belajar agama budha pada zaman Sriwijaya sekaligus mencatat perjalanannya. Pada saat terbentuknya atau berdirinya Kabupaten Tulang Bawang pada tanggal 20 Maret 1997 wilayah Tulang Bawang pada saat itu memiliki wilayah terluas, 22% dari wilayah provinsi Lampung. Kabupaten Tulang Bawang berjarak sekitar 120 km dari ibu kota provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung. Pada tahun 2008, Kabupaten Tulang Bawang dimekarkan menjadi 3 (tiga) wilayah Daerah Otonom Baru (DOB) dengan Undang-Undang Nomor: 49 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Daerah Otonomi Kabupaten Mesuji dan Undang-Undang Nomor: 50 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Tulang Bawang Barat. Pada tahun 2015, luas Wilayah Kabupaten Tulang Bawang telah menjadi seluas 3.466,32 km2. Wilayahnya terbagi menjadi 15 kecamatan, 4 kelurahan dan 148 kampung. Geografis Secara astronomis, Kabupaten Tulang Bawang terletak antara 105°09’ Bujur Timur sampai 105°55’ Bujur Timur dan 04°08’ Lintang Selatan sampai 04°41’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Tulang Bawang 3.466,32 Km2. Batas Wilayah Batas-batas Wilayah Kabupaten Tulang Bawang antara lain: Topografi Secara topografi daerah Tulang Bawang dibagi menjadi 4 bagian: Daerah daratan, ini merupakan daerah terluas yang dimanfaatkan untuk pertanian. Daerah rawa, terdapat sepanjang Pantai Timur dengan ketinggian 0–1 m, yang merupakan daerah rawa pasang surut. Daerah River Basin, terdapat dua River Basin yang utama yaitu River Basin Tulang Bawang, dan River Basin sungai-­sungai kecil lainnya. Daerah Alluvial, meliputi pantai sebelah timur yang merupakan bagian hilir (down steem dari sungai-sungai besar yaitu Way Tulangbawang, dan Way Mesuji) dimanfaatkan untuk pelabuhan. Iklim Hujan Daerah Kabupaten Tulang Bawang beriklim Tropis, dengan musim hujan dan musim kemarau berganti sepanjang tahun. Temperatur rata-rata 3°C. Curah hujan rata-rata 2.000 - 2.500 mm/tahun. Angin Iklim Tropis Humod dengan angin laut lembap bertiup dari Samudera Indonesia dan Laut Jawa, dari arah Barat dan Barat Laut terjadi pada bulan November - Maret. Selama bulan Juli - Agustus,55<♡ angin bertiup dari Timur dan Tenggara. Kecepatan angin rata-rata 5,83 km/jam. Tanah Secara garis besar Tanah di Tulangbawang dibagi 6, antara lain Aluvial, Regosol, Andosol, Podsolik, Coklat, Latosol, dan Padsolik Merah Kuning (PMK). Air Selain sumber air tanah, sumber air lainnya adalah sumber air permukaan berupa sungai dan laut. Mineral Jenis mineral potensial dan strategis di Tulang Bawang adalah: Pasir Kuarsa, terdapat disekitar Menggala dan Gedung Meneng Minyak Bumi, terdapat pada lapisan Palembang yang terakumulasi sebagai lanjutan dari endapan Minyak Bumi di daerah Palembang; terpusat di sekitar Menggala. Batu Bara, depositnya terdapat pada lapisan sedimen formasi endosit, yaitu bagian Hulu Way Tulang Bawang. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pariwisata Kota Tua Menggala Selain menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Tulang Bawang, Kota Menggala menyimpan potensi wisata karena kota ini sudah berkembang sejak zaman kolonial Belanda. Itu sebabnya banyak bangunan-bangunan bersejarah yang menghiasi sudut kota yang akan membawa wisatawan ke suasana masa lampau, dua diantaranya yang sangat terkenal adalah Dermaga Way Tulangbawang dan Pasar lama. Kawasan Cakat Raya Kawasan Cakat Raya merupakan kawasan objek wisata yang dihiasi dengan rumah-rumah adat dari berbagai daerah di Indonesia dan miniatur Candi Prambanan berukuran 9x10 meter dengan ketinggian 12 meter, membuat Kawasan Cakat Raya bisa dibilang miniaturnya Taman Mini Indonesia Indah. Rawa Pacing Rawa Pacing menyuguhkan panorama yang indah dan masih alami, daya tarik dari Rawa Pacing adalah kehadiran koloni-koloni burung dari Asia dan Australia yang akan bermigrasi. Namun, koloni-koloni burung tersebut tidak dapat dijumpai setiap saat dan hanya pada musim hujan. Kuala Teladas Kuala Teladas adalah nama kampung yang terletak di Kecamatan Dante Teladas. Meski bukan sebagai kampung wisata, ±Kuala Teladas sangat menarik untuk dikunjungi dan selama ini memang banyak para wisatawan yang berkunjung ke sini untuk bersantai dengan berperahu menyusuri panjangnya sungai sambil melihat karamba-karamba milik warga yang menjadi tempat pembudidayaan. Way Tulangbawang Way Tulangbawang, sungai yang membelah Kabupaten Tulang Bawang ini merupakan sungai tepanjang di Provinsi Lampung dengan daerah tangkapan seluas 1.285 km2 dan lebar rata-rata ±200 meter. Way Tulangbawang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai objek pariwisata dan upaya itulah yang kini tengah dicoba oleh Pemkab Tulang Bawang dengan menggelar berbagai event wisata. Tirta Garden Waterboom Kolam Renang Tirta Garden yang populer dengan sebutan Tirta Garden Waterboom ini terletak di Jalan Raya Lintas Timur Sumatra, Unit 1 Kecamatan Banjar Margo. Diantara beberapa pemandian buatan yang ada di Kabupaten Tulang Bawang, Tirta Garden Waterboom adalah yang terbesar dengan fasilitas paling lengkap. Tidak heran jika waterboom ini menjadi salah satu objek wisata favorit bagi masyarakat Tulang Bawang. Demografi Dari segi demografi penduduk Kabupaten Tulang Bawang pada hasil data BPS Kabupaten Tulang Bawang 2023 adalah 431.208 Jiwa memiliki pertumbuhan penduduk setiap tahunnya sekitar 0,13% per tahun, dan tingkat kepadatan sekitar 124,40 jiwa/km². Suku Masyarakat di Kabupaten Tulang Bawang terdiri atas beberapa suku bangsa, baik suku asli Lampung maupun pendatang dari Jawa, Sunda, Bali, dan beberapa suku lainnya. Bahasa Masyarakat Kabupaten Tulang Bawang yang plural menggunakan berbagai bahasa, antara lain: bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Basemah, dan bahasa setempat yang disebut bahasa Lampung. Pendidikan Kabupaten Tulang Bawang memiliki sarana pendidikan mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Berikut adalah daftar jumlah sekolah Negeri dan Swasta di Kabupaten Tulang Bawang. Referensi Pranala luar Kabupaten di Lampung
4046
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Way%20Kanan
Kabupaten Way Kanan
Way Kanan adalah kabupaten di provinsi Lampung, Indonesia yang merupakan salah satu pemekaran dari Lampung Utara. Ibu kotanya adalah Blambangan Umpu. Kabupaten Way Kanan berbatasan langsung dengan tiga kabupaten di provinsi Sumatera Selatan, yakni Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, dan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Sejarah Diawali pada tahun 1957, dengan dipimpin oleh Wedana Way Kanan, Ratu Pengadilan, diadakanlah pertemuan yang pertama kali guna membahas rencana Pemerintah Pusat yang memerlukan 100.000 hektar tanah untuk keperluan transmigrasi. Pada saat itu tiga kewedanaan yang ada, yaitu Kewedanaan Kotabumi, Kewedanaan Krui, dan Kewedanaan Menggala menolak rencana Pemerintah Pusat. Namun Kewedanaan Way Kanan menerima tawaran itu dengan pertimbangan agar kelak Way Kanan dapat cepat ramai penduduknya. Pada saat itulah muncul gagasan awal yang dikemukakan oleh Hi. Ridwan Basyah selaku notulis dalam pertemuan tersebut, untuk menjadikan Way Kanan sebagai kabupaten yang berdiri sendiri terpisah dari Kabupaten Lampung Utara. Pada tahun 1971, keinginan untuk menjadikan Way Kanan menjadi kabupaten yang berdiri sendiri muncul kembali. Pertemuan dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, dan para ilmuwan diselenggarakan di kediaman Hi. Ridwan Basyah di Tanjung Agung, Bandar Lampung. Selanjutnya pada tahun 1975, Bapak Nasrunsyah Gelar Sutan Mangkubumi, di Bumi Agung, Bahuga melaksanakan acara adat Bugawi dengan mengundang tokoh-tokoh adat (penyimbang) sewilayah Way Kanan. Pada kesempatan itu diadakan musyawarah khusus yang dipimpin oleh Hi. Ridwan Basyah membahas kembali gagasan untuk menjadikan Way Kanan sebagai Kabupaten yang berdiri sendiri, sekaligus mengajukan usul kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Lampung Utara dan Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Lampung. Kemudian pada tahun 1986, Pemerintah Pusat membentuk Pembantu Bupati Lampung Utara Wilayah Blambangan Umpu dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, Nomor: 821.26-502 Tanggal 8 Juni 1985, dengan Pembantu Bupati Kabupaten Lampung Utara Wilayah Blambangan Umpu terdiri dari 6 (enam) kecamatan, yaitu: Kecamatan Blambangan Umpu dengan ibu kota Blambangan Umpu. Kecamatan Bahuga dengan ibu kota Mesir Ilir. Kecamatan Pakuan Ratu dengan ibu kota Pakuan Ratu. Kecamatan Baradatu dengan ibu kota Tiuh Balak. Kecamatan Banjit dengan ibu kota Banjit. Kecamatan Kasui dengan ibu kota Kasui. Berdasarkan Surat Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tingkat I Lampung, Nomor: 660/1990/II/1991 Tanggal 18 Februari 1991 yang ditujukan kepada Pembantu Bupati Wilayah Blambangan Umpu, maka Hi. Ridwan Basyah yang pada waktu itu menjabat sebagai Pembantu Bupati menyelenggarakan Musyawarah besar (Mubes) di Gedung Sesat Puranti Gawi Blambangan Umpu pada tanggal 4 Mei 1991, dengan maksud untuk mengadakan persiapan Kabupaten Way Kanan menjadi Kabupaten. Adapun Way Kanan baru resmi menjadi kabupaten tersendiri 8 tahun kemudian. Pembentukan Kabupaten Waykanan di bentuk berdasarkan Undang-undang No.12 tahun 1999 tanggal 20 April 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Dati II Way Kanan, Kabupaten Dati II Lampung Timur dan Kotamadya Metro. Peresmian Kabupaten Way Kanan dilakukan pada tanggal 27 April 1999 ditandai dengan pelantikan Pejabat Bupati oleh Menteri Dalam Negeri di Jakarta. Berkaitan dengan itu, maka pada Tanggal 27 April ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Way Kanan. Waykanan merupakan salah satu kabupaten di wilayah Lampung. Kabupaten Way Kanan ini ibu kotanya adalah Blambangan Umpu. Pemilihan Blambangan Umpu sebagai ibu kota Kabupaten Way Kanan memang tepat. Beberapa alasan memperkuat pernyataan ini adalah: Tempatnya strategis karena berada di tengah-tengah wilayah Way Kanan, sehingga untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh daerah di wilayah Way Kanan oleh pemerintah kabupaten akan lebih mudah Blambangan Umpu berada dijalur lalu lintas jalan darat dan rel kereta api dari berbagai arah yaitu Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung sendiri, Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Referensi Pranala luar Way Kanan Way Kanan
4047
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Lebak
Kabupaten Lebak
Kabupaten Lebak () adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Banten, Indonesia. Ibu kota Lebak berada di kecamatan Rangkasbitung. Kabupaten Lebak merupakan kabupaten paling luas di Banten dan juga terluas kelima di Pulau Jawa. Jumlah penduduk Kabupaten Lebak pada pertengahan tahun 2023 adalah 1.402.324 jiwa. Kabupaten Lebak juga oleh masyarakat setempat biasa disebut Rangkasbitung saja karena merepresentasikan Ibu Kota Kabupaten yang menjadi jalur utama Commuter Line terintegrasi ke Jabodetabek dan jalur kereta api Jakarta-Merak. Museum Multatuli (nama pena Eduard Douwes Dekker, penulis buku Max Havelaar yang menjadi asisten residen di Lebak pada 1856) juga menjadi museum anti-kolonial pertama di Indonesia yang telah dibuka pada 11 Februari 2018 di Rangkasbitung. Museum ini berisi tentang sejarah kolonial Belanda dan peran Multatuli dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sejarah Sebagai bagian dari wilayah Kesultanan Banten, Kabupaten Lebak dengan luas Wilayah 304.472 Ha, sejarahnya tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kesultanan Banten. Berkaitan dengan hari jadi Kabupaten Lebak yang jatuh pada tanggal 2 Desember 1828. Terdapat beberapa catatan sejarah yang menjadi dasar pertimbangan, antara lain: Kesultanan Banten Mulai dari tahun 1811, Kesultanan Banten berada dibawah kekuasaan Inggris, yang telah merebut Banten dari Belanda. Pada tanggal 19 Maret 1813, Sultan Maulana Muhammad Sofiyudin (Sultan Banten Terakhir) diturunkan secara paksa dari tahtanya oleh Thomas Stamford Raffles (wakil pemerintah Inggris), kemudian Pemerintahan Kesultanan Banten diberhentikan, dan dibentuklah Karesidenan Banten sebagai Pengganti Pemerintahan Kesultanan Banten, lalu Kesultanan Banten sendiri hanya dijadikan sebagai lambang/simbol kebudayaan dan tidak memiliki kedaulatan, diangkatlah Joyo Miharjo (orang Rembang-Jawa Tengah) menjadi Sultan Adat Banten dengan nama Sultan Muhammad Rafiudin sebagai pengganti Sultan Banten Terakhir (Sultan Maulana Muhammad Sofiyudin), Joyo Miharjo/Muhammad Rafiudin ialah Suami Ratu Arsiah, dan Ratu Arsiah ialah Adik Ratu Asiah (Ibunda Sultan Maulana Muhammad Sofiyudin). Joyo Miharjo/Muhammad Rafiudin yang bukan keturunan Sultan-sultan Banten diberikan gelar Sultan Banten oleh Pemerintah Inggris dengan tidak memiliki wilayah kekuasaan. sedangkan daerah kekuasaan Kesultanan Banten dibagi 4 wilayah yaitu: Wilayah Banten Lor Wilayah Banten Kulon Wilayah Banten Tengah dan Wilayah Banten Kidul Ibu kota Wilayah Banten Kidul terletak di Cilangkahan dan pemerintahannya dipimpin oleh Bupati yang diangkat oleh Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles, yaitu Tumenggung Suradilaga (Raden Muhammad). Ia bertanggung jawab langsung kepada Residen Banten (wakil Pemerintah Inggris), bukan pada Kesultanan Banten lagi hingga pada tahun 1816, Banten kembali jatuh ke Belanda. Di tahun itu pula Kesultanan Banten dihapuskan/dibubarkan, Joyo Miharjo/Muhammad Rafiudin dicopot gelar Sultannya. Kemudian mengganti semua keempat Bupati yang diangkat oleh Pemerintah Inggris diwilayah Banten. Untuk Banten Kidul Tumenggung Suradilaga/Raden Muhammad digantikan oleh Tubagus Jamil (Putra Sultan Banten Abul Mahasin Muhammad Syifa'u Zainul Abidin) dengan gelar Raden Adipati Jamil atau Pangeran Sanjaya, dengan Ki Ngabehi Bahu Pringga (Bekas Punggawa Kesultanan Banten) sebagai Wakilnya dengan gelar Patih Derus. Perubahan Nama Menjadi Kabupaten Lebak Pada tahun 1828, ibu kota Kabupaten Banten Kidul dipindahkan dari Cilangkahan ke Lebak Parahiang (daerah Leuwidamar) dan mengganti nama Kabupaten Banten Kidul menjadi Kabupaten Lebak pada tanggal 2 Desember 1828. Tanggal bulan ini dijadikan hari jadi Kabupaten Lebak. Karena Pangeran Sanjaya/Raden Adipati Jamil (Bupati Lebak Pertama) dan Patih Derus (Patih Lebak Pertama) tidak mampu mengatasi perlawanan rakyat terhadap Belanda, tahun 1830 Pemerintah Belanda pun mengganti kedudukan mereka berdua, Raden Adipati Jamil diganti oleh Raden Tumenggung Adipati Karta Nata Nagara (Demang Jasinga yang telah berhasil membantu Belanda menumpas perlawanan Nyai Gumparo/Nyi Mas Gamparan) dan Patih Derus diganti oleh Patih Jahar. Pada tahun 1842, ibu kota Kabupaten Lebak dipindahkan dari Lebak Parahiang (daerah Leuwidamar) ke Warunggunung, namun nama Lebak tetap dipakai. Pemindahan Ibu Kota ke Rangkasbitung Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor 15 tanggal 17 Januari 1849, ibu kota Kabupaten Lebak yang saat itu berada di Warunggunung harus dipindahkan. Kemudian Raden Tumenggung Adipati Karta Natanagara (Bupati Lebak) memerintahkan wakilnya yaitu Patih Jahar (Patih Lebak) untuk menemukan lokasi strategis untuk dijadikan ibu kota Pusat Pemerintahan Lebak. Maka ditemukanlah daerah hutan bambu belantara, yang kemudian setelah hutan tersebut dibuka, kemudian langsung dinamai Rangkasbitung. Lalu dimulailah pembangunan berbagai macam sarana pusat pemerintahan dan pelaksanaan pemindahan ibu kotanya secara resmi baru dilaksanakan pada tahun 1851 dengan diresmikan pada tanggal 31 Maret 1851. Kabupaten Lebak juga dikenal sebagai tempat bertugasnya Eduard Douwes Dekker, yang lebih dikenal dengan nama pena "Multatuli". Eduard pernah diangkat pada tahun 1856 sebagai Asisten Residen. Setelah mengundurkan diri dari tugasnya di Lebak selama tiga bulan, Eduard telah menerbitkan buku pada empat tahun kemudian, yaitu Max Havelaar. Tulisan itu berupa novel satirisnya yang berisi kritik atas perlakuan buruk para penjajah terhadap orang-orang pribumi di Hindia Belanda. Demografi Suku Bangsa Sebagian besar penduduk kabupaten ini berasal dari suku Sunda (termasuk masyarakat adat Kanekes). Agama Kabupaten ini merupakan kabupaten dengan populasi yang beragama Sunda Wiwitan terbesar di Provinsi Banten. Hampir seluruh penduduk kabupaten ini beragama Islam, yaitu sebanyak 99,09%, sisanya adalah Sunda Wiwitan sebanyak 0,57%, Kristen sebanyak 0,23% di mana terdapat Protestan sebanyak 0,16% dan Katolik sebanyak 0,07%, Buddha sebanyak 0,10%, serta agama Hindu dan Konghucu kurang dari 0,01%. Geografi Secara geografis wilayah Kabupaten Lebak berada pada 105 25'–106 30 BT dan 6 18'–7 00' LS. Kabupaten Lebak memiliki topografi berupa pantai, dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian wilayah antara 0-1929 meter di atas permukaan air laut. Batas Wilayah Kabupaten Lebak berbatasan dengan beberapa wilayah berikut: Iklim dan Hidrologi Iklim di Kabupaten Lebak dipengaruhi oleh angin Muson dan La Nina. Cuaca didominasi oleh angin baratan dari Samudera Hindia dan benua Asia pada musim hujan dan angin timuran pada musim kemarau. Curah hujan rata-rata per tahun mencapai 2.000-4.000 mm dengan suhu udara antara 20°-32 °C. Sungai Ciujung yang mengalir ke arah utara menuju Laut Jawa melintasi Kabupaten Lebak merupakan sungai terpanjang di Provinsi Banten. Sedangkan sungai yang bermuara ke Samudra Hindia diantaranya Sungai Cibareo, Sungai Cisawarna, Sungai Cimadur, Sungai Cisiih, Sungai Cimancak, Sungai Cihara, Sungai Cipageran dan Sungai Cilangkahan. Pemerintahan Kecamatan Pemekaran Daerah Pemerintah Provinsi Banten mengajukan 12 wilayah pemekaran yang nantinya menjadi daerah otonom kabupaten/kota. Keduabelas wilayah yang diusulkan untuk dimekarkan tersebut masing-masing berada di wilayah Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang. Daftar Bupati Dewan Perwakilan Pariwisata Kabupaten Lebak memiliki destinasi wisata yang beragam, baik wisata budaya maupun wisata alam. Wisata Budaya Wisata budaya berupa destinasi Urang Badui yang terletak di Kecamatan Leuwidamar, serta Museum Multatuli di Rangkasbitung yang berisi tentang sejarah kolonial Belanda dan peran Multatuli dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Museum Multatuli Museum Multatuli adalah museum umum yang menempati bekas Wedana Rangkasbitung yang telah digunakan sejak tahun 1923. Multatuli atau bernama asli Edward Douwes Dekker adalah tokoh Belanda yang berperan penting dalam membentuk dan memodifikasi kebijakan kolonial Belanda di Hindia Belanda pada ke-19. Multatuli menulis Max Havelaar yang membuat masyarakat Eropa mulai menyadari bahwa kekayaan yang mereka dapat merupakan hasil penderitaan di bagian lain dunia. Kesadaran ini kemudian membentuk motivasi kebijakan politik etis, dimana pemerintah kolonial Belanda berusaha untuk membayar hutang mereka kepada rakyat kolonial. Pembayaran hutang ini dilakukan dengan memberikan pendidikan kepada beberapa kelas pribumi, umumnya anggota pribumi yang setia kepada pemerintah kolonial. Novel karya Multatuli yang mulai terbit pada 1860, merupakan karya yang banyak mengisahkan potret kondisi masyarakat Lebak pada masa kolonial Belanda. Gerakan politik etis dari rakyat belanda sebagai dampak novel Max havelaar inilah yang memunculkan ide terkait perlunya membayar utang budi terhdap tanah jajahan wilayah Hindia-Belanda. Ide politik etis ini yang disebut menjadi awal kehancuran kolonialisme Belanda di nusantara. Khusus untuk program edukasi yang akhirnya diberikan pemerintah Belanda bagi pribumi ini yang diyakini berpengaruh pada lahirlah masyarakat terpelajar di wilayah Nusantara yang 'melek' untuk memerdekakan Indonesia seperti Soekarno, Hatta dan para pejuang terdidik lainnya. Wisata Alam Sementara untuk wisata alam cukup beragam dimulai dari wisata di wilayah pegunungan dan wisata di wilayah dataran rendah seperti pantai, salah satunya destinasi wisata pantai adalah Desa Wisata Sawarna yang terletak di Kecamatan Bayah dan Geopark Bayah Dome. Geopark Bayah Dome Geopark Bayah Dome merupakan Prioritas Pariwisata Kabupaten Lebak. Geopark Bayah Dome tersebut meliputi geosite Bayah, Cilograng, Cibeber, Panggarangan, Cigemblong, Cihara, Sajira dan Curugbitung. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah menetapkan Kawasan Bayah Dome atau Kubah Bayah di Kabupaten Lebak sebagai Geopark yang memiliki warisan Geologi atau Geoheritage melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 164 Tahun 2022 tentang Penetapan Warisan Geoheritage kawasan Bayah Dome atau Kubah Bayah tersebut. Geopark Bayah Dome bertujuan untuk menjaga konservasi alam, melestarikan budaya, serta menjadi sumber pendapatan berbasis wisata edukasi. Sejarah Geopark Bayah Dome juga sudah tercatat sejak lama melalui tulisan seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda, Van Bemmelen membuat buku tentang Geologi Indonesia yang ia terbitkan tahun 1949. Di dalam buku itu, Van Bemmelen membahas pembentukan Kubah Bayah. Kubah ini adalah sebuah struktur atau bentang alam gunung api yang berumur Neogen sampai Kuarter (23 – 0.01 juta tahun lalu). Di kawasan Bayah Dome juga terbentuk cebakan-cebakan emas, perak, dan bahan galian logam lainnya yang bernilai ekonomis. Sehingga kawasan ini terkenal sebagai kawasan “Gold District”. Selain itu, kawasan ini juga populer sebagai tambang emas sejak zaman penjajahan. Hingga kini, aktivitas penambangan di beberapa tempat masih berlangsung. Transportasi Kereta Api Indonesia (KAI) KAI Commuter Lin Rangkasbitung Lin Merak Stasiun kereta api Kabupaten Lebak memiliki 3 stasiun kereta api yang masih beroperasi, diantaranya: Stasiun Rangkasbitung Stasiun Maja Stasiun Citeras Selain itu, Kabupaten Lebak juga memiliki 17 stasiun yang sudah berhenti beroperasi dikarenakan jalur tersebut sudah tidak aktif, namun wacana reaktivasi jalur kereta banyak dibahas pemangku kebijakan dan menunggu keputusan pemerintah, yaitu: Stasiun Kaduhauk Stasiun Jalupang Stasiun Pasung Stasiun Kerta Stasiun Gintung Stasiun Malingping Stasiun Cilangkahan Stasiun Sukahujan Stasiun Cihara Stasiun Cisiih Stasiun Karangtaraje Stasiun Darmasari Stasiun Gunung Mandur Stasiun Bayah Stasiun Pasirtangkil Stasiun Cibuah Stasiun Warunggunung Terminal Angkutan Kota dan Angkutan Pedesaan wilayah Kabupaten Lebak dan beberapa rute yang menghubungkan Kabupaten Pandeglang dengan Terminal Mandala. Terminal Mandala, Cibadak, Lebak Terminal Aweh, Kalanganyar, Lebak Terminal Simpang, Malingping, Lebak Terminal Bayah, Bayah, Lebak Terminal Cikotok, Cibeber, Lebak Ruas jalan tol Jalan Tol Jakarta–Merak Jalan Tol Serang–Panimbang Pendidikan Universitas Universitas di Kabupaten Lebak terdiri dari: Universitas Setia Budhi Rangkasbitung Universitas La Tansa Mashiro Rangkasbitung Sekolah dasar dan Menengah Keterangan Referensi Pranala luar Situs web resmi kabupaten Lebak Lebak Lebak
4048
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Pandeglang
Kabupaten Pandeglang
Kabupaten Pandeglang (), adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Banten, Indonesia. Kabupaten ini beribu kota di Kecamatan Pandeglang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Serang di utara, Kabupaten Lebak di Timur, serta Samudra Hindia di barat dan selatan. Wilayahnya juga mencakup Pulau Panaitan (di sebelah barat, dipisahkan dengan Selat Panaitan), serta sejumlah pulau-pulau kecil di Samudra Hindia, termasuk Pulau Deli dan Pulau Tinjil. Semenanjung Ujung Kulon merupakan ujung paling barat Pulau Jawa, di mana terdapat suaka margasatwa tempat perlindungan hewan badak bercula satu yang kini hampir punah. Suku aslinya adalah Suku Sunda Banten, beberapa warga merupakan penganut penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan Pusat kota Kabupaten Pandeglang terletak di 4 Kecamatan yaitu Pandeglang, Karang Tanjung, Majasari, dan Kaduhejo. Selain itu pusat wisata pantai terdapat di Carita. Terdapat 3 Gunung di Kabupaten Pandeglang yaitu Gunung Karang, Gunung Pulosari dan Gunung Aseupan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Pandeglang merupakan dataran rendah dan dataran bergelombang. Sungai yang mengalir di antaranya Sungai Ciliman yang mengalir ke arah barat, dan Sungai Cibaliung yang mengalir ke arah selatan. Sejarah Nama "Pandeglang" yang sekarang digunakan ini baik sebagai Ibu Kota Kabupaten maupun sebagai nama Kabupaten hal ini ada beberapa pendapat antara lain: Pandeglang yang berasal dari kata “Pandai Gelang” yang artinya orang tukang atau tempat menempa gelang. Pendapat ini terutama dikaitkan dengan legenda "Si Amuk" yang konon kabarnya pada Zaman Kesultanan Banten, di Desa Kadupandak ada seorang tukang Pandai (tukang besi) yang termasyur pandai. Meriam Ki Amuk (samping) Sultan Banten yang memerintah pada waktu itu menyuruh tukang pandai besi di desa tersebut untuk membuat gelang meriam yang bernama si AMUK, karena di daerah lain tukang pandai besi tidak ada yang sanggup untuk membuatnya. Oleh karena pandai besi tersebut berhasil membuatnya maka daerah Kadupandak dan sekitarnya disebut orang Pandeglang yang selanjutnya berkembang menjadi salah satu distrik di Kabupaten Serang; Meriam Ki Amuk (depan) Pandeglang berasal dari kata “Paneglaan” yang artinya tempat melihat ke daerah lain dengan jelas. Hal ini seperti dikemukakan dalam salah satu Buku “Pandeglang itu asal dari kata Paneglaan, tempat melihat ke mana-mana”. Sedikit kita nanjak ke pasir, maka terdapat sebuah kampung namanya “Sanghiyang Herang” patilasan orang dahulu, awas (negla) melihat ke mana-mana yaitu “Pandeglang sekarang”. Pandeglang berasal dari kata “Pani-Gelang” yang artinya “tepung gelang”. Pada Tahun 1527 Banten jatuh seluruhnya ke tangan Syarif Hidayatullah yang kemudian diperkuat untuk kepentingan perdagangan. Sunda Kelapa yang diganti namanya menjadi Jayakarta sebagian dimasukan ke dalam Wilayah Banten. Cirebon kekuasaannya diserahkan kepada anaknya bernama Pangeran Pasarean yang wafat pada tahun 1552. Sedangkan Banten kekuasaannya diserahkan pada puteranya yang bernama Sultan Hasanudin (Tahun 1552-1570). Pelabuhan Sunda Kelapa Pada tahun 1568 Banten memutuskan hubungan kerajaan dengan Demak. Pengganti Hasanudin ialah Maulana Yusuf dari tahun 1570-1580. Penggantinya Maulana Muhammad (Ratu Banten) sebagai Sultan Banten III Tahun 1580-1596. Pada Tahun 1596 muncul orang-orang Belanda di Daerah yang kemudian mendirikan VOC pada tahun 1602. Tahun 1618, Belanda berselisih dengan Banten 1612 berdiri Batavia oleh Jan Pieterszoon Coen. Sultan Banten ke IV ialah Sultan Tirtayasa pada tahun 1651-1682. Pada tahun 1680 Sultan Ageng Tirtayasa berselisih dengan Sultan Haji yang minta bantuan pada Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjarakan di Batavia pada tahun 1692. Pada tahun 1750 timbul perebutan kekuasaan pada waktu Sultan Arifin (Sultan ke VI) Alim Ulama pada waktu itu mengangkat Ratu Bagus Buang. Keadaan ini oleh Belanda dianggap berbahaya, maka diangkatlah Pangeran Gusti sebagai penggantinya. Kenyataannya bukan mereda tetapi Kiyai Tapa dan Ratu Buang mengadakan perlawanan dan pengacauan di Daerah Bogor dan Priangan. Ketika zaman Deandels nasib Banten sama dengan nasib kerajaan lainnya di Pulau Jawa. Tahun 1809 Sultan Banten yang baru yaitu Sultan Muhamad harus menyerahkan Daerah Lampung kepada Batavia. Oleh karena itu Sultan Muhamad memindahkan Ibu Kota Kesultanan Banten ke Pandeglang. Keresidenan Banten Menurut Staatsblad Nederlands Indie No. 81 Tahun 1828 Keresidenan Banten dibagi menjadi 3 Kabupaten yaitu: Kabupaten Utara yaitu Kabupaten Serang; Kabupaten Selatan yaitu Kabupaten Lebak; Kabupaten Barat yaitu Kabupaten Caringin. Kabupaten Serang dibagi atas 11 Kewedanaan: 1. Kewedanaan Serang dibagi dalam Kecamatan Kalodian dan Cibening; 2. Kewedanaan Banten dibagi dalam Kecamatan Banten, Serang, Nejawang; 3. Kewedanaan Ciruas dibagi dalam Kecamatan Cilegon, Bojonegara; 4. Kewedanaan Cilegon dibagi dalam Kecamatan Terate, Cilegon, Bojonegara; 5. Kewedanaan Tanara dibagi dalam Kecamatan Tanara dan Pontang; 6. Kewedanaan Baros dibagi dalam Kecamatan Regas, Ander, Cicandi; 7. Kewedanaan Kolelet dibagi dalam Kecamatan Pandeglang dan Cadasari; 8. Kewedanaan Pandeglang dibagi dalam Kecamatan Pandeglang dan Cadasari; 9. Kewedanaan Ciomas dibagi dalam Kecamatan Ciomas Barat dan Ciomas Utara; 10. Kewedanaan Anyer tidak dibagi dalam Kecamatan-kecamatan; Selanjutnya memperhatikan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 24 November 1887 Np. 1/c tentang Batas Kota Serang dan Bagian Kota Pandeglang, Caringin dan Lebak Pasal 29, 31, 33, 67c dan 131 Reglement (STBL Van Nederlanch India Tahun 1925 No. 380 LN. 1924 No. 74 Pasal 1) maka ditunjuk Kewedanaan Pandeglang, Menes, Caringin dan Cibaliung. Berdasarkan Surat Menteri Jajahan tanggal 13 dan 20 November 1873 No. LAA.AZ.No. 34/209 dan 28/2165 menetapkan bahwa: Jabatan Kliwon pada Bupati dan Patih dari Afdeling Anyer dan Serang dan Keresidenan Banten dihapuskan; Bupati mempunyai pembantu yaitu Mantri Kabupaten dengan gaji 50 gulden; Kepala Distrik mempunyai gelar Jabatan Wedana dan Onder Distrik mempunyai Gelar Jabatan Asisten Wedana; Berdasarkan Staatsblad 1874 No. 73 Ordonansi tanggal 1 Maret 1874, mulai berlaku 1 April 1874 menyebutkan pembagian daerah, di antaranya Kabupaten Pandeglang dibagi 9 Distrik atau Kewedanaan sebagai berikut: 1. Kewedanaan Pandeglang; 2. Kewedanaan Baros; 3. Kewedanaan Ciomas; 4. Kewedanaan Kolelet; 5. Kewedanaan Cimanuk; 6. Kewedanaan Caringin; 7. Kewedanaan Panimbang; 8. Kewedanaan Menes; 9. Kewedanaan Cibaliung. Di Pandeglang sejak tanggal 1 April 1874 telah ada pemerintahan. Lebih jelas lagi dalam Ordonansi 1887 No. 224 tentang batas-batas wilayah Keresidenan Banten, termasuk batas-batas Kabupaten Pandeglang. Dalam tahun 1925 dengan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 14 Agustus 1925 No. IX maka jelas Kabupaten telah berdiri sendiri tidak di bawah penguasaan Keresidenan Banten. Atas dasar dan fakta-fakta tersebut dapat diambil beberapa alternatif: 1. Pada tahun 1828: Pandeglang sudah merupakan Pusat Pemerintahan Distrik; 2. Pada tahun 1874: Pandeglang merupakan Kabupaten; 3. Pada tahun 1882: Pandeglang merupakan Kabupaten dan Distrik Kewedanaan; 4. Pada tahun 1925: Kabupaten Pandeglang telah berdiri sendiri. Dari keempat kesimpulan itu atas kesepakatan bersama kita telah menentukan 1 April 1874 sebagai Hari Jadi Kota Kabupaten Pandeglang. Geografi Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Banten. Letaknya barada di ujung paling barat Pulau Jawa dengan luas wilayah 2.746,89 km². Batas Wilayah Topografi Bentuk Topografi wilayah Kabupaten Pandeglang di daerah tengah dan selatan pada umumnya merupakan dataran dengan ketinggian gunung-gunungnya relatif rendah, sedangkan daerah utara sekitar 14,93% dari luas Kabupaten Pandeglang merupakan dataran tinggi. Iklim Cuaca Kabupaten Pandeglang beriklim tropis seperti di wilayah Indonesia lainnya. Tipe iklim tropis di wilayah Pandeglang berdasarkan klasifikasi iklim Koppen adalah Iklim Hutan Hujan Tropis. Tingkat kelembapan nisbi di wilayah Pandeglang terbilang tinggi yakni ±81% dengan suhu udara rata-rata bervariasi antara 20°–31 °C. Oleh karena beriklim hutan hujan tropis, wilayah Kabupaten Pandeglang memiliki curah hujan yang cukup tinggi dengan jumlah curah hujan tahunan berkisar antara 2400 – 2800 mm per tahun dan jumlah hari hujan lebih dari 150 hari hujan per tahun. Curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari dengan curah hujan bulanan lebih dari 300 mm per bulan, sedangkan curah hujan minimum terjadi di bulan Juli dengan curah hujan bulanan kurang dari 130 mm per bulan. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Kecamatan dengan penduduk terbanyak adalah kecamatan Mandalawangi disusul kecamatan Labuan dan kecamatan Cikeusik Berdasarkan visualisasi data kependudukan Jumlah Penduduk Pandeglang: 1.392.046 Orang. Pendidikan Transportasi Tidak ada rute kereta api, namun untuk ke Kabupaten Pandeglang bisa melalui Stasiun Rangkasbitung, yang kemudian dilanjutkan dengan menaiki angkutan kota arah Pandeglang di Terminal Mandala, Lebak. Angkutan kota wilayah Kabupaten Pandeglang dan beberapa rute yang menghubungkan Kabupaten Lebak dengan Kabupaten Serang. Stasiun kereta api Kabupaten Pandeglang memiliki 14 stasiun nonaktif di Jalur kereta api Labuan–Rangkasbitung dan 2 stasiun Jalur kereta api Saketi–Bayah yang sudah berhenti beroperasi, diantaranya Stasiun Babakanlor Stasiun Cibiuk Stasiun Cikaduwen Stasiun Cimanggu Stasiun Cimenyan Stasiun Cipeucang Stasiun Jasugi Stasiun Kadukacang Stasiun Kalumpang Stasiun Kenanga Stasiun Labuan Stasiun Menes Stasiun Pandeglang Stasiun Saketi Stasiun Sekong Stasiun Sodong Terminal Terminal Labuan, Pagelaran, Pandeglang Terminal Kadubanen, Pandeglang, Pandeglang Ruas jalan tol Jalan Tol Serang–Panimbang Komunikasi dan Media Massa Stasiun TV Stasiun Radio Sejumlah stasiun radio yang beroperasi di wilayah ini: Radio Adhiswara FM 90.6 Mhz Radio Female FM 97.9 MHz Radio Angkasa FM 98.9 MHz Radio Paranti FM 105.6 Mhz Radio Berkah FM 97.3 Mhz Radio Akarsari FM 92.20 Mhz E–Radio Fm 95.9 MHz Radio Krakatau FM 93.7 Mhz Radio Labuan FM 93.3 Mhz Radio Nadafa FM 91.0 Mhz Radio Arjuna FM 100.0 Mhz Radio Female FM 97.9 MHz RIS FM 107.9 MHz Radio Ujungkulon FM 95.10 Mhz Makanan Khas Kabupaten Pandeglang memiliki beberapa makanan khas yaitu: Balok Cikedal Pandeglang Emping Menes Apem Angeun Lada Rabeg Jojorong Bubur Sop Labuan Otak-otak Labuan Pariwisata Kabupaten Pandeglang memiliki beberapa tempat wisata, yaitu: Dataran tinggi Gunung Karang-Pulosari-Aseupan Alun-Alun Pandeglang Kampung Domba Pemandian Air Panas Cisolong CAS Waterpark DM Wisata Air Curug Leuwibumi Situs Salakanagara Cihunjuran Pemandian Alam Mata Air Citaman Pantai Carita Curug Putri Carita Pandeglang Curug Ciajeng Pandeglang Curug Cinoyong Pandeglang Taman Hutan Raya Pandeglang Mutiara Carita Cindewulung Bed & Resto Archipelago Carita Pantai Pandan Carita Pantai Bama Pantai Ciputih Pantai Tanjung Lesung Pantai Batu Hideung Curug Gendang Pemandian Cikoromoy Taman Nasional Ujung Kulon Kramat Syech Asnawi Caringin Kramat Syech Daud Cikaduen Kramat Syech Husen Carita Pulau Popole & Lowongan Referensi Bacaan lebih lanjut Pranala luar Pandeglang Pandeglang
4049
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Serang
Kota Serang
Kota Serang () merupakan salah satu kota dan sekaligus menjadi ibu kota dari provinsi Banten, Indonesia. Kota ini berada di bagian barat laut provinsi Banten, serta dikelilingi oleh Kabupaten Serang di sebelah selatan, barat, dan timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Kota Serang dilintasi Jalan Tol Jakarta–Merak dan juga dilintasi oleh Jalur kereta api Merak–Tanah Abang. Kota ini berada di wilayah metropolitan Serang Raya. Kota Serang adalah ibu kota provinsi Banten dan sebagai pusat budaya Sunda Banten dan Jawa Serang dan penduduknya menuturkan Bahasa Sunda Banten dan juga Bahasa Jawa Serang. Di Kota ini terdapat sisa-sisa bangunan bersejarah masa kejayaan Kesultanan Banten. Pada pertengahan tahun 2023, jumlah penduduk kota Serang sebanyak 730.530 jiwa, dengan kepadatan 2.700 jiwa/km2. Sejarah Kota Serang merupakan daerah otonom hasil pemekaran dari Kabupaten Serang. Amanat pembentukan Kota Serang bermula sejak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten, yang menetapkan Serang sebagai ibu kota bagi provinsi yang baru dibentuk itu. Selanjutnya, kota ini resmi berdiri melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten, yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2007. Secara etimologis, nama "serang" berasal dari bahasa Sunda Kuno yang berarti "sawah pejabat"/"sawah negara" yang sekarang bergeser menjadi "sawah" dalam bahasa Sunda Hormat. Menteri Dalam Negeri Mardiyanto melakukan pelantikan penjabat sementara wali kota Serang, Asmudji H.W., di Gedung Departemen Dalam Negeri Jakarta pada tanggal 2 November 2007. Selanjutnya, pembentukan Struktur Organisasi Tata Kerja (STOK) Kota Serang terjadi melalui SK Mendagri Nomor 060/2840/SJ tertanggal 22 November 2007, yang meliputi pembentukan 19 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) serta para pejabatnya dari Eselon II hingga Eselon III. Geografi Kota Serang berada di tengah Kabupaten Serang dan berada di pesisir utara Pulau Jawa. Secara keseluruhan, Kota Serang hanya berbatasan langsung dengan Kabupaten Serang, kecuali sisi utaranya langsung menghadap ke Teluk Banten. Luas wilayah Kota Serang sendiri sebesar ±266,71 km². Batas Wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Topografi Secara topografi muka tanah, Kota Serang berada di hamparan dataran rendah yang ketinggiannya ≤50 meter dan jenis tanah yang mendominasi permukaan tanah di kota ini adalah jenis tanah asosiasi regosol kelabu, regosol kelabu coklat, litosol, dan latosol kemerah-merahan. Kota ini pun menjadi muara dari salah satu sungai utama di Provinsi Banten yakni Sungai Cibanten. Iklim Kota Serang beriklim sama dengan kota-kota Indonesia pada umumnya yaitu iklim tropis. Berdasarkan klasifikasi iklim, wilayah kota Serang sebagian besar beriklim muson tropis (Am) dengan dua pola musim yang dipengaruhi oleh pergerakan angin monsun, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan yang dipengaruhi angin monsun baratan yang bersifat basah dan lembap biasanya terjadi pada periode bulan November hingga bulan April. Bulan Januari menjadi bulan terbasah dan puncak musim penghujan dengan rerata curah hujan bulanannya >300 mm per bulan. Sementara itu, musim kemarau yang diakibatkan pergerakan angin muson timuran yang bersifat kering biasanya berlangsung sejak bulan Mei hingga bulan Oktober dengan bulan Agustus sebagai bulan terkering dengan curah hujan yang kurang dari 42 mm per bulan. Curah hujan tahunan di Kota Serang berkisar pada angka 1000–2000 milimeter per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 120–160 hari hujan per tahun. Suhu udara di Kota Serang per tahunnya berada pada angka 21°–34 °C. Tingkat kelembapan nisbi di kota ini adalah ±79% per tahun. Pemerintahan Kecamatan Lambang Daerah Lambang Kota Serang berbentuk persegi enam heksagonal dengan gambar utama gerbang Kaibon dan satu bintang. Sedangkan pada pitanya tertulis motto atau semboyan ‘Kota Serang Madani’. secara filosofis Madani merupakan bentuk kemandirian suatu daerah. Madani memberikan arti luas untuk pengayoman masyarakat, civil society yang mengedepankan musyawarah untuk mufakat, serta berbudaya. Daftar Wali Kota Dewan Perwakilan Transportasi Kereta Api Indonesia (KAI) KAI Commuter Lin Merak Bus BRT Trans Seragon 1: Pakupatan–Cilegon 2: Banten Lama–Baros 3: Alamanda Regency–Pabuaran Layanan bus Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta DAMRI: Pakupatan–Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta Angkutan kota wilayah Kota Serang dan beberapa rute menghubungkan wilayah Kabupaten Serang menuju Terminal Pakupatan. Stasiun kereta api Kota Serang memiliki 3 stasiun KA Lokal Merak yang masih beroperasi, diantaranya: Stasiun Karangantu Stasiun Serang Stasiun Walantaka Selain itu, Kota Serang juga memiliki 3 stasiun yang sudah berhenti beroperasi dikarenakan jalur tidak aktif, yaitu: Stasiun Kedungcinde Stasiun Kemang Stasiun Cihideung Ruas jalan tol Jalan Tol Jakarta–Merak Jalan Tol Tangerang–Merak Jalan Tol Serang–Panimbang Kesehatan Rumah Sakit RSUD Kota Serang RSUD Banten RSUD Dr. Drajat Prawiranegara RS Achmad Wardi RS Benggala RS Budi Asih RS Fatimah RS Ibunda Serang RS Kencana Serang RS Sari Asih Serang RSIA Puri Garcia RS Bhayangkara Pariwisata Tempat wisata Beberapa tempat wisata di kota Serang di antaranya adalah: Situs Banten Girang Kota Kuno Banten Masjid Agung Banten; Masjid ini terletak di Kelurahan Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Tampat ini merupakan situs bersejarah peninggalan Sultan Maulana Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati, sekitar tahun 1552-1570. Selain sebagai objek wisata ziarah (terdapat makam-makam kesultanan Banten), Masjid Agung Banten juga merupakan objek wisata pendidikan dan sejarah. Dengan mengunjungi masjid ini, wisatawan dapat menyaksikan peninggalan bersejarah kerajaan Islam di Banten pada abad ke-16 M, serta melihat keunikan arsitekturnya yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina, dan Eropa. Vihara Avalokitesvara Masjid Pecinan Tinggi Keraton Surosowan Keraton Kaibon Benteng Speelwijk dan makam belanda Museum Situs Kerpurbakalaan Banten Lama Museum Negeri Banten Pantai Gope Pulau Lima Danau Tasikardi Gedung Joeang Kuliner Beberapa kuliner khas kota Serang di antaranya adalah sebagai berikut. Rabeg, adalah sejenis semur dengan daging kambing dan bumbu yang agak pedas. Beberapa rabeg juga memakai jeroan kambing. Makanan ini merupakan salah satu makanan kesukaan bangsawan dari Kesultanan Banten. Saat Ramadan, rabeg biasa dimakan dengan ketan bintul. Tempat makan yang menjual hidangan ini biasanya terdapat di sekitar Magersari, Pasar Lama, Sempu, dan Cipare. Sate bandeng, merupakan oleh-oleh yang paling populer dari Kota Serang. Sate bandeng dibuat dari ikan bandeng yang dihaluskan dan dicampur dengan rempah-rempah sertasantan kental yang membuat rasanya asin-manis-gurih, lalu dibakar. Sate bandeng cocok dimakan dengan nasi hangat dan sambal. Makanan khas Serang ini banyak dijajakan di dekat Gerbang Tol Serang Timur. Sate ini juga bisa ditemukan di sekitar jalan Serang-Pandeglang. Pecak Bandeng Nasi sumsum, adalah nasi bakar dengan sumsum dan bumbu dari daun salam, sereh, cabe, dan bawang. Sumsum yang dipakai biasanya sumsum kerbau, karena lebih mudah ditemui di Serang dan lebih tahan leleh dibanding sumsum sapi. Nasi sumsum dimakan dengan sambal kacang, kadang ditambah otak-otak ikan. Tempat-tempat yang menjual ada di seberang Polres Serang, Pasar Lama, alun-alun, dan perempatan Pisang Mas. Sambel burog, adalah semacam sayur dengan bahan utama kulit melinjo atau kulit tangkil yang berwarna merah. Kulit tangkildiiris tipis-tipis, dimasak dengan santan, asam jawa (kadang-kadang belimbing wuluh), cabai merah, bawang merah, bawang putih, dan daun salam. Penampilannya mirip sambal dengan irisan cabai kasar. Makanan ini mempunyai rasa pedas-asam, cocok dimakan dengan ketupat dan kuah opor. Angeun lada, adalah sayur rebung berkuah. Aromanya mirip dengan bau walang sangit. Sate bebek Ayam bakar bekakak, adalah ayam bakar dengan cita rasa pedas-asam, tidak seperti ayam bakar kebanyakan yang berbumbu manis kecap. Hidangan ini biasanya tersedia di rumah makan. Godog uyah asem dan empal daging. Makanan semacam gulai yang berisi daging sapi, babat atau usus, dan memiliki kuah dengan rasa asam-asin-pedas. Biasanya makanan ini dijadikan lauk untuk nasi uduk serta dihidangkan dengan emping. Makanan ini dapat ditemui di sepanjang jalan sekitar Magersari atau kaki-kaki lima di Pasar Lama. Media Massa Radio 88,2 FM Hot Radio 89,8 Serang Radio 91,4 Mega Swara FM 94,1 Pink Radio 94,9 RRI Banten Pro 1 96,5 Ramaloka FM 98,1 Harmoni FM 101,6 RRI Banten Pro 2 102,2 Prambors FM 103,2 X Channel (Setel Musik Terbaik) 104 Polaris FM 104,8 PBS FM 107,7 Radio Komunitas Jaseng FM Televisi Tokoh penting Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Banten yang menentang monopoli perdagangan VOC Syekh Nawawi al-Bantani, seorang ulama dan pahlawan yang pernah menjadi Imam Dua Tanah Suci Syafruddin Prawiranegara, Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia dan pahlawan nasional yang berperan penting pada awal pembentukan Indonesia Maria Ulfah Santoso, politikus pada era pemerintahan Soekarno dan menjadi Menteri Sosial dalam Kabinet Sjahrir II Muni Cader, aktor ternama di tahun 80-an Slamet Rahardjo, sutradara dan aktor Mulyadi, pelatih dan mantan pesepak bola Budi Kusumah, penyiar radio dan pelawak Anton Apriyantono, Menteri Pertanian dalam Kabinet Indonesia Bersatu Angie, model dan pemain film Saipul Jamil, penyanyi dangdut dan pemandu kuis di televisi Mohammad Nasuha, pesepak bola Budi Doremi, penyanyi beraliran pop dan reggae Jerry Andrean, jurutama masak dan pemenang MasterChef Indonesia (musim 7) Kota kembar - Cheyenne, Wyoming, Amerika Serikat - Barrow, Alaska, Amerika Serikat - Frankston, Victoria, Australia Lihat pula Jabotabek Banten Perserang Serang Referensi Pranala luar Serang Serang Serang
4050
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Serang
Kabupaten Serang
Kabupaten Serang () adalah adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Banten, Indonesia. Secara hukum, kabupaten ini beribu kota di Kecamatan Ciruas. Kabupaten ini terletak di ujung barat laut pulau Jawa. Kabupaten Serang berbeda dengan Kota Serang yang telah dimekarkan pada tahun 2007. Wilayah ini berada di kawasan metropolitan Serang Raya. Sejarah Sejarah Kabupaten Serang tentunya tidak terlepas dari sejarah Banten pada umumnya, karena Serang semula merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Banten yang berdiri pada Abad ke-16 dan pusat pemerintahannya terletak di daerah Serang. Sebelum abad ke-16, informasi tentang Banten tidak banyak tercatat dalam sejarah, konon pada mulanya Banten masih merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Sunda, penguasa Banten pada saat itu adalah Raga Mulya|Prabu Pucuk Umum, Putra dari Prabu Sidaraja Pajajaran. Pusat Pemerintahannya bertempat di Banten Girang (±3 Km di selatan Kota Serang) pada abad ke-6, Islam mulai masuk ke Banten yang didakwah oleh Sultan Syarif Hidayatullah (dikenal Sunan Gunung Jati) yang secara berangsur-angsur mengembangkan Agama Islam di Banten dan sekitarnya serta dapat menaklukan pemerintahan Prabu Pucuk Umum (Tahun 1524-1525 M). Selanjutnya Beliau mendirikan Kesultanan Islam di Banten dengan mengangkat putranya bernama Sultan Maulana Hasanuddin menjadi Sultan Banten yang pertama yang berkuasa selama ± 18 tahun (Tahun 1552-1570 M). Atas prakarsa Sunan Gunung Jati, pusat pemerintahan yang semula bertempat di Banten Girang dipindahkan ke Surosowan, Banten Lama (Banten lor) yang terletak ±10 Km di sebelah utara Kota Serang. Setelah Sultan Maulana Hasanuddin wafat (Tahun 1570), digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Maulana Yusuf sebagai Sultan Banten yang kedua (Tahun 1570-1580 M) dan selanjutnya diganti oleh Sultan yang ketiga, keempat dan seterusnya sampai dengan terakhir Sultan yang ke-21 yaitu Sultan Muhammad Shafiuddin yang berkuasa pada Tahun 1809 sampai dengan 1813. Periode Kesultanan Islam di Banten berjalan selama kurun waktu ±264 tahun, yaitu dari tahun 1552 sampai 1813. Pada zaman Kesultanan ini banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting, terutamma pada akhir abad ke-16 (Juni 1596), Perusahaan (pada masa itu perusahaan dikenal "Kompeni" oleh rakyat Banten dan seluruh kerajaan di Nusantara) Compagnie van Verre dari Belanda datang untuk pertama kalinya mendarat di Pelabuhan Banten dibawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan maksud untuk berdagang. Namun sikap yang congkak dari orang-orang Belanda tidak menarik simpati dari pemerintah dan rakyat Banten saat itu, sehingga sering timbul ketegangan diantara masyarakat Banten dengan Kompeni Belanda. Pada saat tersebut, Sultan yang bertahta di Banten adalah Sultan yang ke-4 yaitu Sultan Abdul Mufakhir yang waktu itu masih berusia lima bulan, sedangkan yang bertindak sebagai walinya adalah Mangkubumi Jayanegara yang wafat kemudian pada tahun 1602 dan diganti oleh saudaranya yaitu Yudha Nagara. Pada Tahun 1608 Pangeran Ranamanggala diangkat sebagai Patih Mangkubumi. Sultan Abdul Mufakir mulai berkuasa penuh dari tahun 1624-1651 dengan Pangeran Ranamanggala sebagai Patih dan penasehat utamanya. Sultan Banten yang ke-6 adalah Sultan Abdul Fatah cucu Sultan ke-5 yang terkenal dengan julukan Sultan Ageng Tirtayasa yang memegang tampuk pemerintahan dari tahun 1651-1680 (selama ±30 tahun). Pada masa pemerintahannya, bidang politik, Perekonomian, Perdagangan, Pelayaran maupun Kebudayaan berkembang maju dengan pesat dan kegigihan dalam menetang Kompeni Belanda. Atas jasa kepahlawanannya dalam perjuangan menentang Kompeni Belanda, maka berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Sultan Ageng Tirtayasa dianugerahi kehormatan predikat sebagai Pahlawan Nasional. Pada waktu berkuasanya Sultan Ke-6, sering terjadi bentrokan dan perang dengan para Kompeni VOC dari Belanda yang pada waktu itu telah berkuasa di Batavia. Dengan cara Politik Adu Domba () terutama dilakukan antara Sultan Ageng Tirtayasa yang anti Kompeni dengan putranya Sultan Abdul Kahar (dikenal dengan Sultan Haji) yang pro Kompeni Belanda dapat melumpuhkan kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tidak berdaya dan menyingkir ke pedalaman Banten. Namun dengan bujukan Sultan Haji, Sultan Ageng Tirtayasa dapat ditangkap kemudian ditahan dan dipenjarakan di Batavia hingga wafatnya pada tahun 1692. Namun sekalipun Sultan Ageng Tirtayasa sudah wafat, perjuangan melawan Kompeni Belanda terus berkobar dan dilanjutkan oleh pengikutnya yang setia dengan gigih dan pantang menyerah. Sejak wafatnya Sultan Ageng Tirtayasa, maka kesultanan Banten mulai mengalami kemunduran, karena Sultan Haji dan para Sultan berikutnya sudah mulai terpengaruh oleh kompeni Belanda sehingga pemerintahannya mulai labil dan lemah. Pada tanggal 19 Agustus 1816, kekuasaan di Hindia Belanda dikembalikan oleh Inggris kepada Belanda setelah sebelumnya disepakati dalam Konvensi London yang diadakan pada tanggal 13 Agustus 1814. Kekuasaan di Hindia Belanda kemudian diambil alih oleh Van Der Capellen sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ia mengambil alih kekuasaan Banten dari Muhammad Rafiudin yang saat itu menjabat sebagai Bupati Sultan Banten. Pemerinta Hindia Belanda kemudian membagi wilayah Banten menjadi tiga kabupaten dan menetapkan ibu kotanya masing-masing. Pertama ialah Kabupaten Banten Utara dengan beribu kota di Serang. Kedua ialah Kabupaten Banten Selatan dengan beribu kota di Lebak. Ketiga ialah Kabupaten Banten Barat dengan beribukota di Caringin. Masing-masing kabupaten dipimpin oleh seorang bupati. Bupati pertama untuk Serang diangkat Pangeran Aria Adi Santika dengan pusat pemerintahannya tetap bertempat di keraton Kaibon. Pada tanggal 3 Maret 1942, Tentara Jepang masuk ke Daerah Serang di Pantai Bojonegara (Jepang mendarat pertama kali di Nusantara melalui Pulau Tarahan). Jepang mengambil alih Karesidenan Banten yang pada waktu itu dikuasai oleh Hindia Belanda, sedangkan Bupatinya tetap dari pribumi yaitu RM Jayadiningkrat. Kekuasaan Jepang berjalan selama kurang lebih tiga setengah tahun. Setelah tanggal 17 Agustus 1945, kekuasaan Karesidenan Banten beralih dari tangan Jepang kepada Republik Indonesia dan sebagai Residennya adalah K.H. Tb. Achmad Chatib serta sebagai Bupati Serang adalah KH. Syam’un, sedangkan untuk jabatan Wedana dan Kepala Camat banyak diangkat dari para Tokoh Ulama. Dengan datangnya Tentara Belanda ke Indonesia yang menimbulkan Agresi ke I sekitar Tahun 1964-1947. Daerah Banten (terutama Daerah Serang) menjadi Daerah Blokade yang dapat bertahan dari masuknya serbuan Belanda, dan putus hubungan dengan Pemerintah Pusat yang pada saat Indonesia telah membentuk negara federal Republik Indonesia Serikat yang beribu kota di Kota Yogyakarta, sehingga daerah Banten dengan ijin Pemerintah Pusat mencetak uang sendiri yaitu Oeang Republik Indonesia Daerah Banten yang dikenal dengan "ORIDAB". Pada tanggal 19 Desember 1948, Agresi II baru dari Serdadu Belanda dapat memasuki Daerah Serang untuk selama satu tahun dan setelah KMD Tahun 1949, Belanda meninggalkan kembali Daerah Banten/Serang, yang selanjutnya daerah Serang menjadi salah satu daerah kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Barat. Pada tanggal 4 Oktober 2000, seluruh fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersepakat dalam menetapkan undang-undang mengenai pembentukan Provinsi Banten. Provinsi Banten dibentuk sebagai hasil pemekaran wilayah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Salah satu kabupaten yang ditetapkan menjadi bagian dari Provinsi Banten adalah Kabupaten Serang. Kemudian sejak adanya Jabatan Regent atau Bupati pada Tahun 1826 sampai sekarang, telah terjadi 32 kali pergantian Bupati. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Serang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Hari Jadi Kabupaten Serang, pada Bab II Penetapan Hari Jadi Pasal 2, yaitu: Hari Jadi Kabupaten Serang ditetapkan pada tanggal 8 Oktober Tahun 1526. Geografi Kabupaten Serang memiliki luas wilayah 1.467,35 km2, dan populasi mencapai 1.402.818 pada Sensus 2010 dan 1.622.630 pada Sensus 2020. Penduduk daratan Kota Cilegon, Kota Serang dan Kabupaten Serang jika dijumlah menjadi 2.749.627 dengan daratan seluas 1.909,56 km2, dan kepadatan 1.440 per km2. Kota Cilegon dan Kota Serang merupakan semi-enklave Kabupaten Serang. Kabupaten ini berada di ujung barat laut Pulau Jawa, berbatasan dengan Laut Jawa, dan Kota Serang di utara, Kabupaten Tangerang di timur, Kabupaten Lebak di selatan, serta Kota Cilegon di barat. Batas Wilayah Topografi Secara topografi, Kabupaten Serang merupakan wilayah dataran rendah dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai 1.778 m di atas permukaan laut. Fisiografi Kabupaten Serang dari arah utara ke selatan terdiri dari wilayah rawa pasang surut, rawa musiman, dataran, perbukitan dan pegunungan. Bagian utara merupakan wilayah yang datar dan tersebar luas sampai ke pantai, kecuali sekitar Gunung Sawi, Gunung Terbang dan Gunung Batusipat. Dibagian selatan sampai ke barat, Kabupaten Serang berbukit dan bergunung antara lain sekitar Gunung Kancana, Gunung Karang dan Gunung Gede. Daerah yang bergelombang tersebar di antara kedua bentuk wilayah tersebut. Hampir seluruh daratan Kabupaten Serang merupakan daerah subur karena tanahnya sebagian besar tertutup oleh Tanah Endapan Alluvial dan Batu Vulkanis Kuarter. Potensi tersebut ditambah banyak terdapat pula sungai-sungai yang besar dan penting yaitu Sungai Ciujung, Sungai Cidurian, Sungai Cibanten, Sungai Cipaseuran, Sungai Cipasang dan Sungai Anyar yang mendukung kesuburan daerah-daerah pertanian di Kabupaten Serang. Iklim Cuaca Iklim di wilayah Kabupaten Serang termasuk tropis dengan musim hujan antara November-April dan musim kemarau antara Mei-Oktober. Curah hujan rata-rata 3,92 mm/hari. Temperatur udara rata-rata berkisar antara 25,8°–27,6 °C. Temperatur udara di Kabupaten Serang minimum 20,90 °C dan maksimum 33,8 °C. Tekanan udara dan kelembaban rata-rata 81,00 mb/bulan. Kecepatan arah angin rata-rata 2,80 knot, dengan arah terbanyak adalah dari barat. Pemerintahan Kecamatan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Serang 1.623.409 (2021), sebagian besar tinggal di bagian utara. Bahasa yang dituturkan adalah Bahasa Sunda Banten yang digunakan di bagian selatan dan Bahasa Jawa Serang yang digunakan di bagian pesisir pantai utara dekat dengan Kota Cilegon dan Kota Serang serta Bahasa Lampung Cikoneng yang dituturkan oleh penduduk di empat kampung di Desa Cikoneng, Kecamatan Anyar. Pendidikan Sebagai salah satu wilayah dengan mayoritas penduduknya Islam, maka pendidikan di Serang juga banyak menekankan pada pendidikan agama Islam sesuai dengan semboyan "Serang Bertakwa". Sehingga di Kabupaten Serang pendidikan berbasis islam baik yang resmi maupun non-resmi (Pesantren, Madrasah, dsb) menjadi salah satu perhatian pemerintah. Sekolah-sekolah formal dari tingkat SD, SMP, SMA, SMK juga menjadi bagian pendidikan yang tidak terpisahkan. Beberapa sekolah favorit di Kabupaten Serang antara lain; SD Islam Al-Azhar, SD Kristen Penabur, SMA Negeri 1 Ciruas, SMP Negeri 1 Ciruas, SMA Negeri 1 Kramatwatu dsb. Di Serang, juga terdapat universitas yang menyelenggarakan pendidikan sarjana secara jarak jauh atau distance learning, yakni Universitas Terbuka atau UT Daerah Serang Transportasi Kereta Api Indonesia (KAI) KAI Commuter Lin Merak Bus BRT Trans Seragon 2: Banten Lama–Baros 3: Alamanda Regency–Pabuaran Bus BRT Perintis 1: Tanara–Jungking 2: Gunung Sari–Mancak 3: Pamarayan–Kibin Angkutan kota Wilayah Kabupaten Serang dan beberapa rute yang menghubungkan Kota Serang menuju kawasan industri sepatu PT Nikomas Gemilang di daerah Kibin. Stasiun kereta api Kabupaten Serang memiliki 4 stasiun KA Lokal Merak yang masih beroperasi, diantaranya: Stasiun Cikeusal Stasiun Catang Stasiun Jambu Baru Stasiun Tonjong Baru Selain itu, Kabupaten Serang juga memiliki 5 stasiun yang sudah berhenti beroperasi dikarenakan jalur tidak aktif, yaitu: Stasiun Anyer Kidul Stasiun Anyer Lor Stasiun Jambu Lama Stasiun Pasir Manggu Stasiun Silebu Ruas jalan tol Jalan Tol Jakarta–Merak Jalan Tol Tangerang–Merak Jalan Tol Serang–Panimbang Lihat pula Lubuklinggau Kota Serang Kota Cilegon Banten Referensi Pranala luar Serang Serang Serang
4051
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tangerang
Kabupaten Tangerang
Kabupaten Tangerang () adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Banten, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Tigaraksa. Kabupaten Tangerang terbagi menjadi 29 kecamatan, 28 kelurahan dan 246 desa. Pada pertengahan tahun 2023, jumlah penduduk kabupaten Tangerang sebanyak 3.286.420 orang. Sejarah Dalam riwayat diceritakan, bahwa saat Kesultanan Banten terdesak oleh serangan VOC pada pertengahan abad ke-16, diutuslah tiga maulana yang berpangkat Tumenggung untuk membuat perkampungan pertahanan di wilayah yang berbatasan dengan Batavia. Ketiga Tumenggung itu adalah, Tumenggung Aria Yudhanegara, Aria Wangsakara, dan Aria Jaya Santika. Mereka segera mem­bangun basis pertahanan dan pemerintahan di wilayah yang sekarang dikenal sebagai kawasan Tigaraksa. Jika merunut kepada legenda rakyat dapat disimpulkan bahwa cikal-bakal Kabupaten Tangerang adalah Tigaraksa. Nama Tigaraksa itu sendiri berarti Tiang Tiga atau Tilu Tanglu, sebuah pemberian nama sebagai wujud penghormatan kepada tiga Tumenggung yang menjadi tiga pimpinan ketika itu. Seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten membangun tugu prasasti di bagian Barat Sungai Cisadane, saat ini diyakini berada di Kampung Gerendeng. Waktu itu, tugu yang dibangun Pangeran Soegri dinamakan sebagai Tangerang, yang dalam bahasa Sunda berarti tanda. Sebutan ”Tangeran” yang berarti ”tanda” itu lama-kelamaan berubah sebutan menjadi Tangerang sebagaimana yang dikenal sekarang ini. Dikisahkan, bahwa kemudian pemerintahan ”Tiga Maulana”, ”Tiga Pimpinan” atau ”Tilu Tanglu” tersebut tumbang pada tahun 1684, seiring dengan dibuatnya perjanjian antara Pasukan Belanda dengan Kesultanan Banten pada 17 April 1684. Perjanjian tersebut memaksa seluruh wilayah Tangerang masuk ke kekuasaan Penjajah Belanda. Kemudian, Belanda membentuk pemerintahan kabupaten yang lepas dari Kesultanan Banten di bawah pimpinan seorang bupati. Para bupati yang pernah memimpin Kabupaten Tangerang pada era pemerintahan Belanda pada periode tahun 1682-1809 adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII. Setelah keturunan Aria Soetadilaga dinilai tidak mampu lagi memerintah Kabupaten Tangerang, Belanda menghapus pemerintahan ini dan memindahkannya ke Batavia. Kemudian Belanda membuat kebijakan, sebagian tanah di Tangerang dijual kepada orang-orang kaya di Batavia, yang merekrut pemuda-pemuda Indonesia untuk membantu usaha pertahanannya, terutama sejak kekalahan armadanya di dekat Kepulauan Midway dan Kepulauan Solomon. Kemudian pada tanggal 29 April 1943 dibentuklah beberapa organisasi militer, di antaranya yang terpenting ialah Keibodan (barisan bantu polisi) dan Seinendan (barisan pemuda). Disusul pemindahan kedudukan Pemerintahan Jakarta ke Tangerang dipimpin oleh Kentyo M. Atik Soeardi dengan pangkat Tihoo Nito Gyoosieken atas perintah Gubernur Djawa Madoera. Seiring dengan status daerah Tangerang ditingkatkan menjadi Daerah Kabupaten, maka daerah Kabupaten Jakarta menjadi Daerah Khusus Ibu Kota. Di wilayah Pulau Jawa pengelolaan pemerintahan didasarkan pada Undang-undang nomor 1 tahun 1942 yang dikeluarkan setelah Jepang berkuasa. Undang-undang ini menjadi landasan pelaksanaan tata Negara yang asas pemerintahannya militer. Panglima Tentara Jepang, Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, diserahi tugas untuk mem­bentuk pemerintahan militer di Jawa, yang kemudian diangkat sebagai gunseibu. Seiring dengan hal itu, pada bulan Agustus 1942 dikeluarkan Undang-undang nomor 27 dan 28 yang mengakhiri keberadaan gunseibu. Berdasarkan Undang-undang nomor 27, struktur pemerintahan militer di Jawa dan Madura terdiri atas Gunsyreikan (pemerintahan pusat) yang membawahi Syucokan (residen) dan dua Kotico (kepala daerah istimewa). Syucokan membawahi Syico (wali kota) dan Kenco (bupati). Secara hirarkis, pejabat di bawah Kenco adalah Gunco (wedana), Sonco (camat) dan Kuco (kepala desa). Pada tanggal 8 Desember 1942 bertepatan dengan peringatan Hari Pembangunan Asia Raya, pemerintah Jepang mengganti nama Batavia menjadi Jakarta. Pada akhir 1943, jumlah kabupaten di Jawa Barat mengalami perubahan, dari 18 menjadi 19 kabupaten. Hal ini disebabkan, pemerintah Jepang telah mengubah status Tangerang dari kewedanaan menjadi kabupaten. Perubahan status ini didasarkan pada dua hal: Kota Jakarta ditetapkan sebagai Tokubetsusi (kotapraja) Pemerintah Kabupaten Jakarta dinilai tidak efektif membawahi Tangerang yang wilayahnya luas. Atas dasar hal tersebut, Gunseikanbu mengeluarkan keputusan tanggal 9 November 1943 yang isinya: "Menoeroet kepoetoesan Gunseikan tanggal 9 boelan 11 hoen syoowa 18 (2603) Osamu Sienaishi 1834 tentang pemindahan Djakarta Ken Yakusyo ke Tangerang, maka dipermakloemkan seperti di bawah ini: Pasal 1: Tangerang Ken Yakusyo bertempat di Kota Tangerang, Tangerang Son, Tangerang Gun, Tangerang Ken. Pasal 2: Nama Djakarta Ken diganti menjadi Tangerang Ken. Atoeran tambahan Oendang-Oendang ini dimulai diberlakukan tanggal 27 boelan 12 tahoen Syouwa 18 (2603). Djakarta, tanggal 27 boelan 12 tahoen Syouwa 18 (2603). Djakarta Syuutyookan." Sejalan dengan keluarnya surat keputusan tersebut, Atik Soeardi yang menjabat sebagai pembantu Wakil Kepala Gunseibu Jawa Barat, Raden Pandu Suradiningrat, diangkat menjadi Bupati Tangerang (1943-1944). Semasa Bupati Kabupaten Tangerang dijabat, H. Tadjus Sobirin (1983-1988 dan 1988-1993) bersama DPRD Kabupaten Tangerang pada masa itu, menetapkan hari jadi Kabupaten Tangerang tanggal 27 Desember 1943 (Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1984 tanggal 25 Oktober 1984). Seiring dengan pemekaran wilayah dengan terbentuknya pemerintah Kota Tangerang tanggal 28 Februari 1993 berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1993, maka pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pindah ke Tigaraksa. Pemindahan ibu kota ke Tigaraksa dinilai strategis, karena menggugah kembali cita-cita dan semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera. Suku Asli di Kabupaten Tangerang yaitu suku Sunda. Geografi Kabupaten Tangerang merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Banten yang terletak di bagian Timur Provinsi Banten pada koordinat 106°20'–106°43' Bujur Timur dan 6°00'-6°21' Lintang Selatan dengan luas wilayah 959,61 km2 atau 12,62 % dari seluruh luas wilayah Provinsi Banten. Batas Wilayah Wilayah Kabupaten Tangerang berbatasan dengan: Topografi Sebagian besar wilayah Tangerang merupakan dataran rendah. Sungai Cisadane merupakan sungai terpanjang di Tangerang yang mengalir dari selatan dan bermuara di Laut Jawa. Tangerang merupakan wilayah perkembangan dan penyangga ibu kota Jakarta. Secara umum, Kabupaten Tangerang dapat dikelompokkan menjadi 3 wilayah pertumbuhan, yakni: Pusat Pertumbuhan Balaraja, Cikupa, Jayanti, Pasarkemis, dan Tigaraksa, berada di bagian barat, difokuskan sebagai daerah sentra industri, permukiman, dan pusat pemerintahan. Pusat Pertumbuhan Teluknaga, berada di wilayah pesisir, mengedepankan industri pariwisata alam dan bahari, industri maritim, perikanan, pertambakan, dan pelabuhan. Pusat Pertumbuhan Cisauk, Curug, Kelapa Dua, Legok dan Pagedangan, berada di bagian timur dekat perbatasan dengan Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, difokuskan sebagai pusat pemukiman dan kawasan bisnis. Kabupaten Tangerang secara geografis memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-8% menurun ke utara. Ketinggian wilayah berkisar antara 0–50 m di atas permukaan laut. Daerah utara Kabupaten Tangerang merupakan daerah pantai dan sebagian besar daerah urban, daerah timur adalah daerah rural dan pemukiman, sedangkan daerah barat merupakan daerah industri dan pengembangan perkotaan. Secara garis besar wilayah topografi Kabupaten Tangerang terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu : Dataran pesisir, terletak di bagian utara dengan ketinggian berkisar antara 0-25 meter di atas permukaan laut wilayahnya meliputi Kecamatan Teluknaga, Mauk, Kemiri, Sukadiri, Kresek, Kronjo, Pasar Kemis, dan Sepatan. Dataran rendah dari bagian tengah ke arah selatan dengan ketinggian lebih dari 25 meter di atas permukaan laut, Kemiringan tanah rata-rata 0-3 % menurun ke utara. Ketinggian wilayah dataran rendah ini berkisar antara 25 – 85 meter di atas permukaan laut. Iklim Berdasarkan garis lintang, Kabupaten Tangerang berada di wilayah Iklim Tropis dan menurut klasifikasi Iklim Koppen sebagian besar daerah Kabupaten Tangerang berada pada kategori iklim muson tropis (Am) dengan dua periode musim yang dipengaruhi pergerakan angin monsun, yaitu musim penghujan yang dipengaruhi angin monsun baratan dan musim kemarau yang dipengaruhi angin monsun timuran. Musim penghujan di Kabupaten Tangerang biasanya terjadi sejak bulan November hingga bulan April dengan curah hujan bulanan lebih dari 150 mm per bulannya. Musim kemarau di wilayah Kabupaten Tangerang biasanya berlangsung dari bulan Juni sampai bulan September dengan curah hujan bulanan kurang dari 100 mm per bulan. Suhu udara di wilayah Kabupaten Tangerang berkisar antara 26 °C–34 °C dengan tingkat kelembapan nisbi bervariasi antara 72%–85%. Suku bangsa Penduduk Kabupaten Tangerang termasuk kota yang beragam suku bangsa. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk Kabupaten Tangerang adalah orang Jawa, Lampung, Betawi dan suku aslinya Sunda. Jumlah yang signifikan juga berasal dari suku Lampung, dan Minangkabau. Keberagaman suku bangsa di Kabupaten Tangerang memengaruhi perbedaan budaya dan adat istiadat masyarakat Kabupaten Tangerang. Berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Tangerang berdasarkan suku bangsa pada Sensus Penduduk tahun 2000; Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Sistem Pemerintahan Kabupaten Tangerang mempunyai pemerintahan yang sama dengan kabupaten lainnya. Unit pemerintahan di bawah kabupaten adalah kecamatan, masing-masing kecamatan terdiri atas beberapa kelurahan dan desa. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini, terhitung sejak Kota Tangerang Selatan memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang, jumlah kecamatan, kelurahan maupun desa di Kabupaten Tangerang tetap yaitu 29 kecamatan, 28 kelurahan, dan 246 desa. Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Tangerang selama periode tahun 2009-2011 cukup berfluktuasi. Meningkat pada tahun 2010 dan menurun cukup signifikan pada tahun 2011. Bila diperhatikan komposisi pegawai menurut jenis kelamin, jumlah pegawai laki-laki lebih banyak dibandingkan pegawai perempuan. Terakhir pada tahun 2011 proporsi pegawai laki-laki mencapai 53,53 persen. Komposisi Anggota DPRD Kabupaten Tangerang sedikit mengalami perubahan dibanding tahun sebelumnya, yaitu terdiri dari 9 fraksi dengan anggota sebanyak 50 orang (45 orang laki-laki dan 5 orang perempuan) yang sebagian besar berumur antara 40-49 tahun sebanyak 30 orang (60 persen) dan mayoritas berpendidikan S-1 sebanyak 30 orang (60 persen). Jumlah anggaran yang dibelanjakan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk membiayai pembangunan di wilayahnya pada tahun 2011 mencapai 2,027 triliun rupiah, terdiri dari: Belanja pegawai 915 miliar rupiah. Belanja barang dan jasa 499 miliar rupiah. Belanja modal 480 miliar rupiah. Belanja lain-lain 136 miliar. Total realisasi pendapatan daerah Kabupaten Tangerang pada tahun 2011 mencapai 2,224 triliun rupiah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menyumbang 29,9 persen atau tepatnya 665 miliar rupiah. Sedangkan, dana perimbangan mencapai 1,288 triliun rupiah atau sekitar 57,93 persen yang terdiri dari: Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 720,5 miliar rupiah. Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 51,52 miliar rupiah. Dana bagi hasil pajak/bukan pajak yang mencapai 217 miliar rupiah. Transfer pemerintah pusat lainnya sebesar 299 miliar rupiah. Dan yang ketiga merupakan lain-lain pendapatan daerah yang sah yang menyumbang sebesar 270,6 miliar rupiah atau sekitar 12,17 persen terhadap pendapatan daerah wilayah ini. Sementara itu, belanja daerah dalam APBD Kabupaten Tangerang tahun 2012, direncanakan mencapai 2,4 triliun rupiah atau lebih besar dibandingkan dengan realisasi tahun 2011, sedangkan pendapatan daerah tahun 2012 oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang ditargetkan hanya sebesar 2,2 triliun rupiah. Transportasi Kereta Api Indonesia (KAI) KAI Commuter Lin Merak Layanan bus Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta DAMRI: Cisauk–Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Angkutan kota wilayah Kabupaten Tangerang dan beberapa rute yang menghubungkan Kota Tangerang dengan Kota Tangerang Selatan. Stasiun kereta api Kabupaten Tangerang memiliki 6 stasiun KRL yang masih beroperasi dan 2 stasiun yang akan dibangun, diantaranya: Stasiun Cicayur Stasiun Cikoya Stasiun Cisauk Stasiun Daru Stasiun Jatake Stasiun Tigaraksa Stasiun Tigaraksa Podomoro Ruas jalan tol Jalan Tol Jakarta-Tangerang Jalan Tol Tangerang-Merak Catatan Referensi Sumber pustaka Profil Bupati Tangerang 2018 - 2023 Profil Wakil Bupati Tangerang 2018 - 2023 Gubernur Banten Lantik Bupati dan Wakil Bupati Tangerang 2018 - 2023 Terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Tangerang Zaki-Romli Menang di Pilkada Kabupaten Tangerang Daftar Sekolah di Kabupaten Tangerang Letak Geografis Kabupaten Tangerang "Sejarah Kabupaten Tangerang" . Pemerintah Kabupaten Tangerang. Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Tangerang. Daftar Kecamatan di Kabupaten Tangerang Pemerintah Kabupaten Tangerang (7 Oktober 2002). Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang (PDF) (Laporan). Pemerintah Kabupaten Tangerang. "Perpres No. 10 Tahun 2013". 2013-02-04. Diakses tanggal 2019-03-29. "Kabupaten Tangerang Dalam Angka 2018" . BPS Kabupaten Tangerang. Diakses tanggal 29 Maret 2019. "Laporan Penduduk Berdasarkan Agama Provinsi Banten Semester I Tahun 2014". Biro Pemerintahan Provinsi Banten. Diakses tanggal 29 Maret 2019. "Wawancara Tadjus Sobirin: Tadjus, Dangdut, dan Nasi Bungkus" . Tempo Interaktif. Tangerang. 26 April 1997. Diakses tanggal 4 Maret 2016. "Jadi tempat prostitusi, Desa Dadap batal dibongkar" . Republika Online. Tangerang. 28 Mei 1996. Diakses tanggal 4 Maret 2016. Pranala luar Kabupaten di Banten Kabupaten di Indonesia
4052
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Tangerang
Kota Tangerang
Kota Tangerang (; bentuk baku: Tanggerang) adalah kota yang terletak di Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini terletak tepat di sebelah barat DKI Jakarta. Suku aslinya adalah Suku Sunda. Pada tahun 2021, jumlah penduduk kota Tangerang sebanyak 1.853.462 dengan kepadatan 12.041 jiwa/km2. Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta ketiga terbesar di kawasan metropolitan Jakarta Raya setelah Bekasi dan Depok. Selain itu kepolisian di kota ini juga setara dengan wilayah kota penyangga Jakarta lainnya seperti, Depok, Tangerang Selatan dan Bekasi yang di mana kepolisiannya berkedudukan di wilayah hukum Polda Metro Jaya dan wilayah pertahanan Kodam Jaya. Sejarah Kota Tangerang merupakan kota multietnis. Kelompok etnis dari etnis lokal terdiri dari Jawa, Sunda dan Betawi, sedangkan etnis yang berasal dari luar Indonesia, terdiri dari Arab, Belanda dan Cina. Kota Tangerang sebagai kota multietnis karena awal mula penduduk Tangerang hanya beretnis Sunda. Penduduk Tangerang terdiri atas penduduk asli setempat, serta pendatang dari Bogor, Priangan dan Banten (Halim, 2011). Kemudian di tahun 1526, penduduk baru dari wilayah pesisir Kesultanan Demak dan Cirebon datang ke Tangerang. Penduduk baru tersebut berbudaya dan beretnis Jawa dan sekaligus mengiringi proses Islamisasi dan perluasan wilayah dari Kesultanan Demak dan Cirebon (Halim, 2011). Mereka bermukim di daerah pesisir Tangerang sebelah barat. Keberagaman etnis penduduk Batavia di Kota Batavia merupakan dampak dari kebijakan Kompeni Belanda yang melahirkan budaya Melayu Betawi dan ragam etnis. Adanya budaya Melayu karena penduduk Batavia menggunakan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi dan bermukim di daerah Betawi (Halim, 2011). Penduduk etnis Betawi menyebar ke sekeliling Kota Betawi, termasuk Tangerang. Penduduk etnis Betawi bermukim di daerah pedalaman timur Tangerang dan daerah pesisir sebelah timur (Halim, 2011). Tahun 1569 daerah sebelah timur Sungai Cisadane jatuh ke tangan Belanda. Kemudian pada tahun 1684 terjadi pelebaran wilayah Batavia dimulai dari tanah sepanjang Sungai Cisadane dari daerah hulu hingga ke muara dan daerah selatan Sungai Cisadane sampai ke Laut Kidul (Samudra Hindia) (Halim, 2011). Asal-Usul Tangerang disebut juga sebagai Kota "Benteng" Untuk mengungkapkan asal usul Tangerang sebagai Kota Benteng, diperlukan catatan yang menyangkut perjuangan. Menurut tulisan F. de Haan yang diambil dari arsip VOC, resolusi tanggal 1 Juni 1660 melaporkan bahwa Sultan Banten telah membuat negeri besar yang terletak di sebelah barat Sungai Untung Jawa, dan untuk mengisi negeri baru tersebut Sultan Banten telah memindahkan 5.000 sampai 6.000 penduduk. Dalam Dag Register tertanggal 20 Desember 1668 diberitakan bahwa Sultan Banten telah mengangkat Raden Sena Pati dan Kyai Demang sebagai penguasa di daerah baru tersebut. Karena dicurigai akan merebut kerajaan, Raden Sena Pati dan Kyai Demang dipecat oleh Sultan. Sebagai gantinya diangkat Pangeran Dipati lainnya. Atas pemecatan tersebut, Ki Demang sakit hati. Kemudian tindakan selanjutnya ia mengadu domba antara Banten dan VOC. Tetapi ia terbunuh di Kademangan. Dalam arsip VOC selanjutnya, yaitu dalam Dag Register tertanggal 4 Maret 1680 menjelaskan bahwa penguasa Tangerang pada waktu itu adalah Kyai Dipati Soera Dielaga. Kyai Soeradilaga dan putranya Subraja minta perlindungan VOC dengan diikuti 143 pengiring dan tentaranya. Ia dan pengiringnya ketika itu diberi tempat di sebelah timur sungai, berbatasan dengan pagar VOC. Ketika bertempur dengan Banten, Soeradilaga beserta ahli perangnya berhasil memukul mundur pasukan Banten. Atas jasa keunggulannya itu kemudian ia diberi gelar kehormatan Raden Aria Suryamanggala, sedangkan Pangerang Subraja diberi gelar Kyai Dipati Soetadilaga. Selanjutnya Raden Aria Soetadilaga diangkat menjadi Bupati Tangerang I dengan wilayah meliputi antara Sungai Angke dan Sungai Cisadane. Gelar yang digunakannya adalah Aria Soetidilaga I. Kemudian dengan perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 17 April 1684, Tangerang menjadi daerah kekuasaan VOC. Banten tidak mempunyai hak untuk campur tangan dalam mengatur tata pemerintahan di Tangerang. Salah satu pasal dari perjanjian tersebut berbunyi: Dan harus diketahui dengan pasti sejauh mana batas-batas daerah kekuasaan yang sejak masa lalu telah dimaklumi maka akan tetap ditentukan yaitu daerah yang dibatasi oleh Tangerang dari Pantai Laut Jawa hingga pegunungan-pegunungan sampai Laut Selatan. Bahwa semua tanah disepanjang Tangerang akan menjadi milik atau ditempati VOC. Dengan adanya perjanjian tersebut daerah kekuasaan bupati bertambah luas sampai sebelah barat sungai Tangerang. Untuk mengawasi Tangerang maka dipandang perlu menambah pos-pos penjagaan di sepanjang perbatasan sungai Tangerang, karena orang-orang Banten selalu melakukan penyerangan secara tiba-tiba. Menurut peta yang dibuat pada tahun 1692, pos yang paling tua terletak di muara Sungai Cisadane, tepatnya disebelah utara Kampung Baru. Namun kemudian ketika didirikan pos yang baru, bergeserlah letaknya ke sebelah Selatan atau tepatnya di muara Sungai Tangerang. Menurut arsip Gewone Resolutie Van hat Casteel Batavia, tanggal 3 April 1705 ada rencana merobohkan bangunan-bangunan dalam pos karena hanya berdinding bambu. Kemudian bangunannya diusulkan diganti dengan tembok. Gubernur Jenderal Zwaardeczon sangat menyetujui usulan tersebut, bahkan diinstruksikan untuk membuat pagar tembok mengelilingi bangunan-bangunan dalam pos penjagaan. Hal ini dimaksudkan agar orang Banten tidak dapat melakukan penyerangan. Benteng baru yang akan dibangun untuk ditempati itu direncanakan punya ketebalan dinding 20 kaki atau lebih. Disana akan ditempatkan 30 orang Eropa dibawah pimpinan seorang Vandrig dan 28 orang Makassar yang akan tinggal di luar benteng. Bahan dasar benteng adalah batu bata yang diperoleh dari Bupati Tangerang Aria Soetadilaga I. Setelah benteng selesai dibangun personelnya menjadi 60 orang Eropa dan 30 orang hitam. Yang dikatakan orang hitam adalah orang-orang Makassar yang direkrut sebagai serdadu VOC. Benteng ini kemudian menjadi basis VOC dalam menghadapi pemberontakan dari Banten. Kemudian pada tahun 1801, diputuskan untuk memperbaiki dan memperkuat pos atau garnisun itu, dengan letak bangunan baru 60 meter agak ke tenggara, tepatnya terletak disebelah timur Jalan Besar PAL 17. Orang-orang pribumi pada waktu itu lebih mengenal bangunan ini dengan sebutan "Benteng". Sejak saat itu, Tangerang terkenal dengan sebutan Benteng. Benteng ini sejak tahun 1812 sudah tidak terawat lagi, bahkan menurut "Superintendant of Publik Building and Work" tanggal 6 Maret 1816 menyatakan: ... Benteng dan Barak di Tangerang sekarang tidak terurus, tak seorangpun mau melihatnya lagi. Pintu dan jendela banyak yang rusak bahkan diambil orang untuk kepentingannya. Perjuangan Kemerdekaan Pada Oktober 1945, Laskar Hitam, milisi muslim ekstrem didirikan di Tangerang. tujuan dari gerakan ini adalah untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Gerakan ini kemudian menjadi bagian kelompok pemberontak DI/TII. Pada 31 Oktober 1945, Laskar Hitam menculik Oto Iskandardinata, Menteri Negara Republik Indonesia. Kemungkinan dibunuh di Mauk, Tangerang pada 20 Desember 1945. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia, ada kerusuhan ras di Tangerang. Kelompok anti etnis Tionghoa menyerang etnis Tionghoa di Tangerang karena mereka menganggap bahwa etnis Tionghoa mendukung pemerintah Belanda yang mencoba untuk kembali menguasai Indonesia. Setelah Kemerdekaan Indonesia Sejak tahun 1981 hingga 1984, Bandara Internasional Soekarno-Hatta dibangun di Benda, Tangerang. Bandara terletak di Tangerang, namun disebut sebagai Bandara Cengkareng. Cengkareng adalah nama kecamatan di Jakarta Barat yang berdekatan dengan bandara. Pada Agustus 1996, Walmart, pengecer terbesar dari Amerika Serikat membuka cabang pertamanya di Indonesia di Lippo Karawaci, Tangerang. Sayangnya, cabang tersebut dijarah dan dibakar pada Peristiwa Mei 1998. Walmart menghentikan investasi mereka di Indonesia setelah kerusuhan. Geografi Kota Tangerang terletak di wilayah barat laut Provinsi Banten dan berada di sisi utara Pulau Jawa. Secara astronomis, kota ini terletak 106°33'–106°44' BT dan 6°05'–6°15 LS. Kota Tangerang mempunyai luas sebesar ±153,9 km². Kota ini berbatasan dengan Kabupaten Tangerang di sebelah Barat dan Utara, dengan Kota Tangerang Selatan di sisi Selatan, dan dengan DKI Jakarta di sebelah Timur. Kota Tangerang dilintasi oleh salah satu sungai terbesar di barat Pulau Jawa yaitu Sungai Cisadane. Sungai ini merupakan bagian dari identitas Kota Tangerang yang tak dapat dipisahkan. Hulu sungai ini terletak di lereng Gunung Salak dan Gunung Pangrango, Bogor. Batas Wilayah Topografi Secara topografi, Kota Tangerang sebagian besar berada pada ketinggian 10-30 mdpl, alias secara keseluruhan wilayahnya berada di dataran rendah. Bagian utara kota ini (meliputi sebagian besar Kecamatan Benda) memiliki ketinggian rata-rata 10 mdpl, sedangkan bagian selatan Kota Tangerang mempunyai ketinggian 30 mdpl. Selanjutnya, Kota Tangerang mempunyai tingkat kemiringan tanah 0-3% dan sebagian kecil (yaitu di bagian selatan kota) kemiringan tanahnya antara 3%–8% berada di Parung Serab, Paninggilan dan Cipadu Jaya. Suku bangsa Penduduk Kota Tangerang termasuk kota yang beragam suku bangsa. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk Kota Tangerang adalah orang Jawa, Lampung, Betawi dan suku aslinya Sunda. Jumlah yang signifikan juga berasal dari suku Lampung, dan Minangkabau. Keberagaman suku bangsa di Kota Tangerang memengaruhi perbedaan budaya dan adat istiadat masyarakat Kota Tangerang. Berikut adalah besaran penduduk Kota Tangerang berdasarkan suku bangsa pada Sensus Penduduk tahun 2000; Iklim Berdasarkan garis lintang, Kota Tangerang berada pada wilayah Iklim Tropis dan menurut klasifikasi Iklim Koppen sebagian besar wilayah Kota Tangerang termasuk kategori Am yaitu kategori iklim muson tropis dengan dua musim. Musim hujan di Kota Tangerang biasanya terjadi sejak awal bulan Desember hingga bulan April dengan curah hujan bulanan di atas 150 mm per bulan dan musim kemarau biasanya terjadi dari bulan Juni hingga bulan September dengan curah hujan bulanan kurang dari 100 mm per bulan. Curah hujan tahunan wilayah Kota Tangerang berkisar antara 1000–2000 milimeter per tahun dengan bulan terbasah yaitu bulan Januari dan bulan terkering yaitu bulan Agustus dan rata-rata hari hujan di wilayah Tangerang adalah 120 hingga 180 hari hujan per tahunnya. Suhu udara di Kota Tangerang per tahunnya berkisar antara 23°–34 °C. Tingkat kelembapan nisbi per tahun di kota ini bervariasi antara 72%–85% Pemerintahan Daftar Walikota Dewan Perwakilan Kecamatan Ekonomi Tangerang adalah pusat manufaktur dan industri di Pulau Jawa dan memiliki lebih dari 1000 pabrik. Banyak perusahaan-perusahaan Internasional yang memiliki pabrik di kota ini. Tangerang memiliki cuaca yang cenderung panas dan lembap, dengan sedikit hutan atau bagian geografis lainnya. Kawasan-kawasan tertentu terdiri atas rawa-rawa, termasuk kawasan di sekitar Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Dalam beberapa tahun terakhir, perluasan urban Jakarta meliputi Tangerang, dan akibatnya banyak penduduknya yang berkomuter ke Jakarta untuk kerja, atau sebaliknya. Banyak kota-kota satelit kelas menengah dan kelas atas sedang dan telah dikembangkan di Tangerang, lengkap dengan pusat perbelanjaan, sekolah swasta dan mini market. Pemerintah bekerja dalam mengembangkan sistem jalan tol untuk mengakomodasikan arus lalu lintas yang semakin banyak ke dan dari Tangerang. Tangerang dahulu adalah bagian dari Provinsi Jawa Barat yang sejak tahun 2000 memisahkan diri dan menjadi bagian dari Provinsi Banten. Pendidikan Kota Tangerang memiliki sekitar 1.623 sekolah, 256.361 siswa dan 38.527 guru. Perguruan Tinggi Universitas Bina Nusantara Universitas Buddhi Dharma Universitas Bunda Mulia Universitas Pelita Harapan Universitas Internasional Swiss German Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang Universitas Muhammadiyah Tangerang Politeknik Gajah Tunggal Politeknik Kesehatan Banten Sekolah Tinggi Agama Buddha Dharma Widya Sekolah Tinggi Agama Buddha Sriwijaya Sekolah Tinggi Agama Islam Asy-Syukriyah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Lepisi Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Al-Husna Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Yuppentek Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Global Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Dharma Putra Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Masa Depan Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer PGRI Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Raharja Sekolah Tinggi Teknik Yuppentek TK & Daycare Sekolah & Daycare Alam Sutera Kesehatan Rumah Sakit RSUD Kota Tangerang RSUD Kabupaten Tangerang RS An-Nisa Tangerang RS Aqidah Parung Serab RS Ariya Medika RS Daan Mogot RS Dinda RS EMC Tangerang RS Hermina Tangerang RS Hermina Periuk RS Karang Tengah Medika RS Mayapada RS Melati RS Mulya RS Permata Ibu RS Primaya Tangerang RS Sari Asih Ar-Rahmah RS Sari Asih Ciledug RS Sari Asih Karawaci RS Sari Asih Sangiang RS Tiara RSIA Gebang Medika RSIA Karunia Bunda RSIA Keluarga Ibu RSIA Makiyah RSIA Muhammadiyah Cipondoh RSIA Mutiara Bunda Tangerang RSIA Pratiwi RSU Aminah RSU Bhakti Asih RSUP Dr. Sitanala RS Mandaya Royal Puri Transportasi Kereta Api Indonesia (KAI) KAI Commuter Lin Tangerang Lin Soekarno-Hatta Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta Angkasa Pura II Kalayang Bandara Soekarno-Hatta Transjakarta SH1 : Kalideres–Perkantoran Soekarno-Hatta T11: Poris Plawad–Bundaran Senayan T12: Poris Plawad–Juanda T13: Poris Plawad–Grogol 1 13: CBD Ciledug–Tendean 13C: Puri Beta–Dukuh Atas 13D: Puri Beta– Ragunan L13E: Puri Beta– Latuharhary Perum PPD JR-12: Tangcity Mall–Lotte Avenue Bus BRT Trans Tangerang Ayo 1: Poris Plawad–Jatake 2: Poris Plawad–Cibodas 3: CBD Ciledug–Tangcity Mall 4: Cadas–Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta 5: Poris Plawad–Pinang 6: Poris Plawad–Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Trans Si Benteng AP.1-01: GOR Jatiuwung–Gajah Tunggal AP.1-02: Gajah Tunggal–Ledug Asem AP.1-03: Situ Bulakan–Taman Cibodas AP.1-04: Cimone–GOR Pabuaran Layanan bus Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta DAMRI: Lippo Village Utara–Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta (via Jalan Tol Cengkareng-Kunciran) Angkutan kota wilayah Kota Tangerang dan beberapa rute yang menghubungkan antara Kabupaten Tangerang dengan Kota Tangerang Selatan. Stasiun kereta api Kota Tangerang memiliki 4 stasiun KRL dan 1 stasiun KAI Bandara yang masih beroperasi, diantaranya: Stasiun Tangerang Stasiun Tanah Tinggi Stasiun Batuceper Stasiun Poris Stasiun Bandara Soekarno-Hatta Ruas jalan tol Jalan Tol Jakarta–Tangerang Jalan Tol Jakarta–Merak Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta 2 Jalan Tol Cengkareng–Kunciran Pariwisata Wisata belanja Tangerang memiliki banyak pusat perbelanjaan. Mulai dari yang sederhana hingga yang mewah. Pusat jajanan rakyat yang cukup dikenal adalah pasar lama yang terletak di pusat Kota Tangerang. Pasar lama menjual berbagai makanan mulai dari daerah Babakan sampai daerah Masjid Agung Tangerang. Kawasan ini memiliki berbagai varian jajanan. Ketika Ramadan, kawasan ini setiap sore hari kerap ramai pengunjung karena mencari hidangan untuk berbuka puasa. Sebagai kawasan permukiman kaum urban, Kota Tangerang banyak memiliki pusat perbelanjaan, baik itu pasar tradisional, hypermarket, maupun pusat perbelanjaan mewah. Beberapa pusat perbelanjaan (dalam bentuk mall) di Kota Tangerang antara lain: Bale Kota Mall Tangerang Tangcity Mall Metropolis Town Square CBD Ciledug Mall @ Alam Sutera Wisata kuliner Kota Tangerang selain terkenal dengan pariwisatanya juga mempunyai banyak makanan khas. Beberapa tempat yang menjadi tempat wisata kuliner khas Tangerang terletak di Pasar Lama Tangerang. Beberapa makanan ini adalah khas peranakan China-Tangerang seperti asinan, otak-otak, babi panggang, sate babi, mi pasar lama, laksa tangerang, bebek tim (babi kecap), bakcang, kecap benteng, dan emping jengkol. Kuliner khas lainnya adalah Tenda dua Cobra dan Tenda Tiga Sekawan yang menyajikan sate biawak, ular, dan monyet. Berikut adalah beberapa makanan khas kota Tangerang di antaranya: Sayur Besan Sayur Besan adalah makanan khas Tangerang yang selalu dihidangkan pada saat orang tua mempelai laki-laki datang ke rumah orang tua mempelai wanita, pada acara perkawinan (ngabesan), sehingga sayur ini dinamakan Sayur Besan. Gecom (Toge dan Oncom) Gecom mungkin saat ini lebih terkenal dengan nama toge goreng. Pindang Bandeng Meskipun banyak durinya, ikan bandeng tetap diburu. Ini karena dagingnya yang gurih lembut mirip dengan rasa susu. Pindang merupakan salah satu istilah masakan tradisional yang mengacu pada hidangan berkuah. Hidangan sederhana ini berbumbu bawang merah, bawang putih, cabai, salam, lengkuas, jahe dan kunyit. Bumbu lain yang baisa ditambahkan adalah kecap manis dan rasa asamnya berasal dari belimbing sayur atau asam Jawa yang dibakar. Kecap Benteng Kecap Benteng terbuat dari bahan baku campuran kedelai hitam dan gula kelapa yang menyebabkan warna kecap manis menjadi hitam kecoklatan dan hitam legam. Produk ini merupakan hasil olahan warga Tangerang keturuna Tionghoa yang masuk ke Indonesia pada zaman dahulu dan mendirikan pabrik-pabrik kecil yang memproduksi kecap manis. Rasa manis kecap tersebut menjadikannya terkenal di kalangan penduduk Asia, khususnya Melayu yang menyukai rasa manis. Banyak masakan-masakan melayu-indonesia yang menggunakan kecap manis sebagai pelengkap dan bahkan unsur utama yang membuat masakan itu berbeda. Sebut saja seperti Sate Madura, Ketoprak, Gado-Gado, Nasi maupun mie goreng, Soto Betawi, hingga hidangan laut yang biasa disajikan dengan cara dibakar. Tangerang merupakan cikal bakal produk kecap manis terkenal yang sekarang umum di pasaran. Hal ini tak lepas dari peran kaum etnis tionghoa benteng (Cina Benteng) yang menetap di daerah Tangerang. Lewat mereka lahirlah usaha-usaha produksi kecap dan salah satunya adalah Kecap Benteng (Siong Hin) yang telah eksis sejak tahun 1920. Kecap Benteng SH dipelopori oleh seorang etnis keturunan Tionghoa Peranakan yang bernama Lo Tjit Siong yang hingga kini usaha Kecap Benteng SH yang didirikannya telah dilanjutkan oleh generasi ke-4 dan masih digemari oleh masyarakat Kota Tangerang. Laksa Tangerang Laksa Tangerang berbeda dengan laksa betawi atau malaysia. Laksa disini bahan utamanya adalah semacam bihun tetapi tebalnya seperti spaghetti dan terbuat dari beras. Kemudian bahan-bahan ini disiram dengan kuah laksa yang dimasak dari kacang ijo, kentang, santan dan kaldu ayam. Selain itu disediakan juga tambahan daging ayam kampung atau telor. Sebelum disajikan masakan ini diberi taburan daun kucai yang dirajang kecil-kecil. Ada dua macam jenis laksa tangerang yaitu Laksa nyai dan laksa nyonya. Laksa Nyai dibuat oleh kaum pribumi tangerang sedangkan laksa nyonya dibuat oleh kaum peranakan China di Tangerang. Beberapa tempat menyajikan sajian khas ini seperti di Jalan M. Yamin-Kota Tangerang, tepatnya di depan penjara wanita. Objek wisata Dengan statusnya sebagai kota satelit penunjang ibu kota, Kota Tangerang tidak banyak memiliki kawasan wisata. Namun banyak tersedia hotel-hotel di Kota Tangerang karena lokasinya yang strategis menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kota Tangerang memiliki beberapa tempat wisata dan festival yaitu: Bendungan Pintu Air 10 Telaga Biru Museum Warisan Budaya Peranakan Tionghoa Benteng Masjid Raya Al-Azhom Lapangan Ahmad Yani (Alun–Alun Kota Tangerang) Situ Cipondoh Taman Potret Festival Cisadane (Acara Tahunan) Bundaran Tugu Adipura Taman Prestasi Wisata kuliner pasar lama Kampung Bekelir Klenteng Boen Tek Bio Taman Gajah Tunggal Taman Kunci Taman Bambu Taman Jagal Taman Pramuka Taman Pintu Air Jembatan Brendeng Olahraga Stadion Benteng dan Arena Indomilk Stadion Benteng dan Arena Indomilk atau Sport Center Dasana Indah adalah stadion yang terletak di Tangerang, Banten. Stadion ini dipergunakan untuk menggelar pertandingan sepak bola Liga 1 dan Liga 2 merupakan kandang dari 2 tim asal Tangerang, Persita Tangerang dan Persikota Tangerang. Stadion ini mampu menampung 20.000 orang. Sirkuit Internasional Lippo Village Sirkuit jalan raya pertama berstandar Internasional di Indonesia ini terletak di Kabupaten Tangerang. Selain menawarkan konsep hiburan keluarga, sirkuit sepanjang 3,2 km ini awalnya direncanakan menjadi Arena Balap A1 dan Formula 1. Sirkuit ini merupakan sirkuit internasional kedua di Indonesia setelah Sirkuit Sentul. Pada 29 Agustus 2008, sirkuit ini mulai dibangun. Dirancang oleh Hermann Tilke, bagian sirkuit ini menggunakan lahan di sekitar Universitas Pelita Harapan dan Supermal Karawaci. Sirkuit ini sempat dipakai untuk beberapa kejuaraan lokal tetapi setelah itu tidak pernah digunakan lagi. Padang Golf Modern Padang Golf Modern terletak di kecamatan Tangerang, Tangerang. Tidak hanya golf, area golf ini juga menyediakan bungalow dan berbagai fasilitas olahraga. GOR Dimyati Tangerang Gedung Olahraga (GOR) Dimyati terletak di Jalan A Dimyati, Sukasari, Tangerang. Gedung ini biasanya digunakan untuk event olahraga seperti DBL Tangerang, Smanitra Cup, dan lain-lain. Kota Kembar Kota-kota lain yang menjadi bagian dari proyek kota kembar dari kota Tangerang adalah: - Gatineau, Quebec, Kanada - Mississauga, Ontario, Kanada - Arlington, Virginia, Amerika Serikat Amsterdam, Belanda Den Haag, Belanda Shah Alam, Malaysia Kuching, Malaysia Karachi, Pakistan Sialkot, Pakistan Multan, Pakistan Delhi, India Mumbai, India Riyadh, Arab Saudi Jeddah, Arab Saudi Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemerintah Kota Tangerang Tangerang Tangerang Geografi Sunda
4053
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Bandung
Kota Bandung
Kota Bandung () adalah ibu kota yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian dari provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota Bandung juga merupakan kota terbesar keempat di Indonesia, setelah Jakarta, Surabaya, dan Medan. Bandung menjadi kota terpadat kedua di Indonesia setelah Jakarta dengan kepadatan mencapai 15.051 jiwa/km2. Terletak 141 km di sebelah tenggara Jakarta, 363 km di sebelah barat laut Semarang, 400 km di sebelah barat Yogyakarta, 675 km (via Semarang) & 765 km (via Yogyakarta) di sebelah barat Surabaya. Bandung merupakan kota terbesar di bagian selatan pulau Jawa. Pada pertengahan tahun 2023, jumlah penduduk kota Bandung sebanyak 2.555.187 orang. Bandung merupakan bagian dari Cekungan Bandung (Bandung Raya), kawasan metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah Jabodetabek dan Surabaya Metropolitan Area. Kota Bandung berbatasan langsung dengan Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat di sisi barat dan utara;Kabupaten Bandung di sisi timur dan selatan. Kota ini tercatat dalam berbagai sejarah penting yang pernah terjadi di Indonesia, salah satunya sebagai tempat berdirinya sebuah perguruan tinggi teknik pertama di Indonesia (Technische Hoogeschool te Bandoeng–TH Bandung, sekarang Institut Teknologi Bandung–ITB), lokasi ajang pertempuran pada masa kemerdekaan, serta pernah menjadi tempat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika 1955, suatu pertemuan yang menyuarakan semangat anti kolonialisme, bahkan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dalam pidatonya mengatakan bahwa Bandung adalah ibu kotanya Asia-Afrika. Pada tahun 1990 kota Bandung terpilih sebagai salah satu kota paling aman di dunia berdasarkan survei majalah Time. Kota kembang merupakan sebutan lain untuk kota ini, karena pada zaman dahulu kota ini dinilai sangat cantik dengan banyaknya pohon dan bunga-bunga yang tumbuh di sana. Selain itu Bandung dahulunya disebut juga dengan Paris van Java karena keindahannya. Banyaknya mall dan factory outlet menjadikan Bandung juga dikenal sebagai kota belanja, dan saat ini berangsur-angsur kota Bandung juga menjadi kota wisata kuliner. Pada tahun 2007, konsorsium beberapa LSM internasional menjadikan kota Bandung sebagai pilot project kota terkreatif se-Asia Timur. Saat ini kota Bandung merupakan salah satu kota tujuan utama pariwisata dan pendidikan. Geografi Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk morfologi wilayahnya bagaikan sebuah mangkuk raksasa, secara geografis kota ini terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat, serta berada pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut, dengan titik tertinggi berada di sebelah utara dengan ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut dan sebelah selatan merupakan kawasan rendah dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan laut. Keadaan geologis dan tanah yang ada di kota Bandung dan sekitarnya terbentuk pada zaman kwartier dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Parahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol begitu juga pada kawasan dibagian tengah dan barat, sedangkan kawasan dibagian selatan serta timur terdiri atas sebaran jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan tanah liat. Semetara iklim kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembap dan sejuk, dengan suhu rata-rata 23,5 °C, curah hujan rata-rata 200,4mm dan jumlah hari hujan rata-rata 21,3 hari per bulan. Catatan dari Kepala Dinas Tata Ruang Kota Bandung, yakni Bambang Suhari, menyebutkan bahwa, di tahun 2022, terdapat 153 ribu m² lahan kuburan yang tersebar di setidaknya 13 TPU di Bandung. 130 ribu m² di antaranya sudah terpakai sehingga tersisa 23 ribu m² sahaja. Adapun dua kuburan yang masih dapat menampung layanan pemakaman baru meliputi TPU Cikadut dan TPU Nagrog. Sejarah Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Parahu yang lalu membentuk telaga. Legenda yang diceritakan oleh orang-orang tua di Bandung mengatakan bahwa nama Bandung diambil dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandung yang digunakan oleh Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II, untuk melayari Ci Tarum dalam mencari tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibu kota yang lama di Dayeuhkolot. Berdasarkan filosofi Sunda, kata Bandung juga berasal dari kalimat Nga-Bandung-an Banda Indung, yang merupakan kalimat sakral dan luhur karena mengandung nilai ajaran Sunda. Nga-Bandung-an artinya menyaksikan atau bersaksi. Banda adalah segala sesuatu yang berada di alam hidup yaitu di bumi dan atmosfer, baik makhluk hidup maupun benda mati. Sinonim dari banda adalah harta. Indung berarti Ibu atau Bumi, disebut juga sebagai Ibu Pertiwi tempat Banda berada. Dari Bumi-lah semua dilahirkan ke alam hidup sebagai Banda. Segala sesuatu yang berada di alam hidup adalah Banda Indung, yaitu Bumi, air, tanah, api, tumbuhan, hewan, manusia dan segala isi perut bumi. Langit yang berada di luar atmosfer adalah tempat yang menyaksikan, Nu Nga-Bandung-an. Yang disebut sebagai Wasa atau Sang Hyang Wisesa, yang berkuasa di langit tanpa batas dan seluruh alam semesta termasuk Bumi. Jadi kata Bandung mempunyai nilai filosofis sebagai alam tempat segala makhluk hidup maupun benda mati yang lahir dan tinggal di Ibu Pertiwi yang keberadaanya disaksikan oleh yang Maha Kuasa. Kota Bandung secara geografis memang terlihat dikelilingi oleh pegunungan, dan ini menunjukkan bahwa pada masa lalu kota Bandung memang merupakan sebuah telaga atau danau. Legenda Sangkuriang merupakan legenda yang menceritakan bagaimana terbentuknya danau Bandung, dan bagaimana terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu, lalu bagaimana pula keringnya danau Bandung sehingga meninggalkan cekungan seperti sekarang ini. Air dari danau Bandung menurut legenda tersebut kering karena mengalir melalui sebuah gua yang bernama Sanghyang Tikoro. Daerah terakhir sisa-sisa danau Bandung yang menjadi kering adalah Situ Aksan, yang pada tahun 1970-an masih merupakan danau tempat berpariwisata, tetapi saat ini sudah menjadi daerah perumahan untuk permukiman. Kota Bandung mulai menjadi kota, sejak pemerintahan kolonial Hindia Belanda, melalui Gubernur Jenderalnya waktu itu Herman Willem Daendels, yang mengeluarkan surat keputusan tanggal 25 September 1810 tentang pendirian dan peresmian Kota Bandung sebagai Ibukota Kabupaten Bandung pengganti Krapyak. Dikemudian hari peristiwa ini diabadikan sebagai hari jadi kota Bandung. Kota Bandung secara resmi mendapat status gemeente (kota) dari Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz pada tanggal 1 April 1906 dengan luas wilayah waktu itu sekitar 900 ha, dan bertambah menjadi 8.000 ha pada tahun 1949, sampai terakhir bertambah menjadi luas wilayah saat ini. Pada masa perang kemerdekaan, pada 24 Maret 1946, sebagian kota ini dibakar oleh para pejuang kemerdekaan sebagai bagian dalam strategi perang waktu itu. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung. Selain itu kota ini kemudian ditinggalkan oleh sebagian penduduknya yang mengungsi ke daerah lain. Pada tanggal 18 April 1955 di Gedung Merdeka yang dahulu bernama Concordia, Jalan Asia Afrika, sekarang, berseberangan dengan Hotel Savoy Homann, diadakan untuk pertama kalinya Konferensi Asia-Afrika yang kemudian kembali KTT Asia-Afrika 2005 diadakan di kota ini pada 19 April-24 April 2005. Pada tanggal 24 April 2015, Konferensi Asia-Afrika kembali diadakan di kota ini setelah tanggal 20 April-23 April 2015 berlangsung di Jakarta. Cuaca Pemerintahan Daftar Wali Kota Dalam administrasi pemerintah daerah, kota Bandung dipimpin oleh wali kota. Sejak 2008, penduduk kota ini langsung memilih wali kota beserta wakilnya dalam pilkada, sedangkan sebelumnya dipilih oleh anggota DPRD kotanya. Pada pemilihan umum wali kota Bandung 2018, pasangan Oded Muhammad Danial dan Yana Mulyana menjadi pemenang pada pemilu tersebut. Mereka kemudian menjabat sejak 20 September 2018, untuk periode 2018 hingga 2023. Akan tetapi, pada 10 Desember 2021, Oded meninggal dunia, sehingga posisi wali kota Bandung sementara tidak ada. Selanjutnya, wakil wali kota Bandung Yana Mulyana, dilantik menjadi wali kota Bandung pada 18 April 2022. Yana ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada 15 April 2023 atas dugaan menerima suap, sehingga posisi wali kota Bandung kembali kosong. Saat ini, penjabat wali kota Bandung dilaksanakan oleh Bambang Tirtoyuliono, sejak 20 September 2023. Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Penduduk {| class="wikitable" align="right" cellpadding="1" cellspacing="0" style="margin:0 0 1em 1em; clear:right; text-align:right" ! style="background: #FFEBCD; color: #000080" height="17" | Tahun ! style="background: #FFEBCD; color: #000080" height="17" | Jumlah penduduk |- |1941 || align="right" | 226.877 |- |1950 || align="right" | 644.475 |- |2005 || align="right" | 2.315.895 |- |2006 || align="right" | 2.340.624 |- |2007 || align="right" | 2.364.312 |- |2008 || align="right" | 2.390.120 |- |2010 || align="right" | 2.394.873 |- |2023 || align="right" | 2.555.187 |- | colspan="13" style="text-align:center;font-size:90%;"|Sejarah kependudukan kota BandungSumber: |} Kota Bandung merupakan kota terpadat di Jawa Barat, di mana penduduk aslinya sekaligus mayoritas penduduk kota Bandung adalah suku Sunda, sedangkan suku Jawa merupakan penduduk minoritas terbesar di kota ini dibandingkan suku lainnya. Pertambahan penduduk kota Bandung awalnya berkaitan erat dengan ada sarana transportasi Kereta api yang dibangun sekitar tahun 1880 yang menghubungkan kota ini dengan Jakarta (sebelumnya bernama Batavia). Pada tahun 1941 tercatat sebanyak 226.877 jiwa jumlah penduduk kota ini kemudian setelah peristiwa yang dikenal dengan Long March Siliwangi, penduduk kota ini kembali bertambah di mana pada tahun 1950 tercatat jumlah penduduknya sebanyak 644.475 jiwa. Pada pertengahan tahun 2023, penduduk kota Bandung sebanyak 2.555.187 jiwa. Suku bangsa Sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat, karakteristik penduduk kota Bandung berdasarkan suku bangsa sangat beragam dan memengaruhi keberagaman adat istiadat masyarakat Kota Bandung. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk Kota Bandung adalah orang Sunda, diikuti oleh Jawa, kemudian Tionghoa, Batak, Minangkabau, dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kota Bandung berdasarkan suku bangsa pada Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000; Agama Sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat, warga kota Bandung berasal dari beragam suku bangsa dan agama. Data dari Badan Pusat Statistik mencatat mayoritas warga kota Bandung menganut agama Islam. Adapun banyaknya penduduk kota Bandung berdasarkan agama yang dianut yakni Islam sebanyak 97,17%, kemudian diikuti oleh agama Kekristenan sebanyak 7,31% dengan rincian Protestan sebanyak 5,17% dan Katolik sebanyak 2,14%. Penduduk yang menganut agama Buddha sebanyak 0,44%, kemudian Hindu sebanyak 0,06%, dan sebagian kecil penganut kepercayaan dan Konghucu masing-masing 0,01%. Pendidikan Kota Bandung merupakan salah satu kota pendidikan, presiden pertama Indonesia, Soekarno, pernah menempuh pendidikan tinggi di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada masa pergantian abad ke-20. Beberapa perguruan tinggi yang ada di kota Bandung ialah Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjadjaran (UNPAD), Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), UIN Sunan Gunung Djati Bandung (UIN Bandung) Politeknik Manufaktur Bandung (Polman Bandung), Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung (Poltekesos Bandung), Politeknik Negeri Bandung (Polban), Politeknik Pos Indonesia (Poltekpos), Universitas Telkom (Tel-U)</small>, Institut Seni Budaya Indonesia Bandung (ISBI), Institut Teknologi Nasional Bandung (ITENAS), Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STPB), Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Universitas Pasundan (UNPAS), Universitas Islam Bandung (UNISBA), Universitas Widyatama (UTAMA), Universitas Islam Nusantara (UNINUS), Universitas Kristen Maranatha (Marnat), Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), Universitas Langlangbuana (UNLA), Sekolah Tinggi Teknologi Bandung (STTB), Universitas Sangga Buana YPKP (USB) dan lainnya. Kota Bandung memiliki IPM tertinggi di Jawa Barat yaitu sebesar 82.50 pada tahun 2022. Apresiasi peningkatan dan pemerataan pendidikan untuk masyarakat Nusantara dilakukan diantaranya melalui program Afirmasi Pendidikan Menengah (Adem). Dalam program beasiswa ini Anak asli timor berkesempatan melanjutkan studinya untuk tahun ajaran 2015 ke jenjang setingkat sekolah menengah atas di sejumlah daerah Tatar Pasundan, Jawa Barat. Pemerintah Kota Bandung akan mendorong program pendidikan bagi para siswa asal Papua dan berencana akan meningkatkan jumlah siswa Papua yang akan bersekolah di Bandung. Program Adem bergulir sejak 2013. Memasuki tahun ketiga atau 2015 sudah 1.304 anak Papua menimba ilmu ke tingkat SMA atau SMK di Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten dan Bali. Untuk program ADEM 2015 tercatat 505 anak Papua menempuh pendidikan SMA dan SMK di enam provinsi tersebut. Kesehatan Sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat, kota Bandung memiliki sarana pelayanan kesehatan yang paling lengkap di provinsi ini. Sampai tahun 2007, kota Bandung telah memiliki 30 unit rumah sakit dan 70 unit puskesmas yang tersebar di kota ini, di mana dari 17 unit rumah sakit tersebut diantaranya telah memiliki 4 pelayanan kesehatan dasar sedangkan selebihnya merupakan rumah sakit khusus. Pelayanan kesehatan dasar tersebut meliputi pelayanan spesialis bedah, pelayanan spesialis penyakit dalam, pelayanan spesialis anak serta pelayanan spesialis kebidanan dan kandungan. Dari jumlah tenaga medis yang tercatat di kota Bandung dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 adalah 86 orang tenaga medis untuk melayani 100.000 penduduk. Transportasi Sampai pada tahun 2004, kondisi transportasi jalan di kota Bandung masih buruk dengan tingginya tingkat kemacetan serta ruas jalan yang tidak memadai, termasuk masalah parkir dan tingginya polusi udara. Permasalahan ini muncul karena beberapa faktor diantaranya pengelolaan transportasi oleh pemerintah setempat yang tidak maksimal seperti rendahnya koordinasi antara instansi yang terkait, ketidakjelasan wewenang setiap instansi, dan kurangnya sumber daya manusia, serta ditambah tidak lengkapnya peraturan pendukung. Infrastruktur pendukung Sampai tahun 2000 panjang jalan di Kota Bandung secara keseluruhan baru mencapai 4.9% dari total luas wilayahnya, meskipun seharusnya berada pada kisaran 15-20 %. Pembangunan jalan baru, peningkatan kapasitas jalan dan penataan kawasan mesti menjadi perhatian bagi pemerintah kota untuk menjadikan kota ini menjadi kota terkemuka. Pada 25 Juni 2005, Jembatan Pasupati resmi dibuka, untuk mengurangi kemacetan di pusat kota, dan menjadi landmark baru bagi kota ini. Jembatan dengan panjangnya 2.8 km ini dibangun pada kawasan lembah serta melintasi sungai Cikapundung dan dapat menghubungkan poros barat ke timur di wilayah utara kota Bandung. Kota Bandung berjarak sekitar 180 km dari Jakarta melalui Cianjur, Puncak dan Bogor, saat ini dapat dicapai melalui Jalan Tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) yang hanya berjarak sekitar 150 km dengan waktu tempuh antara 1,5 jam sampai dengan 2 jam. Jalan tol ini merupakan pengembangan dari jalan Tol Padaleunyi (Padalarang-Cileunyi), yang sudah dibangun sebelumnya. Angkutan kota dan angkutan antarkota Untuk transportasi di dalam kota, masyarakat Bandung biasanya menggunakan angkutan kota atau yang lebih akrab disebut angkot. Selain itu, bus kota dan taksi juga menjadi alat transportasi di kota ini. Sedangkan terminal bus antarkota di kota ini dilayani oleh Terminal Leuwipanjang untuk rute ke wilayah barat dan Terminal Cicaheum untuk rute timur. Angkutan shuttle antara Bandung-Jakarta memiliki titik keberangkatannya sendiri, tetapi semua layanan shuttle juga memiliki titik keberangkatan di Terusan Pasteur, jalan menuju tol Bandung-Jakarta. Pada 24 September 2009, Trans Metro Bandung (TMB) resmi beroperasi, meskipun sempat diprotes oleh sopir angkot setempat. TMB merupakan proyek pemerintah Kota Bandung dalam memberikan layanan transportasi massal dengan harga murah, fasilitas dan kenyamanan yang terjamin serta tepat waktu ke tujuan. Selain TMB, terdapat jenama bus rintisan BRT lainnya di Kota Bandung, yaitu Trans Bandung Raya yang dioperasikan DAMRI dan Trans Metro Pasundan. Trans Bandung Raya merupakan hasil penggantian armada lama bus kota yang dioperasikan DAMRI dengan bus bantuan Kemenhub pada tahun 2016. Rute yang dilayani DAMRI/TBR kini terbatas setelah kolapsnya keuangan DAMRI Bandung pada akhir tahun 2021. Sementara itu, Trans Metro Pasundan diadakan melalui program Buy The Service berjenama Teman Bus. Saat ini TMP telah melayani 5 koridor, 3 diantaranya menggantikan eks rute DAMRI/TBR. Berbeda dengan TMB, DAMRI/TBR maupun Teman Bus/TMP memiliki jangkauan tidak hanya di dalam Kota Bandung, namun juga ke daerah penyangga di area Bandung Raya (contoh Soreang, Jatinagor, dan Padalarang). Pesawat Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara di Andir melayani Kota Bandung dan Bandung Raya secara keseluruhan. Dengannya, Bandung terhubung dengan kota-kota lainnya di Indonesia yang ada di Jawa dan Sumatra hingga Sulawesi dan Bali. Sementara itu, Bandung dihubungkan dengan rute luar negeri menuju Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam. Kapasitas Terminal Airport yang semula hanya dapat menampung 600.000 penumpang pertahun,kini dapat menampung hingga 3,4 juta penumpang pertahun yang terdiri dari terminal domestik dan terminal internasional. Sebelum terminal bandara ini dikembangkan,layanan penumpang keberangkatan maupun kedatangan domestik dan internasional dilayani dalam satu terminal. Mulai 29 Oktober 2023, seluruh penerbangan komersial berbasis pesawat jet sudah dipindahkan layanannya ke Bandar Udara Internasional Kertajati di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat meskipun layanan di Bandar Udara Husein Sastranegara hanya melayani penerbangan komersial berbasis pesawat baling-baling. Kereta api Kota Bandung juga mempunyai dua stasiun kereta api utama, yakni Stasiun Bandung dan Stasiun Kiaracondong. Selain kereta api lokal, Stasiun Bandung dipergunakan sebagai stasiun ujung kereta api antarkota kelas eksekutif dan campuran, sementara kereta api antarkota kelas ekonomi dilayani di Stasiun Kiaracondong. Selain kedua stasiun tersebut, terdapat lima stasiun KA lain, seperti Gedebage (selain angkutan peti kemas kini melayani pelanggan kereta Lokal/Commuter per tanggal 1 Juni 2023), Cimindi, Andir, Ciroyom dan Cikudapateuh. Terdapat dua kereta Commuter Line yang melayani Kota Bandung, yakni Commuter Line Bandung Raya dan Garut. Commuter Line Bandung Raya dipergunakan untuk transportasi lintas Purwakarta, Padalarang, dan Cicalengka. Sementara itu, Commuter Line Garut melayani penumpang dari Purwakarta hingga Garut. Selain kereta api lokal, terdapat beberapa kereta api antarkota menuju berbagai kota di Pulau Jawa yang melayani penumpang di Bandung yang melalui jalur selatan Jawa serta kereta cepat Whoosh yang dapat dilalui melalui kereta api pengumpan meskipun stasiun kereta cepat menuju pusat kota Bandung adalah Stasiun Padalarang di Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Berikut beberapa tujuan kereta (Lokal) Commuter Line di Bandung: Commuter Line Garut Purwakarta-Garut Padalarang-Garut Commuter Line Bandung Raya Purwakarta-Cicalengka Padalarang-Cicalengka Adapun stasiun yang ada di Kota Bandung, yaitu: Sistem Penyewaan Sepeda Publik (BOSEH) Kota Bandung memiliki sistem penyewaan sepeda di area publik (bike sharing) bernama BOSEH yang diresmikan sejak bulan Juli 2017 era kepemimpinan Ridwan Kamil saat menjabat sebagai Wali kota Bandung (dasar hukum : Peraturan Wali Kota Bandung Nomor. 1120 Tahun 2017 tentang Pengoperasian Dan Tarif Sewa Sepeda Bike Sharing). Layanan ini dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung . BOSEH direalisasikan sebagai upaya untuk mewujudkan Kota Bandung sebagai kota ramah pesepeda dan membentuk budaya baru masyarakat untuk berwisata sepeda di Kota Bandung. Tarif yang berlaku saat ini adalah : Rp.1000, - (untuk 1 Jam pertama) & Rp. 2000,- (Jam berikutnya) Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), telah dibangun untuk menghubungkan Kota Jakarta dan Bandung. Meskipun tidak terdapat stasiun KCJB di wilayah Kota Bandung, tetapi KCIC bekerja sama dengan KAI untuk menyediakan kereta api pengumpan. Kereta api penumpang tersebut melayani Stasiun Padalarang, sebagai hub kereta cepat, dan Stasiun Bandung. Pelayanan publik Pada tahun 2008, pemerintah merencanakan pembangunan Pusat Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Gedebage, namun sempat diprotes warga setempat. Dan baru pada tahun 2010 wacana pembangunan PLTSa ini kembali digulirkan, di mana tendernya akan dilakukan pada November 2010 dan proyek ini akan dimulai pada awal 2011 dan diperkirakan selesai pada akhir 2012. Sementara untuk melayani kebutuhan akan air bersih, pemerintah kota melalui PDAM kota Bandung saat ini baru mampu memasok air untuk 66 % dari total jumlah penduduknya. Hal ini terjadi karena semakin berkurangnya debit air baku, baik sumber air dalam tanah maupun mata air. Sementara itu penggunaan sumber air dalam tanah di kota ini sudah memainkan penting dalam pemenuhan kebutuhan air minum sejak dimulai pembangunan kota ini di akhir abad ke-19, namun seiring dengan perkembangan kota terutama berkembangnya industri serta ditambah kurangnya regulasi dalam konservasi sumber air sehingga menjadikan masalah air minum semakin rumit dan perlu penangganan khusus. Saat ini sebagian besar sumur artesis milik PDAM, tidak lagi berfungsi termasuk andalan utama pasokan air baku dari Sungai Cisangkuy yang berasal dari Sungai Cilaki melalui Situ Cipanunjang dan Situ Cileunca. Selain itu pendistribusian air pada masyarakat kadang kala dilakukan secara bergilir dan juga air yang didistribusikan kotor dan keruh pada jam-jam tertentu. Perekonomian Pada awalnya kota Bandung sekitarnya secara tradisional merupakan kawasan pertanian, namun seiring dengan laju urbanisasi menjadikan lahan pertanian menjadi kawasan perumahan serta kemudian berkembang menjadi kawasan industri dan bisnis, sesuai dengan transformasi ekonomi kota umumnya. Sektor perdagangan dan jasa saat ini memainkan peranan penting akan pertumbuhan ekonomi kota ini disamping terus berkembangnya sektor industri. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) 2006, 35.92 % dari total angkatan kerja penduduk kota ini terserap pada sektor perdagangan, 28.16 % pada sektor jasa dan 15.92 % pada sektor industri. Sedangkan sektor pertanian hanya menyerap 0.82 %, sementara sisa 19.18 % pada sektor angkutan, bangunan, keuangan dan lainnnya. Pada triwulan I 2010, kota Bandung dan sebagian besar kota lain di Jawa Barat mengalami kenaikan laju inflasi tahunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sebagai faktor pendorong inflasi dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yang berupa interaksi permintaan-penawaran serta ekspektasi inflasi masyarakat. Walaupun secara keseluruhan laju inflasi pada kota Bandung masih relatif terkendali. Hal ini terutama disebabkan oleh deflasi pada kelompok sandang, yaitu penurunan harga emas perhiasan. Sebaliknya, inflasi Kota Bandung mengalami tekanan yang berasal dari kelompok transportasi, yang dipicu oleh kenaikan harga BBM non subsidi yang dipengaruhi oleh harga minyak bumi di pasar internasional. Sementara itu yang menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Bandung masih didominasi dari penerimaan hasil pajak daerah dan retribusi daerah, sedangkan dari hasil perusahaan milik daerah atau hasil pengelolaan kekayaan daerah masih belum sesuai dengan realisasi. Pariwisata dan budaya Sejak dibukanya Jalan Tol Cipularang, kota Bandung telah menjadi tujuan utama dalam menikmati liburan akhir pekan terutama dari masyarakat yang berasal dari Jakarta sekitarnya. Selain menjadi kota wisata belanja, kota Bandung juga dikenal dengan sejumlah besar bangunan lama berarsitektur peninggalan Belanda. Diantaranya Gedung Sate sekarang berfungsi sebagai kantor pemerintah provinsi Jawa Barat, Gedung Pakuan yang sekarang menjadi tempat tinggal resmi gubernur provinsi Jawa Barat, Gedung Dwi Warna atau Indische Pensioenfonds sekarang digunakan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk Kantor Wilayah XII Ditjen Pembendaharaan Bandung, Villa Isola sekarang digunakan Universitas Pendidikan Indonesia, Stasiun Hall atau Stasiun Bandung dan Gedung Kantor Pos Besar Kota Bandung. Kota Bandung juga memiliki beberapa ruang publik seni seperti museum, gedung pertunjukan dan galeri diantaranya Gedung Merdeka, tempat berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika pada tahun 1955, Museum Sri Baduga, yang didirikan pada tahun 1974 dengan menggunakan bangunan lama bekas Kawedanan Tegallega, Museum Geologi Bandung, Museum Wangsit Mandala Siliwangi, Museum Barli, Museum Kota Bandung, Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan, Gedung Indonesia Menggugat dahulunya menjadi tempat Ir. Soekarno menyampaikan pledoinya yang fenomenal (Indonesia Menggugat) pada masa penjajahan Belanda, Taman Budaya Jawa Barat (TBJB) dan Rumentang Siang. Kota ini memiliki beberapa kawasan yang menjadi taman kota, selain berfungsi sebagai paru-paru kota juga menjadi tempat rekreasi bagi masyarakat di kota ini. Kebun Binatang Bandung merupakan salah satu kawasan wisata yang sangat diminati oleh masyarakat terutama pada saat hari minggu maupun libur sekolah, kebun binatang ini diresmikan pada tahun 1933 oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda dan sekarang dikelola oleh Yayasan Margasatwa Tamansari. Selain itu beberapa kawasan wisata lain termasuk pusat perbelanjaan maupun factory outlet juga tersebar di kota ini diantaranya, di kawasan Jalan Braga, kawasan Cihampelas, Cibaduyut dengan pengrajin sepatunya dan Cigondewah dengan pedagang tekstilnya. Puluhan pusat perbelanjaan sudah tersebar di kota Bandung, beberapa di antaranya Istana Plaza Bandung, Bandung Indah Plaza, Paris Van Java Mall, Cihampelas Walk, Trans Studio Mall, Bandung Trade Center, Plaza Parahyangan, Balubur Town Square, dan Metro Trade Centre. Terdapat juga pusat rekreasi modern dengan berbagai wahana seperti Trans Studio Resort Bandung, Trans Studio Bandung, yang terletak pada lokasi yang sama dengan Trans Shopping Mall Group. Sementara beberapa kawasan pasar tradisional yang cukup terkenal di kota ini diantaranya Pasar Baru, Pasar Gedebage dan Pasar Andir. Potensi kuliner khususnya tutug oncom, serabi, pepes, dan colenak juga terus berkembang di kota ini. Selain itu Cireng juga telah menjadi sajian makanan khas Bandung, sementara Peuyeum sejenis tapai yang dibuat dari singkong yang difermentasi, secara luas juga dikenal oleh masyarakat di pulau Jawa. Kota Bandung dikenal juga dengan kota yang penuh dengan kenangan sejarah perjuangan rakyat Indonesia pada umumnya, beberapa monumen telah didirikan dalam memperingati beberapa peristiwa sejarah tersebut, diantaranya Monumen Perjuangan Jawa Barat, Monumen Bandung Lautan Api, Monumen Penjara Banceuy, Monumen Kereta Api dan Taman Makam Pahlawan Cikutra. Dalam menggerakan kepariwisataan penghargaan pariwisata yang secara konsisten dilaksanakan diantaranya adalah Sapta Pesona Kota Bandung dan Bandung Awards. Disamping itu, kepariwisataan kota Bandung tidak dapat dipisahkan dengan pemerintah tetangganya yang tergabung di dalam kawasan Metropolitan Bandung Raya, dalam meperkuat pariwisata di kawasan ini para stakeholder pariwisata bersepakat membangun pariwisata di kawasan ini yang mengacu kepada Deklarasi Pariwisata Bandung Raya yang dimotori oleh Indonesian Tourism Journalist Association (ITJA). Deklarasi Pariwisata Bandung Raya bukan hanya sekadar perjanjian, tetapi juga merupakan komitmen bersama untuk mengembangkan potensi pariwisata di seluruh kawasan. Dengan bekerja sama, para pihak yang terlibat berharap dapat menciptakan paket wisata yang lebih menarik dan komprehensif, mempromosikan daya tarik wisata yang beragam, serta meningkatkan infrastruktur dan layanan pendukung bagi para wisatawan. Angklung merupakan salah satu alat musik tradisional masyarakat Sunda di kota ini dan Jawa Barat pada umumnya, alat musik ini terbuat dari bahan bambu. Olahraga Masyarakat kota Bandung dan sekitarnya merupakan penggemar fanatik Persib Bandung atau dikenal dengan istilah bobotoh, Persib Bandung yaitu sebuah klub sepak bola yang bermain di kompetisi Liga 1 Indonesia yang berdiri sejak tahun 1933, klub ini menggunakan Stadion Gelora Bandung Lautan Api. Lihat pula Wilayah Metropolitan Bandung Bendera Kota Bandung Jawa Barat Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemerintah Kota Bandung Situs web resmi Dinas Pariwisata Kota Bandung Informasi Terpadu Kawasan Bandung Utara Informasi Jadwal Kereta Api di Stasiun Bandung Informasi rute angkot di Kota Bandung Bandung Awards Informasi Bandung Wisata Keluarga di Kota Bandung Visit Bandung Wisata Bandung Tokoh dari Bandung Bandung Bandung Bandung
4054
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Bandung
Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung () adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kecamatan Soreang. Tahun 2021, penduduk Kabupaten Bandung berjumlah 3.633.437 jiwa dengan kepadatan 2.055 jiwa/km². Kabupaten Bandung merupakan "induk" dari wilayah Bandung Raya yang kemudian dimekarkan menjadi wilayah Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Wilayahnya didominasi oleh wilayah pegunungan yang sejuk, menjadikan tempat wisata alam di Kabupaten Bandung sangatlah beragam. Kabupaten Bandung juga menjadi tempat dari hulu Sungai Citarum. Sejarah Awal terbentuknya Kabupaten Bandung Sebelum Kabupaten Bandung berdiri, daerah Bandung dikenal dengan sebutan "Tatar Ukur". Menurut naskah Sadjarah Bandung, sebelum Kabupaten Bandung berdiri, Tatar Ukur adalah termasuk daerah Kerajaan Timbanganten dengan ibukota Tegalluar. Kerajaan itu berada dibawah dominasi Kerajaan Sunda-Pajajaran. Sejak pertengahan abad ke-15, Kerajaan Timbanganten diperintah secara turun temurun oleh Prabu Pandaan Ukur, Dipati Agung, dan Dipati Ukur. Pada masa pemerintahan Dipati Ukur, Tatar Ukur merupakan suatu wilayah yang cukup luas, mencakup sebagian besar wilayah Jawa Barat, terdiri atas sembilan daerah yang disebut "Ukur Sasanga". Setelah Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh (1579/1580) akibat gerakan Pasukan Banten dalam usaha menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat, Tatar Ukur menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedang Larang, penerus Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Sumedanglarang didirikan dan diperintah pertama kali oleh Prabu Geusan Ulun pada (1580-1608), dengan ibukota di Kutamaya, suatu tempat yang terletak sebelah Barat kota Sumedang sekarang. Wilayah kekuasaan kerajaan itu meliputi daerah yang kemudian disebut Priangan, kecuali daerah Galuh (sekarang bernama Ciamis). Ketika Kerajaan Sumedang Larang diperintah oleh Raden Suriadiwangsa, anak tiri Geusan Ulun dari Ratu Harisbaya, Sumedanglarang menjadi daerah kekuasaan Mataram sejak tahun 1620. Sejak itu status Sumedanglarang pun berubah dari kerajaan menjadi Kabupaten dengan nama Kabupaten Sumedang. Mataram menjadikan Priangan sebagai daerah pertahanannya di bagian Barat terhadap kemungkinan serangan Pasukan Banten dan atau Kompeni yang berkedudukan di Batavia, karena Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) bermusuhan dengan Kompeni dan konflik dengan Kesultanan Banten. Untuk mengawasi wilayah Priangan, Sultan Agung mengangkat Raden Aria Suradiwangsa menjadi Bupati Wedana (Bupati Kepala) di Priangan (1620-1624), dengan gelar Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata, terkenal dengan sebutan Rangga Gempol I. Tahun 1624 Sultan Agung memerintahkan Rangga Gempol I untuk menaklukkan daerah Sampang (Madura). Karenanya, jabatan Bupati Wedana Priangan diwakilkan kepada adik Rangga Gempol I pangeran Dipati Rangga Gede. Tidak lama setelah Pangeran Dipati Rangga Gede menjabat sebagai Bupati Wedana, Sumedang diserang oleh Pasukan Banten. Karena sebagian Pasukan Sumedang berangkat ke Sampang, Pangeran Dipati Rangga Gede tidak dapat mengatasi serangan tersebut. Akibatnya, ia menerima sanksi politis dari Sultan Agung. Pangeran Dipati Rangga Gede ditahan di Mataram. Jabatan Bupati Wedana Priangan diserahkan kepada Dipati Ukur, dengan syarat ia harus dapat merebut Batavia dari kekuasaan Kompeni. Tahun 1628 Sultan Agung memerintahkan Dipati Ukur untuk membantu pasukan Mataram menyerang Kompeni di Batavia. Akan tetapi serangan itu mengalami kegagalan. Dipati Ukur menyadari bahwa sebagai konsekuensi dari kegagalan itu ia akan mendapat hukuman seperti yang diterima oleh Pangeran Dipati Rangga Gede, atau hukuman yang lebih berat lagi. Oleh karena itu Dipati Ukur beserta para pengikutnya membangkang terhadap Mataram. Setelah penyerangan terhadap Kompeni gagal, mereka tidak datang ke Mataram melaporkan kegagalan tugasnya. Tindakan Dipati Ukur itu dianggap oleh pihak Mataram sebagai pemberontakan terhadap penguasa Kerajaan Mataram. Terjadinya pembangkangan Dipati Ukur beserta para pengikutnya dimungkinkan, antara lain karena pihak Mataram sulit untuk mengawasi daerah Priangan secara langsung, akibat jauhnya jarak antara Pusat Kerajaan Mataram dengan daerah Priangan. Secara teoritis, bila daerah tersebut sangat jauh dari pusat kekuasaan, maka kekuasaan pusat di daerah itu sangat lemah. Walaupun demikian, berkat bantuan beberapa Kepala daerah di Priangan, pihak Mataram akhirnya dapat memadamkan pemberontakan Dipati Ukur. Menurut Sejarah Sumedang (babad), Dipati Ukur tertangkap di Gunung Lumbung (daerah Bandung) pada tahun1632. Setelah "pemberontakan" Dipati Ukur dianggap berakhir, Sultan Agung menyerahkan kembali jabatan Bupati Wedana Priangan kepada Pangeran Dipati Rangga Gede yang telah bebas dari hukumannya. Selain itu juga dilakukan reorganisasi pemerintahan di Priangan untuk menstabilkan situasi dan kondisi daerah tersebut. Daerah Priangan di luar Sumedang dan Galuh dibagi menjadi tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Parakanmuncang dan Kabupaten Sukapura dengan cara mengangkat tiga kepala daerah dari Priangan yang dianggap telah berjasa menumpas pemberontakan Dipati Ukur. Ketiga orang kepala daerah dimaksud adalah Ki Astamanggala, umbul Cihaurbeuti diangkat menjadi mantri agung (bupati) Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangunangun, Tanubaya sebagai bupati Parakanmuncang dan Ngabehi Wirawangsa menjadi bupati Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha. Ketiga orang itu dilantik secara bersamaan berdasarkan "Piagem Sultan Agung", yang dikeluarkan pada hari Sabtu tanggal 9 Muharam Tahun Alip (penanggalan Jawa). Dengan demikian, tanggal 9 Muharam Taun Alip bukan hanya merupakan hari jadi Kabupaten Bandung tetapi sekaligus sebagai hari jadi Kabupaten Sukapura dan Kabupaten Parakanmuncang. Berdirinya Kabupaten Bandung, berarti di daerah Bandung terjadi perubahan terutama dalam bidang pemerintahan. Daerah yang semula merupakan bagian (bawahan) dari pemerintah kerajaan (Kerajaan Sunda-Pajararan kemudian Sumedanglarang) dengan status yang tidak jelas, berubah menjadi daerah dengan status administratif yang jelas, yaitu Kabupaten. Setelah ketiga bupati tersebut dilantik di pusat pemerintahan Mataram, mereka kembali ke daerah masing-masing. Sajarah Bandung (naskah) menyebutkan bahwa Bupati Bandung Tumeggung Wiraangunangun beserta pengikutnya dari Mataram kembali ke Tatar Ukur. Pertama kali mereka datang ke Timbanganten. Di sana bupati Bandung mendapatkan 200 cacah. Selanjutnya Tumenggung Wiraangunangun bersama rakyatnya membangun Krapyak, sebuah tempat yang terletak di tepi Ci Tarum dekat muara Ci Kapundung, (daerah pinggiran Kabupaten Bandung bagian Selatan) sebagai ibukota Kabupaten. Sebagai daerah pusat Kabupaten Bandung, Krapyak dan daerah sekitarnya disebut Bumi Tatar Ukur Gede. Wilayah administratif Kabupaten Bandung di bawah pengaruh Mataram (hingga akhir abad ke-17), belum diketahui secara pasti, karena sumber akurat yang memuat data tentang hal itu tidak/belum ditemukan. Menurut sumber pribumi, data tahap awal Kabupaten Bandung meliputi beberapa daerah antara lain Tatar Ukur, termasuk daerah Timbanganten, Kahuripan, Sagaraherang, dan sebagian Tanah medang. Boleh jadi, daerah Priangan di luar Wilayah Kabupaten Sumedang, Parakanmuncang, Sukapura dan Galuh, yang semula merupakan wilayah Tatar Ukur (Ukur Sasanga) pada masa pemerintahan Dipati Ukur, merupakan wilayah administrative Kabupaten Bandung waktu itu. Bila dugaan ini benar, maka Kabupaten Bandung dengan ibukota Karapyak, wilayahnya mencakup daerah Timbanganten, Gandasoli, Adiarsa, Cabangbungin, Banjaran, Cipeujeuh, Majalaya, Cisondari, Rongga, Kopo, Ujungberung dan lain-lain, termasuk daerah Kuripan, Sagaraherang dan Tanahmedang. Kabupaten Bandung sebagai salah satu Kabupaten yang dibentuk Kesultanan Mataram dan berada di bawah pengaruh penguasa kerajaan tersebut, sistem pemerintahan Kabupaten Bandung memiliki sistem pemerintahan Mataram. Bupati memiliki berbagai jenis simbol kebesaran, pengawal khusus dan prajurit bersenjata. Simbol dan atribut itu menambah besar dan kuatnya kekuasaan serta pengaruh Bupati atas rakyatnya. Besarnya kekuasaan dan pengaruh bupati, antara lain ditunjukkan oleh pemilikan hak-hak istimewa yang biasa dmiliki oleh raja. Hak-hak dimaksud adalah hak mewariskan jabatan, hak memungut pajak dalam bentuk uang dan barang, hak memperoleh tenaga kerja (ngawula), hak berburu dan menangkap ikan dan hak mengadili. Dengan sangat terbatasnya pengawasan langsung dari penguasa Mataram, maka tidaklah heran apabila waktu itu Bupati Bandung khususnya dan Bupati Priangan umumnya berkuasa seperti raja. Ia berkuasa penuh atas rakyat dan daerahnya. Sistem pemerintahan dan gaya hidup bupati merupakan miniatur dari kehidupan keraton. Dalam menjalankan tugasnya, bupati dibantu oleh pejabat-pejabat bawahannya, seperti patih, jaksa, penghulu, demang atau kepala cutak (kepala distrik), camat (pembantu kepala distrik), patinggi (lurah atau kepala desa) dan lain-lain. Kabupaten Bandung berada dibawah pengaruh Mataram sampai akhir tahun 1677. Kemudian Kabupaten Bandung jatuh ke tangan Kompeni. Hal itu terjadi akibat perjanjian Mataram–Kompeni (perjanjian pertama) tanggal 19-20 Oktober 1677. Di bawah kekuasaan Kompeni (1677-1799), Bupati Bandung dan Bupati lainnya di Priangan tetap berkedudukan sebagai penguasa tertinggi di Kabupaten, tanpa ikatan birokrasi dengan Kompeni. Sistem pemerintahan Kabupaten pada dasarnya tidak mengalami perubahan, karena Kompeni hanya menuntut agar bupati mengakui kekuasaan Kompeni, dengan jaminan menjual hasil-hasil bumi tertentu kepada VOC. Dalam hal ini bupati tidak boleh mengadakan hubungan politik dan dagang dengan pihak lain. Satu hal yang berubah adalah jabatan bupati wedana dihilangkan. Sebagai gantinya, Kompeni mengangkat Pangeran Aria Cirebon sebagai pengawas (opzigter) daerah Cirebon–Priangan (Cheribonsche Preangerlandan). Salah satu kewajiban utama Bupati terhadap kompeni adalah melaksanakan penanaman wajib tanaman tertentu, terutama kopi, dan menyerahkan hasilnya. Sistem penanaman wajib itu disebut Preangerstelsel. Sementara itu bupati wajib memelihara keamanan dan ketertiban daerah kekuasaannya. Bupati juga tidak boleh mengangkat atau memecat pegawai bawahan bupati tanpa pertimbangan Bupati Kompeni atau penguasa Kompeni di Cirebon. Agar bupati dapat melaksanakan kewajiban yang disebut terakhir dengan baik, pengaruh bupati dalam bidang keagamaan, termasuk penghasilan dari bidang itu, seperti bagian zakat fitrah, tidak diganggu baik bupati maupun rakyat (petani) mendapat bayaran atas penyerahan kopi yang besarnya ditentukan oleh Kompeni. Hingga berakhirnya kekuasaan Kompeni–VOC akhir tahun 1779, Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak. Selama itu Kabupaten Bandung diperintah secara turun temurun oleh enam orang bupati. Tumenggung Wiraangunangun (merupakan bupati pertama) angkatan Mataram yang memerintah sampai tahun 1681. Lima bupati lainnya adalah bupati angkatan Kompeni yakni Tumenggung Ardikusumah yang memerintah tahun 1681-1704, Tumenggung Anggadireja I (1704-1747), Tumenggung Anggadireja II (1747-1763), R. Anggadireja III dengan gelar R.A. Wiranatakusumah I (1763-1794) dan R.A. Wiranatakusumah II yang memerintah dari tahun 1794 hingga tahun 1829. Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Wiranatakusumah II, ibukota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Karapyak ke Kota Bandung. Lahirnya Kabupaten Bandung Kabupaten Bandung lahir melalui Piagam Sultan Agung Mataram, yaitu pada tanggal 9 bulan Muharram tahun Alif atau sama dengan hari sabtu tanggal 20 April 1641 Masehi. Bupati pertamanya adalah Tumenggung Wiraangunangun (1641-1681 M). Dari bukti sejarah tersebut ditetapkan bahwa 20 April sebagai Hari Jadi Kabupaten Bandung. Jabatan bupati kemudian digantikan oleh Tumenggung Nyili salah seorang putranya. Namun Nyili tidak lama memegang jabatan tersebut karena mengikuti Sultan Banten. Jabatan bupati kemudian dilanjutkan oleh Tumenggung Ardikusumah, seorang Dalem Tenjolaya (Timbanganten) pada tahun 1681-1704. Selanjutnya kedudukan Bupati Kabupaten Bandung dari R. Ardikusumah diserahkan kepada putranya R. Ardisuta yang diangkat tahun 1704 setelah Pemerintah Hindia Belanda mengadakan pertemuan dengan para bupati se-Priangan di Cirebon. R. Ardisuta (1704-1747) terkenal dengan nama Tumenggung Anggadiredja I setelah wafat dia sering disebut Dalem Gordah. sebagai penggantinya diangkat putra tertuanya Demang Hatapradja yang bergelar Anggadiredja II (1707-1747). Pada masa Pemerintahan Anggadiredja III (1763-1794) Kabupaten Bandung disatukan dengan Timbanganten, bahkan pada tahun 1786 dia memasukkan Batulayang ke dalam pemerintahannya. Juga pada masa Pemerintahan Adipati Wiranatakusumah II (1794-1829) inilah ibu kota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Karapyak (Dayeuhkolot) ke tepi sungai Cikapundung atau alun-alun Kota Bandung sekarang. Pemindahan ibu kota itu atas dasar perintah dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels tanggal 25 Mei 1810, dengan alasan daerah baru tersebut dinilai akan memberikan prospek yang lebih baik terhadap perkembangan wilayah tersebut. Setelah kepala pemerintahan dipegang oleh Bupati Wiranatakusumah IV (1846-1874), ibu kota Kabupaten Bandung berkembang pesat dan dia dikenal sebagai bupati yang progresif. Dialah peletak dasar master plan Kabupaten Bandung, yang disebut Negorij Bandoeng. Tahun 1850 dia mendirikan pendopo Kabupaten Bandung dan Masjid Agung. Kemudian dia memprakarsai pembangunan Sekolah Raja (Pendidikan Guru) dan mendirikan sekolah untuk para menak (Opleiding School Voor Indische Ambtenaaren). Atas jasa-jasanya dalam membangun Kabupaten Bandung di segala bidang dia mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Hindia Belanda berupa Bintang Jasa, sehingga masyarakat menjulukinya dengan sebutan Dalem Bintang. Pada masa pemerintahan R. Adipati Kusumahdilaga, rel kereta api mulai dibangun, tepatnya tanggal 17 Mei 1884. Dengan masuknya rel kereta api ini ibu kota Bandung kian ramai. Penghuninya bukan hanya pribumi, bangsa Eropa, dan Cina pun mulai menetap di ibu kota, dampaknya perekonomian Kota Bandung semakin maju. Setelah wafat penggantinya diangkat R.A.A. Martanegara, bupati ini pun terkenal sebagai perencana kota yang cemerlang. Martanegara juga dianggap mampu menggerakkan rakyatnya untuk berpartisipasi aktif dalam menata wilayah kumuh menjadi permukiman yang nyaman. Pada masa pemerintahan R.A.A. Martanegara (1893-1918) atau tepatnya pada tanggal 21 Februari 1906, Kota Bandung sebagai ibu kota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gementee (Kotamadya). Periode selanjutnya Bupati Bandung dijabat oleh Aria Wiranatakoesoema V (Dalem Haji) yang menjabat selama 2 periode, pertama tahun 1920-1931 sebagai bupati yang ke-12 dan berikutnya tahun 1935-1945 sebagai bupati yang ke-14. Pada periode tahun 1931-1935 R.T. Sumadipradja menjabat sebagai Bupati ke-13. Masa Kemerdekaan Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Selanjutnya bupati ke-15 adalah R.T.E. Suriaputra (1945-1947) dan penggantinya adalah R.T.M. Wiranatakusumah VI alias Aom Male (1948-1956), kemudian diganti oleh R. Apandi Wiriadiputra sebagai bupati ke-17 yang dijabatnya hanya 1 tahun (1956-1957). Bupati berikutnya adalah Letkol. R. Memet Ardiwilaga (1960-1967). Kemudian pada masa transisi (Orde Lama ke Orde Baru) dilanjutkan oleh Kolonel Masturi. Pada masa Pimpinan Kolonel R.H. Lily Sumantri tercatat peristiwa penting yaitu rencana pemindahan ibu kota Kabupaten Bandung yang semula berada di Kotamadya Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung, yaitu daerah Baleendah. Peletakan batu pertamanya pada tanggal 20 April 1974, yaitu pada saat Hari Jadi Kabupaten Bandung yang ke-333. Rencana pemindahan ibu kota tersebut berlanjut hingga jabatan bupati dipegang oleh Kolonel R. Sani Lupias Abdurachman (1980-1985). Atas pertimbangan secara fisik geografis, daerah Baleendah tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai ibu kota kabupaten karena sering dilanda banjir, maka ketika jabatan bupati dipegang oleh Kolonel H.D. Cherman Affendi (1985-1990), ibu kota Kabupaten Bandung pindah ke lokasi baru yaitu Soreang. Di tepi Jalan Raya Soreang, tepatnya di Desa Pamekaran inilah dibangun Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung seluas 24 hektare, dengan menampilkan arsitektur khas gaya Priangan. Pembangunan perkantoran yang belum rampung seluruhnya dilanjutkan oleh bupati berikutnya yaitu Kolonel H.U. Djatipermana, sehingga pembangunan tersebut memerlukan waktu sejak tahun 1990 hingga 1992. Tanggal 5 Desember 2000, Kolonel H. Obar Sobarna, S.I.P. terpilih oleh DPRD Kabupaten Bandung menjadi Bupati Bandung dengan didampingi oleh Drs. H. Eliyadi Agraraharja sebagai Wakil Bupati. Sejak itu, Soreang betul-betul difungsikan menjadi pusat pemerintahan. Pada tahun 2003 semua aparat daerah, kecuali Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas Kebersihan, Kantor BLKD, dan Kantor Diklat, sudah resmi berkantor di kompleks perkantoran Kabupaten Bandung. Pada periode pemerintahan Obar Sobarna, yang pertama dibangun adalah Stadion Olahraga, yakni Stadion Si Jalak Harupat. Stadion ini merupakan stadion bertaraf internasional yang menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Bandung. Selain itu, berdasarkan aspirasi masyarakat yang diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, Kota Administratif Cimahi berubah status menjadi kota otonom. Tanggal 5 Desember 2005, Obar Sobarna menjabat Bupati Bandung untuk kali kedua didampingi oleh H. Yadi Srimulyadi sebagai Wakil Bupati, melalui proses pemilihan langsung. Pada masa pemerintahan yang kedua ini, berdasarkan dinamika masyarakat dan didukung oleh hasil penelitian dan pengkajian dari 5 perguruan tinggi, secara yuridis terbentuklah Kabupaten Bandung Barat bersamaan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat. Ibu kota Kabupaten Bandung Barat terletak di Kecamatan Ngamprah). Bupati Bandung Barat masa jabatan 2008-2013 adalah Abubakar. Geografi Kabupaten Bandung terletak di Cekungan Bandung dengan ciri khas dataran tinggi luas di bagian tengah yang dikelilingi pegunungan di sebelah barat, selatan, utara dan timurnya. Sungai Citarum yang berhulu di Gunung Wayang mengalir di kawasan ini sebelum masuk ke waduk Saguling. Sebagian besar Kecamatan padat penduduk di Kabupaten ini seperti Majalaya, Soreang, Banjaran, Rancaekek, Dayeuhkolot, Margahayu, Cileunyi, Baleendah, dan Bojongsoang terletak di dataran ini. Karakteristik dataran ini memiliki area persawahan yang sangat luas dengan sistem irigasi yang cukup baik, diselingi pemukiman padat penduduk di tiap-tiap kota kecamatannya. Namun, lahan sawah terus-menerus berkurang tiap tahunnya akibat alih-fungsi menjadi lahan properti. Lahan sawah yang tercatat dilindungi (LSD) dalam Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang tahun 2021 seluas 30.000 hektare dilaporkan Dadang Supriatna tersisa 17.000 hektare semata. Meskipun termasuk dataran tinggi, kawasan ini terutama di daerah Dayeuhkolot dan Baleendah kerap kali dilanda banjir di beberapa titik setiap musim hujan dikarenakan elevasi kedua daerah ini memang yang paling rendah di Bandung Raya sehingga aliran sungai yang ada di Cekungan Bandung semuanya bermuara ke sungai Citarum yang berada di sekitar daerah ini. Hal ini diperparah dengan drainase yang buruk, pencemaran sungai, serta pendangkalan sungai yang cepat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten untuk menanggulangi banjir, seperti membangun kolam retensi, pengerukan sungai, membangun terowongan air curug jompong untuk mempercepat aliran sungai citarum, juga program Citarum Harum yang melibatkan TNI. Hasilnya area banjir memang lebih bisa dikendalikan walapun jika ada hujan deras di daerah hulu tetap saja jadi genangan. Adapun wilayah yang terletak di Pegunungan yaitu Ciwidey, Pasirjambu, Pangalengan dan Kertasari di selatan serta Cimenyan dan Cilengkrang di bagian utara. Karakteristik wilayah ini yang berbukit-bukit cocok untuk berbagai macam perkebunan seperti Teh, Kopi, Kina dan Sayuran serta menjadi objek wisata yang menawarkan keindahan dan kesejukan alam. Beberapa Gunung yang ada di Kabupaten Bandung antara lain: Gunung Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m), Gunung Papandayan (2.262 m), dan Gunung Manglayang (1.818 m). Iklim Dengan Morfologi wilayah pegunungan dengan rata-rata kemiringan lereng antara 0-8 %, 8-15 % hingga di atas 45 %. Kabupaten Bandung beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata antara 1.500 mm sampai dengan 4.000 mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 12 °C sampai 24 °C dengan kelembaban antara 78 % pada musim hujan dan 70 % pada musim kemarau. Batas Wilayah Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Jumlah penduduk kabupaten berdasarkan Kementerian Dalam Negeri data catatan sipil per tanggal 30 Juni 2022 sebanyak 3.655.878 jiwa. Sebelumnya Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat merupakan bagian dari kabupaten Bandung. Kota Cimahi dimekarkan pada tahun 2001, sementara Kabupaten Bandung Barat dimekarkan pada tahun 2007. Sebelum dimekarkan, jumlah penduduk kabupaten pada tahun 2000 sebanyak 4.151.894 jiwa. Jumlah migrasi penduduk Indonesia ke kabupaten Bandung pada tahun 2000 sebanyak 142.943 jiwa. Suku bangsa Sebagian besar penduduk kabupaten Bandung adalah suku Sunda. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, orang Sunda di kabupaten Bandung sebanyak 3.842.694 jiwa atau 92,55 % dari total penduduk 4.141.894 jiwa yang terdata. Sementara penduduk dari suku lainnya sebagian besar adalah orang Jawa, diikuti orang Batak, Tionghoa, Minangkabau, Betawi, kemudian Cirebon, dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Bandung berdasarkan suku bangsa menurut data Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000; Pariwisata Kabupaten Bandung dan tempat wisata merupakan dua hal yang sulit dipisahkan. Sejak dulu dataran tinggi Bandung Selatan dan Bandung Utara menawarkan beragam objek wisata yang menyuguhkan pemandangan alam yang sangat indah. Bentangan kebun teh yang bertebaran dari Rancabali sampai Kertasari, danau-danau hening dan sunyi seperti Situ Patenggang, Kawah Putih, Situ Cisanti dan Situ Cileunca, sampai sumber-sumber air panas yang keluar dari gunung-gunung vulkanik Bandung Selatan merupakan magnet bagi wisatawan untuk selalu berkunjung ke Kabupaten Bandung. Potensi Wisata Menara Sabilulungan di Soreang Desa Wisata Ciburial di Kecamatan Cimenyan Kampung Adat Cikondang, di Kecamatan Pangalengan Situs Rumah Hitam, di Kecamatan Pangalengan Situs Bumi Alit Kabuyutan, di Kecamatan Arjasari Situs Makam Bosscha, di Kecamatan Pangalengan Situs Gunung Padang, di Kecamatan Ciwidey, (Sebagian besar termasuk Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Cianjur). Situ Patengan, di Kecamatan Rancabali Situ Cileunca, di Kecamatan Pangalengan Situ Cipanunjang, di Kecamatan Pangalengan Situ Cisanti, di Kecamatan Kertasari Situ Ciharus, di Kecamatan Paseh Kawah Putih, di Kecamatan Rancabali Situ Aul, di Kecamatan Pangalengan Curug Cinulang, di Kecamatan Cicalengka, (sebagian termasuk Kabupaten Sumedang). Curug Malabar, di Kecamatan Pangalengan Curug Panganten, di Kecamatan Pangalengan Curug Sanghiang, di Kecamatan Pangalengan Curug Siliwangi, di Kecamatan Cimaung Bumi Perkemahan Gunung Puntang, di Kecamatan Cimaung Bumi Perkemahan Rahong, di Kecamatan Pangalengan Ranca Upas, di Kecamatan Rancabali eMTe Highland Resort, di Kecamatan Rancabali Karang Gantungan, di Paseh, Bandung Batu Korsi, di Kecamatan Pangalengan Perkebunan Teh Malabar, di Kecamatan Pangalengan Perkebunan Teh Rancabali, di Kecamatan Rancabali Perkebunan Teh Gambung, di Kecamatan Pasirjambu Penangkaran Rusa Kertamanah, di Kecamatan Pangalengan Pemandian Air Panas Cibolang, di Kecamatan Pangalengan Pemandian Air Panas Walini, di Kecamatan Rancabali Industri Di Kabupaten Bandung terdapat beberapa jenis industri skala menengah yang tersebar di beberapa wilayah. Industri di Kabupaten Bandung Pada umumnya berfokus pada jenis industri tekstil dan garmen serta bagai macam produk turunannya. Wilayah yang terdapat cukup banyak pabrik antara lain Majalaya, Dayeuhkolot, Pameungpeuk, Solokanjeruk dan Katapang. Kesehatan Catatan BKKBN menyebutkan bahwa Kabupaten Bandung, bersama dengan Cianjur, Kota Cirebon, dan Garut, di tahun 2022, menjadi daerah berstatus darurat stunting. Hal ini disebabkan persentase stunting pada anak berusia di bawah 12 tahun mencapai lebih dari 30%. Transportasi Kabupaten Bandung merupakan salah satu titik simpul jaringan jalan raya di Jawa Barat. Tol Purbaleunyi menghubungkan Jakarta dan Bandung yang ujungnya berada di kecamatan Cileunyi. Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan yang menuju Bandar Udara Internasional Kertajati, wilayah Rebana, Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian utara juga bermula di Cileunyi. Jalan Nasional Bandung–Yogyakarta–Surabaya (Jalur Selatan) yang melintasi beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung bagian timur merupakan urat nadi yang sangat penting bagi arus transportasi di Jawa Barat. Jalan Nasional Bandung–Cirebon juga melintasi kawasan Cileunyi. Jalan Nasional Cimahi–Cidaun menghubungkan Kota Bandung ke kawasan Pantai Selatan Jawa melewati Kecamatan Soreang, Pasirjambu, Ciwidey dan Rancabali. Jalan Tol Soreang-Pasirkoja menghubungkan Kota Bandung dengan Soreang, memberikan akses yang lebih cepat menuju objek wisata Bandung Selatan.Kedepannya akan dibangun juga jakan tol Gedebage–Tasikmalaya–Cilacap yang melewati beberapa kecamatan seperti Solokanjeruk dan Majalaya yang menghubungkan Kota Bandung dengan Priangan Timur, Jawa Tengah bagian selatan, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur bagian tengah dan selatan serta sudah disiapkan perencanaan pembangunan tol Soreang-Ciwidey-Pangalengan agar akses menuju Jawa Barat bagian selatan lebih baik lagi. Kereta Cepat Kereta Cepat Jakarta–Bandung mempunyai stasiun akhir di Wilayah kabupaten Bandung yakni di desa Cibiru Hilir Kecamatan Cileunyi. Angkutan Kota Terdapat beberapa trayek angkutan kota di Kabupaten Bandung yang menghubungkan antar kecamatan maupun menghubungkan kabupaten Bandung dengan Kota Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi. Trayek tersebut antara lain: Soreang–Terminal Leuwi Panjang Soreang–Cililin Soreang–Cimahi Soreang–Banjaran Banjaran–Tegallega Banjaran–Gamblok Desa Sayati–Palasari Cileunyi–Tanjungsari Majalaya–Sayang–Gedebage Majalaya–Ciparay Cileunyi–Majalaya Cileunyi–Cicalengka Cicalengka–Tanjungsari Ciwidey–Situ Patenggang Dayeuhkolot–Buahbatu Mikrobus Pangalengan–Bandung Kebon Kalapa–Majalaya Ciwidey–Terminal Leuwi Panjang Trans Metro Pasundan Baleendah–Bandung Electronic Center Soreang–Terminal Leuwi Panjang via Jalan Tol Soreang-Pasirkoja Kereta Api Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tegalluar–Halim KAI Commuter – –Cicalengka – – Stasiun Kabupaten Bandung memiliki 2 stasiun KA Cikuray, 6 stasiun KA Garut Cibatuan, KA Lokal Bandung Raya maupun 1 stasiun High Speed Train Indonesia yang masih beroperasi, diantaranya: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Stasiun HSR Tegalluar KAI Commuter Lintas selatan Jawa Selain itu, Kabupaten Bandung juga memiliki 26 stasiun yang sudah berhenti beroperasi dikarenakan jalurnya sudah dinonaktifkan sekitar tahun 1980-an. Bangunan stasiun yang ada kemudian rusak dimakan usia dan sebagian menjadi korban Vandalisme. Stasiun tersebut yaitu: Stasiun Ciendog Stasiun Cikurutug Stasiun Dayeuhkolot Stasiun Ciwidey Stasiun Karees Stasiun Soreang Stasiun Banjaran Stasiun Cisondari Stasiun Bojongsoang Stasiun Kulalet Stasiun Pameungpeuk Stasiun Cikupa Stasiun Cangkuang Stasiun Citaliktik Stasiun Sadu Stasiun Cukanghaur Stasiun Majalaya Stasiun Cilelea Stasiun Manggahang Stasiun Jelekong Stasiun Ciheulang Stasiun Peneureusan Stasiun Ciparay Stasiun Cibungur Stasiun Rancakole Stasiun Bojongloa Olahraga Lihat Pula Kota Bandung Kabupaten Bandung Barat Referensi Pranala luar Situs web resmi Pemerintah Kabupaten Bandung Bandung Bandung
4055
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Bekasi
Kota Bekasi
Kota Bekasi (aksara Sunda: ᮘᮨᮊᮞᮤ) merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Nama Bekasi berasal dari kata Bagasasi yang artinya sama dengan Candrabaga yang tertulis di dalam Prasasti Tugu era Kerajaan Tarumanegara, yaitu nama sungai yang melewati kota ini. Pada tahun 2021, jumlah penduduk kota Bekasi berjumlah 2.496.198 jiwa. Kota Bekasi merupakan bagian dari metropolitan Jakarta Raya dan menjadi Kota satelit dengan jumlah penduduk terbanyak se-Indonesia. Saat ini Kota Bekasi berkembang menjadi tempat tinggal kaum urban dan sentra industri. Sejarah Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri, itulah sebutan Bekasi tempo dahulu sebagai ibu kota Kerajaan Tarumanagara. Luas Kerajaan ini mencakup wilayah Bekasi, Sunda Kelapa (Jakarta), Pasir Awi (Jonggol), Depok, Cibinong, Bogor, hingga ke wilayah Purwalingga. Menurut para ahli sejarah dan fisiologi, letak Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri sebagai ibu kota Tarumanagara adalah di wilayah Bekasi sekarang. Dayeuh Sundasembawa inilah daerah asal Maharaja Tarusbawa (669–723 M) pendiri Kerajaan Sunda dan seterusnya menurunkan Raja-raja Sunda sampai generasi ke-40 yaitu Ratu Ragumulya (1567–1579 M). Wilayah Bekasi tercatat sebagai daerah yang banyak memberi informasi tentang keberadaan Tatar Sunda pada masa lampau. Di antaranya dengan ditemukannya 4 prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Kebantenan. Keempat prasasti ini merupakan keputusan dari Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi, Jaya Dewa) yang ditulis dalam 5 lembar lempeng tembaga. Sejak abad ke-5 Masehi pada masa Kerajaan Tarumanagara, abad ke-8 Kerajaan Galuh, dan Kerajaan Pajajaran pada abad ke-14, Bekasi menjadi wilayah kekuasaan karena merupakan salah satu daerah strategis, yakni sebagai penghubung antara Pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta). Sejarah Sebelum Tahun 1949 Kota Bekasi ternyata mempunyai sejarah yang sangat panjang dan penuh dinamika. Ini dapat dibuktikan perkembangannya dari zaman ke zaman, sejak zaman Hindia Belanda, pendudukan militer Jepang, perang kemerdekaan, dan zaman Republik Indonesia. Di zaman Hindia Belanda, Bekasi masih merupakan Kewedanaan (District), termasuk Regenschap (Kabupaten) Meester Cornelis. Saat itu kehidupan masyarakatnya masih dikuasai oleh para tuan tanah keturunan Tionghoa. Kondisi ini terus berlanjut sampai pendudukan militer Jepang. Pendudukan militer Jepang turut mengubah kondisi masyarakat saat itu. Jepang melaksanakan Japanisasi di semua sektor kehidupan. Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta. Regenschap Meester Cornelis menjadi KEN Jatinegara yang wilayahnya meliputi Gun Cikarang, Gun Kebayoran, dan Gun Matraman. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, struktur pemerintahan kembali berubah, nama Ken menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanaan, Son menjadi Kecamatan, dan Kun menjadi Desa atau Kelurahan. Saat itu ibu kota Kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah, mula-mula di Tambun, lalu ke Cikarang, kemudian ke Bojong (Kedung Gede). Pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara adalah Bapak Rubaya Suryanaatamirharja. Tidak lama setelah pendudukan Belanda, Kabupaten Jatinegara dihapus, kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester Cornelis menjadi Kewedanaan. Kewedanaan Bekasi masuk ke dalam wilayah Batavia en Omelanden. Sementara, batas Pondok Gede, Kali Bekasi, dan Serangbaroe ke Selatan yaitu wilayah Kranggan (Jatisampurna), Awirangan, Setu, hingga Tjibaroesa masuk negara Pasundan di bawah Kawedanan Jonggol, Kabupaten Bogor. Batas Bulak Kapal ke Timur termasuk wilayah negara Pasundan di bawah Kabupaten Karawang, sedangkan sebelah Barat Bulak Kapal termasuk wilayah negara Federal sesuai Staatsblad van Nederlandsch Indie 1948 No.178 Negara Pasundan. Sejarah Tahun 1949 sampai Terbentuknya Kota Bekasi Sejarah setelah tahun 1949, ditandai dengan aksi unjuk rasa sekitar 40.000 rakyat Bekasi pada tanggal 17 Februari 1950 di Alun-alun Bekasi. Hadir pada acara tersebut Bapak Mu’min sebagai Residen Militer Daerah V. Inti dari unjuk rasa tersebut adalah penyampaian pernyataan sikap sebagai berikut: "Rakyat Bekasi mengajukan usul kepada Pemerintah Pusat agar Kabupaten Jatinegara diubah menjadi Kabupaten Bekasi. Rakyat Bekasi tetap berdiri di belakang Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia." Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan, dan wilayah pelimpahan dari Kawedanan Jonggol (Bogor) yaitu: Kecamatan Cibarusah, Kecamatan Serang Baru, Desa Kranggan (Sekarang Kecamatan Jatisampurna), serta sebagian Kecamatan Setu. Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto "SWATANTRA WIBAWA MUKTI". Kewedanannya sendiri adalah: Kewedanan Bekasi Kecamatan Bekasi terdiri atas 9 desa Kecamatan Babelan terdiri atas 6 desa Kecamatan Cilincing terdiri atas 3 desa Kecamatan Pondok Gede terdiri atas 7 desa Kewedanan Tambun Kecamatan Tambun terdiri atas 8 desa Kecamatan Setu terdiri atas 9 desa Kecamatan Cibitung terdiri atas 7 desa Kewedanan Cikarang Kecamatan Cikarang terdiri atas 7 desa Kecamatan Lemababang terdiri atas 8 desa Kecamatan Cibarusa terdiri atas 11 desa Kewedanan Serengseng Kecamatan Sukatani terdiri atas 9 desa Kecamatan Pebayuran terdiri atas 6 desa Kecamatan Cabangbungin terdiri atas 5 desa Pada tahun 1960 Kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke Kota Bekasi (Jalan Ir H. Juanda, Kota Bekasi). Kemudian pada tahun 1982, saat bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah Gedung Perkantoran Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jalan Ahmad Yani No.1, Kabupaten Bekasi. Hal ini dilakukan karena perkembangan Bekasi yang sangat pesat sehingga bahkan dibentuk Kota Administratif Bekasi. Kota Administratif Bekasi sendiri dibentuk pada tahun 1981 dari Kecamatan Bekasi (16 kelurahan dan 8 desa) dan sebagian dari Kecamatan Tambun (2 kelurahan, serta sebagian dari 2 desa) dengan 4 kecamatan yang terbagi ke 18 kelurahan dan 8 desa melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 48 tahun 1981. Peresmian Kota Administratif Bekasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April 1982, dengan wali kota pertama dijabat oleh Bapak H. Soedjono dari tahun 1982 hingga 1988. Tahun 1988 Wali kota Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. Andi Sukardi dari tahun 1988 hingga 1991, kemudian diganti oleh Bapak Drs. H. Khailani AR dari tahun 1991 hingga 1997. Pada perkembangannya, Kota Administratif Bekasi terus bergerak dengan cepat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan roda perekonomian yang makin tinggi. Dengan begitu status Kota Administratif Bekasi kembali ditingkatkan menjadi Kotamadya (sekarang "Kota") melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1996 yang menambahkan tiga kecamatan, yakni kecamatan Pondokgede, Jatiasih, dan Bantargebang. Selanjutnya dengan terjadinya reformasi, penambahan kecamatan dan kelurahan dilakukan melalui peraturan daerah. Yang pertama adalah Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 03 Tahun 2000 terkait pembentukan Kecamatan Jatisampurna dari Pondokgede, yang dilanjutkan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bekasi Nomor 14 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Wilayah Administrasi Kecamatan Kota Bekasi mengatur pembentukan dua kecamatan baru, yakni: Rawalumbu dari Bekasi Timur; dan Medan Satria dari Bekasi Barat. Dengan demikian, pembagian adminisitratif Kota Bekasi pada tahun 2000 adalah 10 Kecamatan, yang dibagi lagi menjadi 35 Kelurahan dan 17 Desa. Perda Kota Bekasi Nomor 02 Tahun 2002 tentang Penetapan Kelurahan mengatur bahwa seluruh desa yang ada di Kota Bekasi berubah status menjadi kelurahan. Dengan demikian, pembagian adminisitratif Kota Bekasi pada tahun 2002 menjadi 10 Kecamatan dan 52 Kelurahan. Kemudian pada tahun 2004, muncul lagi Perda Kota Bekasi Nomor 04 Tahun 2004 yang mengubah Perda Nomor 14 Tahun 2000. Perda ini membentuk 2 Kecamatan; Mustika Jaya dari Bantargebang; dan Pondok Melati dari Jatisampurna dan Pondokgede; serta menambah kelurahan baru. Hal ini menyebabkan pembagian adminisitratif Kota Bekasi menjadi seperti sekarang ini, dengan 12 Kecamatan dan 56 Kelurahan. Geografi Batas Wilayah Kota Bekasi memiliki luas wilayah sekitar 210,49 km², dengan batas wilayah Kota Bekasi adalah: Topografi Kondisi topografi Kota Bekasi dengan kemiringan antara 0–2 % dan terletak pada ketinggian antara 11–81 m di atas permukaan air laut. Ketinggian ≥ 25 m: Kecamatan Medan Satria, Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Bekasi Selatan, Kecamatan Bekasi Timur, dan Kecamatan Pondok Gede. Ketinggian 25–100 m: Kecamatan Bantar Gebang, Kecamatan Mustika Jaya, Kecamatan Pondok Melati, dan Kecamatan Jati Asih. Wilayah dengan ketinggian dan kemiringan rendah yang menyebabkan daerah tersebut banyak genangan, terutama pada saat musim hujan yaitu: Kecamatan Jati Asih, Kecamatan Bekasi Timur, Kecamatan Rawalumbu, Kecamatan Bekasi Selatan, Kecamatan Bekasi Barat, dan Kecamatan Pondok Melati. Hidrologi Kondisi hidrologi Kota Bekasi dibedakan menjadi dua: Air permukaan, mencakup kondisi air hujan yang mengalir ke sungai-sungai Wilayah Kota Bekasi dialiri 3 sungai utama yaitu Sungai Cakung, Kali Bekasi, dan Kali Sunter, beserta anak-anak sungainya. Kali Bekasi berhulu di pertemuan dua sungai yaitu Sungai Cikeas dan Sungai Cileungsi yang berasal dari gunung pada ketinggian kurang lebih 1.500 meter dari permukaan air. Air permukaan yang terdapat di wilayah Kota Bekasi meliputi Kali Bekasi dan beberapa sungai atau kali kecil, serta Saluran Irigasi Tarum Barat yang selain digunakan untuk mengairi sawah juga merupakan sumber air baku bagi kebutuhan air minum wilayah Bekasi (Kota dan Kabupaten) dan wilayah Provinsi DKI Jakarta. Kondisi air permukaan Kali Bekasi saat ini tercemar oleh limbah industri yang terdapat di bagian selatan wilayah Kota Bekasi (industri di wilayah Kabupaten Bogor). Air Tanah Kondisi air tanah di wilayah Kota Bekasi sebagian cukup potensial untuk digunakan sebagai sumber air bersih terutama di wilayah selatan Kota Bekasi, tetapi untuk daerah yang berada di sekitar TPA Bantar Gebang kondisi air tanahnya kemungkinan besar sudah tercemar. Iklim Wilayah Kota Bekasi secara umum tergolong pada iklim muson tropis (Am) dengan tingkat kelembapan yang tinggi yakni sebesar ±78%. Kondisi lingkungan sehari-hari sangat panas. Hal ini terlebih dipengaruhi oleh tata guna lahan yang meningkat terutama industri atau perdagangan dan permukiman. Suhu udara harian diperkirakan berkisar antara 24 °C–33 °C. Oleh karena wilayahnya yang beriklim muson tropis, Kota Bekasi mengalami dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau di Kota Bekasi dipengaruhi oleh angin muson timur–tenggara yang bersifat kering berembus sejak awal bulan Mei hingga bulan September dengan bulan terkering yaitu bulan Agustus. Sementara itu, musim penghujan di kota Bekasi dipengaruhi oleh angin muson barat daya–barat laut yang bersifat basah & lembap dan biasanya bertiup pada bulan November hingga bulan Maret dengan puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari yang curah hujan bulanannya lebih dari 300 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Kota Bekasi berada pada angka 1.600–2.000 milimeter per tahunnya dengan jumlah hari hujan ≥130 hari hujan. Permukiman Jumlah penduduk Kota Bekasi saat ini lebih dari 2,4 juta jiwa yang tersebar di 12 kecamatan, yaitu Kecamatan Pondok Gede, Kecamatan Jatisampurna, Kecamatan Jati Asih, Kecamatan Bantar Gebang, Kecamatan Bekasi Timur, Kecamatan Rawa Lumbu, Kecamatan Bekasi Selatan, Kecamatan Bekasi Barat, Kecamatan Medan Satria, Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Mustika Jaya, dan Kecamatan Pondok Melati. Dari total luas wilayahnya, lebih dari 50% sudah menjadi kawasan efektif perkotaan dengan 90% kawasan perumahan, 4% kawasan industri, 3% kawasan perdagangan, dan sisanya untuk bangunan lainnya. Pemerintahan Daftar Wali kota Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Penduduk Berdasarkan sensus tahun 2010, Kecamatan Bekasi Utara merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan tertinggi di Kota Bekasi, yakni sebesar 12.237 jiwa/km² dan Kecamatan Bantar Gebang dengan kepadatan 4.310 jiwa/km² menjadi yang terendah. Sementara pencari kerja di kota ini didominasi oleh tamatan SMA atau sederajat, yakni sekitar 65,6% dari total pencari kerja terdaftar. Sebagai kawasan hunian masyarakat urban, Bekasi banyak membangun kota-kota mandiri, di antaranya Kota Harapan Indah, Kemang Pratama, dan Galaxy City. Selain itu pengembang Summarecon Agung juga sedang membangun kota mandiri Summarecon Bekasi seluas 240 ha di Kecamatan Bekasi Utara. Seiring dengan meningkatnya jumlah masyarakat kelas menengah ke atas, Bekasi juga gencar melakukan pembangunan apartemen dan pusat perbelanjaan mewah. Suku bangsa Penduduk Kota Bekasi termasuk kota yang beragam suku bangsa. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk Kota Bekasi adalah orang Jawa, Betawi, dan suku aslinya Sunda. Jumlah yang signifikan juga berasal dari suku Batak dan Minangkabau. Suku Jawa menempati urutan pertama sebagai suku terbanyak di kota ini. Keberagaman suku bangsa di Kota Bekasi memengaruhi perbedaan budaya dan adat istiadat masyarakat Kota Bekasi. Berikut adalah besaran penduduk Kota Bekasi berdasarkan suku bangsa pada Sensus Penduduk tahun 2000; Penduduk Kota Bekasi merupakan gambaran dari keragaman suku bangsa yang khas bagi Indonesia. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000, komposisi suku bangsa di Kota Bekasi menunjukkan variasi yang signifikan. Ekonomi Ekonomi Bekasi ditunjang oleh kegiatan perdagangan, perhotelan, dan restoran. Pada awalnya pusat pertokoan di Bekasi hanya berkembang di sepanjang Jalan Ir H. Juanda yang membujur sepanjang 3 km dari alun-alun kota hingga Terminal Bekasi. Di jalan ini terdapat berbagai pusat pertokoan yang dibangun sejak tahun 1978. Selanjutnya sejak tahun 1993, kawasan sepanjang Jalan Ahmad Yani berkembang menjadi kawasan perdagangan seiring dengan munculnya beberapa mall serta sentra niaga. Pertumbuhan kawasan perdagangan terus berkembang hingga Jalan K.H. Noer Ali, Kranji, dan Kota Harapan Indah. Pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang tinggi membuat Kota Bekasi kini memiliki banyak pusat perbelanjaan modern meliputi Grand Mall Bekasi, Grand Galaxy Park, Summarecon Mal Bekasi, Grand Metropolitan Mall Selain itu keberadaan kawasan industri di kota ini, juga menjadi mesin pertumbuhan ekonominya, dengan menempatkan industri pengolahan sebagai yang utama. Lokasi industri di Kota Bekasi terdapat di kawasan Rawa Lumbu dan Medan Satria. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang dapat menggambarkan kinerja perekonomian di suatu wilayah. Kecuali pada tahun 2004, pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi selalu di atas Jawa Barat dan Indonesia. Pada tahun 2004 ekonomi Kota Bekasi tumbuh 5,38% dan pertumbuhan ini lebih tinggi dari Jawa Barat (4,77%) tetapi di bawah LPE Indonesia yang mencapai 5,50%. Pada tahun 2005 dengan 5,65%, LPE Kota Bekasi sedikit lebih tinggi dari Jawa Barat dan Indonesia dengan 5,62% dan 5,55%. Demikian pula pada tahun 2006, LPE Kota Bekasi yang mencapai 6,07% masih lebih baik dibandingkan Jawa Barat dan Indonesia yang hanya mencapai 6,01% dan 5,48%. Pendidikan Kota Bekasi memiliki sekitar 3.110 sekolah, 62.852 siswa dan 2.260 guru. Perguruan Tinggi Universitas Trisakti Bekasi Universitas Gunadarma (Kampus Bekasi) Universitas Mercu Buana (Kampus Bekasi) Universitas Esa Unggul (Kampus Bekasi) Universitas Muhammadiyah Jakarta (Kampus Bekasi) Universitas Islam 45 Bekasi Universitas Bhayangkara (Kampus II Bekasi) Universitas Satya Negara Indonesia (Kampus B Bekasi) Universitas Krisnadwipayana Bekasi Universitas Islam As-Syafiiyah Universitas Bina Nusantara Bekasi Universitas Bina Sarana Informatika Bekasi Sekolah Tinggi Manajemen dan Ilmu Komputer Bani Saleh (STMIK Bani Saleh) Sekolah Tinggi Manajemen dan Ilmu Komputer Bina Insani (STMIK Bina Insani) Sekolah Tinggi Bahasa Asing Jepang Indonesia Amerika (STBA JIA) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Indonesia (STIKES Medistra Indonesia) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mulia Pratama (STIE Mulia Pratama) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tri Bhakti (STIE Tri Bhakti) Sekolah Tinggi Teknologi Jakarta Bekasi (STTJ Bekasi) Kesehatan Rumah Sakit Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) Puskesmas Aren Jaya Puskesmas Bantar Gebang Puskesmas Bintara Puskesmas Bojong Rawalumbu Puskesmas Jakamulya Puskesmas Jati Asih Puskesmas Jati Bening Puskesmas Jati Luhur Puskesmas Jati Makmur Puskesmas Jati Rahayu Puskesmas Jati Sampurna Puskesmas Jati Warna Puskesmas Kaliabang Tengah Puskesmas Karang Kitri Puskesmas Kota Baru Puskesmas Margajaya Puskesmas Margamulya Puskesmas Mustika Jaya Puskesmas Pejuang Puskesmas Pekayon Jaya Puskesmas Pengasinan Puskesmas Perumnas II Puskesmas Pondok Gede Puskesmas Rawa Tembaga Puskesmas Seroja Transportasi Kereta Api Indonesia (KAI) KAI Commuter Lin Cikarang LRT Jabodebek Lin Bekasi Transjakarta B11: Summarecon Bekasi–Cawang BNN (via Jalan Ahmad Yani) B13: Bekasi Barat–Blok M (via Jalan Ahmad Yani) B14: Bekasi Barat–Kuningan (via Jalan Ahmad Yani) B21: Bekasi Timur–Cawang BNN (via Jalan Ir. H. Juanda–Jalan H. Mulyadi Joyomartono) Layanan bus Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta DAMRI: Kayuringin–Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta (via Jalan Ahmad Yani–Jalan K.H. Noer Ali) DAMRI: Bekasi–Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Bus BRT Trans Patriot 1: Bekasi–Harapan Indah Angkutan kota KOASI wilayah Kota Bekasi dan beberapa rute menghubungkan wilayah Kabupaten Bekasi menuju Terminal Bekasi. Stasiun kereta api Kota Bekasi memiliki 1 stasiun utama, 3 stasiun KRL Commuter Line, dan empat stasiun LRT Jabodebek. Stasiun Bekasi adalah stasiun kereta api utama di Kota Bekasi dan sekitarnya terutama bagi layanan kereta api antarkota dan KRL Commuter Line. Stasiun kereta api lainnya di kota tersebut, diantaranya stasiun dan yang melayani KRL Commuter Line Cikarang, sedangkan stasiun angkutan massal yang melayani layanan lintas rel terpadu Lin Bekasi adalah stasiun Jati Bening Baru, Cikunir 1 dan 2, serta Bekasi Barat yang terletak di Jalan Jenderal A. Yani di Kecamatan Bekasi Selatan. Ruas jalan tol Kota Bekasi memiliki akses jalan tol menuju ke pusat kota meliputi: Jalan Tol Jakarta–Cikampek Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta Jalan Tol Bekasi–Kampung Melayu Infrastruktur Untuk melayani warga Bekasi, tersedia bus antarkota dan dalam kota yang mengangkut penumpang ke berbagai jurusan. KRL Commuter Line jurusan Bekasi-Jakarta Kota mengangkut warga Bekasi yang bekerja di Jakarta. Di Kota Bekasi banyak digunakan angkutan kota berupa minibus, berpenumpang maksimal 12 orang, yang biasa disebut KOASI (Koperasi Angkutan Bekasi). KOASI melayani dari Terminal Bekasi menuju berbagai perumahan di wilayah Kota Bekasi. Sedangkan becak masih digunakan sebagai sarana angkutan dalam perumahan. Peningkatan jumlah ojek terjadi secara signifikan seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Ojek digunakan untuk transportasi jarak dekat (2 – 5 km) dan juga di dalam perumahan. Catatan Referensi Pranala luar Bekasi DAS Bekasi
4056
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Bekasi
Kabupaten Bekasi
Kabupaten Bekasi () adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Cikarang Pusat. Kabupaten ini berada tepat di sebelah timur Jakarta, berbatasan dengan Kota Bekasi dan Provinsi DKI Jakarta di barat, Laut Jawa di barat dan utara, Kabupaten Karawang di timur, serta Kabupaten Bogor di selatan. Kabupaten Bekasi terdiri atas 23 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Suku aslinya yaitu Suku Sunda. Sejarah Penelusuran Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa Sanskerta dan bahasa Jawa Kuno), kata “Bekasi” secara filologis berasal dari kata Candrabhaga; Candra berarti bulan (“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalan kata Candrabhaga kadang berubah menjadi Sasibhaga atau Bhagasasi. Dalam pengucapannya sering disingkat Bhagasi, dan karena pengaruh bahasa Belanda sering ditulis Bacassie (di Stasiun Lemahabang pernah ditemukan plang nama Bacassie). Kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan sekarang. Candrabhaga merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara, yang berdiri sejak abad ke 5 Masehi. Ada 7 (tujuh) prasasti yang menyebutkan adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja Purnawarman, yakni Prasasti Tugu (Cilincing, Jakarta), Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi (ke enam prasasti ini ada di daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung Selatan (Prasasti Cidangiang). Diduga bahwa Bekasi merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanagara (Prasasti Tugu, berbunyi: ..dahulu kali yang bernama Kali Candrabhaga digali oleh Maharaja Yang Mulia Purnawarman, yang mengalir hingga ke laut, bahkan kali ini mengalir di sekeliling istana kerajaan. Kemudian, semasa 22 tahun dari takhta raja yang mulia dan bijaksana beserta seluruh panji-panjinya menggali kali yang indah dan berair jernih, “Gomati” namanya . Setelah sungai itu mengalir disekitar tanah kediaman Yang Mulia Sang Purnawarman . Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, yaitu pada tanggal 8 paro petang bulan Phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra. Jadi, selesai hanya 21 hari saja. Panjang hasil galian kali itu mencapai 6.122 tumbak. Untuk itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para Brahmana dan Raja mendharmakan 1000 ekor sapi…). Tulisan dalam prasasti ini menggambarkan perintah Raja Purnawarman untuk menggali kali Candrabhaga, yang bertujuan untuk mengairi sawah dan menghindar dari bencana banjir yang kerap melanda wilayah Kerajaan Tarumanagara. Setelah kerajaan Tarumanagara runtuh (abad 7), kerajaan yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap Bekasi adalah Kerajaan Padjadjaran, terlihat dari situs sejarah Batu Tulis (di daerah Bogor). Sutarga lebih jauh menjelaskan, bahwa Bekasi merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Padjadjaran dan merupakan salah satu pelabuhan sungai yang ramai dikunjungi oleh para pedagang. Bekasi menjadi kota yang sangat penting bagi Padjadjaran, selanjutnya menjelaskan bahwa: “..Pakuan adalah ibu kota Kerajaan Padjadjaran yang baru. Proses perpindahan ini didasarkan atas pertimbangan geopolitik dan strategi militer. Sebab, jalur sepanjang Pakuan banyak dilalui aliran sungai besar yakni Sungai Ciliwung dan Cisadane. Oleh sebab itu, kota-kota pelabuhan yang ramai ketika itu akan mudah terkontrol dengan baik seperti Bekasi, Karawang, Kelapa, Tanggerang dan Mahaten atau Banten Sorasoan…” Demikianlah, waktu berlalu, kerajaan-demi kerajaan tumbuh, berkembang, mengalami masa kejayaan, runtuh, timbul kerajaan baru. Kedudukan Bekasi tetap menempati posisi strategis dan tercatat dalam sejarah masing-masing kerajaan (terakhir tercatat dalam sejarah, kerajaan yang menguasai Bekasi adalah Kerajaan Sumedanglarang, yang menjadi bagian dari Kerajaan Mataram). Bahkan bukti-bukti mengenai keberadaan kerajaan ini sampai sekarang masih ada, misalnya: ditemukannya makam Wangsawidjaja dan Ratu Mayangsari (batu nisan), makam Wijayakusumah serta sumur mandinya yang terdapat di kampung Ciketing, Desa Mustika Jaya, Bantargebang. Dimana baik batu nisan maupun kondisi sumur serta bebatuan sekitarnya, menunjukkan bahwa usianya parallel dengan masa Kerajaan Sumedanglarang. Demikian pula penemuan rantai di Kobak Rante, Desa Sukamakmur, Kecamatan Sukakarya (konon katanya, daerah Kobak Rante adalah daerah pinggir sungai yang cukup besar, hingga mampu dilayari kapal. Jalur ini sering digunakan patroli kapal dari Sumedanglarang. Masa Hindia Belanda Pada masa ini masuk ke dalam Regentschap Meester Cornelis, yang terbagi atas empat district, yaitu Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi dan Cikarang. District Bekasi, pada masa penjajahan Belanda dikenal sebagai wilayah pertanian yang subur, yang terdiri atas tanah-tanah partikelir, system kepemilikan tanahnya dikuasai oleh tuan-tuan tanah (kaum partikelir), yang terdiri dari pengusaha Eropa dan para saudagar Cina. Di atas tanah partikelir ini ditempatkan Kepala Desa atau Demang, yang diangkat oleh Residen dan digaji oleh tuan tanah. Demang ini dibantu oleh seorang Juru Tulis, para Kepala Kampung, seorang amil, seorang pencalang (pegawai politik desa), seorang kebayan (pesuruh desa), dan seorang ulu-ulu (pengatur pengairan). Untuk mengawasi tanah, para tuan tanah mengangkat pegawai atau pembantu dekatnya, disebut potia atau lands opziener. Potia biasanya keturunan Cina, yang diangkat oleh tuan tanah. Tugas potia adalah mengawasi para pekerja, serta mewakili tuan tanah apabila tidak ada ditempat. Disamping itu ada juga Mandor yang menguasai suatu wilayah, disebut wilayah kemandoran. Dalam praktik sehari-hari, mandor sangatlah berkuasa, sering kali tindakannya terhadap para penggarap melampaui batas-batas kemanusiaan. Para penggarap adalah pemilik tanah sebelumnya, yang tanahnya dijual pada tuan tanah. Orang yang diangkat mandor biasanya dari para jagoan atau jawara yang ditakuti oleh para penduduk. Distrik Bekasi terkenal subur yang produktif, hasilnya lebih baik jika dibandingkan dengan distrik-distrik lain di Batavia, distrik Bekasi rata-rata mencapai 30-40 pikul padi setiap bau, sedangkan distrik lain hanya mampu menghasilkan padi 15-30 pikul setiap bau’nya. Namun yang menikmati hasil kesuburan tanah Bekasi adalah Sang tuan tanah, bukanlah rakyat Bekasi. Rakyat Bekasi tetap kekurangan, dalam kondisi yang serba sulit, sering kali muncul tokoh pembela rakyat kecil, semisal Entong Tolo, seorang kepala perambok yang selalu menggasak harta orang-orang kaya, kemudian hasilnya dibagikan kepada rakyat kecil, karenanya rakyat sangat menghormati dan melindungi keluarga Entong Tolo, Sang Maling Budiman, Robin Hood’nya rakyat Bekasi. Di hampir semua wilayah Bekasi memiliki cerita sejenis, dengan versi dan nama tokoh yang berbeda. Hal ini juga, yang mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat Bekasi, terhadap sesuatu yang berhubungan dengan ke’jawara’an. Setelah Entong Tolo ditangkap dan dibuang ke Manado, tahun 1913 di Bekasi muncul organisasi Sarekat Islam (SI) yang banyak diminati masyarakat yang sebagian besar petani. Berbeda dengan di daerah lain, kepengurusan SI Bekasi didominasi oleh kalangan pedagang, petani, guru ngaji, bekas tuan tanah dan pejabat yang dipecat oleh Pemerintah Hindia Belanda, serta para jagoan yang dikenal sebagai rampok budiman. Karena jumlah yang cukup banyak, SI Bekasi kemudian menjadi kekuatan yang dominan ketika berhadapan dengan para tuan tanah. Antara 1913-1922, SI Bekasi menjadi penggerak berbagai protes sebagai upaya penentangan terhadap berbagai penindasan terhadap petani, misalnya pemogokkan kerja paksa (rodi), protes petani di Setu (1913) sampai pemogokkan pembayaran “cuka” (1918). Masa Pendudukan Jepang Kedatangan Jepang di Indonesia bagi sebagian besar kalangan rakyat, memperkuat anggap eksatologis ramalan Jayabaya (buku “Jangka Jayabaya”, mengungkapkan:”…suatu ketika akan datang bangsa kulit kuning dari utara yang akan mengusir bangsa kulit putih. Namun, ia hanya akan memerintah sebentar yakni selama ‘seumur jagung’, sebagai Ratu Adil yang kelak akan melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan…” Pada awalnya, penaklukan Jepang terhadap Belanda disambut dengan suka cita, yang dianggap sebagai pembebas dari penderitaan. Rakyat Bekasi menyambut dengan kegembiraan, dan semakin meluap ketika Jepang mengijinkan pengibaran Sang Merah Putih dan dinyanyikannya lagu Indonesia Raya. Namun kegembiraan rakyat Bekasi hanya sekejap, selang seminggu pemerintah Jepang mengeluarkan larangan pengibaran Sang Merah Putih dan lagu Indonesia Raya. Sebagai gantinya Jepang memerintahkan seluruh rakyat Bekasi mengibarkan bendera “Matahari Terbit” dan lagu “Kimigayo”. Melalui pemaksaan ini, Jepang memulai babak baru penindasan, yang semula dibanggakan sebagai “saudara tua”. Kekejaman tentara Jepang semakin kentara, ketika mengintruksikan agar seluruh rakyat Bekasi berkumpul di depan kantor tangsi polisi, untuk menyaksikan hukuman pancung terhadap penduduk Telukbuyung bernama Mahbub, yang ditangkap karena diduga sebagai mata-mata Belanda dan menjual surat tugas perawatan kuda-kuda militer Jepang. Hukum pancung ini sebagai shock theraphy agar menimbulkan efek jera dan ketakutan bagi rakyat Bekasi. Bala tentara Jepang juga memberlakukan ekonomi perang, padi dan ternak yang ada di Bekasi Gun dicatat, dihimpun dan wajib diserahkan kepada penguasa militer Jepang. Bukan saja untuk keperluan sehari-hari tetapi juga untuk keperluan jangka panjang, dalam rangka menunjang Perang Asia Timur Raya. Akibatnya, rakyat Bekasi mengalami kekurangan pangan, keadaan ini makin diperparah dengan adanya “Romusha” (kerja rodi). Pemerintah militer Jepang juga melakukan penetrasi kebudayaan dengan memaksa para pemuda Bekasi untuk belajar semangat bushido (spirit of samurai), pendewaan Tenno Haika (kaisar Jepang). Para pemuda dididik melalui kursus atau dengan melalui pembentukan Seinendan, Keibodan, Heiho dan tentara Pembela Tanah Air (PETA), yang kemudian langsung ditempatkan kedalam organisasi militer Jepang. Selain organisasi bentukan Jepang, pemuda Bekasi mengorganisasikan diri dalam organisasi non formal yaitu Gerakan Pemuda Islam Bekasi (GPIB), yang didirikan pada tahun 1943 atas inisiatif para pemuda Islam Bekasi yang setiap malam Jum’at mengadakan pengajian di Masjid Al –Muwahiddin, Bekasi, para anggotanya terdiri atas pemuda santri, pemuda pendidikan umum dan pemuda “pasar” yang buta huruf. Awalnya GPIB dipimpin oleh Nurdin, setelah ia meninggal 1944, digantikan oleh Marzuki Urmaini. Hingga awal kemerdekaan BPIB memiliki anggota yang banyak, markasnya di rumah Hasan Sjahroni, di daerah pasar Bekasi, banyak anggotanya kemudian bergabung ke-BKR dan badan perjuangan yang dipimpin oleh KH Noer Alie. GPIB banyak memiliki Cabang antara lain, GPIB Pusat Daerah Bekasi (Marzuki Urmaini dan Muhayar), GPIB Daerah Ujung Malang (KH Noer Alie), GPIB Daerah Tambun (Angkut Abu Gozali, GPIB Kranji (M. Husein Kamaly) dan GPIB Cakung (Gusir) berdirinya kabupaten Bekasi. Berdasarkan aturan hukum pada saat itu dan melihat kegigihan rakyat memperjuangkan aspirasinya untuk membentuk suatu pemerintahan tersendiri, setingkat Kabupaten, mulailah para tokoh dan rakyat Bekasi berjuang agar pembentukan tersebut dapat terealisasikan. Awal tahun 1950, para pemimpin rakyat diantaranya R. Soepardi, KH Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini membentuk “Panitia Amanat Rakyat Bekasi”, dan mengadakan rapat raksasa di Alun-alun Bekasi (17 Januari 1950), yang dihadiri oleh ribuan rakyat yang datang dari pelbagai pelosok Bekasi, dihasilkan beberapa tuntutan yang terhimpun dalam “Resolusi 17 Januari”, yang antara lain menuntut agar nama Kabupaten Jatinegara diubah menjadi Kabupaten Bekasi, tuntutan itu ditandatangani oleh Wedana Bekasi (A. Sirad) dan Asisten Wedana Bekasi (R. Harun). Pasca Kemerdekaan Indonesia Usulan tersebut akhirnya mendapat tanggapan dari Mohammad Hatta, dan menyetujui penggantian nama “Kabupaten Jatinegara” menjadi “Kabupaten Bekasi”, persetujuan ini semakin kuat dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 14 Tahun 1950 yang ditetapkan tanggal 8 Agustus 1950 tentang Pembentukan Kabupaten-kabupaten di lingkungan Provinsi Jawa Barat, serta memperhatikan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1950 tentang berlakunya undang-undang tersebut, maka Kabupaten Bekasi secara resmi terbentuk pada tanggal 15 Agustus 1950, dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri, sebagaimana diatur oleh Undang-undang Pemerintah Daerah pada saat itu, yaitu UU No.22 Tahun 1948. Selanjutnya, ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Bekasi, bahwa tanggal 15 Agustus 1950 sebagai hari jadi kabupaten. Status ini dikukuhkan dengan UU Nomor 14 Tahun 1950 mengenai pembentukan Kabupaten Bekasi, dengan wilayah yang terdiri dari empat kewedanan, 13 kecamatan dan 95 desa. Kecamatan Cibarusah (dulunya mencakup Serang Baru dan Bojongmangu), serta beberapa desa seperti Jatisampurna, Awirangan, dan Taman Rahayu yang sebelumnya merupakan bagian dari Kawedanan Tjibaroesa, Kabupaten Bogor dilimpahkan ke Kabupaten Bekasi pada tahun 1950. Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (Jalan Ir. H Juanda), yang kemudian pada tahun 1982 gedung perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi dipindahkan ke Pondok Gede, Bekasi seiring dengan pembentukan Kota Administrasi Bekasi. Kewedanan yang ada di Bekasi pada tahun 1950 adalah: Kewedanan Bekasi Kecamatan Bekasi terdiri atas 9 desa Kecamatan Babelan terdiri atas 6 desa Kecamatan Cilincing terdiri atas 3 desa Kecamatan Pondok Gede terdiri atas 7 desa Kecamatan Cakung terdiri atas 3 desa Kewedanan Tambun Kecamatan Tambun terdiri atas 8 desa Kecamatan Setu terdiri atas 9 desa Kecamatan Cibitung terdiri atas 7 desa Kewedanan Cikarang Kecamatan Cikarang terdiri atas 7 desa Kecamatan Lemahabang terdiri atas 8 desa Kecamatan Kedungwaringin terdiri atas 7 desa Kewedanan Serengseng Kecamatan Sukatani terdiri atas 9 desa Kecamatan Pebayuran terdiri atas 6 desa Kecamatan Cabangbungin terdiri atas 5 desa Dari tahun 1950 hingga 1963, tidak akan ada perubahan dalam jumlah kecamatan yang ada di kabupaten Bekasi. Baru pada tahun 1963, seiring dengan kebijakan penghapusan struktur kawedanan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 1963, sebagian wilayah Kawedanan Tjibaroesa masuk wilayah Kabupaten Bogor digabungkan dengan Kabupaten Bekasi, seperti Kecamatan Cibarusah, dan beberapa desa lainnya. Kemudian tahun 1980, dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 1980 yang memekarkan Kecamatan Serang (sekarang berubah nama menjadi Serang Baru) dari Kecamatan Cibarusah. Hal ini disusul dengan PP Nomor 48 Tahun 1981 yang memekarkan Kecamatan Bekasi menjadi empat bagian di bawah Kota Administrasi Bekasi, serta PP Nomor 53 tahun 1981 yang memekarkan Kecamatan Muaragembong dari Cabangbungin, Kecamatan Tambelang dari Sukatani, dan Kecamatan Bantargebang dimekarkan dari Setu. Dengan demikian pada tahun 1981, Kabupaten Bekasi memiliki 20 Kecamatan. 4 di bawah Kota Administasi Bekasi, dan 16 langsung di bawah Kabupaten Bekasi. Perubahan berikutnya terjadi pada tahun 1992, Kecamatan Kedungwaringin dimekarkan dari Cikarang dan Lemahabang (sekarang Cikarang Timur), dan Kecamatan Jatiasih dari Pondokgede melalui PP Nomor 3 tahun 1992. Dengan demikian pada tahun 1992, Kabupaten Bekasi memiliki 22 Kecamatan. 4 di bawah Kota Administasi Bekasi, dan 18 langsung di bawah Kabupaten Bekasi. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1996 memindahkan tiga kecamatan ke dalam kota administrasi Bekasi, yakni kecamatan Pondokgede, Jatiasih, dan Bantargebang, sekaligus memisahkan kota tersebut, dengan sebutan Kotamadya, dari Kabupaten Bekasi. Oleh sebab itu pada tahun 1996 sisa dari Kabupaten Bekasi terbagi ke dalam 15 Kecamatan dengan 187 desa. Selanjutnya dengan terjadinya reformasi, penambahan kecamatan dan kelurahan dilakukan melalui peraturan daerah. Dengan diberlakukannya Perda No. 26 Tahun 2000, maka Kabupaten Bekasi dimekarkan menjadi 23 Kecamatan, dengan jumlah desa tetap 187 desa. Beberapa kecamatan juga diubah namanya. Jumlah kecamatan ini belum berubah hingga sekarang. Daftar Kecamatan per Kewedanan di Kota dan Kabupaten Bekasi Kewedanan Bekasi Kecamatan Babelan Kecamatan Tarumajaya, dahulu Kecamatan Cilincing Kewedanan Tambun Kecamatan Setu Kecamatan Tambun Utara, dimekarkan dari Kecamatan Tambun Kecamatan Tambun Selatan, dimekarkan dari Kecamatan Tambun Kecamatan Cibitung Cikarang Barat, dimekarkan dari Kecamatan Cibitung dan sebagian Setu. Kewedanan Cibarusah Kecamatan Cikarang Utara, berubah nama dari Cikarang Kecamatan Karangbahagia, dimekarkan dari Cikarang Kecamatan Cikarang Timur, dahulu bernama kecamatan Lemahabang. Kecamatan Kedungwaringin, dimekarkan dari Lemahabang dan Cikarang Kecamatan Cibarusah Kecamatan Serang Baru, dahulu bernama Serang saja dan dimekarkan dari Kecamatan Cibarusah Kecamatan Bojongmanggu, dimekarkan dari Kecamatan Cibarusah Kecamatan Cikarang Pusat, dimekarkan dari Kecamatan Lemahabang dan Cibarusah Kecamatan Cikarang Selatan, dimekarkan dari Serang Kewedanan Serengseng Kecamatan Sukatani Kecamatan Tambelang, dimekarkan dari Kecamatan Sukatani Kecamatan Pebayuran Kecamatan Cabangbungin Kecamatan Muaragembong, dimekarkan dari Cabangbungin Kecamatan Sukakarya Kecamatan Sukawangi Mulai tahun 2004, Pemerintahan Kabupaten Bekasi dipindahkan ke Cikarang Pusat, Kota Deltamas dengan tujuan untuk memeratakan pembangunan di daerah timur Bekasi. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi pada tahun 2004 mencapai 1.950.209 jiwa. Bila dilihat dari rasio penduduk berdasarkan kelamin adalah 1,04 banding 1,00, dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 996.150 jiwa dan perempuan 954.054 jiwa. Adapun laju pertumbuhan penduduk hasil perhitungan sensus tahun 2000 sebesar 4,23 % terdiri dari migrasi 2,33 % dan alamiah 1,90%. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Bekasi bertambah menjadi 2.027.902 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,98% dari tahun sebelumnya.Penduduk bekasi mayoritas merupakan pendatang sehingga tak heran jika banyak budaya nya pn telah banyak berakulturasi. Pada tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Bekasi mencapai 3.899.112 jiwa. Tahun 2014, jumlah penduduk Kabupaten Bekasi menjadi 3.112.698 jiwa atau naik 120.586 jiwa dari tahun 2013. Penduduk berjenis kelamin laki-laki adalah 1.592.588 jiwa dan penduduk berjenis kelamin perempuan 1.530.110 jiwa pada tahun 2014.Dengan luas wilayah 127.388 hektar, tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bekasi mencapai 2.451 jiwa per km2. Kecamatan dengan penduduk tertinggi ialah Tambun Selatan dengan jumlah penduduk mencapai 486.041 jiwa atau 16 persen dari total penduduk Kabupaten Bekasi pada tahun 2014. Kecamatan dengan penduduk terendah ialah Bojongmangu dengan jumlah penduduk 25.587 jiwa pada tahun 2014. Geografi Sebagian besar wilayah Bekasi adalah dataran rendah dengan bagian selatan yang berbukit-bukit. Ketinggian lokasi antara 0 – 135 meter dan kemiringan 0 – 25%. Kabupaten Bekasi yang terletak di sebelah Utara Provinsi Jawa Barat dengan mayoritas daerah merupakan dataran rendah, 72% wilayah Kabupaten Bekasi berada pada ketinggian 0-25 meter di atas permukaan air laut. Sementara wilayah selatan yang berbatasan langsung dengan Jonggol, Bogor berada di ketinggian 100-135 meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan karakteristik topografinya, sebagian besar Kabupaten Bekasi masih memungkinkan untuk dikembangkan untuk kegiatan budidaya,Terutama untuk budidaya ikan di tambak ataupun untuk budidaya hewan domestik seperti ayam dan kambing. Indonesia yang hanya mencapai 6,01% dan 5,48%. Jenis tanah di Kabupaten Bekasi diklasifikasikan dalam tujuh kelompok. Kelompok yang paling layak untuk pengembangan pembangunan memiliki luas sekitar 16.682,25 Ha (81,25%), yang terdiri dari jenis asosiasi podsolik kuning dan hidromorf kelabu; komplek latosol merah kekuningan, latosol coklat, dan podsolik merah; aluvial kelabu tua; asosiasi glei humus dan alluvial kelabu; dan asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan, dan laterit. Klasifikasi cukup layak seluas 3.745,04 Ha (18,24%), terdiri dari jenis tanah asosiasi alluvial kelabu dan alluvial coklat kekelabuan. Sisanya sekitar 104,71 Ha (0,51%) dari jenis podsolik kuning merupakan areal yang kurang layak untuk pembangunan. Ditinjau dari tekstur tanahnya, sebagian besar wilayah ini memiliki tekstur tanah halus sekitar 15.555,04 Ha (75,76%) dan bertekstur sedang sekitar 4.755,21 Ha (23,16%) berada di sebelah utara dan sebelah selatan yakni, sedangkan sisanya sekitar 221,75 Ha atau 1,08% bertekstur kasar berada di sebelah barat. Tingkat kepekaan tanah terhadap erosi cukup baik/stabil. Tingkat kepekaan ini diklasifikasikan tiga bagian yakni stabil (tidak peka), peka, dan sangat peka. Sekitar 17.220,19 Ha (83,87%) dari luas lahan merupakan lahan stabil yang layak untuk dikembangkan untuk berbagai macam kegiatan perkotaan. Seluas 3.127,02 Ha (15,23%) dari lahanya memiliki kondisi peka dan masih cukup layak untuk dibangun. Sedangkan di bagian selatan, lahnnya sangat peka terhadap erosi yakni sekitar 184,79 Ha (0,9%), kurang layak untuk dikembangkan. Adanya beberapa sungai yang melewati wilayah Kabupaten Bekasi merupakan potensi sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di Kabupaten Bekasi terdapat enam belas aliran sungai besar dengan lebar berkisar antara 3 sampai 80 meter, yaitu sebagai berikut Sungai Citarum, Sungai Bekasi, Sungai Cikarang, Sungai Ciherang, Sungai Belencong, Sungai jambe, Sungai Sadang, Sungai Cikedokan, Sungai Ulu, Sungai Cilemahabang, Sungai Cibeet, Sungai Cipamingkis, Sungai Siluman, Sungai Serengseng, Sungai Sepak dan Sungai Jaeran. Selain itu, terdapat 13 situ yang tersebar di beberapa kecamatan dengan luas total 3 Ha sampai 40 Ha, yaitu Situ Tegal Abidin, Bojongmangu, Bungur, Ceper, Cipagadungan, Cipalahar, Ciantra, Taman, Burangkeng, Liang Maung, Cibeureum, Cilengsir, dan Binong. Saat ini kebutuhan air di Kabupaten Bekasi dipenuhi dari 2 (dua) sumber, yaitu air tanah dan air permukaan. Air tanah dimanfaatkan untuk pemukiman dan sebagian industri. Kondisi air tanah yang ada di wilayah Kabupaten Bekasi sebagian besar merupakan air tanah dangkal yang berada pada kedalaman 5 – 25 meter dari permukaan tanah, sedangkan air tanah dalam pada umumnya didapat pada kedalaman antara 90 – 200 meter. Air permukaan, seperti sungai, dimanfaatkan oleh PDAM untuk disalurkan kepada konsumennya, baik permukiman maupun industri. Adapun satu-satunya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bagi Kabupaten Bekasi terletak di Burangkeng, Setu, Bekasi. Pemerintahan Kabupaten Bekasi dipimpin oleh bupati Hj. Neneng Hasanah Yasin dan wakil bupati H. Rohim Mintareja yang dicalonkan oleh fraksi Golkar, yang memerintah dari tahun 2012. Neneng Hasanah Yasin adalah calon dari Partai Golkar dan H. Rohim Mintareja dari partai Demokrat. Neneng Hasanah Yasin adalah anggota DPRD jawa barat. Rohim Mintareja adalah anggota DPRD Kab. Bekasi dari Dapil DPRD Kab. Bekasi 1 yang bertugas di Komisi C. Pasangan ini cukup kuat di daerah Pebayuran, Tambun, Cibitung, Cikarang Barat, Cibarusah, terkecuali di Cikarang Selatan yang mayoritas memilih pasangan Darip Maulana dan Jejen Sayuti. Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Wacana Pemekaran Daerah Provinsi Pakuan Bhagasasi Beberapa Kabupaten/Kota yang membentuk Provinsi baru ini meliputi : Kabupaten Karawang Kota Karawang Kabupaten Bekasi Kota Bekasi (Ibu Kota) Kota Cikampek Kota Cikarang Kabupaten Bekasi Utara Kabupaten Bogor Timur Kota Depok Demografi Suku bangsa Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk Kabupaten Bekasi adalah pendatang beretnis Betawi, dengan jumlah signifikan suku aslinya yaitu suku Sunda. Sebagian lagi berasal dari suku Jawa, Sunda Banten, Batak, Minangkabau, dan suku bangsa lainnya. Keberagaman suku bangsa di Kabupaten Bekasi memengaruhi perbedaan budaya dan adat istiadat masyarakat. Berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Bekasi berdasarkan suku bangsa pada Sensus Penduduk tahun 2000; Pendidikan Sekolah Taman kanak-kanak berjumlah 241 Sekolah Dasar Negeri berjumlah 700 Sekolah Dasar Swasta berjumlah 65 Madrasah Ibtidaiyah berjumlah 156 SLTP Negeri berjumlah 54 SLTP Swasta berjumlah 124 Madrasah Tsanawiyah berjumlah:114 SLTA Negeri berjumlah 20 SLTA Swasta berjumlah 60 Madrasah Aliyah berjumlah 34 SLB berjumlah 5 Sekolah Tinggi/Universitas berjumlah 15 Transportasi Kereta Api Indonesia (KAI) KAI Commuter Lin Cikarang Lin Walahar dan Jatiluhur LRT Jabodebek Lin Bekasi Angkutan kota KOASI wilayah Kabupaten Bekasi dan beberapa rute menghubungkan wilayah Kota Bekasi menuju Terminal Bekasi. Stasiun kereta api Kabupaten Bekasi memiliki satu stasiun utama di kabupaten tersebut, yaitu Stasiun Cikarang yang melayani beberapa layanan kereta api antarkota beserta komuter KRL Commuter Line dimana stasiun ini merupakan stasiun ujung bagi Commuter Line Cikarang. Stasiun lainnya di Kabupaten Bekasi adalah Stasiun , , yang hanya melayani kereta api komuter, sedangkan Stasiun beserta diperuntukkan bagi layanan kereta api lokal . Perekonomian Perekonomian Kabupaten Bekasi ditopang oleh sektor pertanian, perdagangan dan perindustrian. Banyak industri manufaktur yang terdapat di Bekasi, diantaranya kawasan industri Jababeka, Greenland International Industrial Center (GIIC), Kota Deltamas Kota Deltamas, EJIP, Delta Silicon, MM2100, BIIE dan sebagainya. Kawasan-kawasan industri tersebut kini digabung menjadi sebuah Zona Ekonomi Internasional (ZONI) yang memiliki fasilitas khusus di bidang perpajakan, infrastruktur, keamanan dan fiskal. Pertambangan Minyak bumi. Beberapa sumur minyak bumi yang telah dieksplorasi terdapat di Bekasi bagian utara. Salah satunya terdapat di Babelan, Gabus, Muaragembong, Cabangbungin dan Tambun. Produksi minyak mentah dari sumur minyak bumi di Tambun mencapai 6.126 barel per hari. Gas alam. Gas alam terdapat di Bekasi bagian selatan. Sumur gas yang sudah berproduksi sejak tahun 2004 berjumlah enam buah. Sumur-sumur gas tersebut terdapat di Blok Jatirarangon yang meliputi wilayah Cikarang Selatan dan Cikarang Pusat. Cadangan gas alam di Blok Jatirarangon diperkirakan sebesar 56,7 miliar kaki kubik. Selain itu sumur gas nomor 3 juga menghasilkan minyak bumi dengan debit 90 barel per hari. Lihat pula Gedung Juang Tambun Kali Bekasi Kota Bekasi Kabupaten Karawang Jawa Barat Daerah Khusus Ibukota Jakarta Stasiun Tambun Stasiun Metland Telaga Murni Stasiun Cikarang Stasiun Lemah Abang Stasiun Kedunggedeh PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi I Jakarta Referensi Pranala luar DAS Bekasi Bekasi Bekasi
4057
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Bogor
Kota Bogor
Bogor (, ) adalah sebuah kota yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak 59 km di sebelah selatan Jakarta, dan merupakan enklave Kabupaten Bogor. Pada pertengahan tahun 2023, jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak 1.122.772 jiwa, dengan kepadatan 10.001 jiwa/km². Kota Bogor dikenal dengan julukan Kota Hujan, karena memiliki curah hujan yang lumayan sangat tinggi. Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan. Pada masa Kolonial Belanda, Kota Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg yang berarti tanpa kecemasan atau aman tentram. Sejarah Kerajaan Tarumanagara Pada awal abad ke-5 Masehi, Kota Bogor merupakan pusat Kerajaan Tarumanagara dengan raja yang bernama Purnawarman. Beberapa kerajaan lainnya lalu memilih untuk bermukim di tempat yang sama dikarenakan daerah pegunungannya yang secara alamiah membuat lokasi ini mudah untuk bertahan terhadap ancaman serangan, dan di saat yang sama adalah daerah yang subur serta memiliki akses yang mudah pada sentra-sentra perdagangan saat itu. Kerajaan Sunda Di antara prasasti-prasasti yang ditemukan di Kota Bogor tentang kerajaan silam, salah satu prasasti tahun 1533 menceritakan kekuasaan Prabu Surawisesa dari Kerajaan Sunda. Kerajaan Sunda yang memiliki ibukota di Pajajaran diyakini terletak di Kota Bogor, dan menjadi pusat pemerintahan Prabu Siliwangi yang dinobatkan pada 3 Juni 1482. Hari penobatannya ini diresmikan sebagai Hari Jadi Kota Bogor dan Kabupaten Bogor pada tahun 1973 dan diperingati setiap tahunnya hingga saat ini. Zaman Kolonial Belanda Setelah penyerbuan tentara Banten, catatan mengenai Kota Pakuan hilang, dan baru ditemukan kembali oleh ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeeck pada tahun 1687. Mereka melakukan penelitian atas Prasasti Batutulis dan beberapa situs lainnya, dan menyimpulkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran terletak di Kota Bogor. Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff membangun Istana Bogor seiring dengan pembangunan Jalan Raya Daendels yang menghubungkan Jakarta dengan Bogor. Bogor direncanakan sebagai sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal. Dengan pembangunan-pembangunan ini, wilayah Bogor pun mulai berkembang. Setahun kemudian, van Imhoff menggabungkan 9 distrik (Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Dramaga, dan Kampung Baru) ke dalam satu pemerintahan yang disebut Regentschap Kampung Baru Buitenzorg. Di kawasan itu van Imhoff kemudian membangun sebuah Istana Gubernur Jenderal. Dalam perkembangan berikutnya, nama Buitenzorg dipakai untuk menunjuk wilayah Puncak, Telaga Warna, Megamendung, Ciliwung, Muara Cihideung, hingga puncak Gunung Salak, dan puncak Gunung Gede. Pada masa pendudukan Inggris, yang menjadi Gubernur Jendralnya adalah Thomas Stamford Raffles, beliau cukup berjasa dalam mengembangkan Kota Bogor, dimana Istana Bogor direnovasi dan sebagian tanahnya dijadikan Kebun Raya (Botanical Garden), beliau juga mempekerjakan seorang arsitek yang bernama Carsens yang menata Bogor sebagai tempat peristirahatan yang dikenal dengan Buitenzorg. Pada tahun 1903, terbit Undang-undang Desentralisasi yang bertujuan menghapus sistem pemerintahan tradisional diganti dengan sistem administrasi pemerintahan modern sebagai realisasinya dibentuk Staadsgemeente diantaranya adalah. 1. Gemeente Batavia (S. 1903 No.204) 2. Gemeente Meester Cornelis (S. 1905 No.206) 3. Gemeente Buitenzorg (S. 1905 No.208) 4. Gemeente Bandoeng (S. 1906 No.121) 5. Gemeente Cirebon (S. 1905 No.122) 6. Gemeente Soekabumi (S. 1914 No.310) (Regerings-Almanak Voor Nederlandsch Indie 1928 : 746-748) Pembentukan Gemeente tersebut bukan untuk kepentingan penduduk Pribumi tetapi untuk kepentingan orang-orang Belanda dan masyarakat Golongan Eropa dan yang dipersamakan (yang menjadi Burgermeester atau Wali kota dari Staatsgemeente Buitenzoorg selalu orang-orang Belanda dan baru tahun 1940 diduduki oleh orang Bumiputra yaitu Mr. Soebroto). Pada tahun 1922 sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap peran desentralisasi yang ada, maka terbentuklah Bestuursher Voorings Ordonantie atau Undang-undang perubahan tata Pemerintahan Negeri Hindia Belanda (Staatsblad 1922 No. 216), sehinga pada tahun 1922 terbentuklah Regentschaps Ordonantie (Ordonantie Kabupaten) yang membuat ketentuan-ketentuan daerah Otonomi Kabupaten (Staatsblad 1925 No. 79). Provinsi Jawa Barat dibentuk pada tahun 1925 (Staatsblad 1924 No. 378 bij Propince West Java) yang terdiri dari 5 Keresidenan, 18 Kabupaten (Regentscape) dan Kotapraja (Staads Gemeente), dimana Buitenzorg (Bogor) salah satu Staads Gemeente di Provinsi Jawa Barat di bentuk berdasarkan (Staatsblad 1905 No. 208 jo. Staatsblad 1926 No. 368), dengan prinsip Desentralisasi Modern, dimana kedudukan Burgermeester menjadi jelas. Pada masa pendudukan Jepang kedudukan pemerintahan di Kota Bogor menjadi lemah karena pemerintahan dipusatkan pada tingkat keresidenan yang berkedudukan di Kota Bogor, pada masa ini nama-nama lembaga pemerintahan berubah namanya yaitu: Keresidenan menjadi Syoeoe, Kabupaten/Regenschaps menjadi Ken, Kota/Staads Gemeente menjadi Si, Kewedanaan menjadi/Distrik menjadi Gun, Kecamatan/Under Districk menjadi Soe dan desa menjadi Koe. Setelah kemerdekaan Pada masa setelah kemerdekaan, yaitu setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, terjadi upaya pemisahan secara lebih tegas antara pemerintahan kota dengan kabupaten di Bogor, terlebih setelah peleburan Kawedanan Mandiri Jonggol pada 1950 (kemudian dibubarkan total pada tahun 1963 berdasarkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 1963) menjadi otonomi dibawah kabupaten, membuat nomenklatur Kota Bogor berubah namanya menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarakan Udang-undang Nomor 16 Tahun 1950. Selanjutnya pada tahun 1957 nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai dengan Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1957, kemudian dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 berubah kembali menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 1995, terjadi pemekaran wilayah Kotamadya Bogor yang menyebabkan perubahan batas-batas wilayah antara Kabupaten dan Kotamadya, beberapa desa dari kecamatan sekitar yang menjadi bagian Kotamadya Bogor adalah Kecamatan Ciomas (masih berdiri hingga kini), dari 25 desa yang ada terdapat 6 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain: Desa Cikaret Desa Pasir Jaya Desa Pasir Kuda Desa Pasir Mulya Desa Gunung Batu Desa Loji Kecamatan Dramaga (masih berdiri hingga kini), dari 15 desa yang ada terdapat 5 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain: Desa Sindang Barang Desa Bubulak Desa Margajaya Desa Balumbang Jaya Desa Situ Gede Kecamatan Semplak (dihilangkan status kecamatannya, sebagian wilayah menjadi bagian Kec. Bogor Barat, Tanah Sareal, Kemang, dan Sukaraja), dari 21 desa yang ada terdapat 10 desa masuk wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain: Desa Cilendek Barat Desa Cilendek Timur Desa Curug Desa Curug Mekar Desa Semplak Desa Kayu Manis Desa Mekar Wangi Desa Kencana Desa Sukadamai Desa Sukaresmi Kecamatan Kedung Halang (dihilangkan status kecamatannya, sebagian wilayah menjadi bagian Kec. Bogor Utara, Bogor Timur, Tanah Sareal, dan Sukaraja), dari 19 desa yang ada terdapat 8 desa masuk wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain: Desa Katulampa Desa Cimahpar Desa Tanah Baru Desa Ciluar Desa Ciparigi Desa Kedung Halang Desa Kedung Badak Desa Kedung Waringin Kecamatan Ciawi (masih berdiri hingga kini), dari 24 desa yang ada terdapat 11 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain: Desa Cipaku Desa Pakuan Desa Tajur Desa Sindangrasa Desa Sindangsari Desa Muarasari Desa Harjasari Desa Bojongkerta Desa Rancamaya Desa Kertamaya Desa Genteng Kecamatan Cijeruk (masih berdiri hingga kini), dari 21 desa yang ada terdapat 3 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain: Desa Mulyaharja Desa Ranggamekar Desa Pamoyanan Dengan diberlakukanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor diubah menjadi Kota Bogor. Hal ini juga berlaku pada seluruh wilayah lainnya yang ada di Indonesia. Geografis Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT–106°51’00”BT dan 30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 km. Batas Wilayah Iklim Seperti wilayah lain di Indonesia, Bogor memiliki iklim tropis dengan tipe Hutan Hujan Tropis. Kondisi iklim di Kota Bogor suhu rata-rata tiap bulan 26 °C dengan suhu terendah 21,8 °C dan suhu tertinggi 30,4 °C. Kelembaban udara ≥70%, curah hujan rata-rata setiap tahun di Kota Bogor sangatlah tinggi, yaitu sekitar 3.500–4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Januari, karenanya Kota Bogor dijuluki sebagai "Kota Hujan". Demografi Populasi The New American Cyclopaedia pada 1867 melaporkan bahwa Buitenzorg (nama Bogor pada saat itu) memiliki populasi sebesar 320.756, termasuk 9.530 Etnis Tiongkok, 650 Etnis Eropa, and 23 Etnis Arab. Menurut sensus nasional yang dilakukan pada Mei-Agustus 2010, terdapat 949.066 orang yang tercatat sebagai penduduk di Bogor. Rata-rata kepadatan penduduk adalah sekitar 8.000 orang per km2. Suku bangsa Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk Kota Bogor adalah orang Sunda sebagai pribumi, diikuti oleh Tionghoa, Jawa, Betawi, Batak, Minangkabau, dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kota Bogor berdasarkan suku bangsa pada Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000; Pemerintahan Kecamatan Wali kota Wali kota Bogor berkantor di Balai Kota Bogor yang menjadi pusat pemerintahan resmi Kota Bogor. Pariwisata Kebun Raya Bogor Istana Bogor Prasasti Batutulis Kantor Pos Bogor Cimahpar Integrated Conservation Alun-Alun Kota Bogor Taman Kencana Lapangan Sempur Situ Gede Kuliner Bogor memiliki beberapa makanan khas, antara lain: Soto Bogor Cungkring Doclang Gepuk Karuhun Ikan Balita Asinan Bogor Toge Goreng Roti Unyil Laksa Bogor Lapis Talas Bogor Lumpia Basah Bogor Dodongkal Sementara, minuman yang khas antara lain: Es Pala Bir Kocok Es Sekoteng Es Cincau Hijau Bajigur Bandrek Bogor Kesenian Bogor memiliki beberapa kesenian, antara lain: Wayang bambu Transportasi Kereta Api Indonesia (KAI) KAI Commuter Lin Bogor KA Pangrango Bogor Paledang–Sukabumi Bus BRT Trans Pakuan 1: Bubulak–Cidangiang 2: Bubulak–Ciawi 5: Ciparigi–Stasiun Bogor 6: Parung Banteng–Air Mancur Angkutan kota pengumpan Trans Pakuan TPK-01: Bubulak–Baranangsiang TPK-02: Ciawi–Baranangsiang–Bubulak TPK-03: Ciawi–Suryakancana–Bubulak TPK-04: Ciawi–Ciparigi TPK-05: Ciparigi–Merdeka TPK-06: Ciawi–Warung Jambu TPK-07: Baranangsiang–Belanova Perum PPD JR-07: Tamansari Persada–Blok M Plaza JR-08: Tamansari Persada–Stasiun Juanda JR-09: Stasiun Bogor–Stasiun Juanda JR-10: Stasiun Bogor–Stasiun Manggarai JR-11: Stasiun Bogor–Stasiun Tebet JR-12: Stasiun Bogor–Stasiun Tanah Abang Layanan bus Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta DAMRI: Botani Square–Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta Angkutan kota C-01: Cipinang Gading–Merdeka C-01A: Baranangsiang–Ciawi C-02: Sukasari–Bubulak C-03: Baranangsiang–Bubulak C-04: Warung Nangka–Bogor Trade Mall C-04A: Cihideung–Bogor Trade Mall C-05: Cimahpar–Bogor Trade Mall C-06: Ciheuleut–Bogor Trade Mall C-07: Merdeka–Ciparigi C-07A: Warung Jambu–Air Mancur–Bogor Trade Mall C-08: Warung Jambu–Indrapasta–Bogor Trade Mall C-09: Sukasari–Ciparigi C-10: Bantarkemang–Merdeka C-11: Pajajaran Indah–Pasar Bogor C-12: Cimanggu–Pasar Anyar C-13: Mutiara Bogor–Bogor Trade Mall C-14: Sukasari–Pasir Kuda–Bubulak C-15: Merdeka–Sindangbarang Jero C-16: Stasiun Bogor–Bubulak C-17: Salabenda–Pasar Anyar C-18: Villa Mutiara–Pasar Anyar C-19: Bubulak–Taman Griya Kencana C-20: Bina Marga–Pomad C-21: Mulyaharja–Bogor Trade Mall C-22: Bubulak–Taman Kencana C-23: Pasar Anyar–Taman Griya Kencana C-24: Pasar Anyar–Pondok Rumput C-25: Warung Jambu–Sukasari–Bogor Trade Mall C-26: Villa Mutiara–Merdeka C-27: Buntar–Sukasari C-28: Pabuaran–Bogor Trade Mall C-29: Pabuaran–Merdeka C-30: Bantarjati–Kemang F-02: Sukasari–Cicurug F-02A: Sukasari–Cisarua F-02B: Sukasari–Cibedug F-03: Bogor Trade Mall–Ciapus F-04: Bogor Trade Mall–Rancamaya F-04A: Bogor Trade Mall–Cihideung F-05A: Ciomas–Merdeka F-06: Parung–Merdeka F-06A: Merdeka–Bantarkambing F-07: Pasar Anyar–Bojonggede F-07A: Pasar Anyar–Salabenda F-08: Citeureup–Pasar Anyar F-22: Bubulak-Cilebut Minibus Colt L-300: Bogor–Sukabumi Isuzu Elf: Bogor–Cianjur Bus Miniarta Depok Timur–Baranangsiang Kampung Rambutan–Baranangsiang Terminal Terminal Baranangsiang Terminal Wangun Terminal Bubulak Selain itu, Kota Bogor dilalui oleh Jalur kereta api Manggarai–Padalarang. Stasiun Kota Bogor memiliki 1 stasiun KRL dan 2 stasiun KA Pangrango, diantaranya: Stasiun Bogor Stasiun Bogor Paledang Stasiun Batutulis Selain itu, Kota Bogor juga memiliki 1 stasiun yang sudah berhenti beroperasi, 3 stasiun KA Pangrango, 1 stasiun KRL Commuter Line, dan 1 stasiun LRT Jabodebek yang sedang dalam usulan, yaitu: Stasiun Bogor Nirwana Stasiun Ciomas Stasiun LRT Bogor Raya Stasiun Rancamaya Stasiun Sukaresmi Stasiun Tanjakan Empang Kesehatan Rumah Sakit RSUD Kota Bogor RS dr. H. Marzoeki Mahdi RS Hermina Bogor RSIA Sawojajar RSIA Pasutri Bogor RSU Azra Bogor RSU Bhayangkara Bogor RSU Bogor Medical Centre RSU Islam Bogor RSU Juliana RSU Medika Dramaga RSU Melania RSU Mulia Pajajaran RSU PMI Bogor RSU Salak RSU Ummi RSU Vania Infrastruktur Tempat Ibadah Masjid Agung At-Tohiriyah, Jalan Empang 1 No.1, RT.01/RW.02, Empang, Kec. Bogor Seletan Masjid Raya Bogor, Jalan Raya Pajajaran, Baranangsiang, Kec. Bogor Timur Masjid Al-Mustofa, Jalan Cermai Ujung Blok, Bantarjati, Kec. Bogor Utara Masjid Jami' Al-Juman, Jalan Pahlawan, Bondongan, Kec. Bogor Selatan Masjid Agung Bogor, Jalan Nyi Raja Permas, Cibogor, Kec. Bogor Tengah Masjid Al-Hijri II, Jalan K.H Sholeh Iskandar, Sukadamai, Kec. Tanah Sareal Gereja Batak Karo Protestan Bogor, Jalan Tumapel Ujung, Kedung Jaya, Kec. Tanah Sareal Gereja Methodist Jemaat Immanuel Bogor, Jalan Cincau, Gudang, Kec. Bogor Tengah Gereja Zebaoth Bogor, Jalan Ir. H. Juanda, Paledang, Kec. Bogor Tengah Gereja Katedral Bogor, Jalan Kapten Muslihat, Paledang, Kec. Bogor Tengah Gereja Saint Fransiskus Bogor, Jalan Siliwangi, Bondongan, Kec. Bogor Selatan Gereja Kristen Bogor, Jalan Pengadilan, Pabaton, Kec. Bogor Tengah Gereja Kristus Bogor, Jalan Siliwangi, Sukasari, Kec. Bogor Timur Gereja Sidang Jemaat Allah Bogor, Jalan Suryakencana, Gudang, Kec. Bogor Tengah Gereja HKBP Bogor, Jalan Paledang, Paledang, Kec. Bogor Tengah Gereja Bethel Bogor, Jalan Jenderal Sudirman, Sempur, Kec. Bogor Tengah Klenteng Hok Tek Bio Bogor, Jalan Otto Iskandardinata, Babakan Pasar, Kec. Bogor Tengah Museum dan Perpustakaan Museum Etnobotani Museum Zoologi Bogor Museum Tanah Museum Pembela Tanah Air (PETA) Museum Perjuangan Herbarium Bogoriense Perpustakaan dan Galeri Kota Bogor Tempat Olahraga Stadion Pajajaran, Jalan Kesehatan No.6, Tanah Sereal, RT.04/RW.01, Tanah Sareal, Kec. Tanah Sereal GOR Bogor Utara, RT.01/RW.12, Cimahpar, Kec. Bogor Utara GOR Bogor Selatan, 9R2G+45X, Kertamaya, Kec. Bogor Selatan Pendidikan Kota Bogor memiliki sekitar 1.487 sekolah, 211.456 siswa, dan 13.292 guru. Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor Politeknik AKA Bogor Politeknik Kesehatan Bandung Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hidayah Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Karimiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pandu Madaniyah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Triguna Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Binaniaga Sekolah Tinggi Ilmu Komputer El-Rahma Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Albana Sekolah Tinggi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Bogor Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor Sekolah Tinggi Sandi Negara Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Cakrawala Universitas Bina Sarana Informatika Universitas Djuanda Universitas Ibn Khaldun Bogor Universitas Muhammadiyah Universitas Nusa Bangsa Universitas Pakuan Universitas Terbuka Institut Bisnis dan Informatika Kesatuan Sekolah menengah atas pertama (SMPN) SMP Negeri 1 Bogor SMP Negeri 2 Bogor SMP Negeri 3 Bogor SMP Negeri 4 Bogor SMP Negeri 5 Bogor SMP Negeri 6 Bogor SMP Negeri 7 Bogor SMP Negeri 8 Bogor SMP Negeri 9 Bogor SMP Negeri 10 Bogor SMP Negeri 11 Bogor SMP Negeri 12 Bogor SMP Negeri 13 Bogor SMP Negeri 14 Bogor SMP Negeri 15 Bogor SMP Negeri 16 Bogor SMP Negeri 17 Bogor SMP Negeri 18 Bogor SMP Negeri 19 Bogor SMP Negeri 20 Bogor Sekolah menengah atas negeri (SMAN) Referensi Pranala luar Bogor Bogor Kota Pusaka di Indonesia Enklave dan eksklave DAS Ciliwung
4058
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Bogor
Kabupaten Bogor
{{Dati2 | settlement_type = Kabupaten | nama = Kabupaten Bogor | singkatan = | translit_lang1_type = Aksara Sunda | translit_lang1_info = | lambang = Lambang Kabupaten Bogor.svg | bendera = Regency Flag of Bogor.svg | peta = Map of West Java highlighting Bogor Regency.svg | foto = | caption = | koordinat = | motto = | semboyan = Tegar Beriman(Tertib, segar, bersih, indah, mandiri, aman, dan nyaman) | provinsi = Jawa Barat | ibukota = Cibinong | luas = 2710 | luasref = | luasdaratan = | luasperairan = | penduduk = 5427068 | penduduktahun = 2021 | pendudukref = | kepadatan = auto | kecamatan = 40 | kelurahan = 16 | desa = 410 | dasar hukum = UU Nomor 14 Tahun 1950 | tanggal = 8 Agustus 1950 | hari jadi = | kepala daerah = Bupati | nama kepala daerah = Iwan Setiawan | wakil kepala daerah = Wakil Bupati | nama wakil kepala daerah = - | sekretaris daerah = Burhanudin | ketua DPRD = Rudy Susmanto | kodearea = * +62 21 (Jonggol, Cariu, Cileungsi, Cibinong, Citeureup, Gunung Putri, Sukamakmur dan Tanjungsari) +62 251 (sebagian besar wilayah kabupaten) | kodepos = 16200 – 16900 | apbd = | pad = | dau = Rp 2.083.540.132.000 (2019) | dauref = | IPM = 70,60 (2021) | nomor_polisi = * F xxxx B xxxx E**/Z** | bahasa = Indonesia (resmi)Sunda | agama = Islam 97,19%Kristen 2,28%- Protestan 1,72%- Katolik 0,56% Buddha 0,32% Konghucu 0,16% Hindu 0,05% | flora = Kemang | fauna = Surili | zona waktu = +7 (WIB) | web = }} Kabupaten Bogor () adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kecamatan Cibinong. Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kabupaten Lebak di barat, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi di utara; Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta di timur; Kabupaten Cianjur di tenggara, Kabupaten Sukabumi. Kota Bogor merupakan enklave dari kabupaten ini. Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan, yang dibagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Bogor terletak di Kecamatan Cibinong, yang berada di sebelah utara Kota Bogor. Sejarah Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat dengan zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Pada 4 abad sebelumnya, Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang mengawali zaman Kerajaan Pajajaran, raja tersebut terkenal dengan ajaran dari leluhur yang dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan. Sejak saat itu secara berturut-turut tercatat dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah tersebut, yaitu: Kerajaan Tarumanagara, diperintah oleh 12 orang raja. Berkuasa sejak tahun 358 sampai dengan tahun 669. Kerajaan Galuh, diperintah oleh 14 raja. Berkuasa sejak 516 hingga tahun 852. Kerajaan Sunda, diperintah oleh 28 raja. Bertahta sejak tahun 669 sampai dengan tahun 1333. Kerajaan Kawali, diperintah oleh 6 orang raja. Berkuasa sejak tahun 1333 hingga 1482. Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga tahun 1579. Pelantikan raja yang terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja, menjadi satu perhatian khusus. Pada waktu itu terkenal dengan Upacara Kuwedabhakti, dilangsungkan tanggal 3 Juni 1482. Tanggal itulah kiranya yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari 9 kelompok pemukiman dengan 3 gabungan kelompok besar antara lain Buitenzorg (wilayah tengah), Jonggol (wilayah timur dan utara) dan Jasinga (wilayah barat) yang digabungkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Baron van Inhof menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. Pada waktu itu, Bupati Demang Wartawangsa berupaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan dari Sungai Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalimulya. Terdapat berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri. Salah satu pendapat menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari bahasa Arab yaitu Baqar yang berarti sapi dengan alasan terdapat bukti berupa patung sapi di Kebun Raya Bogor. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa nama Bogor berasal dari kata Bokor yang berarti tunggul pohon enau. Pendapat di atas memiliki dasar dan alasan tersendiri diyakini kebenarannya oleh setiap ahlinya. Namun berdasarkan catatan sejarah, pada tanggal 7 April 1752 telah muncul kata Bogor dalam sebuah dokumen dan tertulis Hoofd van de Negorij Bogor, yang berarti Kepala Kampung Bogor. Pada dokumen tersebut diketahui juga bahwa kepala kampung itu terletak di dalam lokasi Kebun Raya itu sendiri yang mulai dibangun pada tahun 1817. Pada tahun 1908 Kabupaten Bogor memiliki 5 kawedanan yang dipimpin oleh seorang demang, yaitu (Buitenzorg, Jonggol, Cibinong, Parung, dan Leuwiliang). Kemudian untuk memudahkan tugas distrik dibentuklah sejumlah onderdistrik yang dikepalai oleh asisten demang. Pemberitaan dari koran Het Vaderland dan Nieuws van den Daag voor Nederlandsch-Indië, pada November 1930, menyebutkan bahwa Rumpin dan Ciomas, pada mulanya adalah tanah partikelir. Pemerintah Belanda kemudian membeli tanah di Ciomas, Rumpin, dan Citayam supaya dapat mengurus administrasi dan birokrasi pemerintahan daerah di tiga tanah yang status kepemilikannya sudah berganti tersebut. Pasca Proklamasi, tepatnya pada era Republik Indonesia Serikat atau RIS, Kabupaten Bogor masuk dalam wilayah Negara Pasundan, kemudian keluar SK Wali Negeri Pasundan Nomor 12 yang menyatakan bahwa Kabupaten Bogor, kembali dibentuk 7 Kawedanan yaitu: Kawedanan Buitenzorg (mencakup Ciomas, Semplak, Kedunghalang, Ciawi, Cisarua, Cigombong, dan Cijeruk; serta seluruh wilayah Kota Bogor saat ini) Kawedanan Cibinong (mencakup Cibinong, Bojonggede, Tajurhalang, Sukaraja, Citeureup, Babakan Madang dan sebagian wilayah Kota Depok saat ini) Kawedanan Parung (mencakup Parung, Gunungsindur, Kemang, Rumpin, Ciseeng, dan sebagian wilayah Kota Depok saat ini) Kawedanan Jonggol (mencakup Jonggol, Gunung Putri, Cileungsi, Cariu, Tanjungsari dan sebagian wilayah Kota Depok dan sebagian wilayah selatan Kota Bekasi serta Kabupaten Bekasi dan sebagian wilayah timur Karawang. Kawedanan Leuwiliang (mencakup Leuwiliang, Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan, dan Dramaga) Kawedanan Jasinga (mencakup Jasinga, Sukajaya, Tenjo, Nanggung, dan Cigudeg). Pada tahun 1950-an seiring dengan kebijakan restrukturisasi otonomi daerah, khususnya berkaitan dengan organisasi dan kewilayahan membuat Kabupaten Bogor kehilangan banyak wilayahnya. Di antara beberapa Kawedanan di Kabupaten Bogor, yang paling kehilangan banyak wilayahnya adalah Kawedanan Jonggol, seperti Kecamatan Cibarusah, Kecamatan Serang Baru, Kecamatan Setu dan Desa Kranggan (Sekarang Kecamatan Jatisampurna) dilimpahkan kepada Kabupaten Bekasi; Desa Batulawang dilimpahkan kepada Kabupaten Cianjur; dan Kecamatan Pangkalan serta Kecamatan Tegalwaru dilimpahkan kepada Kabupaten Karawang. Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki Pusat Pemerintahan di wilayah Kabupaten sendiri. Atas dasar tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor mengadakan penelitian di beberapa wilayah Kabupaten Bogor untuk dijadikan calon ibu kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan dipilih diantaranya adalah wilayah Kecamatan Ciawi, Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Parung, Kecamatan Semplak dan Kecamatan Cibinong. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa yang diajukan ke Pemerintah Pusat untuk mendapat persetujuan sebagai calon ibu kota adalah Desa Rancamaya (saat ini menjadi bagian Kota Bogor). Akan tetapi Pemerintah Pusat menilai bahwa Rancamaya masih relatif dekat letaknya dengan Pusat Pemerintahan Kota Bogor dan dikhawatirkan akan masuk ke dalam rencana perluasan dan pengembangan wilayah Kota Bogor. Setelah mempertimbangkan rencana pembentukan Kota Administratif Depok dan Kabupaten Jonggol yang sudah menjadi bahasan Menteri Dalam Negeri Amir Machmud bersama Gubernur Jawa Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor mengambil salah satu alternatif wilayah, yaitu Kemang. Saat itu, Kemang menjadi bagian Kecamatan Semplak yang akan menjadi titik paling tengah bagi kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bogor apabila Kota Administratif Depok terbentuk dan Kabupaten Jonggol dimekarkan dari Kabupaten Bogor. Dalam sidang Pleno DPRD Kabupaten Bogor tahun 1980, Desa Kemang batal ditetapkan menjadi calon ibu kota Kabupaten Bogor karena ketersediaan lahan milik pemerintah kabupaten masih sangat sedikit, infrastruktur yang minim, hingga wacana pembentukan Kabupaten Jonggol yang dianggap masih mentah. Akhirnya ditetapkan bahwa calon ibu kota Kabupaten Bogor terletak di Desa Tengah (Sekarang Kelurahan Tengah), Kecamatan Cibinong. Penetapan calon ibu kota ini diusulkan kembali ke pemerintah Pusat dan mendapat persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, yang menegaskan bahwa ibu kota Pusat Pemerintahan Kabupaten Bogor berkedudukan di Desa Tengah, Kecamatan Cibinong. Sejak saat itu, dimulailah rencana persiapan pembangunan Pusat Pemerintahan ibu kota Kabupaten Bogor dan pada tanggal 5 Oktober 1985 dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Bupati Kabupaten Bogor saat itu. Wilayah Kabupaten Bogor yang luas ditambah cepatnya pertumbuhan penduduk akibat lokasi geografis Kabupaten Bogor sebagai wilayah penyangga DKI Jakarta, muncul beberapa wacana terkait pemekaran berbasis pengembangan wilayah. Pada tahun 1978, Menteri Dalam Negeri Amir Machmud mengusulkan pembentukan Kota Administratif Depok yang mencakup Kecamatan Depok serta kecamatan lainnya yang berbatasan dengan DKI Jakarta khususnya yang terdampak pembangunan Perumnas di wilayah tersebut. Rencananya Kota Administratif Depok akan dijadikan kawasan pemukiman yang tertata bagi para pekerja di DKI Jakarta. Pada dekade 1980 bukan hanya bergulir usulan pembentukan Kota Administratif Depok. Gubernur Jawa Barat, Aang Kunaefi juga mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri, Amir Machmud pembentukan wilayah di bekas Kawedanan Jonggol yang sebagian telah dilimpahkan ke kabupaten lain untuk dipersatukan sebagai Daerah Tingkat II Kabupaten. Wilayah eks Kawedanan Jonggol dan sekitarnya dianggap layak menjadi kabupaten, karena wilayahnya cukup luas, memiliki kekayaan alam yang melimpah, serta berpotensi sebagai kawasan pemukiman baru, industri, dan pariwisata. Wilayah yang diusulkan sebagai bagian dari pembentukan Daerah Tingkat II Kabupaten Jonggol dahulunya merupakan bekas wilayah dari Kawedanan Jonggol antara lain, daerah Kecamatan Jonggol, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan Cileungsi dan Kawasan Cibubur (yaitu Desa Harjamukti dan Desa Leuwinanggung), juga wilayah bekas Kawedanan Tjibaroesa yang telah dilimpahkan kepada daerah lain, seperti Kabupaten Bekasi yaitu Kecamatan Cibarusah serta Desa Kranggan (Sekarang Kecamatan Jatisampurna); dan dari Kabupaten Karawang yaitu Kecamatan Pangkalan serta Kecamatan Tegalwaru. Pada tahun 1981 akhirnya Kecamatan Depok ditingkatkan statusnya dari Kecamatan menjadi kota administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1981 yang mencakup Kecamatan Beji dan Kecamatan Pancoran Mas serta pemekaran dari Kecamatan Gunung Putri yaitu Kecamatan Cimanggis. Kota Administratif Depok dipimpin oleh Wali kota Administrasi. Sementara itu, gagasan pembentukan Kabupaten Jonggol tidak terlaksana. Pada tahun 1994, Presiden Soeharto tertarik menjadikan salah satu wilayah Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Jonggol (kala itu termasuk Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari dan Karang Tengah) sebagai lokasi ibu kota negara baru pengganti DKI Jakarta, karena Jonggol terletak hanya 40 km di sebelah tenggara Jakarta. Pasca reformasi seiring dengan kebijakan penghapusan daerah otonom Kota Administratif di seluruh Indonesia. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 meningkatkan status Depok menjadi Kotamadya, dengan demikian Depok resmi berpisah dengan Kabupaten Bogor dan menjalankan otonominya sendiri. Sementara, rencana dan persiapan pemindahan ibu kota negara ke Jonggol tenggelam seiring dengan lengsernya Presiden Soeharto tahun 1998. Pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati Bogor adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Bogor. Bupati Bogor bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Jawa Barat. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Bogor ialah Ade Yasin, dengan wakil bupati Iwan Setiawan. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Bogor 2018. Ade Yasin merupakan bupati Bogor ke-13 sejak kabupaten ini dibentuk, dan menjadi bupati perempuan kedua di Kabupaten Bogor setelah Nurhayanti, bupati sebelumnya. Ade Yasin dan Iwan Setiawan dilantik oleh gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pada 30 Desember 2018 di Gedung Sate Kota Bandung. Dewan Perwakilan Pada Pemilu 2019, pemilihan DPRD Kabupaten Bogor dibagi kedalam 6 daerah pemilihan (dapil) sebagai berikut: Kecamatan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 40 tahun 2003 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 tahun 2002 saat ini wilayah Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, 410 desa dan 16 kelurahan. Indeks Pembangunan Manusia Pada tahun 2021, Kabupaten Bogor berhasil mendapatkan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) keseluruhan yaitu 70,60 (tinggi). Daerah dengan IPM tertinggi di Kabupaten Bogor berada di Kawasan Transyogi yang merupakan kawasan industri dan perumahan yang besar. Dimana banyak berdiri perumahan elite di kawasan, bahkan ada yang menyerupai kota mandiri, seperti Kota Wisata Cibubur, Legenda Wisata Cibubur, Citra Indah Jonggol, Harvest City, Metland Transyogi, Citra Grand Cibubur dan Citraland Cibubur. Bila luasnya di total, perumahan elite yang menyerupai kota mandiri di kawasan tersebut mengalahkan luas Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Selain itu, sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor dari kawasan tersebut yang hanya terdiri dari tiga kecamatan (Cileungsi, Gunung Putri dan Jonggol) setara 40% dari total PAD tahunan yang didapat Kabupaten Bogor. Daerah dengan IPM sedang berada di wilayah tengah yang notabene merupakan pusat pemerintahan kabupaten, kemudian Kawasan Puncak Bogor yang dikenal sebagai salah satu tujuan wisata terfavorit di Indonesia, serta kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Depok, Kota Bogor dan Kota Tangerang Selatan. Sementara, daerah dengan IPM rendah kebanyakan merupakan daerah pedalaman yang jauh dari pusat pemerintahan, aktivitas ekonomi dan tidak tersentuh oleh efek pembangunan dampak dari urbanisasi di Kawasan Jabodetabekpunjur. Seperti, Sukamakmur dan Sukajaya. Berikut ini adalah daftar kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia tahun 2021 merujuk data Badan Pusat Statistik. Demografi Suku bangsa Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun 2021, jumlah penduduk kabupaten Bogor sebanyak 5.427.068 jiwa, dengan kepadatan 1.817 jiwa/km2. Penduduk Kabupaten Bogor menjadi wilayah administrasi setingkat kabupaten dengan penduduk terbanyak di Jawa Barat dan bahkan di Indonesia. Penduduk asli Kabupaten Bogor dan Jawa Barat umumnya adalah orang Sunda. Suku lain yang cukup dominan adalah Jawa, dan sebagian lagi orang Betawi serta suku pendatang lainnya seperti Cirebon, Batak, Tionghoa, Minangkabau, Banten, dan lainnya. Data Sensus Penduduk Indonesia 2000, berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan suku bangsa; Agama Mayoritas penduduk di kabupaten Bogor menganut agama Islam. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2021, penduduk kabupaten Bogor yang menganut agama Islam sebanyak 97,19%. Kemudian penduduk yang menganut agama Kekristenan sebanyak 2,28%, dengan rincian Protestan sebanyak 1,72% dan Katolik sebanyak 0,56%. Sebagian lagi menganut agama Buddha sebanyak 0,32%, kemudian Konghucu sebanyak 0,16% dan Hindu sebanyak 0,05%. Bahasa Bahasa Sunda merupakan bahasa mayoritas dan bahasa asli yang dituturkan penduduk di kabupaten Bogor bagian barat dan bagian selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Lebak di provinsi Banten, dan Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur dan Kota Bogor sendiri. Bahasa Sunda yang dituturkan di bagian barat Kabupaten Bogor memiliki ciri khas tersendiri berbeda dengan bahasa Sunda yang dituturkan di Kabupaten Bogor umumnya mengenal undak usuk bahasa, sedangkan Bahasa Sunda dialek Jasinga yang merupakan bagian dari bahasa Sunda Banten ini tidak terdapat undak usuk bahasa didalamnya. Bahasa Sunda dialek Jasinga dituturkan di wilayah Jasinga Raya yang meliputi Kecamatan Jasinga, Tenjo, Sukajaya, Nanggung, dan Kecamatan Cigudeg. Sedangkan bahasa Betawi merupakan bahasa yang dituturkan oleh pendatang dari wilayah Jakarta dan dituturkan hampir di seluruh kecamatan yang terletak di bagian utara yang berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan di provinsi Banten, Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. Bahasa Betawi yang dituturkan oleh masyarakat di Kabupaten Bogor ini dikenal dengan nama nahasa Betawi Ora atau bahasa Betawi Pinggiran yang dialeknya berbeda dengan bahasa Betawi yang dituturkan di Kota Jakarta. Bahasa Betawi yang dituturkan di Kabupaten Bogor ini banyak dipengaruhi oleh bahasa Sunda dan bahasa Jawa dalam kosakatanya seperti kata "ora" yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya "tidak" dan "ontong" yang berasal dari kosakata bahasa Sunda "tong"'' yang artinya "jangan". Wilayah penutur bahasa Betawi di Kabupaten Bogor meliputi wilayah Kecamatan Bojonggede dan wilayah lainnya di utara Kabupaten Bogor yang penduduknya menuturkan bahasa Betawi dan bahasa Sunda yang bercampur. Geografi Topografi Topografi Kabupaten Bogor bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan, yang dikelompokkan berdasar ketinggiannya sebagai berikut : sekitar 29,28% berada pada ketinggian 15-150 meter di atas permukaan laut (dpl), 42,62% berada pada ketinggian 150-500 meter dpl, 19,53% berada pada ketinggian 500-1.000 meter dpl, 8,43% berada pada ketinggian 1.000-2.000 meter dpl dan 0,22% berada pada ketinggian 2.000–2.500 meter dpl. Ketinggian 15–150 m dpl: Sebagian besar topografi rendah berada di bagian utara dan barat, seperti Cibinong, Bojonggede, Tajurhalang, Parung, Gunung Putri, Citeureup, Gunung Sindur, Tenjo, Parung Panjang, Jasinga dan Cileungsi. Ketinggian 150 – 500 m: Topografi sedang sebagian besar berada di bagian tengah dan timur, seperti Jonggol, Babakan Madang, Ciomas, Leuwiliang, Leuwisadeng, Cigudeg, Ciampea, Sukaraja dan Dramaga. Ketinggian >500 m: Topografi tinggi sebagian besar berada di bagian selatan, seperti Cisarua, Megamendung, Caringin, Sukamakmur, Pamijahan, Tenjolaya, Cijeruk, Nanggung, Cigombong, Sukajaya dan Tanjungsari. Wilayah dengan ketinggian dan kemiringan rendah di Kabupaten Bogor juga dapat dilanda banjir, terutama pada saat musim hujan, yaitu: Gunung Putri, Cibinong, Citeureup, Parung, Gunungsindur, Parung Panjang, Cileungsi, dan Rumpin. Kabupaten Bogor memiliki beberapa rangkaian gunung atau pegunungan yang tinggi dan besar, antara lain di bagian barat ada Pegunungan Halimun Salak yang membentang dari Kabupaten Lebak, Banten hingga kaki timur Gunung Salak. Kemudian, dua pegunungan yang mengurung Kawasan Puncak di sebelah selatan, yaitu Pegunungan Gede Pangrango yang membentang di tiga wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, disebelah utara Puncak, ada Pegunungan Jonggol yang membentang dari Sentul, Sukamakmur hingga Cipanas, Cianjur. Selain itu terdapat beberapa pegunungan kecil yang biasanya tandus dan terdiri atas batuan kapur, antara lain Pegunungan Cigudeg-Rumpin, Pegunungan Kapur Leuwiliang, Pegunungan Kapur Cileungsi dan Pegunungan Sanggabuana, yang berbatasan dengan Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta. Hidrologi DAS Secara hidrologis, sebagian besar wilayah Kabupaten Bogor merupakan daerah aliran sungai Cisadane. Kabupaten Bogor terbagi dalam beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) diantaranya DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Cisadane (sub DAS; Cisadane Hulu, Ciapus, Cihideung, Ciaruteun, Citempuan, Cikaniki dan Cianten), DAS Ciliwung (sub DAS; Ciesek, Ciliwung Hulu, Cibogo, Cisarua, Ciseupan dan Cisukabirus), DAS Kali Bekasi (sub DAS; Cikeas, Citeureup, Cileungsi, Cikarang), DAS Citarum (sub DAS; Cibeet dan Cipamingkis). Selain itu juga terdapat 32 jaringan irigasi pemerintah, 794 jaringan irigasi pedesaan, 93 situ dan 96 mata air. Pendidikan Sebagai Kabupaten dengan jumlah penduduk tertinggi dan memiliki wilayah yang luas, membuat Kabupaten Bogor memiliki kualitas pendidikan yang cukup senjang. Kualitas pendidikan yang terbilang baik hanya didapatkan dibeberapa kecamatan yang sudah maju, seperti Cibinong, Gunung Putri, Jonggol, Cileungsi, Bojonggede, Sukaraja dan Dramaga. Sementara, di Kecamatan lainnya kualitas pendidikan bisa dibilang sangat terbatas, terutama beberapa Kecamatan yang terbilang tertinggal seperti, Sukajaya, Jasinga, Nanggung, Rumpin, Pamijahan dan Sukamakmur. Dalam wilayah Kabupaten Bogor berdiri salah satu Perguruan Tinggi Negeri favorit, yaitu Institut Pertanian Bogor yang memiliki kampus di Dramaga, Jonggol, Baranangsiang (diluar Kabupaten Bogor). Selain itu, terdapat beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA) setingkat yang terbilang favorit, seperti SMA Negeri 2 Cibinong, SMA Negeri 1 Cileungsi, SMA Negeri 2 Gunung Putri, SMA Negeri 1 Jonggol, SMA BPK Penabur Kota Wisata Ciangsana, SMA Regina Pacis Bogor, SMA Global Mandiri dan SMA Citra Berkat Jonggol. Olahraga Kabupaten Bogor memiliki sarana olahraga yang cukup baik. Di Kabupaten Bogor juga terdapat beberapa Gelanggang Olahraga yang terletak di Cibinong ataupun kecamatan lainnya. Selain GOR, Kabupaten Bogor juga mempunyai beberapa stadion contohnya Stadion Pakansari dan Stadion Persikabo merupakan stadion yang terletak di pusat pemerintahan Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Cibinong. Tim sepak bola yang mewakili Kabupaten Bogor di Liga 1 adalah Persikabo 1973 yang terbentuk setelah mergernya PS TIRA dan Persikabo Bogor. Klub sepak bola wanita yang ada di Kabupaten Bogor adalah Persikabo Kartini yang merupakan tim wanita dari Persikabo 1973. Persikabo 1973 memiliki beberapa kelompok pendukung contohnya yaitu Kabomania dan Ultras Persikabo Curva Sud. Kabupaten Bogor sebelumnya juga mempunyai wakil di Proliga yang merupakan kasta tertinggi dalam kompetisi bola voli di Indonesia yakni Bogor LavAni yang merupakan tim yang didirikan oleh mantan Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Desember 2019 dan memulai debutnya pada tahun 2022 serta berhasil meraih gelar juara di musim pertamanya. Tim ini pernah bermarkas di GOR LavAni, Kecamatan Gunung Putri sebelum akhirnya memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Transportasi Kabupaten Bogor dilintasi Jalan Tol Jakarta–Bogor–Ciawi. Jalan tol ini adalah jalur wisata utama dari Jakarta menuju Bandung. Jalur ini melewati rute Jalan Tol Jagorawi–Puncak–Cianjur–Bandung. Jalur Ciawi–Puncak merupakan salah satu yang terpadat pada musim libur, karena kawasan tersebut merupakan tempat berlibur warga Jakarta dan sekitarnya. Apabila jalur wisata utama tersebut macet, yang biasanya terjadi pada hari-hari libur, maka dapat menggunakan rute alternatif melewati Cibubur–Cileungsi–Jonggol–Cariu–Cianjur–Bandung. Untuk transportasi rel, Kabupaten Bogor dilalui oleh jalur kereta api Manggarai–Padalarang yang melayani kereta api komuter KRL Commuter Line seperti Commuter Line Bogor; stasiun yang dilayani di kabupaten ini adalah Stasiun , , , , dan . Untuk angkutan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), biasanya terdapat di Terminal Cileungsi. Sarana transportasi lain di wilayah Kabupaten Bogor adalah angkutan kota, angkutan pedesaan, ojek motor, becak kayuh, dan delman. Berikut ini adalah transportasi umum di Kabupaten Bogor: Kereta Api Indonesia (KAI) KAI Commuter Lin Bogor Lin Rangkasbitung KA Pangrango Bogor Paledang–Sukabumi LRT Jabodebek (TBA) Lin Cibubur Bus BRT Trans Pakuan 2: Bubulak–Ciawi Angkutan kota pengumpan Trans Pakuan TPK-02: Ciawi–Baranangsiang–Bubulak TPK-03: Ciawi–Suryakancana–Bubulak TPK-04: Ciawi–Ciparigi TPK-06: Ciawi–Warung Jambu TPK-07: Baranangsiang–Belanova Layanan bus Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta DAMRI: Sentul City–Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta Minibus Colt L-300: Bogor–Sukabumi Isuzu Elf: Bogor–Cianjur Angkutan kota A-03: Bitung–Parungpanjang A-11: Ciputat–Prumpung A-16: Serpong–Prumpung C-01A: Baranangsiang–Ciawi C-30: Bantarjati–Kemang D-03: Depok–Parung D-05: Depok–Bojonggede D-05A: Jatijajar–Bojonggede D-20: Serpong–Cicangkal D-27: Bumi Serpong Damai–Parung D-29: Ciputat–Parung D-106: Lebak Bulus–Parung D-121: Kampung Rambutan–Cileungsi D-121A: Kampung Rambutan–Ciangsana F-02: Sukasari–Cicurug F-02A: Sukasari–Cisarua F-02B: Sukasari–Cibedug F-02C: Ciawi–Pasir Muncang F-03: Bogor Trade Mall–Ciapus F-04: Bogor Trade Mall–Rancamaya F-04A: Bogor Trade Mall–Cihideung F-05: Laladon–Ciampea F-05A: Ciomas–Merdeka F-05B: Leuwiliang–Laladon F-05C: Jasinga–Laladon F-06: Parung–Merdeka F-06A: Merdeka–Bantarkambing F-07: Pasar Anyar–Bojonggede F-07A: Pasar Anyar–Salabenda F-08: Citeureup–Pasar Anyar F-10: Cicangkal–Rumpin F-11: Leuwiliang–Ciampea F-12: Ciampea–Bojonggede F-13: Laladon–Situ Daun F-14: Laladon–Cibinong F-15: Laladon–Cibereum Petir F-16: Laladon–Ciherang F-17: Laladon–Kampus Dalam F-20: Ciawi–Cigombong F-21: Caringin–Cihideung F-22: Bubulak–Cilebut F-22: Tenjo–Jasinga F-23: Ciampea–Putat Nutug F-24: Cigombong–Cibadak F-25: Parung–Rumpin F-26: Parung–Ciseeng F-27: Parung–Jampang F-28: Parung–Kuripan F-30: Parung–Arco F-31: Bojonggede–Ciluar F-32: Cibinong–Taman Pagelaran F-33: Cibinong–Cikuda–Cileungsi F-34: Bambu Kuning–Cibinong City Mall F-35: Cibinong–Bambu Kuning F-36: Citayam–Kemang F-38: Cibinong–Nagrak–Cileungsi F-39: Lambau–Ciluar F-40: Cileungsi–Pasar Serang F-41: Cibinong–Gandaria F-41: Jonggol–Sukamakmur F-42: Cileungsi–Cikahuripan F-43: Citeureup–Sukamakmur F-44: Citeureup–Babakan Madang F-44A: Kandang Roda–Babakan Madang F-45: Cileungsi–Gandoang F-46: Cicadas–Jonggol F-47: Cileungsi–Cipenjo F-48: Citeureup–Nagrak F-49: Cileungsi–Bojong Kulur F-50: Laladon–Tenjolaya F-52: Leuwiliang–Barengkok F-53: Laladon–Segog F-54: Leuwiliang–Parabakti F-55: Leuwiliang–Segog F-56: Leuwiliang–Nanggung F-57: Leuwiliang–Puraseda F-58: Leuwiliang–Bayur F-59: Leuwiliang–Gunung Bunder F-60: Cileungsi–Pasir Tanjung F-61: Cariu–Sukajadi F-62: Leuwiliang–Cigola F-63: Salabenda–Cimulang F-64: Cibinong–Jonggol F-65: Cibinong–Gunung Putri–Cileungsi F-66: Cibinong–Gunung Putri F-67: Wanaherang–Citeureup F-68: Cibinong–Leuwinanggung F-69: Bantarkambing–Cilebut F-71: Cibinong–Kampung Bulak F-72: Cibinong–Kampung Sawah F-73: Citeureup–Lulut F-74: Citeureup–Nambo F-77: Bojonggede–Laladon F-83: Parungpanjang–Griya F-86: Parung–Citeureup F-90: Leuwiliang–Hambaro F-90A: Leuwiliang–Cisaranten F-92: Cileungsi–Bantar Gebang F-99: Parung–Leuwiliang F-111: Citayam–Parung F-112: Prumpung–Jampang F-113: Prumpung–Gunung Nyungcun F-114: Parung–Cicangkal F-117: Bojonggede–Parung K-02B: Cileungsi–Pondokgede K-56: Cileungsi–Cawang UKI P-01: Cileungsi–Cisalak P-03: Cileungsi–Ragamanunggal T-02: Cileungsi–Ciawi T-02A: Ciawi–Citeureup T-05: Cileungsi–Laladon T-91: Wanaherang–Kampung Rambutan Bus Miniarta Depok Timur–Baranangsiang Kampung Rambutan–Baranangsiang Kampung Rambutan–Citeureup Stasiun kereta api Kabupaten Bogor memiliki 12 stasiun kereta api yang masih beroperasi dan 2 stasiun KRL Commuter Line yang akan dibangun dan 4 stasiun LRT Jabodebek yang sedang dalam usulan, diantaranya: Stasiun Bojonggede Stasiun Cibinong Stasiun Cigombong Stasiun Cilebut Stasiun Cilejit Stasiun Gunung Putri Stasiun Pondok Rajeg Stasiun LRT Cibinong Stasiun LRT Gunung Putri Stasiun LRT Sentul Stasiun LRT Sentul City Stasiun Maseng Stasiun Nambo Stasiun Parayasa Stasiun Parungpanjang Stasiun Tenjo Terminal Terminal Bantarkambing Terminal Ciampea Terminal Ciawi Terminal Cibinong Terminal Cileungsi Terminal Cimulang Terminal Laladon Terminal Leuwiliang Terminal Nambo Terminal Parung Terminal Sasakpanjang Terminal Segog Pariwisata Puncak Taman Safari Gunung Gede Pangrango Batu Tapak Cidokom Gunung Salak Gunung Batu Jonggol Gunung Kencana Gunung Munara Gunung Nyungcung Gunung Pancar Sirkuit Sentul Stadion Pakansari Taman Wisata Mekarsari Taman Wisata Matahari Situ Rawa Gede Jonggol Curug Cidulang Jonggol Curug Ciherang Curug Cipamingkis Curug Cisarua Sukamakmur Curug Leuwi Hejo Jonggol Curug Mariuk Setu Lebak Wangi Telaga Warna Cisarua Catatan kaki Referensi Pranala luar Situs Web Resmi Kabupaten Bogor Bogor Jawa Barat DAS Cidurian DAS Ciujung DAS Cisadane DAS Bekasi DAS Ciliwung DAS Citarum DAS Angke
4059
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Ciamis
Kabupaten Ciamis
Kabupaten Ciamis (dikenal dengan Galuh, , Pegon: چياميس) adalah sebuah wilayah kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Ciamis. Kabupaten ini berada di bagian tenggara Jawa Barat, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan di utara, Kabupaten Cilacap dan Kota Banjar di timur, Kabupaten Pangandaran di selatan, serta Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya di barat. Kecamatan Banjar, yang dulunya bagian dari Kabupaten Ciamis, ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif, dan sejak tanggal 11 Desember 2002 ditetapkan menjadi kota, yang terpisah dari Kabupaten Ciamis. Selain itu, bagian selatan Kabupaten Ciamis mengalami pemekaran pada tanggal 25 Oktober 2012 menjadi Kabupaten Pangandaran yang memiliki 10 Kecamatan. Sejarah Menurut sejarawan W.J Van der Meulen, Pusat Kerajaan Galuh, yaitu disekitar Kawali (Kabupaten Ciamis sekarang). Dalam Bahasa Sanskerta, kata "galuh" menunjukkan sejenis batu permata, dan juga biasa dipergunakan untuk menyebut putri raja yang sedang memerintah dan belum menikah. Sebagaimana riwayat Kota dan Kabupaten lain di Jawa Barat, sumber-sumber yang menceritakan asal usul suatu daerah pada umumnya tergolong tradisional yang mengandung unsur-unsur mitos, dongeng atau legenda disamping unsur yang bersifat historis. Naskah-naskah ini antara lain Carios Wiwitan Raja-Raja di Pulo Jawa, Wawacan Sajarah Galuh, dan juga Naskah Sejarah Galuh bareng Galunggung, Ciung Wanara, Carita Waruga Guru, Sajarah Bogor. Naskah-naskah ini umumnya ditulis pada abad ke-18 hingga abad ke-19. Adapula naskah-naskah yang sezaman atau lebih mendekati zaman Kerajaan Galuh. Naskah-naskah tersebut, di antaranya Sanghyang Siksa Kandang Karesian, ditulis tahun 1518, ketika Kerajaan Sunda masih ada dan Carita Parahyangan, ditulis tahun 1580. Berdirinya Galuh sebagai kerajaan, menurut naskah-naskah kelompok pertama tidak terlepas dari tokoh Ratu Galuh sebagai Ratu Pertama. Dalam laporan yang ditulis Tim Peneliti Sejarah Galuh (1972), terdapat berbagai nama kerajaan sebagai berikut: Kerajaan Galuh Sindula (menurut sumber lain, Kerajaan Bojong Galuh) yang berlokasi di Lakbok dan beribukota di Medang Gili (tahun 78 Masehi); Kerajaan Galuh Rahyang berlokasi di Brebes dengan ibukota di Medang Pangramesan; Kerajaan Galuh Kalangon berlokasi di Reban, beribukota di Medang Pangramesan; Kerajaan Galuh Lalean berlokasi di Cilacap beribukota di Medang Kamulan; Kerajaan Galuh Pataruman berlokasi di Banjarsari, beribukota di Banjar; Kerajaan Galuh Kalingga berlokasi di Bojongmengger, beribukota di Karangkamulyan; Kerajaan Galuh Tanduran atau Pangauban berlokasi di Pananjung, beribukota di Bagolo; Kerajaan Galuh Kumara berlokasi di Tegal beribukota di Medang Kamulan; Kerajaan Galuh Pakuan beribukota di Kawali; Kerajaan Pajajaran berlokasi di Bogor, beribukota di Pakuan; Kerajaan Galuh Pataka berlokasi di Nanggalacah, beribukota di Patakaharja; Kabupaten Galuh Nagara Tengah berlokasi di Cineam beribukota di Bojonglopang kemudian di Gunungtanjung; Kabupaten Galuh Imbanagara berlokasi di Barunay beribukota di Imbanagara; Kabupaten Galuh berlokasi di Cibatu, beribukota di Ciamis (sejak tahun 1812). Untuk penelitian secara historis, kapan Kerajaan Galuh didirikan, dapat dilacak dari sumber-sumber sezaman berupa prasasti. Ada prasasti yang memuat nama "Galuh", meskipun nama tanpa disertai penjelasan tentang lokasi dan waktunya. Dalam Prasasti Berangka tahun 910, Raja Dyah Balitung disebut sebagai "Rakai Galuh". Dalam Prasasti Siman berangka tahun 943 M, disebutkan bahwa "kadatwan rahyangta mdang bhumi mataram ingwatu galuh" menunjuk sebuah tempat di Watugaluh, dan Megaluh, Jawa Timur. Kemudian dalam sebuah Piagam Calcutta disebutkan bahwa para musuh penyerang Airlangga lari ke Galuh dan Barat, mereka dimusnahkan pada tahun 1031 Masehi. Pada bagian Carita Parahyangan, disebutkan bahwa Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357) berkedudukan di Kawali sebagai penguasa Kerajaan Sunda Galuh. Setelah menjadi raja selama 7 tahun, pergi ke Jawa terjadilah perang di Majapahit. Dari sumber lain diketahui bahwa Prabu Hayam Wuruk, yang baru naik takhta pada tahun 1350, meminta Putri Prabu Maharaja Linggabuanawisésa untuk menjadi istrinya. Hanya saja, konon Patih Gajah Mada menghendaki Putri itu menjadi upeti. Raja Sunda tidak menerima sikap arogan Majapahit ini dan memilih berperang hingga gugur dalam peperangan di Bubak atau Bubat. Putranya yang bernama Prabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475) yang kala itu masih kecil. Oleh karena itu kerajaan dipegang Hyang Bunisora Suradipati (1357-1371) beberapa waktu sebelum akhirnya diserahkan kepada Niskala Wastu Kancana ketika sudah dewasa. Keterangan mengenai Niskala Wastu Kancana, dapat diperjelas dengan bukti berupa Prasasti Kawali dan Prasasti Batutulis serta Prasasti Kebantenan. Saat Niskala Wastu Kancana wafat, kerajaan sempat kembali terpecah 2 dalam pemerintahan anak-anaknya, yaitu Prabu Susuk Tunggal yang berkuasa di Pakuan dan Prabu Dewa Niskala yang berkuasa di Kawali. Sri Baduga Maharaja (1482-1521) menyatukan kembali Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Setelah runtuhnya Sunda Galuh oleh Kesultanan Banten, bekas kerajaan ini banyak disebut sebagai Kerajaan Pakuan Pajajaran. Pada tahun 1595, Kerajaan Galuh jatuh ke tangan Senapati dari Mataram. Invasi Mataram ke Galuh semakin diperkuat pada masa Sultan Agung. Penguasa Galuh, Adipati Panaekan, diangkat menjadi Wedana Mataram dan cacah sebanyak 960 orang. Ketika Mataram merencanakan serangan terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628, massa Mataram di Priangan bersilang pendapat. Rangga Gempol I dari Sumedang misalnya, menginginkan pertahanan diperkuat dahulu, sedangkan Dipati Ukur dari Tatar Ukur, menginginkan serangan segera dilakukan. Pertentangan terjadi juga di Galuh antara Adipati Panaekan dengan adik iparnya Dipati Kertabumi. Dalam perselisihan tersebut Adipati Panaekan terbunuh tahun 1625. Ia kemudian diganti putranya Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Cineam. Pada masa Dipati Imbanagara, ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Cineam ke Calingcing. Tetapi tidak lama kemudian dipindahkan ke Panyingkiran. Pada Tahun 1693, Bupati Sutadinata diangkat VOC sebagai Bupati Galuh menggantikan Angganaya. Pada tahun 1706, ia digantikan pula oleh Kusumadinata I (1706-1727). Pada tahun 1914, Kabupaten Galuh dipimpin oleh Tumenggung Sastrawinata, yang notabene-nya bukan merupakan keturunan Bupati Galuh sebelumnya. Kemudian pada tahun 1915, Kabupaten Galuh dimasukkan ke Keresidenan Priangan, dan atas persetujuan Belanda, Tumenggung Sastrawinata secara resmi mengubah nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis. Belanda meresmikan perubahan tersebut pada 1 Januari 1916. Penamaan Ciamis Pemerintah Kabupaten Ciamis dimasa kepemimpinan Bupati Ciamis Herdiat Sunarya memilki inisiatif untuk merubah kembali nama Ciamis menjadi Galuh. Berbagai proses pun telah ditempuh, diantaranya melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tokoh sejarahwan nasional, tokoh budayawan, tokoh politik dan seniman wilayah Jawa Barat. Perubahan nama Kabupaten Ciamis menjadi nama Galuh dengan dasar bahwa Galuh mempunyai makna filosofis yang mendalam di masyarakat Kabupaten Ciamis. Sementara penamaan Kabupaten Ciamis sebagaian budayawan dan sejarahwan beranggapan bahwa hal tersebut tidak mendasar. Pemkab Ciamis melalui membentuk panitia persiapan perubahan nama kabupaten Ciamis menjadi kabupaten Galuh. Pembentukan panitia ini tertuang dalam keputusan Bupati Ciamis nomor 060/KPTS.72-HUK/2022. Geografi Sebagian besar wilayah Kabupaten Ciamis berupa pegunungan dan dataran tinggi, kecuali dibagian selatan Perbatasan dengan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Semenjak ada pemekaran Kabupaten Pangandaran, maka saat ini wilayah Kabupaten Ciamis tidak memiliki pesisir pantai. Batas Wilayah Pemerintahan Daftar Bupati Bupati adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah kabupaten Ciamis. Bupati Ciamis bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Jawa Barat. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di kabupaten Ciamis ialah Herdiat Sunarya, dengan wakil bupati Yana Putra. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Ciamis 2018. Mereka mulai menjabat sejak 20 April 2019, setelah dilantik oleh gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, di Aula Barat Gedung Sate Kota Bandung. Dewan Perwakilan Kecamatan Kesehatan Lihat Pula Kabupaten Tasikmalaya Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kabupaten Pangandaran Kabupaten Majalengka Kabupaten Kuningan Referensi Pranala luar Situs Web Resmi Pemerintah Kabupaten Ciamis Kabupaten di Jawa Barat
4060
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Cianjur
Kabupaten Cianjur
Cianjur () adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya berada di kecamatan Cianjur. Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten terluas kedua di Pulau Jawa setelah Kabupaten Sukabumi. Wilayah barat laut Kabupaten ini meliputi, Kecamatan Cipanas, Pacet, Sukaresmi dan Cugenang yang merupakan bagian dari kawasan Metropolitan Jabodetabekjur atau Jabodetabekpunjur, yang disahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 . Kabupaten Cianjur berbatasan dengan Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Purwakarta di sebelah Utara, kemudian Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Garut di sebelah Timur, dan Samudra Hindia di sebelah Selatan, serta Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor di sebelah Barat. Geografi Sebagian besar wilayah Cianjur adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit. Lahan-lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu ditunjang dengan banyaknya sungai besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya pengairan tanaman pertanian. Sungai terpanjang di Cianjur adalah Sungai Cibuni, yang bermuara di Samudra Hindia. Dari luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 hektar, pemanfaatannya meliputi 83.034 Ha (23,71 %) berupa hutan produktif dan konservasi, 58,101 Ha (16,59 %) berupa tanah pertanian lahan basah, 97.227 Ha (27,76 %) berupa lahan pertanian kering dan tegalan, 57.735 Ha (16,49 %) berupa tanah perkebunan, 3.500 Ha (0,10 %) berupa tanah dan penggembalaan / pekarangan, 1.239 Ha (0,035 %) berupa tambak / kolam, 25.261 Ha (7,20 %) berupa pemukiman / pekarangan dan 22.483 Ha (6.42 %) berupa penggunaan lain-lain. Sejarah Pemukiman di sekitar kecamatan Cianjur saat ini pertama kali dibuka oleh Raden Jayasasana, putra Aria Wangsa Goparana yang berasal dari Talaga (sekarang Majalengka selatan) dan masih keturunan Sunan Talaga. Di abad ke-17, ia membawa 100 cacah (rakyat) yang ditugaskan oleh Sultan Sepuh I dari Cirebon untuk membuka wilayah baru yang bernama Cikundul (sekarang Cikalongkulon). Dikarenakan Cirebon saat itu merupakan vasal dari Mataram, Jayasasana ditugaskan menjaga wilayah barunya dari kemungkinan serbuan Banten yang bermusuhan dengan Mataram. Ia kemudian berhasil menahan serangan Banten terhadap mempertahankan wilayahnya sehingga ia dianugerahi gelar panglima Wira Tanu. Sehingga Jayasasana akhirnya dikenal dengan gelar Raden Aria Wira Tanu. Sementara itu Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang (berarti lautan jernih) di Subang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu nagari tempat pemukiman rakyat Jayasasana. Setelah Jayasasana atau Aria Wira Tanu I wafat, pemerintahan dilanjutkan oleh anaknya Wira Tanu II, yang memindahkan pusat nagari ke daerah Pamoyanan, dimana pusat nagari ini mulai tahun 1680 disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer), yang namanya berasal dari sungai Ci Anjur yang membelah daerah ini. Pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintahan Kabupaten Cianjur. Bupati Cianjur bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Jawa Barat atas wilayah tersebut. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Cianjur ialah Herman Suherman, didampingi oleh wakil bupati Tubagus Mulyana Syahrudin. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Cianjur 2020. Herman dan Mulyana dilantik oleh gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pada 18 Mei 2021 di Kota Bandung, untuk periode 2021-2026. Dewan Perwakilan Kecamatan Kabupaten Cianjur terdiri atas 32 Kecamatan, 342 Desa dan 6 Kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Cianjur. Demografi Suku bangsa Kabupaten Cianjur, menurut Sensus Penduduk 2000, berpenduduk 1.931.480 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 982.164 jiwa dan perempuan 949.676 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,23 %. Kecamatan yang jumlah penduduknya terbesar adalah Kecamatan Pacet sebanyak 170.224 jiwa dan Kecamatan Cianjur sebanyak 140.374 jiwa. Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya di atas 100.000 jiwa adalah Kecamatan Cibeber (105.0204 jiwa), Kecamatan Warungkondang (101.580 jiwa) dan Kecamatan Karangtengah (123.158 jiwa). Kecamatan yang jumlah penduduknya terkecil adalah Kecamatan Cikadu sebanyak 36.212 jiwa. Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya antara 40.000–50.000 jiwa adalah Kecamatan Sindangbarang, Takokak, dan Sukanagara. Kemudian, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur tahun 2022, jumlah penduduk kabupaten Cianjur pada tahun 2021 sebanyak 2.506.682 jiwa, dengan kepadatan 694 jiwa/km2. Penduduk asli kabupaten Cianjur adalah orang Sunda, dan menjadi mayoritas di kabupaten ini. Suku lain yang ada di Cianjur diantaranya ialah orang Jawa, dan sebagian lagi orang Betawi, Cirebon, serta suku pendatang lainnya seperti Batak, Tionghoa, Minangkabau, Banten, dan lainnya. Dari data Sensus penduduk Indonesia tahun 2000, berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Cianjur berdasarkan suku bangsa; Agama Penduduk Kabupaten Cianjur mayoritas memeluk agama Islam yang mencapai 99,36%, sedangkan penduduk beragama lainnya mencapai 0,64%. Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur berdasarkan agama yang dianut tahun 2021, yakni beragama Islam sebanyak 2.372.459 jiwa (99,36%). Kemudian, penduduk beragama Kristen sebanyak 13.160 jiwa (0,55%), umumnya berada di ibu kota kabupaten yakni kecamatan Cianjur, kemudian Ciranjang dan Karangtengah. Penduduk yang beragama Buddha sebanyak 1.958 jiwa (0,08%), umumnya berada di ibu kota kabupaten yakni kecamatan Cianjur. Selebihnya pemeluk agama Hindu, Konghucu, dan kepercayaan sebanyak 164 orang (0,01%), umumnya berada di ibu kota kabupaten yakni kecamatan Cianjur. Kesehatan Angka Kematian Ibu (AKI) saat ini mencapai 373 per 100.000 kelahiran, turun dari keadaan tahun-tahun sebelumnya sebesar 420 per 100.000 kelahiran. Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 62,00 per 1.000 kelahiran hidup, turun dari keadaan tahun-tahun sebelumnya sebesar 65,38 per 1.000 kelahiran hidup. Angka Harapan Hidup (AHH) mencapai rata-rata 66,45 tahun, naik dari keadaan tahun-tahun sebelumnya sebesar 62 tahun. Catatan BKKBN menyebutkan bahwa Cianjur, bersama dengan Bandung, Cirebon, dan Garut, di tahun 2022, menjadi daerah berstatus darurat stunting. Hal ini disebabkan persentase stunting pada anak berusia di bawah 12 tahun mencapai lebih dari 30%. Pendidikan Angka Partisipasi Kasar SD/MI Tahun 2000 mencapai 84,52 % Angka Pastisipasi Kasar SMP mencapai 38,50 % Angka Partisipasi Kasar SMA mencapai 11,98 % Angka Partisipasi Kasar KULIAH mencapai 20,18 % Ekonomi Lapangan pekerjaan penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 62.99 %. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu sekitar 42,80 %. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan jasa yaitu sekitar 14,60%. dan pengiriman pembantu 30% Gempa November 2022 Kabupaten Cianjur dilanda gempa bumi dengan kekuatan 5.6 Mw dengan kedalaman 10 km, pada tanggal 21 November 2022 pukul 13.21 WIB. Gempa ini dirasakan di Kota Bandung, DKI Jakarta, hingga provinsi Lampung. Pada 29 November 2022, Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB mencatat jumlah korban meninggal dunia sebanyak 327 jiwa. Sementara kerusakan infrastruktur, sebanyak 26.237 rumah rusak berat, 14.196 rumah rusak sedang, dan 22.786 rumah rusak ringan. Kerusakan bangunan lainnya, terdapat 471 sekolah rusak, 170 rumah ibadah, 14 fasilitas kesehatan, dan 17 gedung perkantoran. Total jumlah pengungsi sebanyak 100.330 jiwa, yang tersebar di 449 titik pengungsian. Kepala BMKG, Dwikorita Karmawati, mengatakan bahwa gempa Cianjur terjadi karena adanya pergerakan Sesar Cimandiri, yakni sesar atau patahan kapur yang membentang dari Teluk Pelabuhan Ratu, Sukabumi hingga ke arah timur laut Kabupaten Subang. Lokasi dengan kerusakan paling terdampak yakni berada di kecamatan Cugenang. Pada 24 November 2022, presiden Indonesia, Joko Widodo, mendatangi kecamatan Cugenang untuk meninjau proses evakuasi penduduk setempat. Transportasi Kereta Api KA Siliwangi. Kabupaten Cianjur memiliki 5 stasiun KA Siliwangi yang masih beroperasi, diantaranya: Stasiun Lampegan, Stasiun Cibeber, Stasiun Cianjur, Stasiun Ciranjang, dan Stasiun Cipeuyeum Sukabumi-Cipatat Bus Angkutan Kota Berikut adalah rute trayek Angkutan Kota di Wilayah Kabupaten Cianjur. Pariwisata kabupaten Cianjur memiliki beragam tempat pariwisata. Beberapa tempat wisata yang ada di ialah situs megalitikum Situs Gunung Padang yang berada di kecamatan Campaka. Sebagian wilayah Cianjur berbatasan dengan laut, wisata lain yang ada di Cianjur yakni wisata pantai. Berikut beberapa wisata yang ada di Kabupaten Cianjur: Gunung Gede Gunung Pangrango Istana Presiden Cipanas Telaga Biru Curug CIbeureum Curug Ciismun Alun-alun Suryakencana Tirta Jangari Waduk Cirata Pantai Jayanti Pantai Apra Curug Citambur Taman Bunga Nusantara Kota Bunga Kebun Raya Cibodas Situs Megalitikum Gunung Kasur Danau Leuwi Soro Kebun Teh Panyairan Kebun Teh Gedeh Kuliner Bubur ayam menjadi salah satu ikon kuliner Cianjur. Hal ini diperkuat dengan adanya Tugu Bubur Ayam di Cianjur. Bubur ayam telah dijual di Cianjur sejak 1975, salah satu yang terkenal ialah bubur ayam Sampurna. Bubur Cianjur terbuat dari bahan beras Pandan Wangi, beras asli Cianjur. Bagian toping, ditambahkan kerupuk dan pais. Pais merupakan olahan dari usus ayam, kunyit, bawang putih, bawang merah, bawang daun, dan juga garam, ditumis dengan menggunakan minyak. Pais ini kemudian menjadikannya sebagai bubur ayam khas Cianjur. Ayam Pelung Ayam pelung merupakan ayam peliharaan asal Cianjur, sejenis ayam asli Indonesia dengan tiga sifat genetik. Ciri ayam Pelung, memiliki suara berkokok yang panjang mengalun, kemudian pertumbuhannya cepat, dan memiliki postur badan yang besar. Bobot ayam pelung jantan dewasa bisa mencapai 5 – 6 kg dengan tinggi antara 40 sampai 50 cm. Nama ayam pelung berasal dari bahasa sunda Mawelung atau Melung yang artinya melengkung, karena dalam berkokok menghasilkan bunyi melengkung juga karena ayam pelung memiliki leher yang panjang dalam mengahiri suara atau kokokannya dengan posisi melengkung. Referensi Cianjur Cianjur
4061
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Cirebon
Kota Cirebon
Kota Cirebon (Carakan : ꦕꦶꦉꦧꦺꦴꦤ꧀), (Aksara Sunda : ᮊᮧᮒ ᮎᮤᮛᮨᮘᮧᮔ᮪) adalah salah satu kota yang berada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada di pesisir utara Pulau Jawa yang menghubungkan Jakarta dengan Surabaya di lintas utara dan tengah Jawa. Pada tahun 2021, jumlah penduduk kota Cirebon sebanyak 346.438 jiwa, dengan kepadatan 9.194 jiwa/km2. Pada awalnya Cirebon berasal dari kata sarumban, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang kemudian diberi nama Caruban (carub dalam bahasa Jawa artinya bersatu padu). Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa di antaranya Jawa, Sunda, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya bangsa Arab), agama, bahasa, dan adat istiadat. kemudian pelafalan kata caruban berubah lagi menjadi carbon dan kemudian cirebon. Selain karena faktor penamaan tempat penyebutan kata cirebon juga dikarenakan sejak awal mata pencaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan cai-rebon (bahasa Sunda: air rebon), yang kemudian menjadi cirebon. Sejarah Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad 15 di pantai Laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh (Pajajaran). Dan di pelabuhan ini juga terlihat aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat permukiman ke tempat permukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala permukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon. Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh karena itu Raja Galuh mengirimkan utusan ke Cirebon Untuk menanyakan upeti rebon terasi ke Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon berhasil meyakinkan para utusan atas kemerdekaan wilayah cirebon. Dengan demikian berdirilah daerah otonomi baru di Cirebon dengan Pangeran yang menjabat sebagai adipati dengan gelar Cakrabuana. Berdirinya daerah Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan Asia Tenggara. Kemudian pada tanggal 7 Januari 1681 Cirebon secara politik dan ekonomi berada dalam pengawasan pihak VOC, setelah penguasa Cirebon waktu itu menandatangani perjanjian dengan VOC. Pada tahun 1858, di Cirebon terdapat 5 toko eceran dua perusahaan dagang. Pada tahun 1865, tercatat ekspor gula sejumlah 200.000 pikulan (kuintal), dan pada tahun 1868 ada tiga perusahaan Batavia yang bergerak di bidang perdagangan gula membuka cabang di Cirebon. Pada tahun 1877 Cirebon sudah memiliki pabrik es. Pipa air minum yang menghubungkan sumur-sumur artesis dengan perumahan dibangun pada tahun 1877. Pada masa kolonial pemerintah Hindia Belanda, tahun 1906 Cirebon disahkan menjadi Gemeente Cheribon dengan luas 1.100 ha dan berpenduduk 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Kemudian pada tahun 1942, Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450 ha dan tahun 1957 status pemerintahannya menjadi Kotapraja dengan luas 3.300 ha, setelah ditetapkan menjadi Kotamadya tahun 1965 luas wilayahnya menjadi 3.600 ha. Etimologi Cirebon dikenal dengan nama Kota Udang dan Kota Wali. Selain itu kota Cirebon disebut juga sebagai Caruban Nagari (penanda gunung Ceremai) dan Grage (Negeri Gede dalam bahasa Cirebon berarti kerajaan yang luas). Sebagai daerah pertemuan budaya antara Suku Jawa, Suku Sunda, Bangsa Arab, Tiongkok dan para pendatang dari Eropa sejak beberapa abad silam, masyarakat Cirebon dalam berbahasa biasa menyerap kosakata bahasa-bahasa tersebut ke dalam bahasa Cirebon. Misalkan saja, kata Murad yang artinya bersusun (serapan dari bahasa Arab), kata taocang yang berarti kucir (serapan dari bahasa etnis Tionghoa), serta kata sonder yang berarti tanpa (serapan dari bahasa Belanda), Geografi Kota Cirebon terletak pada pantai Utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat, memanjang dari barat ke timur 8 kilometer, Utara ke Selatan 11 kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut 5 meter (termasuk dataran rendah). Kota Cirebon dapat ditempuh melalui jalan darat sejauh 130 km dari arah Kota Bandung dan 258 km dari arah Kota Jakarta. Kota Cirebon terletak pada lokasi yang strategis dan menjadi simpul pergerakan transportasi antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letaknya yang berada di wilayah pantai menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah dataran yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah perbukitannya. Luas Kota Cirebon adalah 37,36 km² dengan dominasi penggunaan lahan untuk perumahan (32%) dan tanah pertanian (38%). Wilayah Kotamadya Cirebon Sebelah Utara dibatasi Sungai Kedung Pane, Sebelah Barat dibatasi Sungai Banjir Kanal, Kabupaten Cirebon, Sebelah Selatan dibatasi Sungai Kalijaga, Sebelah Timur dibatasi Laut Jawa. Sebagian besar wilayah merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0-2000 dpl, sementara kemiringan lereng antara 0-40 % di mana 0-3 % merupakan daerah berkarateristik kota, 3-25 % daerah transmisi dan 25-40 % merupakan pinggiran. Kota ini dilalui oleh beberapa sungai di antaranya Sungai Kedung Pane, Sungai Sukalila, Sungai Kesunean, dan Sungai Kalijaga. Iklim Kota Cirebon termasuk daerah iklim tropis dengan tipe iklim muson tropis (Am). Kelembapan udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembapan udara tertinggi terjadi pada bulan Januari-Maret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus. Rata-rata curah hujan tahunan di kota Cirebon ± 2260 mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, iklim di kota Cirebon termasuk dalam tipe iklim C dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan basah). Musim hujan jatuh pada bulan Oktober-April, dan musim kemarau jatuh pada bulan Juni-September. Keadaan angin terdapat tiga macam angin: Angin Musim Barat: antara Desember sampai Maret Angin Pancaroba: antara April dan November Angin Musim Timur: antara Mei sampai Oktober Panorama Perkotaan Pemerintahan Setelah berstatus Gemeente Cirebon pada tahun 1906, kota ini baru dipimpin oleh seorang Burgermeester (wali kota) pada tahun 1920 dengan wali kota pertamanya adalah J.H. Johan. Kemudian dilanjutkan oleh R.A. Scotman pada tahun 1925. Pada tahun 1926 Gemeente Cirebon ditingkatkan statusnya oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi stadgemeente, dengan otonomi yang lebih luas untuk mengatur pengembangan kotanya. Selanjutnya pada tahun 1928 dipilih J.M. van Oostrom Soede sebagai wali kota berikutnya. Pada masa pendudukan tentara Jepang ditunjuk Asikin Nataatmaja sebagai Shitjo (wali kota) yang memerintah antara tahun 1942-1943. Kemudian dilanjutkan oleh Muhiran Suria sampai tahun 1949, sebelum digantikan oleh Prinata Kusuma. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pemerintah Kota Cirebon berusaha mengubah citra Kota Cirebon yang telah terbentuk pada masa kolonial Belanda dengan simbol dan identitas kota yang baru, berbeda dari sebelumnya. di mana kota ini dikenal dengan semboyannya per aspera ad astra (dari duri onak dan lumpur menuju bintang), kemudian diganti dengan motto yang digunakan saat ini. Pada tahun 2010 berdasarkan survei persepsi kota-kota di seluruh Indonesia oleh Transparency International Indonesia (TII), kota ini termasuk kota terkorup di Indonesia bersama dengan Kota Pekanbaru, hal ini dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia) 2010 yang merupakan pengukuran tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia, kota ini sama-sama mendapat nilai IPK sebesar 3.61, dengan rentang indeks 0 sampai 10, 0 berarti dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih. Total responden yang diwawancarai dalam survei yang dilakukan antara Mei dan Oktober 2010 adalah 9237 responden, yang terdiri dari para pelaku bisnis. Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kota Cirebon. Wali kota Cirebon bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Jawa Barat. Saat ini, wali kota atau kepala daerah yang menjabat di Kota Cirebon ialah Nasrudin Azis, dengan wakil wali kota Eti Herawati. Mereka menang pada Pemilihan umum Wali Kota Cirebon 2018. Pada periode sebelumnya, Nasrudin menjabat sebagai wakil wali kota, bersama dengan wali kota Ano Sutrisno. Namun, Ano Sutrisno meninggal dunia pada 19 Februari 2015, dan Nasrudin menjadi wali kota sejak 26 Maret 2015. Untuk Pemilihan Wali Kota 2018, ia berpasangan dengan Eti Herawati dan memenangkan pemilihan tersebut. Mereka dilantik oleh gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pada tanggal 12 Desember 2018 di Gedung Sate Kota Bandung, untuk periode 2018-2023. Dewan Perwakilan Anggota DPRD Kota Cirebon pada tahun 2015 sebanyak 36 orang, yang terdiri 26 laki-laki dan 10 perempuan. Anggota DPRD tersebut terbagi ke dalam 9 fraksi, Anggota fraksi terbanyak adalah Fraksi PDIP dengan 7 anggota, Fraksi Golkar 6 anggota, Fraksi Partai Nasdem 4 anggota, Fraksi Partai Gerindra 3 anggota, Fraksi Partai Demokrat 3 anggota, Fraksi PAN 3 anggota, Fraksi PKS 3, Fraksi Partai Hanura 3 dan Fraksi Bangkit Persatuan 3 anggota. Kecamatan Luas wilayah administrasi Pemerintah Kota Cirebon adalah 38,10 km2, pada tahun 2014 terdiri dari 5 wilayah kecamatan, 22 kelurahan, 247 Rukun Warga (RW), dan 1.352 Rukun Tetangga (RT). Harjamukti adalah kecamatan terluas (47%), kemudian berturut-turut Kesambi (22%), Lemahwungkuk (17%), Kejaksan (10%) dan Pekalipan (4%). Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Pemerintahan Kota Cirebon pada tahun 2015 mencapai 6.197 orang. Demografi Penduduk Menurut hasil Suseda Jawa Barat Tahun 2010 jumlah penduduk Kota Cirebon telah mencapai jumlah 298 ribu jiwa. Dengan komposisi penduduk laki-laki sekitar 145 ribu jiwa dan perempuan sekitar 153 ribu jiwa, dan rasio jenis kelamin sekitar 94,85 Penduduk Kota Cirebon tersebar di lima kecamatan, kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Pekalipan sebesar 21,5 ribu jiwa/km², terpadat kedua adalah Kecamatan Kejaksan 11,8 ribu jiwa/km², kemudian Kecamatan Kesambi 8,8 ribu jiwa/km², Kecamatan Lemahwungkuk 8,45 ribu jiwa/km², dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Harjamukti hampir 5,48 ribu jiwa/km². Pada akhir tahun 2014, kota Cirebon berpenduduk 384.000 jiwa, naik dari 300.434 jiwa pada Tahun 2012. PDRB per kapita kota ini pada tahun 2012 sebesar Rp43,65 juta (menurut harga berlaku) atau Rp19,78 juta (menurut harga konstan 2000). Menurut BPS Kota Cirebon, secara riil daya beli penduduk kota ini pada tahun 2012 tumbuh 5,2% dibandingkan tahun 2011. Pertumbuhan ini terpantau terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Suku bangsa Cirebon sebagai kota pelabuhan pada masa lalu menjadi tempat berniaga oleh pedagang-pedagang dari berbagai etnis. Dari sinilah mereka menikah dengan warga lokal atau sesamanya, dan menetap di kota ini. Oleh karena itu di Kota Cirebon mudah dijumpai beberapa etnis. Karena kemajemukan masyarakatnya, Cirebon bahkan pernah disebut sebagai "Kota Sejuta Etnis" pada masa lalu. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk Kota Cirebon adalah orang Cirebon (jawa cirebonan). Suku Jawa dan Sunda memiliki jumlah yang cukup signifikan. Penduduk dari keturunan Tionghoa juga terdapat di Kota Cirebon, seterusnya disusul oleh suku Batak, Minangkabau, dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kota Cirebon berdasarkan suku bangsa sesuai data Sensus Penduduk tahun 2000; Catatan: Suku Lainnya sudah termasuk suku-suku sisanya yang membentuk populasi Kota Cirebon seperti: Madura, dan Bali. Perhubungan Kota Cirebon terletak di wilayah strategis yang merupakan titik bertemunya jalur menghubungkan dua kota utama di Pulau Jawa, yakni Jakarta serta Surabaya melalui lintas tengah dan utara Jawa. Semua jenis transportasi itu baik transportasi darat, rel, laut, dan udara saling berintegrasi mendukung pembangunan di kota Cirebon. Kota Cirebon memiliki terminal bus tipe A, yaitu Terminal Harjamukti yang melayani berbagai tujuan di Pulau Jawa. Kota Cirebon memiliki dua stasiun kereta api, yakni Stasiun Cirebon atau Stasiun Kejaksan dan Stasiun Cirebon Prujakan. Stasiun Cirebon berarsitektur khas kolonial Belanda dan melayani kereta api antarkota kelas eksekutif dan campuran di lintas tengah dan utara Pulau Jawa, sedangkan Stasiun Cirebon Prujakan hanya melayani sebagian kecil kereta api antarkota kelas campuran dan seluruh kereta api antarkota kelas ekonomi maupun kereta api aglomerasi seperti KA . Pelabuhan Cirebon saat ini hanya digunakan untuk pengangkutan batu bara dan kebutuhan pokok dari pulau-pulau lain di Indonesia. Bandar Udara Cakrabuana merupakan bandar udara di Kota Cirebon saat ini hanya dijadikan sebagai bandara khusus sekolah penerbangan dan militer. Namun penerbangan komersial untuk Kota Cirebon dilayani di Bandar Udara Internasional Kertajati di Kabupaten Majalengka. Di kota ini masih terdapat Becak khas Cirebon sebagai sarana transportasi rakyat sekaligus sarana untuk wisata keliling kota. Pengangkutan dan Komunikasi Menurut catatan Dinas Kimpraswil Kota Cirebon, panjang jalan di Kota Cirebon pada tahun 2009, tercatat panjangnya mencapai 166.686 km. Dari panjang jalan tersebut, sebagian besar (99%) adalah jalan yang sudah diaspal yaitu sepanjang 165.217 km; dan sepanjang 1.448 km (1%) adalah jalan berkerikil. Dilihat dari kondisi jalan, sepanjang 161.439 km kondisinya baik, dan sekitar 4.141 km kondisi sedang, serta sebanyak 1,08 km kondisinya rusak, baik rusak berat maupun ringan. Jumlah sepeda motor, mobil penumpang, dan mobil barang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2006 jumlah sepeda motor tercatat sebanyak 80.714 buah dan pada tahun 2008 jumlahnya meningkat menjadi 109.961 buah. Kegiatan di pelabuhan laut Cirebon sepanjang tahun 2006-2009 mengalami penurunan dari 1.809 kapal yang berlabuh pada tahun 2006 menjadi 1.630 kapal yang berlabuh pada tahun 2009. Dari sejumlah kapal tersebut 40 kapal merupakan jenis pelayaran luar negeri, sebanyak 1.488 kapal merupakan jenis kapal pelayaran dalam negeri, 132 kapal merupakan pelayaran rakyat. Arus barang berdasarkan perdagangan di pelabuhan Cirebon didominasi oleh bongkar muat antar pulau. Lalu lintas penerbangan melalui Bandara Penggung Cirebon mengalami peningkatan dari sebanyak 899 pesawat pada tahun 2009 menjadi 1.110 pesawat pada tahun 2010. Pada tahun 2010 juga terjadi peningkatan volume keberangkatan pesawat, karena pada 2010 terdapat 1.117 pesawat yang berangkat dari bandara Penggung. Penumpang yang diangkut melalui stasiun Cirebon pada tahun 2009 telah mencapai 683.912 orang. Bulan Juni merupakan jumlah penumpang kereta api terbanyak yaitu mencapai 70.145 orang, sedangkan yang terendah terjadi di bulan Februari yang mencapai 40.914 orang. Data pengiriman surat dalam negeri melalui kantor pos. Tercatat pengiriman surat dalam negeri tahun 2009 tercatat sebanyak 541.912 surat. Untuk jenis pengiriman surat yang terbanyak masih pengiriman surat biasa, kemudian pengiriman surat kilat khusus dan pengiriman surat kilat. Perekonomian Perekonomi Kota Cirebon dipengaruhi oleh letak geografis yang strategis dan karakteristik sumber daya alam sehingga struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa. Tomé Pires dalam Suma Orientalnya sekitar tahun 1513 menyebutkan Cirebon merupakan salah satu sentra perdagangan di Pulau Jawa. Setelah Cirebon diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1859, pelabuhan Cirebon ditetapkan sebagai transit barang ekspor-impor dan pusat pengendalian politik untuk kawasan di pedalaman Jawa. Sampai tahun 2001 kontribusi perekonomian untuk Kota Cirebon adalah industri pengolahan (41,32%), kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (29,8%), sektor pengangkutan dan komunikasi (13,56%), sektor jasa-jasa (6,06%). Sedangkan sektor lainnya (9,26%) meliputi sektor pertambangan, pertanian, bangunan, listrik, dan gas rata-rata 2-3%. Salah satu wujud usaha di sektor informal adalah pedagang kaki lima, Kota Cirebon yang sering menjadi sasaran urbanisasi memiliki jumlah PKL yang cukup signifikan pada setiap tahunnya. Fenomena ini di satu sisi menggembirakan karena menunjukkan dinamika ekonomi akar rumput, tetapi di sisi lain jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan persoalan yang serius di sektor ketertiban dan tata ruang. Perusahaan rokok multinasional, British American Tobacco (BAT), merupakan salah satu produsen rokok yang pernah berdiri di Kota Cirebon. Namun pada tahun 2010, guna mengefisiensikan produksinya, merelokasi pabrik di Kota Cirebon ke Kota Malang. Kota Cirebon memiliki 12 kompleks ruko, 13 bangunan plaza dan mall serta 12 pasar tradisional. Pada triwulan I 2010, Kota Cirebon mengalami laju inflasi tertinggi dibandingkan dengan kota lainnya di Jawa Barat. Faktor pendorong kenaikan laju inflasi terutama berasal dari kelompok transpor, komunikasi dan jasa, keuangan serta pendidikan, pariwisata, dan olahraga. Kelompok transpor Kota Cirebon mengalami laju inflasi yang cukup tinggi karena kenaikan harga BBM nonsubsidi serta tarif jasa keuangan. Sementara itu, tarif kursus/pelatihan di Kota Cirebon relatif tinggi dibandingkan dengan kota-kota lainnya, sehingga mendorong tingginya inflasi kelompok pendidikan. Keuangan dan Harga Pada tahun anggaran 2007 penerimaan mencapai 510,2 miliar rupiah, sementara itu pada tahun anggaran 2010 meningkat menjadi 758,7 miliar rupiah. Pos penerimaan terbesar masih diperoleh dari bagian Dana Perimbangan yaitu sebesar 489,3 miliar rupiah atau sekitar 64,5 persen dari seluruh penerimaan daerah, penerimaan terbesar kedua berasal dari Bagian Pendapatan Asli Daerah yaitu sebesar 115,2 miliar rupiah atau sebesar 15,2 persen dari seluruh penerimaan daerah. Besarnya Dana Perimbangan ini, terutama merupakan kontribusi dari dana alokasi umum (DAU) kepada pemerintah daerah Kota Cirebon yang pada tahun 2010 jumlahnya mencapai 412 miliar rupiah atau sebesar 84,2 persen dari total penerimaan. Pada tahun anggaran 2010 ini untuk realisasi belanja tidak langsung dan belanja langsung, tercatat belanja tidak langsung langsung sebesar 419,4 miliar rupiah dan belanja langsung sebesar 350,7 miliar rupiah. Dari sejumlah belanja tidak langsung, yang menggunakan keuangan terbesar adalah untuk pos belanja pegawai yaitu sebesar 347 miliar rupiah. Sementara itu untuk belanja langsung, pos terbesar adalah untuk belanja barang dan jasa yaitu sebesar 118,2 miliar. Jumlah Koperasi di kota Cirebon tahun 2010 sebanyak 244 buah koperasi dengan anggota aktif sebanyak 29.089 orang. Angka tersebut menurun dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 271 buah koperasi. Pelayanan umum Listrik Listrik selain untuk menunjang kegiatan ekonomi seperti industri, juga untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dengan cara membuat kemudahan penduduk beraktivitas. Dari data kelistrikan yang disajikan, tercatat jumlah pelanggan pengguna listrik mencapai pelanggan pada tahun 2010, dengan rincian sekitar 89,04 persen adalah pelanggan rumah tangga (R) dan 7,73 persen pelanggan bisnis (B), pelanggan golongan tarif sosial (S) sekitar 2,05 persen. Pelanggan industri hanya 0,16 persen. Daya terpasang pada tahun 2008 ini sebesar 133.655.500 KVA. Air Minum Penyedian sumber air minum sangat penting untuk sebuah kota seperti Kota Cirebon yang merupakan sebagian wilayahnya berbatasan dengan pantai, yang cenderung sebagian besar sumber airnya tidak layak untuk air minum. Oleh karena itu, ketersediaan air oleh PDAM menjadi sangat penting. Produksi air oleh PDAM Kota Cirebon, dalam kurun 2006- 2009 jumlah produksi air minum cenderung berfluktuasi, pada tahun 2006 produksi air mencapai 23.425.965 m3, kemudian menjadi 26.245.072 m3 (2007) dan turun pada tahun 2008 menjadi 25.432.691 m3, dan naik kembali menjadi 25.455.687 m3 pada tahun 2008. Untuk air yang disalurkan pada tahun 2009 mencapai 18.682.035 m3. Dengan rincian, air minum yang disalurkan pada rumah tangga sebesar 13.554.294 m3 ; hotel, objek wisata dan industri sebesar 2.552.822 m3 ; Badan Sosial/Rumah Sakit sebesar 733.357 m3 . Nilai penjualan air minum pada tahun 2009 mencapai 27.994 juta rupiah, turun sebesar 2,07 persen dibandingkan dengan tahun 2008. Nilai penjualan terbesar dihasilkan dari penjualan kepada golongan pelanggan rumah tangga dengan nilai sebesar 17.793 juta rupiah atau 63,56 persen dari total penjualan. Hampir 93% penduduknya telah terlayani oleh layanan air bersih dari PDAM Cirebon, mayoritas pelanggan air bersih di kota ini adalah rumah tangga (90,37% atau sebanyak 59.006) dari jumlah total sambungan yang ada (65.287). Kesehatan Sejak pemerintah Hindia Belanda, Kota Cirebon telah memiliki rumah sakit yang bernama Oranje, yang diresmikan penggunaannya pada 31 Agustus 1921 dan mulai beroperasi sejak tanggal 1 September 1921. Pada tahun 2009 di Kota Cirebon telah tersedia sekitar 6 rumah sakit umum, 4 rumah sakit bersalin, 21 Puskesmas, 15 Puskemas Pembantu, 20 Puskesmas Keliling, serta 85 Apotik, dan 31 Toko Obat. Dengan jumlah tenaga medis seperti dokter spesialis sekitar 94 orang, dan 118 dokter umum, 45 dokter gigi, 847 perawat, serta 278 bidan. Catatan BKKBN menyebutkan bahwa Cirebon, bersama dengan Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Garut, di tahun 2022, menjadi daerah berstatus darurat stunting. Hal ini disebabkan persentase stunting pada anak berusia di bawah 12 tahun mencapai lebih dari 30%. Rumah sakit Pendidikan Jumlah sekolah yang ada di Kota Cirebon, terdapat 160 Sekolah Dasar sederajat, 52 Sekolah Menengah Pertama sederajat, 58 Sekolah Menengah Atas sederajat, dan 19 Sekolah Menengah Kejuruan. Sementara untuk perguruan tinggi, diantaranya: Akademi Kebidanan (akbid) Isma Husada cirebon Akademi Kebidanan Graha Husada Cirebon (Akbid GHC) Akademi Keperawatan (akper) Dharma Husada Cirebon Akademic Maritime Of Cirebon Cirebon Institute of Computer (CIC) Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon Institut Pendidikan & Bahasa Invada Cirebon (IPB Cirebon) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Institut Teknologi Bandung Kampus Cirebon LP3I Business College Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon (STTC) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Cirebon Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mahardika Cirebon (STIKma) Politeknik Kesehatan Negeri Tasikmalaya Cirebon Politeknik Pariwisata Prima Internasional Telkom PDC Universitas 17 Agustus 1945 Cirebon (UNTAG) Universitas Catur Insan Cendikia Universitas Islam Bunga Bangsa Cirebon Universitas Nahdlatul Ulama Cirebon Universitas Swadaya Gunung Jati Universitas YPIB WIT Institute Cirebon Pariwisata Kota Cirebon memiliki wisata tentang sejarah kejayaan kerajaan Islam, kisah para wali, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Masjid At-Taqwa Cirebon, kelenteng kuno, dan bangunan-bangunan peninggalan zaman Belanda. Kota ini juga menyediakan bermacam kuliner khas Cirebon, dan terdapat sentra kerajinan rotan serta batik. Di kota Cirebon terdapat keraton di dalam kota, yakni Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Keraton tersebut memiliki arsitektur gabungan dari elemen kebudayaan Islam, Tiongkok, dan Belanda. Ciri khas bangunan keraton selalu menghadap ke utara dan ada sebuah masjid di dekatnya. Setiap keraton mempunyai alun-alun sebagai tempat berkumpul, pasar dan patung macan di taman atau halaman depan sebagai perlambang dari Prabu Siliwangi, tokoh sentral terbentuknya kerajaan Cirebon. Ciri lain adalah piring porselen asli Tiongkok yang jadi penghias dinding. Beberapa piring konon diperoleh dari Eropa saat Cirebon jadi pelabuhan pusat perdagangan Pulau Jawa. Kota Cirebon memiliki beberapa kawasan taman di antaranya Taman Air Sunyaragi dan Taman Ade Irma Suryani. Taman Air Sunyaragi memiliki teknologi pengaliran air yang canggih pada masanya, air mengalir di antara teras-teras tempat para putri raja bersolek, halaman rumput hijau tempat para kesatria berlatih, ditambah menara dan kamar istimewa yang pintunya terbuat dari tirai air. Sementara beberapa masakan khas kota ini sebagai bagian dari wisata kuliner antara lain: Sega Jamblang, Sega lengko, Empal gentong, Docang, Tahu gejrot, Kerupuk Melarat, Mendoan, Sate beber, Mi koclok, Empal asem, Nasi goreng Cirebon, Ketoprak Cirebon, Bubur ayam Cirebon, Kerupuk Udang dan sebagainya. Bangunan bersejarah Kebudayaan Kebudayaan yang melekat pada masyarakat Kota Cirebon merupakan perpaduan berbagai budaya yang datang dan membentuk ciri khas tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pertunjukan khas masyarakat Cirebon antara lain Tarling, Tari Topeng Cirebon, Sintren, Kesenian Gembyung dan Sandiwara Cirebonan. Kota ini juga memiliki beberapa kerajinan tangan di antaranya Topeng Cirebon, Lukisan Kaca, Bunga Rotan dan Batik. Salah satu ciri khas batik asal Cirebon yang tidak ditemui di tempat lain adalah motif Mega Mendung, yaitu motif berbentuk seperti awan bergumpal-gumpal yang biasanya membentuk bingkai pada gambar utama. Motif Mega Mendung adalah ciptaan Pangeran Cakrabuana (1452-1479), yang hingga kini masih kerap digunakan. Motif tersebut didapat dari pengaruh keraton-keraton di Cirebon. Karena pada awalnya, seni batik Cirebon hanya dikenal di kalangan keraton. Sekarang dicirebon, batik motif mega mendung telah banyak digunakan berbagai kalangan. Selain itu terdapat juga motif-motif batik yang disesuaikan dengan ciri khas penduduk pesisir. Galeri kuliner Referensi Lihat pula Bom Cirebon 2011 Kabupaten Cirebon Orang Cirebon Bahasa Cirebon Pranala luar Media Cirebon Cirebon Geografi Sunda Cirebon
4062
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Depok
Kota Depok
Kota Depok adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota Depok merupakan bagian dari kawasan metropolitan Jabodetabekpunjur dan berada di bagian selatan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kota Depok dibentuk dari wilayah Kota Administratif Depok dengan penambahan wilayah dari Kecamatan Limo, Kecamatan Cimanggis, dan Kecamatan Sawangan, serta sebagian desa dari Kecamatan Bojonggede yang digabungkan dengan Kecamatan Pancoran Mas. Tanggal peresmian Kota Depok ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Depok. Jumlah penduduk kota Depok berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada pertengahan tahun 2023 sebanyak 1.927.867 jiwa. Sejarah Ketika zaman Hindia Belanda, masa pendudukan Jepang, hingga kemerdekaan Indonesia, wilayah Depok terpisah dalam tiga kawedanan yang berbeda di Kabupaten Bogor, diantaranya. Kawedanan Parung Kecamatan Depok Desa Pancoran Mas Desa Beji Kecamatan Limo Desa Limo Desa Cinere Desa Gandul Kecamatan Parung Desa Bojongsari Desa Sawangan Kawedanan Jonggol Kecamatan Cimanggis Desa Tapos Kawedanan Cibinong Kecamatan Cipayung Kecamatan Sukmajaya Kecamatan Cilodong Pada tahun 1898, 1909, dan 1933, Kecamatan Depok berada di bawah Kawedanan Parung tersebut masuk ke dalam suatu distrik yang berpusat di Parung, Afdeling Buitenzorg. Setelah dihapusnya kawedanan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 1963, Kecamatan Depok setelah dihapusnya sistem kawedanan saat itu terdiri dari 11 desa, yaitu Depok, Depok Jaya, Pancoran Mas, Mampang, Rangkapan Jaya, Rangkapan Jaya Baru, Beji, Kemirimuka, Pondokcina, Tanahbaru, dan Kukusan. Depok pernah menjadi pusat Residensi Ommelanden van Batavia atau Keresidenan Daerah sekitar Jakarta berdasarkan Keputusan Gubernur Batavia yaitu en Ommelanden per tanggal 11 April 1949 Nomor Pz/177/G.R. yang dimuat di dalam Javasche Courant 1949 Nomor 31. Residensi ini membubarkan Regentschap Meester Cornelis yang terbentuk sejak 1925. Kota Depok (1999–sekarang) Meningkatnya arus urbanisasi pada era 1960-an hingga 1970-an, Jakarta di masa pemerintahan gubernur Ali Sadikin melakukan kajian dalam upaya perluasan wilayah. Saat itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik memetakan wilayah-wilayah yang berada di sekitar Jakarta, seperti Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi untuk menjadi sebuah kawasan baru yang dikembangkan. Menurut Ali Sadikin, gagasan tersebut akan memakai anggaran yang besar dan lebih dominan melibatkan pemerintah Jakarta. Sebelumnya, pemerintah lebih dulu berinisiatif memperluas wilayah Jakarta hingga Ciawi, Cibinong, Bekasi, dan Tangerang. Oleh karenanya, Ali menugaskan jajarannya untuk mengkaji perluasan wilayah Jakarta. Alhasil, wilayah Cibinong, Bekasi, dan Depok dianggap strategis dan berpeluang untuk bergabung dengan Jakarta. Hal inilah yang menjadi cikal bakal kawasan Jabodetabekpunjur. Sebelum diusulkan menjadi kotamadya, Walikota Administratif Depok, Badrul Kamal mengajukan beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor untuk bergabung dengan Depok. Pada saat itu, Kota Administratif Depok hanya memiliki tiga kecamatan, yaitu Pancoran Mas, Beji, dan Sukmajaya, di mana untuk membentuk sebuah kota diperlukan setidaknya enam kecamatan. Kemudian, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bogor mengadakan pertemuan untuk membahas pemekaran Kota Depok dari Kabupaten Bogor. Badrul menerangkan peluang Depok menjadi kotamadya dari segi sosial, ekonomi, demografi, kebudayaan, politik, dan sebagainya. Hasil pertemuan tersebut dibahas kembali dalam sidang pleno dan menyetujui pembentukan Kota Depok. Sepuluh hari kemudian, hasil sidang pleno itu diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dan pada akhirnya di tingkat pusat, yakni Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Kemudian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia akhirnya mengesahkan pembentukan Kota Depok bersamaan dengan Kota Cilegon pada tanggal 20 April 1999. Pengesahan undang-undang tersebut dikawal oleh tokoh masyarakat di Kota Depok. Seminggu setelahnya, Depok secara resmi berdiri sebagai kotamadya, sekaligus mengakhiri status Depok sebagai kota administratif. Beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor, diantaranya Limo, Cimanggis, dan Sawangan, dimasukkan ke wilayah Kota Depok. Tidak hanya itu, desa-desa di Kecamatan Bojonggede digabungkan dengan Kecamatan Pancoran Mas, seperti Bojong Pondok Terong, Ratujaya, Pondok Jaya, Cipayung, dan Cipayung Jaya. Peresmian Kota Depok sekaligus melantik Badrul Kamal sebagai penjabat sementara Walikota Depok. Pada tahun 2007, subwilayah di Kota Depok dimekarkan menjadi 11 kecamatan dan 63 kelurahan. Pemekaran tersebut disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok. Berikut merupakan daftar kecamatan dan kelurahan yang dimekarkan: Kecamatan Bojongsari yang dimekarkan dari Kecamatan Sawangan, meliputi beberapa kelurahan, diantaranya Bojongsari Lama, Bojongsaribaru, Serua, Pondokpetir, Curug, Durenmekar, Pengasinan, dan Durenseribu. Kecamatan Cilodong yang dimekarkan dari Kecamatan Sukmajaya, meliputi beberapa kelurahan, diantaranya Cilodong, Sukamaju, Kalibaru, Kalimulya, dan Jatimulya. Kecamatan Cinere yang dimekarkan dari Kecamatan Limo, meliputi beberapa kelurahan, diantaranya Cinere, Gandul, Pangkalan Jati, dan Pangkalan Jati Baru. Kecamatan Cipayung yang dimekarkan dari Kecamatan Pancoran Mas, meliputi beberapa kelurahan, diantaranya Cipayung, Cipayung Jaya, Ratujaya, Bojong Pondok Terong, dan Pondok Jaya. Kecamatan Tapos yang dimekarkan dari Kecamatan Cimanggis, meliputi beberapa kelurahan, diantaranya Tapos, Leuwinanggung, Sukatani, Sukamaju Baru, Jatijajar, Cilangkap, dan Cimpaeun. Bergabungnya Kota Depok ke wilayah Jakarta kembali diwacanakan oleh Mohammad Idris. Ia mencanangkan pembentukan Jakarta Raya seusai tidak lagi menjadi ibu kota Indonesia pada tahun 2024. Idris menuturkan bahwa Jakarta memiliki persamaan dengan daerah-daerah penyangganya, seperti Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Persamaan tersebut terkait dengan permasalahan-permasalahan yang ada, seperti kemacetan dan banjir, sehingga pembangunan dapat direalisasikan. Geografi Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6° 19’ 00”–6° 28’ 00” Lintang Selatan dan 106° 43’ 00”–106° 55’ 30” Bujur Timur. Dengan luas wilayah sekitar 200,29 km², Depok merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 50-140 mdpl dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Depok dilalui sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan. Selain itu, ada juga 13 sub satuan wilayah aliran sungai dan 22 buah danau. Batas wilayah Secara administratif, Depok dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 15 tahun 1999 tentang terbentuknya Kota Depok dan Kota Cilegon. Pada tanggal 27 April 1999, Kota Administratif Depok dan Kota Administratif Cilegon berubah menjadi kotamadya. Batas sebelah utara Depok dengan Batavia ini tidak berubah setidaknya semenjak tahun 1933. Pemerintahan Wali Kota Wali kota Depok saat ini dijabat oleh Mohammad Idris, didampingi wakil wali kota, Imam Budi Hartono. Idris dan Imam adalah pemenang pada pemilihan umum wali kota Depok 2020. Serah terima jabatan dari pelaksana tugas harian wali kota Depok, Sri Utomo, kepada Idris, disaksikan perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, di Ruang Rapat Paripurna, Gedung DPRD Kota Depok, Komplek Perkantoran Kota Kembang, Grand Depok City, Cilodong, Depok, Jawa Barat. Sementara itu, Imam tidak hadir dalam serah terima jabatan, karena dalam kondisi pemulihan kesehatan akibat terjangkit Covid-19, dan hanya mengikuti acara tersebut secara virtual. Kemudian, pelantikan Idris dan Imam dilakukan oleh gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pada 26 Februari 2021 secara terpisah. Idris dilantik di Gedung Merdeka Bandung, sementara Imam dilantik secara virtual. Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Suku bangsa Karakteristik suku bangsa penduduk Kota Depok memiliki keberagaman. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk Kota Depok adalah orang Betawi, Jawa, dan Sunda. Jumlah yang signifikan juga berasal dari suku Batak dan Minangkabau. Keberagaman suku bangsa di Kota Depok memengaruhi perbedaan budaya dan adat istiadat masyarakat. Berikut adalah besaran penduduk Kota Depok berdasarkan suku bangsa sesuai data Sensus Penduduk tahun 2000; Ekonomi Perkembangan Kota Depok dari aspek geografi, demografi maupun sumber pendapatan begitu pesat. Ada beberapa indikator yang dapat dipergunakan sebagai acuan tentang pertumbuhan ekonomi di Kota Depok, diantaranya: Indeks daya beli masyarakat Depok semakin meningkat dan mengalami peningkatan dari 576,76 pada tahun 2006 menjadi 648,58 pada tahun 2010. Capaian Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Depok meningkat dari 6,54% pada 2016 menjadi 7,28% pada 2017. Terjadi peningkatan dari tahun ke tahun pada peranan sektor tersier, yaitu dari 50,42% pada tahun 2006 menjadi 58,92% pada tahun 2010. Pendidikan Transportasi Transportasi umum yang tersedia di Kota Depok yakni KAI Commuter ( Lin Bogor), LRT Jabodebek ( Lin Cibubur), layanan bus Transjakarta yang tersedia di Depok, Universitas Indonesia, dan di Cibubur Junction dan layanan feeder bus Trans Pakuan yang juga tersedia di Stasiun LRT Harjamukti. Ada juga layanan bus menuju atau dari Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta, bus raya terpadu Depok Go Lancar, Trans Grand Depok City, dan layanan bus Miniarta. Terminal Terminal Depok Terminal Jatijajar Terminal Sawangan Terminal Citayam Terminal Kampung Sawah Terminal Leuwinanggung Stasiun kereta api Stasiun Citayam Stasiun Depok Stasiun Depok Baru Stasiun LRT Harjamukti Stasiun Pondok Cina Stasiun Pondok Rajeg Stasiun Pondok Terong Stasiun Universitas Indonesia Fasilitas Perumahan Menurut data Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Depok tahun 2022, jumlah perumahan di Depok hingga kini ada sekitar 520 perumahan. Tempat ibadah Depok memiliki 387 Masjid dan 83 Musala, 33 Gereja Kristen, 5 Gereja Katolik Roma, 2 Pura, 1 Wihara, dan 1 Klenteng yang tersebar di 11 kecamatan. Museum Kota Depok saat ini per tahun 2021-2022 sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan untuk membangun pusat sejarah, dikarenakan Depok dulunya memiliki kaitan dengan Hindia Belanda. Terbukti dengan adanya Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein di Jalan Pemuda dan gereja-gereja berarsitektur Hindia Baru di sekitaran Depok Lama. Bahkan Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Lambert Grijns, serius dalam menanggapi program penataan kawasan heritage yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok. Taman Wali kota Depok Mohammad Idris menyebutkan ada hampir 100 taman di Kota Depok atau lebih tepatnya sekitar 65 taman. Angka ini lebih banyak apabila dibandingkan dengan Kota Bandung yang terkenal memiliki berbagai macam taman dengan beragam konsep yang kreatif. Stadion sepak bola Pemerintah Kota Depok meresmikan 5 stadion diantaranya 4 stadion umum dan 1 stadion internasional. Stadion ini diresmikan dikarenakan minat pemuda terhadap sepak bola cukup tinggi terlebih di Kota Depok. Berikut beberapa stadion yang sudah diresmikan: Stadion Haji Abdul Malik Stadion Mahakam Stadion Merpati Stadion Mini Sukatani Stadion Universitas Indonesia Kesehatan Catatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyebutkan bahwa Depok sendiri di tahun 2022, merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat dengan persentase stunting terendah, yakni hanya sebesar 12,3%. Rumah sakit Rumah Sakit Umum Daerah Anugerah Sehat Afiat Rumah Sakit Umum Daerah Khidmat Sehat Afiat Rumah Sakit Bhayangkara Brimob Rumah Sakit Citra Medika Rumah Sakit Hermina Depok Rumah Sakit Meilia Cibubur Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok Rumah Sakit Permata Depok Rumah Sakit Primaya Depok Rumah Sakit Puri Cinere Rumah Sakit Sentra Medika Cisalak Rumah Sakit Siloam Jantung Diagram Rumah Sakit Simpangan Depok Rumah Sakit Tugu Ibu Depok Rumah Sakit Universitas Indonesia Rumah Sakit Bersalin Budhi Jaya Utama Rumah Sakit Bersalin Depok Jaya Rumah Sakit Bersalin Reni Sejahtera Rumah Sakit Bersalin Sumber Bahagia Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Depok Rumah Sakit Ibu dan Anak Asyifa Depok Rumah Sakit Ibu dan Anak Brawijaya Sawangan Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Aliyah Rumah Sakit Ibu dan Anak Graha Permata Ibu Rumah Sakit Ibu dan Anak Setya Bhakti Rumah Sakit Ibu dan Anak Tumbuh Kembang Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha Rumah Sakit Umum Bunda Margonda Rumah Sakit Umum Citra Arafiq Kelapadua Rumah Sakit Umum Citra Arafiq Sawangan Rumah Sakit Umum Hasanah Graha Afiah Referensi Kepustakaan Pranala luar Situs Web Resmi Kota Depok Sejarah Kota Depok Persebaran Data Arkeologi Depok Abad 17-19 M Situs Rumah Minimalis Depok Seni Budaya Kota Depok. Kota di Jawa Barat Kota Depok Depok DAS Ciliwung
4063
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Garut
Kabupaten Garut
Kabupaten Garut () adalah sebuah wilayah Kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Tarogong Kidul. Kabupaten Garut berbatasan dengan Kabupaten Sumedang di bagian utara, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Majalengka di bagian timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung di bagian barat. Sejarah Sejarah Garut tak bisa dilepaskan dari Kabupaten Limbangan. Kabupaten Limbangan adalah Kabupaten lama yang ibu kotanya dipindahkan ke Garut kini karena sering kali terjadi bencana alam berupa banjir yang melanda daerah ibu kota. Selain itu, kurang berkembangnya pusat pemerintahan karena jauh dari sungai yang menjadi sarana transportasi dan irigasi areal pesawahan dan perkebunan. Bupati Adiwijaya (1813–1831) membentuk panitia survei lokasi untuk ibu kota kabupaten yang baru. Pilihan akhirnya jatuh di tempat yang dikelilingi gunung dan memiliki mata air yang mengalir ke Cimanuk. Tempat tersebut berjarak ± 17 km dari pusat kota lama. Saat menemukan mata air, seorang panitia kakarut (bahasa sunda: tergores) belukar. Orang Belanda yang ikut survei tak dapat menirukan kata tadi, dan menyebutnya gagarut. Pada awalnya, nama kabupaten yang ibu kotanya telah dipindahkan tidak akan diubah, masih Kabupaten Limbangan. Namun, atas saran sesepuh hendaknya nama kabupaten diganti dengan nama baru sehingga tidak menimbulkan bencana dan malapetaka dikemudian hari seperti yang sering menimpa kabupaten Limbangan. Dari kejadian kakarut tersebut, yang dilafalkan oleh orang Belanda dengan gagarut, telah muncul ide untuk nama kabupaten baru, yaitu "Garut". Hari jadi Garut diperingati setiap tanggal 16 Februari. Geografi Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif sebesar 306.519 Ha (3.065,19 km²). Sebagian besar wilayah kabupaten ini adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit. Di antara gunung-gunung di Garut adalah: Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), keduanya terletak di perbatasan dengan Kabupaten Bandung, serta Gunung Cikuray (2.821 m) di selatan kota Garut. Kabupaten Garut yang secara geografis berdekatan dengan Kota Bandung sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat, merupakan daerah penyangga dan hinterland bagi pengembangan wilayah Bandung Raya. Karena itu, Kabupaten Garut mempunyai kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan warga Kota dan Kabupaten Bandung, sekaligus berperan di dalam pengendalian keseimbangan lingkungan. Iklim dan Cuaca Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Garut dapat dikatagorikan sebagai daerah beriklim tropis basah (humid tropical climate) karena termasuk tipe Af sampai Am dari "klasifikasi iklim Koppen". Berdasarkan studi data sekunder, iklim dan cuaca di daerah Kabupaten Garut dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation pattern), topografi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat; dan elevasi topografi di Bandung. Curah hujan rata-rata tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2.589mm dengan bulan basah 9 bulan dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan mencapai 3500–4000mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24 °C – 27 °C. Besaran angka penguap keringatan (evapotranspirasi) menurut Iwaco-Waseco (1991) adalah 1572mm/tahun. Dalam sehari intensitas hujan yang melanda Kabupaten Garut melebihi 200mm. Adapun kapasitas ambang batas serapan hujan menurut BMKG dipatok pada 150mm sehingga ada 50mm air hujan yang tidak terserap. Air hujan yang tidak terserap tersebut membuat Kabupaten Garut menjadi daerah rawan banjir. Selama musim hujan, secara tetap bertiup angin dari Barat Laut yang membawa udara basah dari Laut Tiongkok Selatan dan bagian barat Laut Jawa. Pada musim kemarau, bertiup angin kering bertemperatur relatif tinggi dari arah Australia yang terletak di tenggara. Geomorfologi Bentang alam Kabupaten Garut Bagian Utara terdiri dari atas dua aransemen bentang alam, yaitu: (1) dataran dan cekungan antar gunung berbentuk tapal kuda membuka ke arah utara, (2) rangkaian-rangkaian gunung api aktif yang mengelilingi dataran dan cekungan antar gunung, seperti komplek G. Guntur – G. Haruman – G. Kamojang di sebelah barat, G. Papandayan – G. Cikuray di sebelah selatan tenggara, dan G. Cikuray – G. Talagabodas – G. Galunggung di sebelah timur. Bentang alam di sebelah Selatan terdiri dari dataran dan hamparan pesisir pantai dengan garis pantai sepanjang 80 km. Evolusi bentang alam Kabupaten Garut khususnya Garut Utara dapat dijelaskan melalui 2 (dua) pendekatan hipotesis, yaitu: Bemmelen (1949) berpendapat bahwa terbentuknya tataan bentang alam, khususnya di sekitar Garut, dikontrol oleh aktivitas vulkanik yang berlangsung pada periode Kuarter (sekitar 2 juta tahun lalu sampai sekarang). Setelah terjadi pergerakan tektonik yang memicu pembentukan pegunungan di akhir Pleistosen, terjadilah deformasi regional yang digerakkan oleh beberapa patahan, seperti patahan Lembang, patahan Kancana, dan patahan Malabar-Tilu. Khusus di sekitar dataran antar gunung Garut diperkirakan telah terjadi suatu penurunan (depresi) akibat isostasi (proses menuju keseimbangan) dari batuan dasar dan pembebanan batuan sedimen vulkaniklastik di atasnya. Menurut konsep Tektonik Lempeng (Hamilton, 1979), proses pembentukan gunung api di Zona Bandung tidak terlepas dari proses pembentukan busur magmatis Sunda yang dikontrol oleh aktivitas penunjaman (subduksi) Lempeng Samudra Indonesia yang menyusup sekitar 6–10 cm/tahun di bawah Lempeng Kontinen Asia. Bongkahan (slab) lempeng samudra setebal lebih dari 12 km tersebut akan tenggelam ke mantel bagian luar yang bersuhu lebih dari 3000°, sehingga mengalami pencairan kembali. Akibat komposisi lempeng kerak samudra bersifat basa, sedangkan mantel bagian luar bersifat asam, maka pada saat pencairan akan terjadi asimilasi magma yang memicu bergeraknya magma ke permukaan membentuk busur magmatis berkomposisi andesitis-basaltis. Setelah terbentuk busur magmatis, pergerakan tektonik internal (intra-arctectonics) selanjutnya bertindak sebagai penyebab utama terjadinya proses perlipatan, patahan, dan pembentukan cekungan antar gunung. Topografi Ibu kota Kabupaten Garut berada pada ketinggian 717 m dpl dikelilingi oleh Gunung Karacak (1.838 m), Gunung Cikuray (2.821 m), Gunung Papandayan (2.622 m), dan Gunung Guntur (2.249 m). Karakteristik topografi Kabupaten Garut: sebelah Utara terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan, sedangkan bagian Selatan (Garut Selatan) sebagian besar permukaannya memiliki tingkat kecuraman yang terjal dan di beberapa tempat labil. Kabupaten Garut mempunyai ketinggian tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah yang sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah tertinggi di puncak gunung. Wilayah yang berada pada ketinggian 500–100 m dpl terdapat di kecamatan Pakenjeng dan Pamulihan dan wilayah yang berada pada ketinggian 100–1500 m dpl terdapat di kecamatan Cikajang, Pakenjeng, Pamulihan, Cisurupan dan Cisewu. Wilayah yang terletak pada ketinggian 100–500 m dpl terdapat di kecamatan Cibalong, Cisompet, Cisewu, Cikelet dan Bungbulang serta wilayah yang terletak di daratan rendah pada ketinggian kurang dari 100 m dpl terdapat di kecamatan Cibalong dan Pameungpeuk. Rangkaian pegunungan vulkanik yang mengelilingi dataran antar gunung Garut Utara umumnya memiliki lereng dengan kemiringan 30-45% di sekitar puncak, 15-30% di bagian tengah, dan 10-15% di bagian kaki lereng pegunungan. Lereng gunung tersebut umumnya ditutupi vegetasi cukup lebat karena sebagian di antaranya merupakan kawasan konservasi alam. Wilayah Kabupaten Garut mempunyai kemiringan lereng yang bervariasi antara 0-40%, di antaranya sebesar 71,42% atau 218.924 Ha berada pada tingkat kemiringan antara 8-25%. Luas daerah landai dengan tingkat kemiringan di bawah 3% mencapai 29.033 Ha atau 9,47%; wilayah dengan tingkat kemiringan sampai dengan 8% mencakup areal seluas 79.214 Ha atau 25,84%; luas areal dengan tingkat kemiringan sampai 15% mencapai 62.975 Ha atau 20,55% wilayah dengan tingkat kemiringan sampai dengan 40% mencapai luas areal 7.550 Ha atau sekitar 2.46%. Berdasarkan arah alirannya, sungai-sungai di wilayah Kabupaten Garut dibagi menjadi dua daerah aliran sungai (DAS) yaitu Daerah Aliran Utara yang bermuara di Laut Jawa dan Daerah Aliran Selatan yang bermuara di Samudra Indonesia. Daerah aliran selatan pada umumnya relatif pendek, sempit dan berlembah-lembah dibandingkan dengan daerah aliran utara. Daerah aliran utara merupakan DAS sungai Cimanuk Bagian Utara, sedangkan daerah aliran selatan merupakan DAS Cikaengan dan Sungai Cilaki. Wilayah Kabupaten Garut terdapat 36 buah sungai dan 112 anak sungai dengan panjang sungai seluruhnya 1.403,35 km; di mana sepanjang 92 km di antaranya merupakan panjang aliran Sungai Cimanuk dengan 60 buah anak sungai. Berdasarkan interpretasi citra landsat Zona Bandung, tampak bahwa pola aliran sungai yang berkembang di wilayah dataran antar gunung Garut Utara menunjukkan karakter mendaun, dengan arah aliran utama berupa sungai Cimanuk menuju ke utara. Aliran Sungai Cimanuk dipasok oleh cabang-cabang anak sungai yang berasal dari lereng pegunungan yang mengelilinginya. Secara individual, cabang-cabang anak sungai tersebut merupakan sungai-sungai muda yang membentuk pola penyaliran sub-paralel, yang bertindak sebagai subsistem dari DAS Cimanuk. Geologi Berdasarkan peta geologi skala 1:100.000 lembar Arjawinangun, Bandung dan Garut yang dikompilasi oleh Ratman & Gafor (1998) menjadi peta geologi skala 1:500.000, tataan dan urutan batuan penyusun di wilayah Kabupaten Garut bagian utara didominasi oleh material vulkanik yang berasosiasi dengan letusan (erupsi) gunung api, di antaranya erupsi G. Cikuray, G. Papandayan dan G. Guntur. Erupsi tersebut berlangsung beberapa kali secara sporadik selama periode Kuarter (2 juta tahun) lalu, sehingga menghasilkan material vulkanis berupa breksi, lava, lahar dan tufa yang mengandung kuarsa dan tumpuk menumpuk pada dataran antar gunung di Garut. Batuan tertua yang tersingkap di lembah Sungai Cimanuk di antaranya adalah breksi vulkanik bersifat basaltik yang kompak, menunjukkan kemas terbuka dengan komponen berukuran kerakal sampai bongkah. Secara umum, batuan penyusun dataran antar gunung Garut didominasi oleh material vulkaniklastik berupa alluvium berisi pasir, kerakal, kerikil, dan lumpur. Jenis tanah kompleks podsolik merah kekuning-kuningan, podsolik kuning dan regosol merupakan bagian yang paling luas terutama di bagian Selatan, sedangkan di bagian Utara didominasi tanah andosol yang memberikan peluang terhadap potensi usaha sayur-mayur. Penggunaan lahan Berdasarkan jenis tanah dan medan topografi di Kabupaten Garut, penggunaan lahan secara umum di Garut Utara digunakan untuk persawahan dan Garut Selatan didominasi oleh perkebunan dan hutan. Pemerintahan Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Kependudukan Pada tahun 2021 tercatat penduduk di Kabupaten Garut berada pada jumlah 2.636.637 jiwa dengan kepadatan 857/km². Wilayah yang berada di bagian tengah Kabupaten Garut seperti Garut Kota, Wanaraja, Tarogong Kaler, Tarogong Kidul dan Samarang memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi, hal itu dikarenakan sebagian pusat ekonomi dan pemerintahan berpusat di wilayah-wilayah tersebut. Sementara wilayah Garut bagian selatan seperti kecamatan Pakenjeng, Cikelet, Cisewu, Bungbulang dan Pameungpeuk memiliki kepadatan penduduk yang relatif rendah karena sebagian besar wilayah disana masih berupa hutan. Bahasa Bahasa Sunda digunakan oleh mayoritas warga Garut sebagai bahasa ibu dan sebagai bahasa pergaulan. Agama Islam merupakan agama mayoritas penduduk Kabupaten Garut. Namun ada sebagian kecil pemeluk agama Katolik dan Protestan yang umumnya di anut oleh etnis Tionghoa, Batak, dan sebagian kecil Jawa. Lalu agama Buddha dan Konghucu dianut oleh warga keturunan Tionghoa. Pendidikan Kabupaten Garut memiliki Sarana Pendidikan yang dikelola dengan baik, baik yang berstatus Negeri maupun Swasta. Berikut daftar Sarana Pendidikan yang ada di kawasan kota: SMA/SMK/MA Beberapa sekolah di Kabupaten Garut meliputi SMA Negeri 1 Garut SMK Negeri 1 Garut SMK Negeri 2 Garut MA PERSIS 99 Rancabango Perguruan Tinggi Universitas Garut Institut Teknologi Garut Sekolah Tinggi Islam Persatuan Islam Universitas Bakti Kencana Institut Pendidikan Indonesia Sekolah Tinggi Hukum Garut AMIK Garut Kesehatan Catatan BKKBN menyebutkan bahwa Garut, bersama dengan Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Kota Cirebon, di tahun 2022, menjadi daerah berstatus darurat stunting. Hal ini disebabkan persentase stunting pada anak berusia di bawah 12 tahun mencapai lebih dari 30%. Transportasi Kereta api antarkota Lintas selatan Jawa : – : – : – : – : Pasar Senen–Kiaracondong–Purwokerto : Bandung– : Kiaracondong– , , dan : Bandung–Surabaya Gubeng : Kiaracondong– : Bandung– Kereta api lokal – – Angkutan kota wilayah Kabupaten Garut dan beberapa rute yang menghubungkan Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung di Terminal Guntur. Pariwisata Kabupaten Garut menjadi salah satu destinasi pariwisata unggulan di Jawa Barat. Terbentangnya Kabupaten Garut dari Garut Utara sampai dengan Garut Selatan juga memiliki berbagai objek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Kondisi topografi yang berada di ketinggian terendah 0 mdpl di sepanjang pesisir pantai Garut Selatan sampai dengan ketinggian 2821 mdpl di puncak gunung Cikuray, menawarkan berbagai jenis wisata terbaik di Garut seperti: Wisata Petualangan Wisata Alam Wisata Budaya Wisata Sejarah Wiasta Olahraga Wisata Kuliner Referensi Kepustakaan Garut Garut
4064
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Indramayu
Kabupaten Indramayu
Kabupaten Indramayu (Carakan: ꦆꦤ꧀ꦢꦿꦩꦪꦸ; aksara Sunda: ) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kecamatan Indramayu. Nama Indramayu berasal dari nama istri Raden Arya Wiralodra yang bernama Nyi Endang Darma Ayu, yaitu salah satu pendiri Indramayu pada tahun 1527 M. Sebutan Darma Ayu lama kelamaan menjadi Dermayu dan In Darmayu, kemudian menjadi Indramayu. Sejarah Menurut sebuah hipotesis, asal-usul penduduk asli Indramayu berasal dari lembah pegunungan Ceremai yang membentang hingga ke wilayah Tasikmalaya. Jika hipotesis atau dugaan ini terbukti benar maka dapat dipastikan bahwa pribumi asli Indramayu adalah orang Sunda yang berbudaya serta berbahasa Sunda dan telah menempati wilayah tersebut selama berabad-abad. Dalam Naskah Wangsakerta disebutkan bahwa di wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Indramayu pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Kerajaan Manukrawa pada abad ke-5 yang lokasinya berada di sekitar hilir sungai Cimanuk, selanjutnya pada abad ke-9 wilayah Indramayu menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Sumedang Larang. Sejak abad ke-12 Sumedang Larang menjadi vasal Kerajaan Sunda, sehingga otomatis Indramayu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda. Pada awal berdirinya, wilayah Kerajaan Sumedang Larang sendiri mencakup Sumedang (wilayah inti), Karawang, Ciasem, Pamanukan, Indramayu, Sukapura, Bandung, dan Parakanmuncang, meskipun pada akhirnya sebagian dari wilayah-wilayah ini melepaskan diri dari pengaruh Sumedang Larang. Dengan dikuasainya wilayah Indramayu sebelah utara seperti Kandanghaur, Lelea, dan Haurgeulis oleh kerajaan Sumedang Larang, membuat kultur di wilayah tersebut masih bertahan pada kultur Sunda yang melekat hingga sekarang termasuk dalam hal bahasa yang dituturkan. Indramayu didirikan pada 1527 M oleh Raden Arya Wiralodra. Nama Indramayu sendiri diambil dari nama istrinya, Nyai Endang Darma Ayu. Berdirinya pedukuhan Darma Ayu memanglah tidak terang tanggal dan tahunnya, tetapi menurut Tim Periset Sejarah Indramayu, berdirinya Indramayu terjadi pada Jumat Kliwon, 1 Sura 1449 M atau 1 Muharam 934 H yang bersamaan dengan tanggal 7 Oktober 1527. Narasi pedukuhan Darma Ayu adalah catatan sejarah daerah Indramayu, tetapi juga ada banyak catatan yang lain yang terkait dengan proses perkembangan daerah Indramayu, diantaranya – sesudah bangsa Portugis di tahun 1511 menguasai Malaka di antara 1513–1515 pemerintahan Portugis mengirim Tom Pires ke Jawa. Dalam catatan harian Tom Pires ada data-data jika ia menyaksikan bukti-bukti atau sumber di atas diprediksi di akhir era XVI M daerah Indramayu saat ini atau beberapa dari tempat ini telah ditempati manusia. Geografi Secara geografis, Kabupaten Indramayu berada pada 107"51'-108"36' Bujur Timur dan 6"15'–6"40' Lintang Selatan. Wilayahnya terletak di bagian utara provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Kabupaten Indramayu berjarak sekitar 52 Km barat laut Kota Cirebon, 144 Km dari Kota Bandung melalui Sumedang serta 205 Km dari Jakarta ke arah timur. Seluruh wilayahnya merupakan dataran rendah hingga pesisir. Ada sebagian daerah yang memiliki perbukitan terutama di perbatasan Kabupaten Sumedang yaitu Dusun Ciwado Desa Cikawung, Kecamatan Terisi, Indramayu. Dan sebagian wilayah Sanca, Kecamatan Gantar Batas Wilayah Batas-batas wilayah Kabupaten Indramayu adalah sebagai berikut: Iklim Wilayah kabupaten Indramayu beriklim tropis basah dan kering (Aw) dengan dua pola musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim penghujan biasanya berlangsung sejak bulan Desember hingga bulan Maret. Musim kemarau berlangsung pada bulan Mei hingga bulan Oktober. Rata-rata curah hujan di wilayah kabupaten Indramayu adalah 1300–1800 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 90–140 hari hujan per tahun. Oleh karena wilayahnya yang berada di pesisir pantai, suhu rata-rata tahunan wilayah ini cukup tinggi yaitu berkisar antara 23°–32 °C. Tingkat kelembapan di sebagian besar wilayah kabupaten Indramayu berkisar antara 70–85% per tahunnya. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Ekonomi Pusat perekonomian kabupaten ini berada di wilayah Kecamatan Jatibarang dan Kecamatan Haurgeulis karena kedua kecamatan ini memiliki akses transportasi yang mudah seperti Jalur Pantura dan Stasiun Kereta Api. Beberapa kecamatan penting di wilayah Kabupaten Indramayu diantaranya adalah Kecamatan Patrol, Kecamatan Karangampel, Kecamatan Terisi, Kecamatan Kertasemaya, dan Kecamatan Krangkeng. Transportasi Kabupaten Indramayu dilalui jalur utama lintas utara Jawa. Jalur utara Jawa di Kabupaten Indramayu membentang dari ruas Patrol-Lohbener-Jatibarang-Kertasemaya. Juga jalur alternatif sebelah utara Indramayu-Karangampel-Krangkeng yang menuju ke arah Cirebon. Sebagai jalur alternatif bisa melalui jalur Lohbener lalu ke kota Indramayu kemudian ke Karangampel. Kabupaten Indramayu juga dilalui oleh dua jalur kereta api utama, yaitu lintas utara dan tengah Pulau Jawa menghubungkan Jakarta dengan Surabaya. Stasiun kereta api terbesar berada di Jatibarang yang merupakan salah satu stasiun besar yang ada di Indramayu dan stasiun lainnya yang tidak kalah penting di Kabupaten Indramayu, yaitu Haurgeulis dan Terisi. Demografi Suku bangsa Kabupaten Indramayu menjadi salah satu wilayah di provinsi Jawa Barat, yang sebagian besar penduduknya adalah orang Jawa. Dua suku lain dengan jumlah signifikan yakni suku Cirebon dan Sunda. Sebagian kecil lainnya adalah orang Betawi, Tionghoa, Batak, Minangkabau, dan suku lainnya. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000, berikut adalah besaran penduduk kabupaten Indramayu berdasarkan suku bangsa: Bahasa Secara umum bahasa daerah yang digunakan masyarakat Kabupaten Indramayu, yakni bahasa Jawa Indramayu. Bahasa Jawa Indramayu digunakan oleh mayoritas masyarakat Indramayu. Selain bahasa Jawa Indramayu, di wilayah selatan dan barat daya menggunakan bahasa Sunda. Bahasa Jawa Bahasa Jawa di Kabupaten Indramayu terbagi menjadi tiga dialek. Mayoritas bertutur menggunakan dialek Indramayu dan dialek Cirebon yang dituturkan di Desa Krangkeng, Kalianyar, dan sekitarnya di Kecamatan Krangkeng, yang berbatasan dengan Kabupaten Cirebon, serta dialek Tegal juga dituturkan di wilayah barat Kabupaten Indramayu karena pada tahun 1678 terdapat migrasi orang Jawa dari daerah Tegal-Pemalang ke wilayah tersebut, yakni di beberapa desa atau blok di Kecamatan Haurgeulis, Anjatan, Patrol, Sukra, dan Bongas. Bahasa Sunda Standar Ada dua jenis bahasa Sunda yang digunakan. Pertama, bahasa Sunda Priangan atau bahasa Sunda fase baru, yang digunakan masyarakat di Kecamatan Gantar dan sebagian Haurgeulis (berbatasan dengan Kabupaten Subang), Kecamatan Terisi bagian selatan (yang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Sumedang), dan Blok Karangjaya di Desa Mangunjaya di Kecamatan Anjatan. Bahasa Sunda Indramayu Ada pula Bahasa Sunda Indramayu fase Sunda kuna asli di wilayah Indramayu, yakni di Desa Ilir, Bulak, dan Parean Girang di Kecamatan Kandanghaur, serta Desa Lelea dan Tamansari di Kecamatan Lelea yang dikenal sebagai bahasa Sunda Lelea atau bahasa Sunda Parean. Bahasa Sunda fase Sunda kuna agak berbeda dengan fase Sunda baru karena perbedaan dialek temporal. Perbedaan yang paling kentara adalah dalam bahasa Sunda Parean-Lelea tidak mengenal undak-usuk (tingkatan berbahasa). Bahasa Sunda Parean-Lelea juga tidak mengenal vokal /eu/, tetapi digantikan oleh vokal /u/, /i/, atau /ə/ saja. Belum lagi perbedaan pada kosakata. Kebudayaan Seni dan budaya di Indramayu merupakan akulturasi dari budaya Jawa Indramayu, Tionghoa dan Sunda bagian wilayah utara, kebudayaan yang tumbuh dalam masyarakat Indramayu menjadi bentuk ekspresi nyata terhadap akulturasi tiga kebudayaan yang berbeda. Organ tunggal Kesenian Indramayu salah satunya adalah kesenian Organ Tunggal, yakni pentas musik di atas panggung dengan menggunakan Organ. Organ Tunggal ini biasanya dipentaskan hampir di setiap acara, seperti acara tujuh belasan, juga pada hari raya keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, meskipun lebih sering dipentaskan pada acara-acara hajatan, seperti hajatan pernikahan dan khitanan. Selain di atas panggung, kesenian musik organ ini juga dipentaskan secara berkeliling kampung pada saat-saat tertentu, seperti pada Bulan Ramadhan. Dua di antaranya yang cukup ternama beserta artisnya adalah: Organ tunggal Rolani Electone dengan Aas Rolani dan organ tunggal Puspa Kirana dengan Dewi Kirana. Tidak jarang grup-grup ini mendapat job manggung di luar Indramayu, bahkan lintas provinsi. Tari topeng Seni tradisional lainnya adalah seni tari topeng kelana. kesenian ini merupakan kesenian asli daerah Yogyakarta termasuk Indramayu. Tari topeng Indramayu adalah salah satu tarian topeng yang memiliki perbedaan dengan tari topeng asal Yogyakarta yang memiliki topeng mata besar, sedangkan tari topeng Indramayu topeng mata sipit. Berawal dari Raden Sulandono yang diutus oleh Kesultanan Mataram Islam untuk memata-matai VOC di Pelabuhan Kesultanan Dermayu (bawahan Mataram). Raden Sulandono melatih beberapa prajurit dermayu menggunakan tari topeng kelana yogyakarta untuk menjadi telik sendi (mata-mata) atau untuk VOC. Namun Topeng yang digunakan itu berbeda yakni Topeng Mata Besar berasal dari pasukan Mataram, sedangkan Topeng Mata Sipit berasal dari pasukan Dermayu. Tari topeng ini sendiri banyak sekali ragamnya, dan mengalami perkembangan dalam hal gerakan, maupun cerita yang ingin disampaikan. Terkadang tari topeng dimainkan oleh saru penari tarian solo, atau bisa juga dimainkan oleh beberapa orang. Salah satu jenis lainnya dari tari topeng ini adalah tari topeng Kelana Kencana Wungu yang merupakan rangkaian tari topeng gaya Parahyangan yang menceritakan ratu Kencana Wungu yang dikejar-kejar oleh Prabu Menak Jingga yang tergila-tergila kepadanya. Pada dasarnya masing-masing topeng yang mewakili masing-masing karakter menggambarkan perwatakan manusia. Kencana Wungu, dengan topeng warna biru, mewakili karakter yang lincah namun anggun. Menak Jingga (disebut juga Kelana), dengan topeng warna merah mewakili karakter yang berangasan, temperamental dan tidak sabaran. Tari ini karya Nugraha Soeradiredja. Gerakan tangan dan tubuh yang gemulai, serta iringan musik yang didominasi oleh kendang dan rebab, merupakan ciri khas lain dari tari topeng. Kesenian tari topeng ini masih eksis dipelajari di sanggar-sanggar tari yang ada, dan masih sering dipentaskan pada acara-acara resmi daerah, ataupun pada momen tradisional daerah lainnya. Salah satu sanggar tari topeng yang ada di Indramayu adalah sanggar tari topeng Mimi Rasinah, yang terletak di Desa pekandangan, Indramayu. Mimi Rasinah adalah salah satu maestro tari topeng yang masih aktif menari dan mengajarkan kesenian tari topeng walaupun dia telah menderita lumpuh semenjak tahun 2006, Mimi Rasinah wafat pada bulan Agustus 2010. Wayang kulit Seperti masyarakat Jawa pada umumnya, kesenian Wayang masih kental melekat pada masyarakat Indramayu. Wayang Kulit Indramayu sebenarnya tak ada bedanya dengan wayang kulit Jawa, perbedaanya hanya terletak pada bahasa yang digunakannya, yaitu Bahasa Jawa Indramayu atau yang biasa dikenal dengan basa dermayon yang khas dalam tuturannya, baik lakon maupun sempal guyonnya. Wayang kulit indramayu merupakan ragam khas wayang kulit cirebon, di mana sebenarnya wayang kulit cirebon masih serupa dengan wayang kulit purwa, tetapi memiliki ciri khasnya tersendiri jika ditinjau dari sudut seni kriya, wayang kulit cirebon dibuat cukup jauh berbeda dengan tatahan dan sungingan wayang kulit purwa, adapun bentuk wayang kulit cirebon ini agak mirip dengan wayang kulit bali tetapi ukurannya lebih langsing. Pementasan Wayang Kulit masih sering diselenggarakan pada momen tertentu seperti hajatan, ataupun dipentaskan sebagai bagian dari adat tradisional lainnya, seperti Mapag Sri, Ngarot, Nadran, Ruwatan dan sebagainya. di mana pada acara adat tersebut, pementasan wayang kulit menjadi suatu keharusan, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari acara itu sendiri. Beberapa Dalang Wayang Kulit terkenal Indramayu adalah H. Anom Rusdi bersama Grup Langen Budaya dan H. Tomo bersama Grup Langen Kusuma. Mapag Sri Pesta rakyat Mapag Sri ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat merupakan kegiatan yang wajib diadakan setiap tahun. Konon pada tahun 1970-an kegiatan ini pernah tidak dilaksanakan karena hasil panen sedikit, karena tidak dilaksanakannya pesta rakyat Mapag Sri akibatnya banyak masyarakat setempat yang sakit. Semenjak kejadian itu, sekecil apapun hasi panen yang diperoleh, pesta rakyat Mapag Sri harus tetap dilaksanakan. Sintren Kebudayaan masyarakat Jawa yang melekat pada masyarakat Indramayu salah satunya adalah Sintren, Sintren adalah kesenian tradisional masyarakat Jawa, khususnya Pekalongan. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Barat, antara lain Pemalang, Pekalongan, Brebes, Tegal, Banyumas, Kuningan, Cirebon, dan Indramayu. Sintren disebut juga dengan lais. Di Indramayu sendiri, kesenian Sintren dipentaskan pada acara-acara tertentu, misalkan hajatan atau syukuran, atau pentas seni tradisional. Dahulu ada pentas seni Sintren yang berkeliling kampung, tetapi sekarang sudah sangat sulit untuk ditemukan karena semakin tergeser oleh pentas dan hiburan modern. Tarling Tarling adalah seni musik dan lagu yang pada awalnya ditampilkan dalam bentuk nyanyian (kiser) yang diiringi oleh gitar dan suling saja. Penamaan Tarling sendiri merupakan Akronim dari Gitar (Tar) dan Suling (Ling). Sejalan dengan perkembangan zaman, kesenian Tarling mengalami perkembangan dan perubahan yang cepat. Saat ini Tarling sudah dilengkapi dengan alat-alat musik yang modern. Kendatipun demikian Tarling klasik masih banyak diminati oleh penduduk. Genjring akrobat Salah satu jenis kesenian tradisional masyarakat Indramayu, yaitu pertunjukan berupa akrobat/atraksi dengan media tangga, sepeda beroda satu dan sebagainya. Kesenian Genjring Akrobat dalam penyajiannya diiringi alat musik Genjring/Rebana dengan dilengkapi tari Rudat. Sandiwara Sandiwara adalah sebuah pertunjukan pentasan sebuah cerita atau disebut pula lakon dalam bahasa Indramayu. Sandiwara yang dipertunjukan di wilayah-wilayah budaya Indramayu adalah hasil alkulturasi budaya eropa yang dibawa oleh bangsa Portugis pada abad ke 16 yang terlihat dari setingan panggungnya. Sandiwara di Indramayu mirip dengan seni pertunjukkan masres yang ada di wilayah Cirebon dan hampir serupa dengan seni pertunjukan ketoprak yang ada di daerah Jawa Tengah dan ludruk di Jawa Timur, kemiripan dengan seni pertunjukan masres ini dikarenakan masres dan sandiwara indramayu berasal dari akar budaya Cirebon yang sama namun hanya berbeda dalam penggunaan bahasa, Bahasa Jawa Indramayu atau yang biasa disebut basa dermayon lebih dominan pada pertunjukan sandiwara indramayu, di Indramayu seni drama sebagian besar mengisahkan tentang legenda dan sejarah. Sebuah sandiwara bisa berdasarkan skenario atau tidak. Apabila tidak, maka semuanya dipentaskan secara spontan dengan banyak improvisasi. Berokan Berokan adalah seni budaya asli asal penduduk pribumi indramayu dengan kata lain adalah barong yang mirip dengan barongsai yang diadakan setiap hari raya Idul Fitri, tepatnya setelah sholat hari raya. Biasanya yang menjadi berokan memakai topeng menyeramkan dan baju berupa kurungan namun ada juga yang berbentuk lucu. Baju berokan biasanya terbuat dari karung goni. Pengiringnya ada dua, yang pertama adalah yang meminta beras kepada warga dan yang kedua adalah sekelompok orang yang memainkan alat musik. Cara memanggilnya yaitu dengan berteriak "galak, gloak" maka sang berokan akan mengejar siapapun yang memanggilnya. Berokan ini akan berkeliling kampung mulai dari hari pertama Idul Fitri sampai 2 atau 3 hari sesudahnya. Singa Depok & Kebo Ngamuk Kesenian yang terpengaruh oleh sisingaan dari Subang ini sudah mulai dimodifikasi dengan adanya "Kebo Ngamuk" dan "Burok" Batik tulis Paoman Batik yang berciri khas pesisir, memiliki corak yang berbeda dengan batik daerah lainnya. Perpaduan antara kepercayaan, adat istiadat, seni dan lingkungan kehidupan daerah pesisir, ditambah lagi adanya pengaruh dari luar, seperti Cina, Arab dan Timur Tengah, Hindu-Jawa serta Eropa ikut memengaruhi terbentuknya motif dan karakter batik tulis pesisir. Industri kerajinan batik tulis ini terdapat di Kelurahan Paoman, Desa Pabean Udik, Kecamatan Indramayu dan Terusan, Sindang, Indramayu. Kualitas dari batik yang mem punyai ± 200 motif ini telah mampu menembus pasaran internasional, terutama para kolektor batik dari mancanegara. Kerajinan bordir Kerajinan bordir berkembang cukup pesat di Indramayu, terletak di Desa Sukawera, Kecamatan Kertasemaya ± 6 kilometer dari Kota Jatibarang atau 22 kolimeter dari Kota Indramayu. Motif yang cukup terkenal adalah motif seruni, tapak kebo, bunga tulip, lunglungan, hasil produksinya mampu memenuhi permintaan pasar regional dan Nasional. Indramayu adalah daerah yang sangat menarik untuk dikunjungi, karena letaknya yang sangat strategis yaitu di sepanjang jalan pantai utara Pulau Jawa. Hasil bumi Hasil bumi Indramayu adalah padi, walaupun bukan penghasil padi terbesar, tetapi masyarakat Indramayu umumnya memiliki mata pencarian sebagai petani, dan sebagian besar wilayah Indramayu merupakan lahan pertanian, bahkan bisa ditemukan persawahan walaupun berada di pusat kota Indramayu. Selain padi, hasil bumi yang paling terkenal adalah mangga, jenis mangga khas Indramayu sendiri disebut mangga gedong gincu oleh masyarakat setempat. Dari hasil bumi yang satu inilah, Indramayu mendapat julukan sebagai Kota Mangga. Indramayu juga terkenal kaya akan sumberdaya migas, salah satu kilang minyak besar yang ada di Indramayu adalah Kilang Minyak Balongan yang berada di Kecamatan Balongan. Galeri Referensi Pranala luar Indramayu Indramayu
4065
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Karawang
Kabupaten Karawang
Kabupaten Karawang (aksara Sunda: ᮊᮛᮝᮀ) adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Karawang Barat, kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bekasi di Barat, Kabupaten Bogor di Barat daya Dan Selatan, Laut Jawa di Utara, Kabupaten Subang di Timur, Kabupaten Purwakarta di Tenggara Dan Selatan. Karawang memiliki luas wilayah 1.911,00 km2, dengan jumlah penduduk pada tahun 2021 sebanyak 2.406.895 jiwa, dan kepadatan penduduk 1.457 jiwa per km2. Pada tahun 2012, kabupaten Karawang memiliki pembangunan proyek-proyek besar yaitu Summarecon, Agung Podomoro, Agung Sedayu, Metland dan lain-lain. Sejarah Monumen Gempol Ngadeupa di Karawang Selatan, dalam catatan sejarah Indonesia, pada tanggal 16 Agustus 1945, Sukarno beserta beberapa orang merumuskan Kemerdekaan Republik Indonesia di Rengasdengklok. Etimologi Kata "karawang" muncul pada Naskah Bujangga Manik dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16. Bujangga Manik menuliskan sebagai berikut: Leteng karang ti Karawang, Leteng susuh ti Malayu, Pamuat aki puhawang. Dipinangan pinang tiwi,Pinang tiwi ngubu cai,Dalam bahasa Sunda, karawang mempunyai arti "penuh dengan lubang". Bisa jadi pada daerah Karawang zaman dulu banyak ditemui lubang. Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang menginjakkan kakinya di pulau Jawa, pada tahun 1596 menuliskan adanya suatu tempat yang bernama Karawang sebagai berikut:Di tengah jalan antara Pamanukan dan Jayakarta, pada sebuah tanjung terletak Karawang.R. Tjetjep Soepriadi dalam buku Sejarah Karawang berspekulasi tentang asal-muasal kata karawang, pertama kemungkinan berasal dari kata karawaan yang mengandung arti bahwa daerah ini terdapat "banyak rawa", dibuktikan dengan banyaknya daerah yang menggunakan kata rawa di depannya seperti, Rawa Gabus, Rawa Monyet, Rawa Merta dan lain-lain; selain itu berasal dari kata kera dan uang yang mengandung arti bahwa daerah ini dulunya merupakan habitat binatang sejenis monyet yang kemudian berubah menjadi kota yang menghasilkan uang; serta istilah serapan yang berasal dari bahasa Belanda seperti caravan dan lainnya. Sejarah Pemukiman awal Wilayah Karawang sudah sejak lama dihuni manusia. Peninggalan Situs Batujaya dan Situs Cibuaya yang luas menunjukkan pemukiman pada awal masa modern yang mungkin mendahului masa Kerajaan Tarumanagara. Penduduk Karawang semula beragama Hindu dan Budha dan wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Penyebaran Islam Agama Islam mulai dianut masyarakat setempat pada masa Kerajaan Sunda, setelah seorang patron bernama Syekh Hasanudin bin Yusuf Idofi, konon dari Makkah, yang terkenal dengan sebutan "Syekh Quro", Syekh Quro merupakan seorang utusan Raja Campa yang mengikuti pelayaran persahabatan ke Majapahit dari Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho (Kapal Laksamana Cheng Ho tercatat mendarat di Pelabuhan Muara Jati, Kerajaan Singapura (cikal bakal Kesultanan Cirebon pada tahun 1415.), ketika kapal sudah berada di Pura, Karawang, Syekh Quro beserta pengikutnya turun dan tinggal untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Pura dan kemudian menikah dengan Putri Ki Gede Karawang yang bernama Ratna sondari dan meluaskan pengajarannya hingga ke wilayah Pura Dalem (Pedalaman Pura) kemudian mendirikan pesantren di Desa Pulo Kelapa (sekarang masuk kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Karawang)Dari pernikahannya dengan Ratna Sondari, Syekh Quro memiliki seorang anak yang diberi nama Ahmad, Ahmad inilah yang kemudian dikenal dengan nama Syekh Ahmad (Penghulu Pertama di Karawang), Syekh Ahmad pernah diperintahkan oleh ayahnya untuk membantu Syekh Nur Jati atau Syekh Datuk Kahfi di Pesambangan (sekarang masuk wilayah kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon). Hubungan penyebaran Islam di Karawang dengan Kesultanan Cirebon Puteri Ki Gede Karawang yaitu Ratna sondari memberikan sumbangan hartanya untuk mendirikan sebuah masjid di Gunung Sembung (letaknya berdekatan dengan Gunung Jati) atau dikenal dengan sebutan (Nur Giri Cipta Rengga) yang bernama Masjid Dog Jumeneng atau Masjid Sang Saka Ratu, yang sampai sekarang masih digunakan dan terawat baik. Syekh Ahmad (Anak Syekh Quro dengan Ratna sondari) kemudian berkeluarga dan memiliki seorang putera bernama Musanudin, Musanudin inilah yang kemudian menjadi Lebai di Kesultanan Cirebon dan memimpim Masjid Agung Sang Cipta Rasa pada masa kepemimpinan Sunan Gunung Jati. Pengangkatan juru kunci di situs makam Syekh Quro dikuatkan oleh pihak Keraton Kanoman, Cirebon. Syekh Quro memberikan ajaran yang kemudian dilanjutkan oleh murid-murid Wali Sanga. Makam Syeikh Quro terletak di Pulobata, Kecamatan Lemahabang. Pembangunan Pos dan Pedukuhan di Pisangan - Sedari, Karawang Pada tahun 1518, Syekh Syarif Hidayatullah mengutus Janapura yang merupakan muridnya yang berasal dari Kudus untuk membuat sebuah pedukuhan di dekat laut di wilayah ujung Karawang yang sekarang berada di sekitar Pisangan–Sedari, Karawang, pedukuhan yang dibangun oleh Janapura kemudian menjadi pos kesultanan Cirebon di wilayah pesisir utara bagian barat Pedukuhan yang pertama dibuat oleh Janapura adalah pedukuhan Pisangan, setelah 10 tahun menetap di Pisangan, kedua puteri dari Janapura yaitu Dewi Sondari dan Andidari datang berkunjung. Pada tahun 1528 Janapura yang kemudian dikenal sebagai Syekh Janapura mendapatkan misi untuk mengislamkan daerah Tanjung Suwung yang sekarang dikenal dengan nama Sedari. Wilayah Tanjung Suwung pada masa itu banyak dihuni oleh masyarakat pelarian dari kerajaan Telaga, Syekh Janapura kemudian berhasil mengislamkan masyarakat di Tanjung Suwung dan selanjutnya mengembangkan pedukuhan disana, menurut Zakaria Husein (sejarahwan Karawang) berita keberhasilan Syekh Janapura mengislamkan Tanjung Suwung kemudian tersebar hingga ke Kudus, tidak lama kemudian Raden Imanillah (keluarga Sunan Kudus) meminang Dewi Sondari dan membawanya kembali ke Kudus, untuk memperingati pernikahan puterinya yaitu Dewi Sondari dengan Raden Imanillah, Syekh Janapura kemudian memberikan nama pada pedukuhan di Tanjung Suwung tersebut dengan nama pedukuhan Sondari yang kemudian dikenal oleh masyarakat sekarang dengan nama Sedari. Menurut data yang dihimpun oleh Zakaria Husein, Syekh Janapura tinggal di Tanjung Suwung hingga akhir hayatnya yakni pada tahun 1567, beliau kemudian dimakamkan di dekat pantai. Masa Kesultanan Cirebon Setelah Kerajaan Sunda runtuh maka wilayah antara sungai Angke dan sungai Cipunegara terbagi dua. Menurut Carita Sajarah Banten, Sunan Gunung Jati pada abad ke 15 membagi wilayah antara sungai Angke dan sungai Cipunegara menjadi dua bagian dengan sungai Citarum sebagai pembatasnya, sebelah timur sungai Citarum hingga sungai Cipunegara masuk wilayah Kesultanan Cirebon yang sekarang menjadi Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dan sebelah barat sungai Citarum hingga sungai Angke menjadi wilayah bawahan Kesultanan Banten dengan nama Jayakarta. |jayakarta Pemerintahan mandiri Sebagai suatu daerah berpemerintahan sendiri tampaknya dimulai semenjak Karawang diduduki oleh Kesultanan Mataram, di bawah pimpinan Wiraperbangsa dari Sumedang Larang tahun 1632. Kesuksesannya menempatkannya sebagai wedana pertama dengan gelar Adipati Kertabumi III. Semenjak masa ini, sistem pertanian melalui pengairan irigasi mulai dikembangkan di Karawang dan perlahan-lahan daerah ini menjadi daerah pusat penghasil beras utama di Pulau Jawa hingga akhir abad ke-20. Selanjutnya, Karawang menjadi kabupaten dengan bupati pertama Raden Adipati Singaperbangsa bergelar Kertabumi IV yang dilantik 14 September 1633. Tanggal ini dinobatkan menjapada hari jadi Kabupaten Karawang. Selanjutnya, bupatinya berturut-turut adalah R. Anom Wirasuta 1677-1721, R. Jayanegara (gelar R.A Panatayuda II) 1721-1731, R. Martanegara (R. Singanagara dengan gelar R. A Panatayuda III) 1731-1752, R. Mohamad Soleh (gelar R. A Panatayuda IV) 1752-1786. Pada rentang ini terjadi peralihan penguasa dari Mataram kepada VOC (Belanda). Menjelang Kemerdekaan Indonesia Pada masa menjelang Kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Karawang menyimpan banyak catatan sejarah. Rengasdengklok merupakan tempat disembunyikannya Soekarno dan Hatta oleh para pemuda Indonesia untuk secepatnya merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945. Kabupaten Karawang menjadi inspirasi sastrawan Chairil Anwar menulis karya Antara Karawang-Bekasi karena peristiwa pertempuran di daerah sewaktu pasukan dari Divisi Siliwangi harus meninggalkan Bekasi menuju Karawang yang masih menjadi daerah kekuasaan Republik. Kecamatan Rengasdengklok adalah daerah pertama milik Republik Indonesia yang gagah berani mengibarkan bendera Merah Putih sebelum Proklamasi kemerdekaan Indonesia di Gaungkan. Oleh karena itu selain dikenal dengan sebutan Lumbung Padi Karawang juga sering disebut sebagai Kota Pangkal Perjuangan. Di Rengasdengklok didirikan sebuah monumen yang dibangun oleh masyarakat sekitar, kemudian pada masa pemerintahan Megawati didirikan Tugu Kebulatan Tekad atau warga sekitar menyebutnya dengan Tugu Peureup/Tugu Bojong, untuk mengenang sejarah Republik Indonesia. Setelah Kemerdekaan Indonesia Pada tanggal 9 Desember 1947, terjadi peristiwa pembantaian penduduk Kampung Rawagede (sekarang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang), di antara Karawang dan Bekasi, oleh tentara Belanda sewaktu melancarkan agresi militer pertama. Sejumlah 431 penduduk menjadi korban pembantaian ini. Wilayah Karawang pada masa lalu (hasil pembagian oleh Sunan Gunung Jati pada abad ke 15) dipecah menjadi dua bagian pada masa perang kemerdekaan sekitar tahun 1948 SK melalui Wali Negeri Pasundan Nomor 12 dengan sungai Citarum dan sungai Cilamaya menjadi pembatasnya, wilayah Kabupaten Karawang Barat meliputi wilayah Kabupaten Karawang sekarang ditambah desa-desa di sebelah barat Citarum yaitu desa-desa Sukasari dan Kertamanah dengan ibu kota di kecamatan Karawang, sementara Kabupaten Karawang Timur meliputi wilayah Kabupaten Purwakarta dikurangi desa-desa di kecamatan Sukasari (yang dahulu masih bagian dari Kabupaten Karawang) dan Kabupaten Subang dengan ibu kota di kecamatan Subang. Pembagiannya waktu itu adalah: Wilayah Barat; menjadi Kabupaten Karawang yang terdiri dari 3 kawedanan (Karawang, Cikampek dan Rengasdengklok) dan 12 kecamatan (Karawang, Telukjambe, Pangkalan, Klari, Cikampek, Jatisari, Telagasari, Cilamaya, Rengasdengklok, Rawamerta, Pedes dan Batujaya) yang beribukota di Karawang. Wilayah Timur; menjadi Kabupaten Purwakarta yang terdiri dari 5 kawedanan (Purwakarta, Subang, Sagalaherang, Pamanukan dan Ciasem) dan 15 kecamatan (Subang, Kalijati, Pagaden, Sagalaherang, Cisalak, Pamanukan, Pusakanagara, Binong, Ciasem, Pabuaran, Purwadadi, Purwakarta, Campaka, Plered dan Wanayasa) yang beribukota di Subang. Lalu pada tahun 1950 nama Kabupaten Karawang Timur diubah menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Kecamatan Subang dan Kabupaten Karawang Barat menjadi Krawang dengan ibu kota di kecamatan Karawang. Selanjutnya, tahun 1958 daerah sekitar Gunung Sanggabuana atau Loji yaitu Kecamatan Pangkalan yang sebelumnya menjadi bagian dari Kawedanan Jonggol, Bogor digabungkan kedalam wilayah Kabupaten Krawang. Pada tahun 1968 terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Purwakarta yang sebelumnya bernama Kabupaten Karawang Timur menjadi dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Subang dengan ibu kota di kecamatan Subang dan Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di kecamatan Purwakarta, karena pada tahun yang sama berlangsung proyek besar bendungan Ir. Djuanda atau yang dikenal dengan nama Bendungan Jatiluhur maka pemerintah pusat pada masa itu merasa perlu untuk menyatukan wilayah waduk Jatiluhur ke dalam satu wilayah kerja yang akhirnya diputuskan dimasukan ke dalam wilayah Kabupaten Purwakarta sehingga pada tahun 1968 wilayah Kabupaten Krawang harus melepaskan desa-desa yang berada disebelah barat sungai Citarum yang masuk dalam proyek besar bendungan Ir. Djuanda atau Bendungan Jatiluhur, desa-desa tersebut adalah desa-desa Sukasari dan Kertamanah yang sekarang masuk dalam kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta, sehingga dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1968 maka wilayah Kabupaten Krawang menjadi berkurang dan wilayah inilah yang dikemudian hari disebut sebagai Kabupaten Karawang Geografi Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar dataran pantai yang luas, terhampar di bagian pantai Utara dan merupakan endapan batuan sedimen yang dibentuk oleh bahan–bahan lepas terutama endapan laut dan aluvium vulkanik. Sedangkan di bagian tengah kawasan perbukitan yang sebagian besar terbentuk oleh batuan sedimen, sedang di bagian Selatan yang merupakan wilayah limpahan dari Kawedanan Jonggol merupakan daerah perbukitan yang sejuk terdapat Gunung Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 Mdpl. Wilayah selatan ini secara iklim dan kondisi geografis berbeda dengan sebagian besar wilayah Kabupaten Karawang yang didominasi oleh dataran rendah, datar dan beriklim panas, wilayah selatan secara geografis dan iklim, bahkan kultur lebih mirip dengan wilayah Jonggol, Bogor. Topografi Sebagian besar wilayah Kabupaten Karawang adalah dataran rendah, dan di sebagian kecil di wilayah selatan berupa dataran tinggi. Iklim Sesuai dengan bentuk morfologinya Kabupaten Karawang terdiri dari dataran rendah yang mempunyai temperatur udara rata-rata 27 °C dengan tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 persen dan kelembaban nisbi 80 persen. Iklim di wilayah Kabupaten Karawang adalah iklim tropis basah dan kering (Aw) dengan dua musim, yaitu musim penghujan yang disebabkan oleh angin muson baratan yang bersifat basah & lembap dan musim kemarau yang disebabkan oleh angin muson timuran yang bersifat kering. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100 – 3.200 mm/tahun. Pada bulan Januari sampai April bertiup angin muson barat dan sekitar bulan Juni bertiup angin muson timur–tenggara. Kecepatan angin antara 30 – 35 km/jam, lamanya tiupan rata-rata 5 – 7 jam. Hidrografi Kabupaten Karawang dilalui oleh aliran sungai yang melandai ke arah utara: Ci Beet yang mengalir dari selatan Karawang menuju Sungai Citarum yang juga menjadi batas antara Kabupaten Karawang dan Bekasi, Ci Tarum, yang merupakan pemisah Kabupaten Karawang dari Kabupaten Bekasi, dan Ci Lamaya, yang merupakan batas wilayah dengan Kabupaten Subang. Selain sungai, terdapat juga tiga saluran irigasi besar, yaitu Saluran Irigasi Tarum Utara, Saluran Irigasi Tarum Tengah dan Saluran Irigasi Tarum Barat yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak, dan pembangkitan listrik. Pemerintahan Kabupaten Karawang terdiri atas 30 kecamatan, yang dibagi lagi atas 297 desa dan 12 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Karawang Timur, tepatnya di kelurahan Karawang Wetan. Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pemekaran Daerah Karawang merupakan ibu kota Kabupaten Karawang yang direncanakan akan dimekarkan dari Kabupaten Karawang yang terdiri dari 4 kecamatan, yakni kecamatan Karawang Barat, kecamatan Karawang Timur, kecamatan Telukjambe Timur dan kecamatan Telukjambe Barat dan nantinya ibu kota Kabupaten Karawang akan dipindahkan ke Cikampek. Namun jika Cikampek juga dimekarkan menjadi kota juga seperti Karawang, maka ibu kota Kabupaten Karawang akan dipindahkan ke kecamatan Talagasari karena selain terletak ditengah–tengah Kabupaten Karawang, juga dekat dengan Pelabuhan Cilamaya yang akan dibangun dan akan menjadi pusat perekonomian yang baru. Demografi Penduduk Karawang umumnya adalah suku Sunda yang menggunakan bahasa Sunda. Di daerah utara Kabupaten Karawang, seperti di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya sebagian penduduknya menggunakan bahasa Betawi, sedangkan di Kecamatan Pedes, Tempuran, Kecamatan Cilamaya Wetan, dan Cilamaya Kulon sebagian penduduknya menggunakan bahasa Cirebon. Sedangkan di beberapa kecamatan yang lainnya di Karawang menggunakan bahasa Sunda kasar, beberapa kosakata yang mereka gunakan adalah 'aing' (bhs. Sunda standar kuring/abdi), 'nyanéh' (bhs. Sunda standar manéh/anjeun), nyanéhna (bhs. Sunda standar manéhna/anjeunna), nyaranéhna (bhs. Sunda standar maranéhna/aranjeunna), manyaho (bhs. Sunda standar nyaho/terang). Tetapi di daerah selatan Kabupaten Karawang Kecamatan Pangkalan dan Kecamatan Tegalwaru, mereka menggunakan bahasa Sunda standar. Penduduk Kabupaten Karawang mempunyai mata pencaharian yang beragam, tetapi di sejumlah kecamatan, mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani atau pembajak sawah karena Kabupaten Karawang adalah daerah penghasil padi. Suku bangsa Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, suku Sunda menjadi suku bangsa mayoritas di kabupaten Karawang. Sebanyak 1.514.774 jiwa atau 84,85 % dari total penduduk 1.785.208 jiwa yang terdata di Karawang adalah orang Sunda. Dua suku lainnya dengan jumlah yang signifikan yakni orang Jawa, dan Betawi. Sebagian lagi orang Cirebon, kemudian Banten, Batak, Minangkabau, Tionghoa, dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Karawang berdasarkan suku bangsa menurut data Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000; Ekonomi Kabupaten Karawang merupakan lokasi dari beberapa kawasan industri, antara lain Karawang International Industry City KIIC, Kawasan Surya Cipta, Kawasan Bukit Indah City atau BIC di jalur Cikampek (Karawang). Salah satu industri strategis milik negara juga memiliki fasilitasnya di deretan kawasan industri tersebut, yaitu Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (http://www.peruri.co.id/) yang mencetak uang kertas, uang logam, maupun dokumen-dokumen berharga seperti paspor, pita cukai, meterai dan lain sebagainya. Di bidang pertanian, Karawang terkenal sebagai lumbung padi Jawa Barat. Transportasi Kereta cepat Whoosh: Halim–Tegalluar (di Stasiun Karawang) Lintas barat Jawa : – (di ) Lintas selatan Jawa : –– (di ) Lintas tengah Jawa : – (di ) : – (di ) : –Pasar Senen (di Cikampek) : Pasar Senen– (di Karawang) Lintas utara Jawa : – (di ) : – (di Cikampek) : – (di ) : Pasar Senen–Surabaya Pasarturi (di Cikampek) : Bandung–Surabaya Pasarturi (di Cikampek) : Pasar Senen–Surabaya Pasarturi– (di Karawang) : Pasar Senen–Semarang Tawang–Malang (di Karawang) Angkutan kota wilayah Kabupaten Karawang dan beberapa rute menghubungkan wilayah Kabupaten Bekasi menuju Terminal Cikarang. Stasiun kereta api Kabupaten Karawang memiliki dua stasiun kereta api utama dan satu stasiun kereta cepat, diantaranya Stasiun Karawang di Kecamatan Karawang Barat dan Stasiun Cikampek di Kecamatan Cikampek yang melayani kereta api antarkota maupun lokal menghubungkan Kabupaten Karawang dengan berbagai tujuan di Pulau Jawa, sedangkan Stasiun HSR Karawang di Kecamatan Telukjambe Barat yang melayani Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Kerajinan daerah Kabupaten Karawang memiliki sentra kerajinan gerabah yang berada di kampung Anjun Kanoman, Tanjung Mekar, kabupaten Karawang. Kerajin gerabah di kampung Anjun Kanoman diturunkan secara turun-temurun oleh para pengerajinnya sejak abad ke 15 ketika wilayah kabupaten Karawang berada dibawah kuasa Sunan Gunung Jati Kesenian daerah Kesenian daerah kabupaten Karawang dipengaruhi oleh budaya dari tiga suku di Jawa Barat yaitu Sunda, Betawi dan Cirebon. Wayang kulit Cirebon di Karawang Wayang kulit Cirebon yang terdapat di wilayah kabupaten Karawang merupakan bagian dari wilayah pedalangan Cirebon gaya kulonan yang di antaranya berada di kabupaten Subang dan kabupaten Karawang, pada pola penyebarannya di kabupaten Karawang wilayah desa-desa di kecamatan Cilamaya Wetan, kabupaten Karawang ( termasuk di antaranya wilayah desa Cilamaya dan pemekarannya ), sebagian wilayah desa di kecamatan Banyu Sari ( termasuk di antaranya desa Banyu Asih ) menjadi pusat utama pelestariannya, desa-desa tersebut juga bersinergi dengan desa-desa lain yang masih satu budaya di wilayah kabupaten Subang seperti desa Rawa Meneng dan sekitarnya yang juga memegang peranan penting dalam menghidupkan dan melestarikan wayang kulit Cirebon di Karawang Gaya sunggingan (pewarnaan) pada wayang kulit Cirebon gaya kulonan terutama Cilamaya memiliki perbedaan yang tidak jauh dengan gaya sunggingan wayang kulit Cirebon gaya kidulan terutama Palimanan, menurut Waryo (budayawan Cirebon) hal tersebut dimungkinkan karena pada masa lalu para pedalang dan pengrajin wayang antar kedua wilayah saling bertukar dan saling melakukan pembelian wayang kulit cirebon. Tradisi Mapag Sri dan Wayang kulit Cirebon Pada bulan Oktober 2014, tradisi Mapag Sri diadakan kembali sebagai tanda berakhirnya kekosongan tradisi syukuran panen. Tradisi ini selama kurang lebih lima puluh tahun hampir tidak pernah digelar di blok Cibango, desa Cilamaya, kecamatan Cilamaya Wetan, kabupaten Karawang. Tradisi ini juga disempurnakan dengan pagelaran wayang kulit cirebon gaya kulonan (cilamaya). Menurut Aef Sudrajat, yang merupakan ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Saluyu sekaligus yang menggelar syukuran tersebut, kekosongan yang terjadi selama kurang lebih lima puluh tahun disebabkan oleh modernisasi dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan tradisi syukuran. Berkurangnya masyarakat yang melakukan tradisi syukuran mapag sri dimungkinkan terjadi dalam kondisi masyarakat yang mayoritas muslim dikarenakan dalam salah satu urutan prosesi tradisi mapag sri ada sebuah prosesi mengarak simbolisasi dewi sri untuk mengelilingi kampung yang oleh beberapa kalangan masyarakat muslim bagian ini dianggap tidak Islami walau bagian lain dalam prosesi syukuran mapag sri pada budaya Cirebon telah kental nuansa Islamnya. Beberapa masyarakat adat Cirebon telah mengganti simbolisasi dewi sri ini dengan sepasang pengantin padi seperti pada tradisi mapag sri di pesisir timur kabupaten Indramayu sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai keislaman. Pada masyarakat adat Cirebon di wilayah Cilamaya dan sekitarnya, tradisi syukuran mapag sri dimaknai sebagai wujud syukur kepada Allah swt menjelang musim panen, tradisi syukuran mapag sri merupakan bagian dari rangkaian tradisi panen, pascapanen dan menjelang tanam padi, pada masyarakat adat Cirebon di wilayah Cilamaya dan sekitarnya rangkaian tradisi selanjutnya setelah syukuran mapag sri adalah tradisi hajat bumi atau dalam bahasa setempat dikenal dengan istilah Babaritan yang dilakukan setelah prosesi panen dan kemudian tradisi mapag cai ( membawa air ) yang dilakukan menjelang musim tanam. Menurut Aef Sudrajat, prosesi Mapag Sri di wilayahnya dapat dilakukan dengan dukungan dari donatur dan sumbangan dari delapan kelompok tani yang tergabung di dalam Gapoktan pimpinannya, prosesi mapag sri disempurnakan dengan pagelaran wayang kulit cirebon gaya kulonan yang dipimpin oleh Ki Dalang Udama dari desa Rawa Meneng, kecamatan Blanakan, kabupaten Subang. Pagelaran wayang kulit cirebon gaya kulonan tersebut dipentaskan siang–malam di kompleks pemakaman sesepuh blok Cibango, oleh masyarakat sekitar prosesi pagelaran wayang kulit ini disebut "prosesi ngaruwat" atau selamatan guna memohon doa dari Allah swt agar dijauhkan dari bahaya, penyakit dan kesulitan. pada pagelaran wayang kulit cirebon yang menjadi pelengkap prosesi adat mapag sri, lakon wayang yang biasanya dipentaskan adalah lakon Sulanjana'' yang bercerita tentang asal muasalnya padi. Set Wayang kulit Cirebon gaya Kulonan ( Cilamaya ) Pariwisata Objek Wisata Pantai Tanjung Pakis Bendungan Walahar Curug Bandung Curug Cigentis Pantai Tanjung Pakis Pantai Samudra Baru Pantai Sedari Pantai Tanjung Pulau Putri Pantai Pelangi Pantai Tanjung Baru Danau Cipule Candi Jiwa Monumen Rawa Gede Rumah Rengas Dengklok Petilasan Jaka Tingkir San Diego Hills Memorial Park Olahraga Karawang adalah tuan rumah PORPROV Jabar X tahun 2006. Klub olahraga yang berbasis di kabupaten Karawang di antaranya adalah Persika Karawang & Karawang United FC (sepak bola), Persika Karawang & KUFC menggunakan Stadion Singaperbangsa. Referensi Pranala luar Situs Lowongan Kerja Karawang Karawang Karawang
4066
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Kuningan
Kabupaten Kuningan
Kabupaten Kuningan (aksara Sunda:ᮊᮥᮔᮤᮍᮔ᮪) adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Kuningan. Berjarak 150 km dari Kota Bandung dan 43 km dari Kota Cirebon, kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Cirebon di utara, Kabupaten Brebes (Jawa Tengah) di timur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah) di Selatan, dan Kabupaten Majalengka di barat. Kabupaten ini dikenal karena merupakan merupakan tempat dilaksanakannya Perundingan Linggajati. Di kecamatan Cigugur, beberapa warga merupakan penganut penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan. Kuningan juga merupakan salah satu pintu gerbang masuk Jawa Barat dari sebelah timur, bersama dengan Kabupaten Ciamis, Cirebon, Kota Banjar dan Pangandaran. Kabupaten Kuningan dikenal dengan julukan sebagai "Kota Kuda". Kuda merupakan ikon dari kabupaten ini dan dianggap merupakan hewan perwujudan dari Si Windu. Kuda gesit tersebut milik keluarga Arya Kamuning, seorang pemimpin wilayah ini pada zaman Kesultanan Cirebon dan Pajang. Sejarah Etimologi Terdapat beberapa hipotesis mengenai asal-usul nama Kuningan. Pertama, menurut sejarawan Edi Suhardi Ekajati, nama "Kuningan" berasal dari nama logam paduan dengan nama yang sama. Kuningan merupakan logam campuran antara tembaga, timah, dan perak, yang kemudian disepuh sehingga mengkilat seperti emas. Ekajati menyebut bahwa ditemukan patung dan alat keperluan rumah tangga terbuat dari kuningan di Jalaksana, tepatnya di Desa Sangkanherang. Patung itu berasal dari zaman Megalitikum. Patung ini menjadi incaran bagi kaum menak semenjak ditemukan pada tahun 1914 hingga 1950-an. Ekajati mencocokkan etimologi tersebut dengan dua cerita yang berkaitan dengan bokor kuning. Dalam kisah Ciung Wanara, ada sebuah bokor terbuat dari kuningan. Bokor itu digunakan oleh Raja Galuh untuk menguji seorang pendeta bernama Ajar Sukaresi yang bertapa di Gunung Padang. Ajar Sukaresi diminta Sang Raja untuk menaksir apakah Permaisurinya hamil atau tidak, dengan memasang bokor kuningan itu di perutnya. Pendeta yang sudah mengetahui rencana jahat sang Raja kemudian menaksir bahwa perut sang Permaisuri telah hamil. Raja pun berhasil mengelabui Pendeta dan sang Pendeta pun dijatuhi hukuman mati. Tak lama kemudian sang Permaisuri pun benar-benar hamil. Dengan gelap mata, Sang Raja ini marah dan menendang bokor kuningan, kuali, dan penjara besi yang berada di dekatnya. Bokor itu pun jatuh di daerah yang bernama Kuningan, sedangkan kuali di Kawali (Kabupaten Ciamis), dan penjara besi bernama Kandangwesi di Garut selatan. Dalam naskah Babad Cirebon dan juga tradisi lisan masyarakat Kuningan, bokor kuningan digunakan untuk menguji Sunan Gunung Jati, salah seorang wali. Hal yang membedakan adalah waktu dan tempatnya serta tujuan dan akibatnya, tanpa adanya penendangan bokor. Secara latar tempat dan waktunya, Ciung Wanara terjadi pada zaman Hindu-Buddha di wilayah Bojong Galuh, sedangkan Babad Cirebon dan tradisi lisan terjadi pada zaman Islam di wilayah Luragung, 19 km timur Kuningan. Naskah Babad Cirebon dan tradisi lisan menyebutkan bahwa tujuan penggunaan bokor adalah untuk menguji keluhuran ilmu yang dimiliki Sunan Gunung Jati. Putranya kelak dibesarkan oleh Ki Gedeng Luragung, penguasa daerah Luragung, dan kelak setelah dewasa diangkat oleh Sunan Gunung Jati sebagai Adipati Kuningan. Ada beberapa alternatif lain berkaitan dengan asal-usul nama Kuningan. Kedua, nama Kuningan berasal dari daerah bernama Kajéné yang berarti "sesuatu yang berwarna kuning". Ketiga, Kuningan berasal dari istilah dangiang kuning (sebuah ilmu gaib) yang didapatkan oleh Demunawan, penguasa awal Kuningan pada masa Galuh. Keempat, "Kuningan" berasal dari wuku dan hari raya dengan nama yang sama. Masa Pra sejarah Diperkirakan ± 3.500 tahun sebelum masehi sudah terdapat kehidupan manusia di daerah Kuningan, hal ini berdasarkan pada beberapa peninggalan kehidupan pada zaman prasejarah yang menunjukkan adanya kehidupan pada zaman Neolitikum dan batu-batu besar yang merupakan peninggalan dari kebudayaan Megalitikum. Bukti peninggalan tersebut dapat dijumpai di Kampung Cipari Kelurahan Cigugur yaitu dengan ditemukannya peninggalan pra-sejarah pada tahun 1972, berupa alat dari batu obsidian (batu kendan), pecahan-pecahan tembikar, kuburan batu, pekakas dari batu dan keramik. Sehingga diperkirakan pada masa itu terdapat pemukiman manusia yang telah memiliki kebudayaan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Situs Cipari mengalami dua kali masa pemukiman, yaitu masa akhir Neoletikum dan awal pengenalan bahan perunggu berkisar antara tahun 1000 SM sampai dengan 500 M. Pada waktu itu masyarakat telah mengenal organisasi yang baik serta kepercayaan berupa pemujaan terhadap nenek moyang (animisme dan dinamisme). Selain itu ditemukannya pula peninggalan adat dari batu-batu besar dari zaman megalitikum. Masa Hindu Dalam pandangan Parahyangan disebutkan bahwa ada suatu pemukiman yang mempunyai kekuatan politik penuh seperti halnya sebuah negara, bernama Kuningan. Kerajaan Kuningan tersebut berdiri setelah Seuweukarma dinobatkan sebagai Raja yang kemudian bergelar Rahiyang Tangkuku atau Sang Kuku yang bersemayam di Arile atau Saunggalah. Seuweukarma menganut ajaran Dangiang Kuning dan berpegang kepada Sanghiyang Dharma (Ajaran Kitab Suci) serta Sanghiyang Riksa (sepuluh pedoman hidup). Ekspansi kekuasaan Kuningan pada zaman kekuasaan Seuweukarma menyeberang sampai ke negeri Melayu. Pada saat itu masyarakat Kuningan merasa hidup aman dan tenteram di bawah pimpinan Seuweukarma yang bertakhta sampai berusia lama. Menurut Parahyangan, bahwa sebelum Sanjaya menguasai Kerajaan Galuh, dia harus mengalahkan dulu Sang Wulan–Sang Tumanggal–dan Sang Pandawa tiga tokoh penguasa di Kuningan (= Triumvirat), yaitu tiga tokoh pemegang kendali pemerintahan di Kuningan sebagaimana konsep Tritangtu dalam konsep pemerintahan tradisional suku Sunda Buhun. Sang Wulan, Tumanggal, dan Pandawa ini menjalankan pemerintahan menurut adat tradisi waktu itu, yang bertindak sebagai Sang Rama, Sang Resi, dan Sang Ratu. Sang Rama bertindak selaku pemegang kepala adat, Sang Resi selaku pemegang kepala agama, dan Sang Ratu kepala pemerintahan. Makanya Kerajaan Kuningan waktu dikendalikan tokoh ‘Triumvirat’ ini berada dalam suasana yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja, karena masing-masing dijalankan oleh orang yang ahli di bidangnya. Tata aturan hukum/masalah adat selalu dijalankan dan ditaati, masalah kepercayaan / agama begitu juga pemerintahannya. Semuanya sejalan beriringan selangkah dan seirama. Ketika Kuningan diperintah Resiguru Demunawan pun (menantu Sang Pandawa), Kerajaan Kuningan memiliki status sebagai Kerajaan Agama (Hindu). Hal ini tampak dari ajaran-ajaran Resiguru Demunawan yang mengajarkan ilmu Dangiang Kuning–keparamartaan, sehingga Kuningan waktu menjadi sangat terkenal. Dalam naskah carita Parahyangan disebutkan kejayaan Kuningan waktu diperintah Resiguru Demunawan atau dikenal dengan nama lain Sang Seuweukarma (penguasa/pemegang Hukum) atau Sang Ranghyangtang Kuku/Sang Kuku, kebesaran Kuningan melebihi atau sebanding dengan Kerajaan Galuh dan Sunda (Pakuan). Kekuasaannya meliputi Melayu, Tuntang, Balitar, dan sebagainya. Hanya ada 3 nama tokoh raja di Jawa Barat yang berpredikat Rajaresi, arti seorang pemimpin pemerintahan dan sekaligus ahli agama (resi). Mereka itu adalah: Resi Manikmaya dari Kerajaan Kendan (sekitar Cicalengka–Bandung) Resi Demunawan dari Saunggalah Kuningan Resi Niskala Wastu Kencana dari Galuh Kawali Perkembangan kerajaan Kuningan selanjutnya seakan terputus, dan baru pada 1175 masehi muncul lagi. Kuningan pada waktu itu menganut agama Hindu di bawah pimpinan Rakean Darmariksa dan merupakan daerah otonom yang masuk wilayah kerajaan Sunda yang terkenal dengan nama Pajajaran. Cirebon juga pada tahun 1389 masehi masuk kekuasaan kerajaan Pajajaran, namun pada abad ke-15 Cirebon sebagai kerajaan Islam menyatakan kemerdekaannya dari Pakuan Pajajaran. Masa Islam Sejarah Kuningan pada masa Islam tidak lepas dari pengaruh kesultanan Cirebon. Pada tahun 1470 masehi datang ke Cirebon seorang ulama besar agama Islam yaitu Syeh Syarif Hidayatullah putra Syarif Abdullah dan ibunya Rara Santang atau Syarifah Modaim putra Prabu Siliwangi. Syarif Hidayatullah adalah murid Sayid Rahmat yang lebih dikenal dengan nama Sunan Ampel yang memimpin daerah ampeldenta di Surabaya. Kemudian Syeh Syarif Hidayatullah ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat, dan mula-mula tiba di Cirebon yang pada waktu Kepala Pemerintahan Cirebon dipegang oleh Haji Doel Iman. Pada waktu 1479 masehi Haji Doel Iman berkenan menyerahkan pimpinan pemerintahan kepada Syeh Syarif Hidayatullah setelah menikah dengan putrinya. Karena terdorong oleh hasrat ingin menyebarkan agama Islam, pada tahun 1481 Masehi Syeh Syarif Hidayatullah berangkat ke daerah Luragung, Kuningan yang masuk wilayah Cirebon Selatan yang pada waktu itu dipimpin oleh Ki Gedeng Luragung yang bersaudara dengan Ki Gedeng Kasmaya dari Cirebon, selanjutnya Ki Gedeng Luragung memeluk agama Islam. Pada waktu Syeh Syarif Hidayatullah di Luragung, Kuningan, datanglah Ratu Ontin Nio istrinya dalam keadaan hamil dari negeri Tiongkok (bergelar: Ratu Rara Sumanding) ke Luragung, Kuningan, dari Ratu Ontin Nio alias Ratu Lara Sumanding lahir seorang putra yang tampan dan gagah yang diberi nama Pangeran Kuningan. setelah dari Luragung, Kuningan, Syeh Syarif Hidayatullah dengan rombongan menuju tempat tinggal Ki Gendeng Kuningan di Winduherang, dan menitipkan Pangeran Kuningan yang masih kecil kepada Ki Gendeng Kuningan agar disusui oleh istri Ki Gendeng Kuningan, karena waktu itu Ki Gendeng Kuningan mempunyai putra yang sebaya dengan Pangeran Kuningan namanya Amung Gegetuning Ati yang oleh Syeh Syarif Hidayatullah diganti namanya menjadi Pangeran Arya Kamuning serta dia memberikan amanat bahwa kelak di mana Pangeran Kuningan sudah dewasa akan dinobatkan menjadi Adipati Kuningan. Setelah Pangeran Kuningandan Pangeran Arya Kamuning tumbuh dewasa, diperkirakan tepatnya pada bulan Muharram tanggal 1 September 1498 Masehi, Pangeran Kuningan dilantik menjadi kepala pemerintahan dengan gelar Pangeran Arya Adipati Kuningan (Adipati Kuningan) dan dibantu oleh Arya Kamuning. Maka sejak itulah dinyatakan sebagai titik tolak terbentuknya pemerintahan Kuningan yang selanjutnya ditetapkan menjadi tanggal hari jadi Kuningan Masuknya Agama Islam ke Kuningan tampak dari munculnya tokoh-tokoh pemimpin Kuningan yang berasal atau mempunyai latar belakang agama. Sebut saja Syekh Maulana Akbar saudara kandung Syekh Datuk Kahfi, yang akhirnya menikahkan putranya, bernama Syekh Maulana Arifin saudara sepupu Pangeran Panjunan, dengan Nyai Ratu Selawati penguasa Kuningan waktu itu putri Pangeran Surawisesa cucu Prabu Siliwangi yang juga menantu Prabu Langlangbuana. Hal ini menandai peralihan kekuasaan dari Hindu ke Islam yang memang berjalan dengan damai melalui ikatan perkawinan. Waktu itu di Kuningan muncul pedukuhan-pedukuhan yang bermula dari pembukaan-pembukaan pondok pesantren, seperti Pesantren Sidapurna (menuju kesempurnaan), Syekh Rama Ireng (Balong Darma). Termasuk juga di antaranya pesantren Lengkong oleh Haji Hasan Maulani. Pasca Kemerdekaan Indonesia Kuningan menjadi tempat dilaksanakannya Perundingan Linggarjati pada bulan November 1946. Karena tidak memungkinkan perundingan dilakukan di Jakarta maupun di Yogyakarta (ibu kota sementara RI), maka diambil jalan tengah jika perjanjian diadakan di Linggarjati, Kuningan. Hari Minggu pada tanggal 10 November 1946 Lord Killearn tiba di Cirebon. Ia berangkat dari Jakarta menumpang kapal fregat Inggris H.M.S. Veryan Bay. Ia tidak berkeberatan menginap di Hotel Linggarjati yang sekaligus menjadi tempat perundingan. Delegasi Belanda berangkat dari Jakarta dengan menumpang kapal terbang “Catalina” yang mendarat dan berlabuh di luar Cirebon. Dari “Catalina” mereka pindah ke kapal perang “Banckert” yang kemudian menjadi hotel terapung selama perjanjian berlangsung. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Sjahrir menginap di desa Linggasama, sebuah desa dekat Linggarjati. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta sendiri menginap di kediaman Bupati Kuningan. Kedua delegasi mengadakan perundingan pada tanggal 11-12 November 1946 yang ditengahi oleh Lord Kilearn, penengah berkebangsaan Inggris. Geografis Kabupaten Kuningan terletak pada titik koordinat 108°23'–108°47' Bujur Timur dan 6°47'–7°12' Lintang Selatan. Sedangkan ibu kotanya terletak pada titik koordinat 6°45'–7°50' Lintang Selatan dan 105°20'–108°40' Bujur Timur. Bagian timur wilayah kabupaten ini adalah dataran rendah, sedang di bagian barat berupa pegunungan, dengan puncaknya Gunung Ceremai (3.078 m) di perbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Gunung Ceremai adalah gunung tertinggi di Jawa Barat. Dilihat dari posisi geografisnya terletak di bagian timur Jawa Barat berada pada lintasan jalan regional yang menghubungkan Kota Cirebon dengan wilayah Priangan Timur dan sebagai jalan alternatif jalur tengah yang menghubungkan Bandung-Majalengka dengan Jawa Tengah. Batas Wilayah Secara administratif berbatasan dengan; Sebelah Utara : Kabupaten Cirebon Sebelah Timur : Kabupaten Brebes (Jawa Tengah) Sebelah Selatan : Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah) Sebelah Barat : Kabupaten Majalengka Topografi Permukaan tanah Kabupaten Kuningan relatif datar dengan variasi berbukit-bukit terutama Kuningan bagian Barat dan bagian Selatan yang mempunyai ketinggian berkisar 700 meter di atas permukaan laut, sampai ke dataran yang agak rendah seperti wilayah Kuningan bagian Timur dengan ketinggian antara 120 meter sampai dengan 222 meter di atas permukaan laut. Tabel Elevasi ketinggian tanah wilayah Kabupaten Kuningan Ketinggian di suatu tempat mempunyai pengaruh terhadap suhu udara, oleh sebab itu ketinggian merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pola penggunaan lahan untuk pertanian, karena setiap jenis tanaman menghendaki suhu tertentu sesuai dengan karakteristik tanaman yang bersangkutan. Kemiringan tanah yang dimiliki Kabupaten Kuningan terdiri dari : dataran rendah, dataran tinggi, perbukitan, lereng, lembah dan pegunungan. Karakter tersebut memiliki bentang alam yang cukup indah dan udara yang sejuk, sangat potensial bagi pengembangan pariwisata. Tabel Luas kemiringan tanah Kabupaten Kuningan Sebagian besar tekstur tanah termasuk kedalaman tekstur sedang dan sebagian kecil termasuk tekstur halus. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap tingkat kepekaan yang rendah dan sebagian kecil sangat tinggi terhadap erosi. Tingkat kepekaan terhadap erosi disebabkan ketidaksesuaian antara penggunaan tanah dengan kemampuannya sehingga berakibat rusaknya proses fisika, kimia dan biologi tanah tersebut. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap besar kecilnya intensitas tingkat kepekatan terhadap terhadap erosi adalah faktor : lereng, sistem penggarapan, pengolahan tanah, jenis tanah dan persentase penutup tanah. Tingkat kepekaan erosi di Kabupaten Kuningan diklasifikasikan menjadi lima kelas, yaitu : Sangat Peka : 14.258,42 Ha Peka : 17.568,96 Ha Agak Peka : 20.473,43 Ha Kurang Peka : 21.845,69 Ha Tidak Peka : 36.307,00 Ha Jenis Tanah Berdasarkan penelitian tanah tinjau Kabupaten Kuningan memiliki 7 (tujuh) golongan tanah yaitu : Andosol, Alluvial, Podzolik, Gromosol, Mediteran, Latosol dan Regosol. Golongan tanah Andosol terdapat di bagian barat kecamatan Kuningan yang cocok untuk ditanami tembakau, bunga-bungaan, sayuran, buah-buahan, kopi, kina, teh, pinus dan apel. Golongan tanah Alluvial terdapat di bagian timur Kecamatan Kuningan, Kecamatan Kadugede bagian utara, Kecamatan Lebakwangi bagian utara, Kecamatan Garawangi dan Kecamatan Cilimus cocok untuk tanaman sawah, palawija dan perikanan. Golongan tanah Podzolik terdapat di bagian selatan kecamatan Kadugede, bagian timur kecamatan Ciniru, bagian timur kecamatan Luragung, bagian selatan kecamatan Lebakwangi dan kecamatan Ciwaru cocok untuk ladang dan tanaman keras. Tabel Luas jenis tanah di Kabupaten Kuningan Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Penduduk Kabupaten Kuningan Tahun 2010 Menurut Hasil Suseda sebanyak 1.122.376 orang dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 0,48% per tahun dan Angka Harapan Hidup (AHH) 70,76 tahun. Penduduk perempuan sebanyak 580.796 orang dan penduduk laki-laki sebanyak 564.801 orang dengan rasio jenis kelamin sebesar 99,3 % artinya jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding penduduk laki-laki. Diperkirakan hampir 25% penduduk Kuningan bersifat komuter, mereka banyak yang bermigrasi ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan sebagainya. Penduduk Kuningan umumnya menggunakan bahasa Sunda dialek Kuningan. Mayoritas Penduduk Kuningan beragama Islam sekitar 98% (di daerah desa Manislor terdapat komunitas penduduk yang menganut aliran Ahmadiyah), lainnnya beragama Kristen Katolik yang tersebar di wilayah Cigugur, Cisantana, Citangtu, Cibunut, sedangkan sisanya beragama Protestan dan Buddha yang kebanyakan terdapat di kota Kuningan. Di wilayah Cigugur juga terdapat penduduk yang menganut aliran kepercayaan yang disebut Aliran Jawa Sunda. Sebagain besar penduduk kabupaten Kuningan bermatapencaharian sebagai petani (petani penggarap dan buruh tani), dan lainnya bekerja sebagai Pedagang, Pegawai negeri Sipil, TNI, Polisi, Wiraswasta dan sebagainya. Angka beban tanggungan (Dependency Ratio) Kabupaten Kuningan tahun 2007 kondisinya tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yaitu mencapai angka 50,00. Angka beban tanggungan (ABT) merupakan perbandingan antara penduduk yang belum/tidak produktif (usia 0–14 tahun dan usia 65 tahun ke atas) dibanding dengan penduduk usia produktif (usia 15–64 tahun), berarti pada tahun 2007 setiap 100 penduduk usia produktif di Kabupaten Kuningan menanggung sebanyak 50 penduduk usia belum/tidak produktif. Untuk lebih lengkapnya data penduduk serta beberapa informasi demografi kami sajikan dalam tabel di bawah ini. Suku bangsa Kabupaten Kuningan didominasi oleh penduduk dari suku Sunda. Pada Sensus Penduduk Indonesia 2000, orang Sunda di kabupaten Kuningan sebanyak 950.162 jiwa atau 96,50 % dari total penduduk 984.598 jiwa. Sebagian kecil lagi adalah orang Jawa, Cirebon, Minangkabau, Batak, Betawi, dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Kuningan berdasarkan suku bangsa sesuai data Sensus Penduduk tahun 2000; Pendidikan Menurut data Suseda tahun 2009, persentase penduduk dewasa yang melek huruf di Kabupaten Kuningan mencapai 98,03 % sedangkan hasil Suseda 2010 menunjukkan adanya perbaikan menjadi 98,27%. Begitu pula rata-rata lama sekolah, pada tahun 2009, rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Kuningan sekitar 8,33 tahun meningkat menjadi 8,68 tahun pada tahun 2010. Persentase penduduk Kabupaten Kuningan usia 10 tahun ke atas yang berpendidikan SD ke bawah sebesar 72,66 persen; tamat SMP sebesar 13,73 persen; tamat SMU/SMK sebesar 10,88 persen; dan sebanyak 2,72 persen yang tamat pendidikan tinggi (Akademi/Perguruan Tinggi). Berarti dari 1.000 orang penduduk 10 tahun ke atas hanya 27 orang yang berkesempatan menyelesaikan pendidikan tinggi (Diploma, Akademi, Perguruan tinggi). Adapun Pendidikan Luar Biasa untuk siswa berkebutuhan khusus kini telah banyak ditampung di sebuah lembaga pendidikan siswa berkebutuhan khusus, di antaranya SLBN Kuningan. Perguruan Tinggi • Universitas Kuningan • Universitas Islam Al-Ihya Kuningan • Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan • Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Kuningan • Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kuningan Ekonomi Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Kuningan pada tahun 2011 mencapai 5,43% lebih tinggi dibanding dengan dua tahun sebelumnya yaitu tahun 2009 sebesar 4,39% dan tahun 2010 sebesar 4,99%. Sedangkan Inflasi di Kabupaten Kuningan pada tahun 2010 berdasarkan perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat sebesar 6,70%. Sementara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kuningan sendiri berdasarkan harga konstan tahun 2000 untuk tahun 2011 sebesar Rp. 4,2 triliun dan PDRB per kapita berdasarkan harga konstan tahun 2000 pada tahun 2011 mencapai Rp. 3,9 juta. Tingkat daya beli masyarakat Kuningan tahun 2010 menurut data Suseda tercatat sebesar Rp. 549 ribu. Dan tingkat pengangguran di Kabupaten Kuningan angkanya cukup besar yaitu mencapai 7,6% dari total angkatan kerja. Lapangan pekerjaan penduduk Kabupaten Kuningan masih didominasi oleh dua sektor ekonomi yaitu sektor pertanian dan perdagangan. Sektor pertanian masih merupakan lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Pada tahun 2010 dari total penduduk Kabupaten Kuningan yang bekerja, 39% bekerja di sektor pertanian dan 30% di sektor perdagangan. Seni dan Budaya Sebagai wilayah yang berada di daerah Priangan timur, kabupaten Kuningan kaya akan seni budaya Sunda yang khas, berbeda dari wilayah Sunda bagian barat. Berikut adalah seni budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Kuningan: Tabel Seni dan Budaya di wilayah Kabupaten Kuningan Sarana Prasarana Jalan Darat Total jalan darat di Kabupaten Kuningan adalah sepanjang 446,10 Km Listrik Jumlah pelanggan yang telah terdaftar hingga tahun 2002 adalah sebanyak 773.747 pelanggan (Unit Pelayanan Cirebon) Telekomunikasi Pelanggan PT Telkom untuk daerah Kabupaten Kuningan masuk ke dalam Kandatel Cirebon yakni sebanyak 1.202 pelanggan (Tahun 2002) Sarana Kesehatan Rumah sakit terdapat 6 buah, 1 milik Pemda dan 5 milik swasta Puskesmas Pembantu = 70 buah Puskesmas = 28 buah Puskesmas dengan fasilitas tempat perawatan = 6 buah Balai pengobatan swasta = 33 buah Pos Pelayanan Terpadu 762 Pos Pelayanan Terpadu pratama 467 Pos Pelayanan Terpadu madya 89 Pos Pelayanan Terpadu purnama 7 Pos Pelayanan Terpadu mandiri Tenaga Kesehatan Dokter umum 54 orang dan dokter spesialis 43 orang Dokter gigi 19 orang Bidan yang ada terdapat 321 orang bidan Sarana dan Prasarana Pendidikan Taman Kanak-Kanak : 211 buah Sekolah Dasar : 685 buah Sekolah Menengah Pertama : 88 buah Sekolah Menengah Umum 27 buah Sekolah Menengah Kejuruan : 31 buah Hotel Hotel Berbintang : 3 buah Hotel Non Berbintang : 35 buah Bank Bank Pemerintah : 5 buah Bank Swasta : 7 buah Bank Pembangunan Daerah : 1 buah Bank Perkreditan Rakyat : 8 buah Sekretariat Organisasi Karang Taruna Kabupaten Kuningan ada di Windusengkahan Gerakan Pemuda Banser ada di Pendopo Bupati Kader Inti Pemuda Anti Narkoba (KIPAN) Kabupaten Kuningan ada di Bekas Gedung Dinas Sosial Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Sebelahan dengan Kantor Sekretariat DPRD dan Polres Kuningan Sekretariat Pramuka ada di Jalaksana bernama Sekretariat Kwarcab Pramuka Kuningan Fasilitas Olahraga Kuningan mempunyai salah satu stadion yaitu Stadion Mashud Wisnusaputra yang merupakan markas dari Pesik Kuningan. Terletak persis di pusat kota Kuningan, stadion Mashud Wisnusaputra mempunyai kapasitas sebesar 10.000 penonton, termasuk ke dalam stadion kategori D+ untuk tingkat nasional. Di dalam kompleks stadion Mashud Wisnusaputra terdapat gelanggang basket, tenis lapangan, lapangan voli dan lintasan atletik, juga terdapat wisma yang representatif. Selain itu di Luragung terdapat kolam renang Tirta Agung Mas salah satu kolam renang ukuran olimpiade di Jawa Barat. Pariwisata Tempat Wisata Wisata Alam Talaga Remis Wisata Ikan Dewa Cibulan Taman Wisata Alam Linggajati Waduk Darma Darmaloka Sangkanhurip Desa Sitonjul Air Terjun Sidomba Curug Cilengkrang Palutungan & Curug Putri Curug Ngelay curug Bangkong Bendungan Kuningan Wisata Budaya Taman purbakala Cipari Gedung Perundingan Linggarjati Situs Sanghiang Sagarahiang Wisata Hutan Desa Setianegara Desa Jabranti Wisata Ziarah Cibulan Balong Keramat Darmaloka Goa Maria Wisata Adat Seren Taun Pesta Dadung Makanan Khas Makanan dan Minuman: Opak Bakar KARTIKA, Peuyeum, Jeruk Nipis Peras, Angling, Nasi Kasreng (Nasi Bungkus ciri Khas Luragung), Golono (Gorengan Khas Dari Luragung), Keripik Becak, Gaplek Luragung dan Raragudig, ketempling, rengginang. Cendera mata Batu Ony Batu Granit Suiseki Bonsai Cincin Peti Antik Calung Transportasi Angkot Dalam Kota angkot 01 jurusan Kuningan–Pasar baru-Kadugede angkot 02 jurusan Pramuka-Kadugede angkot 03 jurusan Pasar baru-Padamenak angkot 04 jurusan Pramuka-Padamenak angkot 05 jurusan Cirendang-Kertawangunan angkot 06 jurusan Pasar baru-Kertawangunan angkot 07 jurusan Pasar baru-Lengkong angkot 08 jurusan Cirendang-Lengkong angkot 09 jurusan Pramuka-Cigugur angkot 10 jurusan Pramuka-Kertawangunan angkot 15 jurusan Puncak-Kuningan angkot 16 jurusan Cisantana-Kuningan Bus Antarkota Luragung Jaya trayek Kuningan-Jakarta Primajasa trayek Kuningan-Jakarta (Lebak Bulus) Primajasa trayek Kuningan-Bekasi Setia Negara trayek Kuningan-Jakarta Sahabat trayek Kuningan-Jakarta dan trayek Kuningan-Merak Putra Luragung trayek Kuningan-Jakarta Putri Luragung trayek Kuningan-Jakarta DAMRI trayek Kuningan-Bandung Luragung Termuda trayek Kuningan-Jakarta Bintang Luragung trayek Kuningan-Jakarta Sinar Jaya trayek Kuningan-Jakarta Aman Sejahtera trayek Kuningan-Bandung Sugeng Rahayu trayek Kuningan-Surabaya Citra adi lancar trayek Kuningan–Yogyakarta Akas Harapan kita trayek Kuningan–Probolinggo Akas Mila Sejahtera trayek Kuningan-Sumenep Referensi Pranala luar Kuningan Kuningan
4067
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Majalengka
Kabupaten Majalengka
Majalengka (aksara Sunda: ᮙᮏᮜᮦᮀᮊ) adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah kecamatan Majalengka Kota. Kabupaten ini berjarak 95 km sebelah timur laut dari Kota Bandung dan 56 km dari Kota Cirebon.Majalengka jawa barat Sejarah Pada zaman kerajaan Hindu-Buddha sampai dengan abad ke-15, di wilayah Kabupaten Majalengka terbagi menjadi 3 kerajaan: Kerajaan Talaga Manggung dipimpin oleh Sunan Corenda atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Parung Kerajaan Rajagaluh dipimpin oleh Prabu Cakraningrat Kerajaan Sindangkasih, dipimpin oleh seorang puteri bernama Nyi Rambut Kasih Terdapat banyak cerita rakyat tentang ke-3 kerajaan tersebut yang sampai dengan saat ini masih hidup di kalangan masyarakat Majalengka. Selain cerita rakyat yang masih diyakini juga terdapat situs, makam-makam dan benda-benda purbakala, yang kesemuanya itu selain menjadi kekayaan daerah juga dapat digunakan sebagai sumber sejarah. Kerajaan Talaga Manggung Raja Batara Gunung Picung Kerajaan Hindu di Talaga berdiri pada abad XIII Masehi, Raja tersebut masih keturunan Ratu Galuh bertahta di Ciamis, dia adalah putera V, juga ada hubungan darah dengan raja-raja di Pajajaran atau dikenal dengan Raja Siliwangi. Sunan Talaga manggung putra Pandita Prabu Darmasuci putra Batara Gunung Picung putera Suryadewata putera bungsu dari Maharaja Sunda Galuh Prabu Ajiguna Linggawisesa (1333-1340) di Galuh Kawali, Ciamis. Penguasa Kerajaan Sunda Galuh biasanya digelari Siliwangi. Daerah kekuasaannya meliputi Talaga, Cikijing, Bantarujeg, Lemahsugih, Maja dan sebagian Selatan Majalengka.Pemerintahan Batara Gunung Picung sangat baik, agam yang dipeluk rakyat kerajaan ini adalah agama Hindu.Pada masa pemerintahaannya pembangunan prasarana jalan perekonomian telah dibuat sepanjang lebih 25 Km tepatnya Talaga–Salawangi di daerah Cakrabuana.Bidang Pembangunan lainnya, perbaikan pengairan di Cigowong yang meliputi saluran-saluran pengairan semuanya di daerah Cikijing.Tampuk pemerintahan Batara Gunung Picung berlangsung 2 windu.Raja berputera 6 orang yaitu :- Sunan Cungkilak–Sunan Benda–Sunan Gombang–Ratu Panggongsong Ramahiyang- Prabu Darma Suci- Ratu Mayang KarunaAkhir pemerintahannya kemudian dilanjutkan oleh Prabu Darma Suci. Raja Prabu Darma Suci Disebut juga Pandita Perabu Darma Suci. Dalam pemerintahan raja ini Agama Hindu berkembang dengan pesat (abad ke-XIII), nama dia dikenal di Kerajaan Pajajaran, Jawa Tengah, Jayakarta sampai daerah Sumatra. Dalam seni pantun banyak diceritakan tentang kunjungan tamu-tamu tersebut dari kerajaan tetangga ke Talaga, apakah kunjungan tamu-tamu merupakan hubungan keluarga saja tidak banyak diketahui.Peninggalan yang masih ada dari kerajaan ini antara lain Benda Perunggu, Gong, Harnas atau Baju Besi.Pada abad XIIX Masehi dia wafat dengan meninggalkan 2 orang putera yakni:- Bagawan Garasiang–Sunan Talaga Manggung Raja Sunan Talaga Manggung Takhta untuk sementara dipangku oleh Begawan Garasiang,namun dia sangat mementingkan Kehidupan Kepercayaan sehingga akhirnya tak lama kemudian takhta diserahkan kepada adiknya Sunan Talaga Manggung.Tak banyak yang diketahui pada masa pemerintahan raja ini selain kepindahan dia dari Talaga ke daerah Cihaur Maja. Raja Sunan Talaga Manggung Sunan Talaga Manggung merupakan raja yang terkenal sampai sekarang karena sikap dia yang adil dan bijaksana serta perhatian dia terhadap agama Hindu, pertanian, pengairan, kerajinan serta kesenian rakyat.Hubungan baik terjalin dengan kerajaan-kerajaan tetangga maupun kerajaan yang jauh, seperti misalnya dengan Kerajaan Majapahit, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Cirebon maupun Kerajaan Sriwijaya.Dia berputera dua, yaitu :- Raden Pangrurah–Ratu Simbarkencana Raja wafat akibat penikaman yang dilakukan oleh suruhan Patih Palembang Gunung bernama Centangbarang. Kemudian Palembang Gunung menggantikan Sunan Talaga Manggung dengan beristrikan Ratu Simbarkencana. Tidak beberapa lama kemudian Ratu Simbarkencana membunuh Palembang Gunung atas petunjuk hulubalang Citrasinga dengan tusuk konde sewaktu tidur.Dengan meninggalnya Palembang Gunung, kemudian Ratu Simbarkencana menikah dengan turunan Panjalu bernama Raden Kusumalaya Ajar Kutamanggu dan dianugrahi 8 orang putera di antaranya yang terkenal sekali putera pertama Sunan Parung. Raja Ratu Simbarkencana Sekitar awal abad XIV Masehi, dalam tampuk pemerintahannya Agama Islam menyebar ke daerah-daerah kekuasaannya dibawa oleh para Santri dari Cirebon.juga diketahui bahwa takhta pemerintahan waktu itu dipindahkan ke suatu daerah disebelah Utara Talaga bernama Walangsuji dekat kampung Buniasih (Desa Kagok Banjaran) .Ratu Simbarkencana setelah wafat digantikan oleh puteranya Sunan Parung. Raja Sunan Parung Pemerintahan Sunan Parung tidak lama, hanya beberapa tahun saja.Hal yang penting pada masa pemerintahannya adalah sudah adanya Perwakilan Pemerintahan yang disebut Dalem, antara lain ditempatkan di daerah Kulur, Sindangkasih, Jerokaso Maja.Sunan Parung mempunyai puteri tunggal bernama Ratu Sunyalarang atau Ratu Parung. Kerajaan Islam Talaga (Pengaruh Kasultanan Cirebon) Raja Ratu Sunyalarang Sebagai puteri tunggal dia naik takhta menggantikan ayahandanya Sunan Parung dan menikah dengan turunan putera Prabu Siliwangi bernama Raden Rangga Mantri atau lebih dikenal dengan Prabu Pucuk Umum.Pada masa pemerintahannya Agama Islam sudah berkembang dengan pesat. Banyak rakyatnya yang memeluk agama tersebut hingga akhirnya baik Ratu Sunyalarang maupun Prabu Pucuk Umum memeluk Agama Islam. Agama Islam berpengaruh besar ke daerah-daerah kekuasaannya antara lain Maja, Rajagaluh dan Majalengka.Prabu Pucuk Umum adalah Raja Talaga ke-2 yang memeluk Agama Islam. Hubungan pemerintahan Talaga dengan Cirebon maupun Kerajaan Pajajaran baik sekali. Sebagaimana diketahui Prabu Pucuk Umum adalah keturunan dari prabu Siliwangi karena dalam hal ini ayah dia yang bernama Raden Munding Sari Ageung merupakan putera dari Prabu Siliwangi. Jadi pernikahan Prabu Pucuk Umum dengan Ratu Sunyalarang merupakan perkawinan keluarga dalam derajat ke-IV.Hal terpenting pada masa pemerintahan Ratu Sunyalarang adalah Talaga menjadi pusat perdagangan di sebelah Selatan. Raja Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum Dari pernikahan Raden Rangga Mantri dengan Ratu Parung (Ratu Sunyalarang putri Sunan Parung, saudara sebapak Ratu Pucuk Umun suami Pangeran Santri ) melahirkan 6 orang putera yaitu :- Prabu Haurkuning - Sunan Wanaperih - Dalem Lumaju Agung- Dalem Panuntun–Dalem Panaekan Akhir abad XV Masehi, penduduk Majalengka telah beragama Islam.Dia sebelum wafat telah menunjuk putera-puteranya untuk memerintah di daerah-daerah kekuasaannya, seperti halnya :Sunan Wanaperih memegang tampuk pemerintahan di Walagsuji; Dalem Lumaju Agung di kawasan Maja; Dalem Panuntun di Majalengka sedangkan putera pertamanya, Prabu Haurkuning, di Talaga yang selang kemudian di Ciamis. Kelak keturunan dia banyak yang menjabat sebagai Bupati.Sedangkan dalem Dalem Panaekan dulunya dari Walangsuji kemudian berpindah-pindah menuju Riung Gunung, sukamenak, nunuk Cibodas dan Kulur.Prabu Pucuk Umum dimakamkan di dekat Situ Sangiang Kecamatan Talaga. Raja Sunan Wanaperih Terkenal Sunan Wanaperih, di Talaga sebagai seorang Raja yang memeluk Agama Islam pun juga seluruh rakyat di negeri ini semua telah memeluk Agama Islam. Dia berputera 6 orang, yaitu :- Dalem Cageur–Dalem Kulanata–Apun Surawijaya atau Sunan Kidul- Ratu Radeya–Ratu Putri - Dalem Wangsa Goparana. Diceritakan bahwa Ratu Radeya menikah dengan Arya Sarngsingan sedangkan Ratu Putri menikah dengan putra Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan bernama Sayid Faqih Ibrahim lebih dikenal Sunan Cipager. Dalem Wangsa Goparana pindah ke Sagalaherang Cianjur, kelak keturunan dia ada yang menjabat sebagai bupati seperti Bupati Wiratanudatar I di Cikundul. Sunan Wanaperih memerintah di Walangsuji, tetapi dia digantikan oleh puteranya Apun Surawijaya, maka pusat pemerintahan kembali ke Talaga. Putera Apun Surawijaya bernama Pangeran Ciburuy atau disebut juga Sunan Ciburuy atau dikenal juga dengan sebutan Pangeran Surawijaya menikah dengan putri Cirebon bernama Ratu Raja Kertadiningrat saudara dari Panembahan Sultan Sepuh III Cirebon.Pangeran Surawijaya dianungrahi 6 orang anak yaitu–Dipati Suwarga-Mangunjaya–Jaya Wirya–Dipati Kusumayuda–Mangun Nagara–Ratu Tilarnagara Ratu Tilarnagara menikah dengan Bupati Panjalu (Kerajaan Panjalu Ciamis) yang bernama Pangeran Arya Sacanata yang masih keturunan Prabu Haur Kuning. Pengganti Pangeran Surawijaya ialah Dipati Suwarga menikah dengan Putri Nunuk dan berputera 2 orang, yaitu :- Pangeran Dipati Wiranata- Pangeran Secadilaga atau pangeran Raji Pangeran Surawijaya wafat dan digantikan oleh Pangeran Dipati Wiranata dan setelah itu diteruskan oleh puteranya Pangeran Secanata Eyang Raga Sari yang menikah dengan Ratu Cirebon menggantikan Pangeran Secanata. Arya Secanata memerintah ± tahun 1762. Kerajaan Sindangkasih Mandala Sindangkasih dan Kerajaan Sindangkasih Kerajaan dan wilayah Jawa Barat tidak dapat dipisahkan dari kata Sunda. Pada mulanya kata “Sunda” atau “Suddha” dalam bahasa Sanskerta diterapkan pada nama sebuah gunung yang menjulang tinggi di bagian barat Pulau Jawa yang dari jauh tampak putih karena tertutup abu asal gunung tersebut. Keberadaan kerajaan Sindangkasih pada tahun 1480 atau pertengahan abad ke-15. Kerajaan Sindangkasih disebutkan dalam berbagai naskah Babad di tanah Sunda. Pandangan masyarakat Sunda bahwa kemandalaan sering kali disebut sebagai kerajaan. Pandangan ini muncul karena struktur kemandalaan yang juga memiliki prajurit pengamanan sering kali diersamakan dengan kerajaan. Termasuk Kemandalaan Sindangkasih, Mandala Sindangkasih dipertukarkan pengertiannya dengan kerajaan. Kesulitan pengertian dalam historiografi modern Barat, struktur kerajaan adalah sebuah struktur badan, wilayah dan administratif. Pandangan ini berbeda bagi masyarakat Nusantara. Bisa kita cermati bahwa Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Tarumanagara juga disebut Mandala. Dalam pengertian historis, sosial dan politik, istilah "mandala" juga digunakan untuk menunjukkan formasi politik tradisional Asia Tenggara (seperti federasi kerajaan atau negara-negara atau kerajaan kecil). Ini diadopsi oleh para sejarawan Barat abad ke-20 dari wacana politik India kuno sebagai sarana untuk menghindari istilah 'negara' dalam pengertian konvensional. Tidak hanya negara-negara Asia Tenggara yang tidak sesuai dengan pandangan Cina dan Eropa tentang negara yang ditetapkan secara teritorial dengan perbatasan tetap dan aparatur birokrasi, tetapi mereka berbeda jauh dalam arah yang berlawanan: pemerintahan didefinisikan oleh pusatnya daripada batas-batasnya, dan itu bisa tersusun dari banyak pemerintahan jajahan lainnya tanpa mengalami integrasi administratif. Kerajaan seperti Bagan, Ayutthaya, Champa, Khmer, Sriwijaya dan Majapahit dikenal sebagai "mandala" dalam pengertian ini. Beberapa Mandala atau kemandalaan di tatar Sunda ada yang berkembang menjadi kerajaan. Misalnya Mandala Indraprahasta menjadi Kerajaan Indraprahasta; Mandala Wanagiri menjadi Kerajaan Wanagiri; Mandala Kendan menjadi Kerajaan Kendan dengan rajanya yang termashur Gururesi atau Rajaresi Manik Maya berlokasi di Rancaekek Bandung sekarang. Mandala Bitung Giri menjadi Kerajaan Talaga Manggung Dan banyak lagi contoh lainnya. Rupanya Mandala Sindangkasih tidak tercatat berubah menjadi Kerajaan, kecuali dalan Naskah Babad yang menyebutkan Kerajaan Sindangkasih yang dipimpin oleh seorang ratu bernama Nyi Rambut Kasih. Dalam masa pemerintahan Dipati Ukur, Sindangkasih disebut sebagai Umbul Sindangkasih. Istilah umbul setara dengan Kabupaten sekarang. Catatan dari Kerajaan Sumedanglarang bahwa Sindangkasih merupakan bagian dari wilayah kerajaannya. Mitos Nyi Rambut Kasih Kerajaan Sindangkasih dipimpin oleh seorang ratu, yaitu Ratu Nyi Rambut Kasih. Ia anak dari Ki Gedeng Sindang kasih yang berasal dari kata Gede Ing Sindangkasih. Artinya Pembesar atau Pemimpin di Sindangkasih. Itu bukan nama orang tetapi sebutan saja. Sama halnya dengan sebutan Siliwangi. hal ini telah menjadi budaya di Sunda bahwa menyebut nama orang apalagi pembesar adalah Tabu. Begitu pula orang yang disapa akan merasa dihormati. Inilah yang menyulitkan menelusuri sejarah Sunda di wilayah pedalaman (tengah pulau) termasuk Sindangkasih. Sumber-sumber luar seperti dari Catatan Musafir China, Portugis dan Arab bisa menjadi sumber sejarah (Proto-Sejarah). Catatan Belanda bisa menjadi sumber sejarah, karena dianggap bersumber dari dalam negeri. Keberadaan Sindangkasih merujuk wilayah Kota Majalengka Sekarang ada dalam tulisan catatan Belanda mengenai perjalan selama masa perkebunan kopi: Namun tdak menyebutkan secara jelas bahwa Sindangkasih adalah kerajaan, tetapi Sindangkasih adalah Kota Majalengka sekarang. Kembali ke Mandala atau kabuyutan. Sepertinya, Sindangkasih hanya berupa Kamandalaan atau Kabuyutan yang Bercorak Agama Hyang (Darma), Budha atau Hindu. Meskipun dalam berbagai legenda diceritakan bahwa Nyi Rambut Kasih bergamana Hindu. Berawal dari rencana mengunjungi Kerajaan Talaga, tetapi niat ini dibatalkan karena kerajaan Talaga telah beragama Islam. Sindangkasih dalam Wilayah Tatar Ukur Sindangkasih merupakan salah satu umbul dalam pemerintahan Bupati Wedana Dipati Ukur. Dipati Ukur (Wangsanata atau Wangsataruna) adalah seorang bangsawan penguasa Tatar Ukur pada abad ke-17. Tatar dalam bahasa Sunda berarti tanah atau wilayah. Sedangkan dipati (adipati) adalah gelar bupati sebelum zaman kemerdekaan.Dipati Ukur adalah Bupati Wedana Priangan yang pernah menyerang VOC di Batavia atas perintah Sultan Agung dari Kesultanan Mataram pada tahun 1628. Serangan itu gagal, dan jabatan Dipati Ukur dicopot oleh Mataram. Untuk menghindari kejaran pasukan Mataram yang akan menangkapnya, Dipati Ukur dan pengikutnya hidup berpindah-pindah dan bersembunyi hingga akhirnya ditangkap dan dihukum mati di Mataram. Umbul Sindangkasih yang dipimpin Ki Somahita atau Tumenggung Tanubaya terlibat dalam penangkapan Dipati Ukur. Tumenggung Tanubaya (ki Somahita) menjadi Umbul Sindangkasih, yaitu Garda pertahanan Kesultanan Mataram di Tatar Pasundan yang merupakan Wilayah Ukur dengan Bupati Wedana Dipati Ukur. Umbul Sindang Kasih adalah 1 dari 3 Umbul wilayah Ukur yang tidak patuh pada Dipati Ukur, hingga melaporkan Dipati Ukur ke Sultan Agung Mataram. Sesepuh dan Budayawan Majalengka, Deddy Ahdiat pernah menggali asal usul Kota Majalengka secara supranatural yang diliput SCTV dalam program Potret, dan dikatakan bahwa Majalengka adalah Mataram peralihan. Awalnya membingungkan, ternyata benar bila mengikuti kisah penangkapan Dipati ukur tahun 1632. Penangkapnya adalah tiga umbul dari Priangan Timur, yaitu Umbul Sukakerta (Ki Wirawangsa), Umbul Cihaurbeuti (Ki Astamanggala) dan Umbul Sindangkasih (Ki Somahita). Dipati Ukur kemudian dibawa ke Mataram dan oleh Sultan Agung dijatuhi hukuman mati pada tahun 1632 Berdasarkan data yang dikirimkan Rangga Gempol III pada masa VOC, maka kekuasaan Prabu Geusan Ulun meliputi Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan Bandung, sebagai berikut: Batas di sebelah Timur adalah Garis Cimanuk–Cilutung ditambah Sindangkasih (daerah muara Cideres ke Cilutung). Di sebelah Barat garis Citarum–Cisokan. Batas di sebelah Selatan laut. Namun di sebelah Utara diperkirakan tidak meliputi wilayahnya karena telah dikuasai oleh Cirebon. Berdasarkan data surat dari Rangga Gempol III di atas, menunjukan data bahwa wilayah Sindangkasih (Majalengka kota sekarang) adalah bagian dari Kerajaan Sumedang Larang. Meskipun awalnya Mandala merupakan sebuah tempat suci keagamaan, tetapi penyebutannya mencakup ke dalam wilayah yang lebih luas. Kota Majalengka sekarang dahulu disebut Sindangkasih. Hingga abad ke-18–abad ke-19, Setidaknya dalam buku "Tijdschrift voor neërlands indie" tahun 1844 masih menyebut kota Sindangkasih, bukan Majalengka. kota Majalengka masih disebut Sindangkasih sebagaimana dicatat dalam buku "Commentaar § 1-1500. II. Staten en Tabellen", 1912 mengaskan bahwa Sindangkasih yang dimaksud adalah Majalengka. Buku ini merupakan komentar atau review sejarah penyerangan Mataram ke Batavia dari sudut pandang Belanda. Kejadian ini pada 17 Juni 1741. Yang paling tegas menyebutkan pada buku "Handleiding bij de beoefening der land- en volkenkunde van Nederlandsch-Oost Indie" lebih jelas dan tegas bahwa kota Majalengka sekarang adalah Sindangkasih. Mengingat cara hidup di lingkungan Mandala lebih berat daripada cara hidup di lingkungan Nagara, karena lebih banyak aturan yang bersifat keagamaan berupa perintah dan larangan, maka kiranya penduduk Mandala, termasuk orang Sindangkasih -majalengka generasi pertama, merupakan orang-orang pilihan yang memiliki pengetahuan agama, pengalaman rohani dan disiplin diri lebih banyak di bandingkan penduduk Nagara yang umum. Hubungan antara Mandala dan nagara umumnya berlangsung baik, karena kedua pihak saling membutuhkan. Nagara membutuhkan Mandala bagi keperluan dukungan moral dan spiritual serta pemberian do’a restu. Mandala dianggap oleh Nagara sebagai pusat kesaktian, pusat kekuatan gaib, yang dapat memancarkan pengaruhnya terhadap nagara. Baik atau buruk tergantung hubungan antara Mandala dan Nagara. Kerajaan Rajagaluh Kerajaan Rajagaluh berada di Kecamatan Rajagaluh, kurang lebih 35 km arah timur dari pusat kota Majalengka. Desa Rajagaluh adalah sebuah Kerajaan dibawah wilayah kekuasaan kerajaan Pajajaran yang dipimpin oleh Prabu Siliwangi. Saat itu Kerajaan Rajagaluh dibawah tampuk pimpinan seorang raja yang terkenal digjaya sakti mandraguna. Agama yang diantunya adalah agama Hindu. Pada tahun 1482 Masehi, Syeh Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati) mengembangkan Islam di Jawa Barat dengan secara damai. Namun dari sekian banyak Kerajaan di tatar Pasundan hanya Kerajaan Rajagaluh yang sulit ditundukan. Setelah Kerajaan Cirebon memisahkan diri dari wilayah Kerajaan Pajajaran maka pembayaran upeti dan pajak untuk Kerajaan Cirebon dibebeaskan, tetapi untuk Kuningan pajak dan upeti masih berlaku. Untuk penarikan pajak dan upeti dari Kuningan Prabu Siliwangi mewakilkan kepada Prabu Cakra Ningrat dari Kerajaan Rajagaluh. Akhirnya Prabu Cakra Ningrat mengutus Patihnya yang bernama Adipati Arya Kiban ke Kuningan, tetapi ternyata adipati Kuningan yang bernama adipati Awangga menolak mentah-mentah tidak mau membayar pajak dengan alasan bahwa Kuningan sekarang masuk wilayah Kerajaan Cirebon yang sudah membebaskan diri dari Kerajaan Pajajaran. Sebagai akibat dari penolakannya maka terjadilah perang tanding antara Adipati Awangga dan Adipati Arya Kiban. Dalam perang tanding keduanya sama-sama digjaya, kekuatannya seimbang sehingga perang tanding tidak ada yang kalah atau yang menang. Tempat perang tanding sekarang dikenal sebagai desa "Jalaksana" artinya jaya dalam melaksanakan tugas. Syeh Syarif Hidayatulloh mengutus anaknya Arya Kemuning yang dikenal sebagai Syeh Zainl Akbar alias Bratakalana untuk membantu Adipati Awangga dalam menghadapi Adipati Arya Kiban. Dengan bantuan Arya Kemuning akhirnya adipati Arya Kiban dapat dikalahkan. Adipati Arya Kiban melarikan diri dan menghilang didaerah Pasawahan disekitar Telaga Remis, sebagian prajuritnya ditahan dan sebagian lagi dapat meloloskan diri ke Rajagaluh. Semenjak kejadian tersebut Kerajaan Rajagaluh segera menghimpun kekuatannya kembali untuk memperkokoh pertahanan menakala ada serangan dari Kerajaan Cirebon. Sebagai pengganti Adipati Arya Kiban ditunjuk Arya mangkubumi, Demang Jaga Patih, Demang Raksa Pura, dan dibantu oleh Patih Loa dan Dempu Awang keduanya berasal dari dataran Cina. Syeh Syarif Hidayatulloh melihat Kerajaan Rajagaluh berkesimpulan bahwa prajurit Cirebon tidak akan mampu menaklukan Rajagaluh kecuali dengan taktik yang halus. Hal ini mengingat akan kesaktian Prabu Cakraningrat. Akhirnya Syeh Sarif Hidayatulloh mengutus 3 (tiga) orang utusan yakni Syeh Magelung Sakti, Pangeran Santri, Pangeran Dogol serta diikut sertakan ratusan Prajurit. Pengiriman utusan dari Cirebon dengan segera dapat diketahui oleh Prabu Cakra Ningrat, beliaupun segera menugaskan patih Loa dan Dempu Awang untuk menghadangnya. Saat itupun terjadilah pertempuran sengit, tetapi prajurit Cirebon dapat dipukul mundur, Melihat prajurit Cirebon kucar-kacir maka majulah Syeh Magelung Sakti, Pangeran Santri dan Pangeran Dogol, terjadilah perang tanding melawan Patih Loa dan Dempu Awang. Perang tanding tidak kunjung selesai karena kedua belah pihak seimbang kekuatannya, yang akhirnya pihak Cirebon mundur dari daerah Rajagaluh. Prajurit Cirebon terus menerus berupaya menyerbu kota Rajagaluh. Pertahanan Rajagaluh semakin lemah sehingga Rajagaluh mengalami kekalahan. Prabu Cakra Ningrat sendiri melarikan diri. Sementara anaknya Nyi Putri Indangsari tidak ikut serta dengan ayahnya, Ia pergi kesebelah utara sekarang di kenal dengan Desa Cidenok. Di Cidenok Nyi Putri tidak lama, ia teringat akan ayahnya. Nyi Putri sadar apapun kesalahan yang dilakukan oleh Sang Prabu Cakra Ningrat, sang Prabu adalah ayah kandungnya yang sangat ia cintai, iapun berniat menyusul ayahnya, tetapi ditengah perjalanan Nyi Putri dihadang oleh prajurit Cirebon yang dipimpin oleh Pangeran Birawa. Nyi Putri dan pengawalnya ditangkap kemudian diadili. Pengadilan akan membebaskan hukuman bagi Nyi Putri dengan syarat mau masuk islam. Akhirnya semua pengawalnya masuk islam tapi Nyi Putri sendiri menolaknya, maka Nyi Putri Indangsari ditahan disebuah gua. Alkisah menghilangnya Adipati Arya Kiban yang cukup lama akibat kekalahannya oleh Adipati Awangga saat perang tanding, ia timbul kesadarannya untuk kembali ke Rajagaluh untuk menemui Prabu Cakra Ningrat untuk meminta maaf atas kesalahannya. Namun yang ia dapatkan hanyalah puing-puing kerajaan yang sudah hancur luluh. Ia menangis sedih penuh penyesalan. Ia menrenungkan nasibnya dipinggiran kota Rajagaluh. Tempat tersebut sekarang dikenal dengan Batu Jangkung (batu tinggi). Ditempat itu pula akhirnya Adipati Arya Kiban ditangkap oleh prajurit Cirebon, kemudian ditahan/dipenjarakan bersama Nyi Putri Indangsari disebuah gua yang dikenal dengan Gua Dalem yang berada di daerah Kedung Bunder, Palimanan. Dikisahkan bahwa Nyi Putri Indangsari dan Adiapti Arya Kiban meninggal di gua tempat ia dipenjarakan (Gua Dalem), kisah lain keduanya mengilang. Masa Penjajahan Belanda Pembentukan Kabupaten Maja. Tahun 1819 dibentuk Karesidenan Cirebon yang terdiri atas Keregenaan (Kabupaten) Cirebon, Kuningan, Bengawan Wetan, Galuh (Ciamis Sekarang) dan Maja. Kabupaten Maja adalah cikal bakal Kabupaten Majalengka. Pembentukan Kabupaten Maja berdasarkan Besluit (Surat Keputusan) Komisaris Gubernur Jendral Hindia Belanda No.23 Tanggal 5 Januari 1819. Kabupaten Maja adalah gabungan dari tiga distrik yaitu. Distrik Sindangkasih, Distrik Talaga, dan Distrik Rajagaluh. Kabupaten Maja beribu kota di Kota Kecamatan Maja sekarang. Bupati pertama Kabupaten Maja adalah RT Dendranegara. Kabupaten Maja mencakup wilayah Talaga, Maja, Sindangkasih, Rajagaluh, Palimanan dan Kedondong. Perubahan Nama Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka. Tanggal 11 Februari 1840, keluar surat Staatsblad No.7 dan Besluit Gubernur Jendral Hindia Belanda No.2 yang menjelasakan perpindahan Ibu kota Kabupaten ke Wilayah Sindangkasih yang kemudian diberi nama 'Majalengka', kemudian nama Kabupaten disesuaikan dengan nama ibu kota kabupaten yang baru, dari Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka. Pemberian nama Majalengka atau dari mana asal usul Majalengka masih menjadi misteri, Nama Majalengka menurut Legenda adalah ucapan ‘Majane Langka” dari pasukan Cirebon serta Pangeran Muhammad dan Siti Armilah ketika tidak menemukan buah Maja setelah Hutan Pohon Maja dihilangkan oleh Nyi Rambut Kasih, Ratu Kerajaan Sindangkasih. Dalam Buku Sejarah Majalengka Karya N. Kartika yang mewawancarai Budayawan Ayatrohaedi, Nama Majalengka bila diartikan dalam bahasa Jawa Kuno yaitu kata ‘Maja’ merupakan nama buah dan kata ‘Lengka’ yang berati pahit, jadi kata 'Majalengka' adalah nama lain dari kata Majapahit. Majalengka sebagai ibu kota kabupaten selanjutnya semakin dikuatkan dengan adanya Surat Staatsblad, 1887 No. 159 mengatur dan menjelaskan tentang batas-batas wilayah dari Kota Majalengka. Masa Penjajahan Jepang Masa penjajahan Jepang (1942-1945) di Majalengka ditandai dengan adanya eksploitasi romusha dan pembangunan Lapangan Terbang Militer Jepang di Kawasan Ligung. Lapangan terbang ini diselesaikan pada tahun 1944, dan pasukan Jepang dari sana terbang untuk melakukan operasi militer di Burma (Myanmar) pada tahun 1945 Geografis Secara geografis Kabupaten Majalengka terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Majalengka terletak pada titik koordinat yaitu Sebelah Barat 108° 03'–108° 19 Bujur Timur, Sebelah Timur 108° 12'–108° 25 Bujur Timur, Sebelah Utara 6° 36'–5°58 Lintang Selatan dan Sebelah Selatan 6° 43'–7°44. Batas Wilayah Bagian Utara wilayah kabupaten ini merupakan dataran rendah, sementara wilayah tengah berbukit-bukit dan wilayah selatan merupakan wilayah pegunungan dengan puncaknya Gunung Ceremai yang berbatasan dengan Kabupaten Kuningan serta Gunung Cakrabuana yang berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Sumedang. Secara administratif berbatasan dengan: Topografi dan geografi Bagian utara wilayah kabupaten ini adalah dataran rendah, sedang di bagian selatan berupa pegunungan. Gunung Ciremai (3.076 m) berada di bagian timur, yakni di perbatasan dengan Kabupaten Kuningan. Gunung ini adalah gunung tertinggi di Provinsi Jawa Barat, dan merupakan taman nasional, dengan nama Taman Nasional Gunung Ciremai Keadaan geografi khususnya morfologi dan fisiografi wilayah Kabupaten Majalengka sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian suatu daerah dengan daerah lainnya, dengan distribusi sebagai berikut: Morfologi dataran rendah yang meliputi Kecamatan Kadipaten, Kasokandel, Panyingkiran, Dawuan, Jatiwangi, Sumberjaya, Ligung, Jatitujuh, Kertajati, Cigasong, Majalengka, Leuwimunding dan Palasah. Kemiringan tanah di daerah ini antara 5%-8% dengan ketinggian antara 20–100 m di atas permukaan laut (dpl), kecuali di Kecamatan Majalengka tersebar beberapa perbukitan rendah dengan kemiringan antara 15%-25%. Morfologi berbukit dan bergelombang meliputi Kecamatan Rajagaluh dan Sukahaji sebelah Selatan, Kecamatan Maja, sebagian Kecamatan Majalengka. Kemiringan tanah di daerah ini berkisar antara 15-40%, dengan ketinggian 300–700 m dpl. Morfologi perbukitan terjal meliputi daerah sekitar Gunung Ciremai, sebagian kecil Kecamatan Rajagaluh, Argapura, Sindang, Talaga, sebagian Kecamatan Sindangwangi, Cingambul, Banjaran, Bantarujeg, Malausma dan Lemahsugih dan Kecamatan Cikijing bagian Utara. Kemiringan di daerah ini berkisar 25%-40% dengan ketinggian antara 400–2000 m di atas permukaan laut. Geologi Menurut keadaan geologi yang meliputi sebaran dan struktur batuan, terdapat beberapa batuan dan formasi batuan yaitu Aluvium seluas 17.162 Ha (14,25%), Pleistocene Sedimentary Facies seluas 13.716 Ha (13,39%), Miocene Sedimentary Facies seluas 23,48 Ha (19,50%), Undiferentionet Vulcanic Product seluas 51.650 Ha (42,89%), Pliocene Sedimentary Facies, seluas 3.870 Ha (3,22%), Liparite Dacite seluas 179 Ha (0,15%), Eosene seluas 78 Ha (0,006%), Old Quartenary Volkanik Product seluas 10.283 Ha (8,54%). Jenis-jenis tanah di Kabupaten Majalengka ada beberapa macam, secara umum jenis tanah terdiri atas Latosol, Podsolik, Grumosol, Aluvial, Regosol, Mediteran, dan asosianya. Jenis-jenis tanah tersebut memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kesuburan tanah dalam menunjang keberhasilan sektor pertanian. Hidrologi Dari aspek hidrologis di Kabupaten Majalengka mempunyai beberapa jenis potensi sumber daya air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Potensi sumber daya air tersebut meliputi: Air permukaan, seperti mata air, sungai, danau, waduk lapangan atau rawa, Air tanah, seperti sumur bor dan pompa pantek dan air hujan. Sungai yang besar di antaranya adalah Cilutung, Cijurey, Cideres, Cikeruh, Ciherang, Cikadondong, Ciwaringin, Cilongkrang, Ciawi dan Cimanuk. Iklim Curah hujan tahunan rata-rata di Kabupaten Majalengka berkisar antara 2.400 mm-3.800 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan sebanyak 11 hari/bulan. Angin pada umumnya bertiup dari arah Selatan dan tenggara, kecuali pada bulan April sampai dengan Juli bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan antara 3-6 knot (1 knot =1.285 m/jam). Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Jumlah Penduduk Kabupaten Majalengka Berdasarkan BPS Kabupaten Majalengka Tahun 2013 adalah 1.180.774 Jiwa terdiri dari 590.038 jiwa penduduk laki-laki dan 590.736 jiwa penduduk perempuan. Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Majalengka pada tahun 2013 adalah 981 jiwa/km². Kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Jatiwangi dengan kepadatan 2.087 jiwa/km². Wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak adalah: Kecamatan Jatiwangi: 83.450 jiwa. Kecamatan Majalengka: 69.946 jiwa. Kecamatan Cikijing: 60.581 jiwa. Kecamatan Lemahsugih: 57.928 jiwa. Kecamatan Sumberjaya: 57.353 jiwa. Mayoritas Masyarakat Majalengka berasal dari etnis Sunda. Bahasa yang digunakan Bahasa Sunda, akan tetapi memiliki perbedaan beberapa arti dan kosakata dengan Bahasa Sunda di Kawasan Priangan. Bahasa Sunda di Majalengka merupakan bahasa Sunda dialek Tengah Timur. Dibeberapa wilayah Majalengka masyarakatnya merupakan Orang Cirebon dan menggunakan bahasa Cirebon, seperti di utara dan Timur Jatitujuh, Kertajati, Ligung, Sumberjaya dan Desa Patuanan di Kecamatan Leuwimunding. Kebudayaan Sebagai wilayah yang dilalui oleh dua kebudayaan besar yaitu Sunda & Cirebon maka Kabupaten Majalengka memiliki keragaman seni budaya yaitu Sampyong Wayang Golek Wayang Kulit Pencak Silat Genjring Akrobat Kacapi Suling Pantun Sandiwara Gaok Jaipong, Degung dan Kliningan Sintren Tarling Tari topeng Beber Kuda Penca Rudat Pareresan Mapag Sri Ngalaksa Gembyung Tari Kedempling Kuliner Kecap Majalengka Mangga gedong gincu Opak Rangginang Nasi Lengko Jalakotek Emping Kripik jagung Dodol jambu Keripik pisang Gula cakar Jambu keletuk merah Transportasi Transportasi Darat Angkutan Jalan Raya Wilayah Kabupaten Majalengka merupakan daerah penghubung antara kawasan Priangan dengan Cirebon, dilewati Jalan Nasional Bandung–Cirebon dan Cirebon–Ciamis, Selain itu pula dilintasi Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) dengan dua pintu tol di daerah Kertajati dan Sumberjaya. Berikut sarana dan prasarana angkutan darat di Majalengka: Prasarana Angkutan Jalan Raya Terminal Cipaku Kadipaten Terminal Cigasong Terminal Rajagaluh Terminal Maja Terminal Talaga Terminal Cikijing Terminal Bantarujeg Angkutan Dalam Kota Angkot 1A: Jurusan Terminal Cigasong–Terminal Cipaku Kadipaten via Jalan Jatisampay–Kartini–Suma–Makmur–Pahlawan. Angkot 1B: Jurusan Terminal Cigasong–Terminal Cipaku Kadipaten via Jalan Suha–Ahmad Yani–Babakan Jawa–Letkol A. Gani–Imam Bonjol. Angkot IC: Jurusan Terminal Cigasong–Terminal Cipaku Kadipaten via Jalan Gerakan Koperasi–Ahmad Kusumah–Jatisampay–Kesehatan–Pertanian. Angkot ID: Jurusan Terminal Cigasong–Terminal Cipaku Kadipaten via Pasirmuncang-Cijurey-Leuwiseeng. Angkutan Perkotaan Angkot Cigasong–Rajagaluh Angkot Cigasong–Jatiwangi Angkot Cigasong–Leuwikidang–Termical Cipaku Angkot Talaga–Cikijing Angkot Talaga–Bantarujeg–Sadawangi Angkot Rajagaluh- Prapatan Angkot Kadipaten–Jatiwangi–Prapatan Angkot Kadipaten–Jatitujuh Angkot Rajagaluh–Weragati–Jatiwangi Angkot Sumberjaya–Bantarwaru Angdes Rajagaluh–Pajajar-Garawastu Bus Mikro (Elf/Canter/PS) Cikijing–Kuningan–Cirebon Cikijing–Bandung (Cicaheum) Cikijing–Bandung (Leuwipanjang) Bantarujeg–Bandung (via Wado) Kadipaten–Cirebon Rajagaluh–Cirebon Bus Antarkota Rajagaluh–Cikarang: Bintang Sanepa, Widia. Rajagaluh–Bekasi: Berkah Jaya, Bintang Sanepa. Bantarujeg–Cikarang: Berkah Jaya, Widia. Bantarujeg–Bekasi: Bintang Sanepa. Bantarujeg–Bandung: Medal Sekarwangi Cikijing–Bekasi: Primajasa . Sumber–Rajagaluh–Cikarang: Cahaya Bakti Utama (CBU). Kereta Api Kabupaten Majalengka dahulu memiliki jalur kereta api yang menghubungkan Cirebon-Kadipaten. Dibangun oleh perusahan swasta Belanda Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) pada tahun 1901. Jalur ini kemudian ditutup pada tahun 1978 akibat kalah bersaing dengan moda angkutan darat lainnya. Berikut Daftar Eks Stasiun Kereta Api di wilayah Majalengka: Prapatan Bongas Palasah Cibolerang Jatiwangi Baturuyuk Kasokandel Cideres Kadipaten Transportasi Udara Sejak Tahun 2013 mulai dibangun Proyek Bandara Internasional Jawa Barat di Kecamatan Kertajati. Ditargetkan Bandara Internasional ini dapat beroperasi pada pertengahan tahun 2018. Bandara ini membutuhkan lahan seluas 1.800 hektar dan direncanakan juga terdapat kawasan Aerocity Kertajati untuk mendukung keberadaan Bandara tersebut. Bandara Internasional Jawa Barat akan mulai beroperasi penuh pada 29 Oktober 2023 mendatang. Dengan dioperasikannya Bandara Internasional Jawa Barat untuk pesawat jet, maka operasional Bandar Udara Husein Sastranegara, Kota Bandung hanya beroperasi untuk penumpang pesawat baling - baling. Pariwisata Wisata Air Terjun Curug Muara Jaya: Desa Argamukti Kecamatan Argapura. Curug Sawer: Desa Argalingga Kecamatan Argapura. Curug Sempong: Desa Sidamukti Kecamatan Majalengka. Curug Tonjong: Desa Teja Kecamatan Rajagaluh. Curug Baligo: Desa Padaherang Kecamatan Sindangwangi. Curug Cipeuteuy: Desa Bantaragung Kecamatan Sindangwangi. Curug Leles: Desa Lengkong Kulon Sindangwangi. Curug Emas/Cilutung: Desa Campaga Kecamatan Talaga. Curug Santang: Desa Argalingga Kecamatan Argapura. Wisata Danau Situ Sangiang: Desa Sangiang Kecamatan Banjaran. Situ Cipadung: Desa Pajajar Kecamatan Rajagaluh. Situ Cipanten: Desa Gunungkuning Kecamatan Sindang. Situ Cikuda: Desa Padaherang Kecamatan Sindangwangi. Situ Cibulakan: Desa Bantaragung Kecamatan Sindangwangi Talaga Herang: Desa Jerukleueut Kecamatan Sindangwangi. Talaga Nila: Desa Jerukleueut Kecamatan Sindangwangi. Wisata Panorama Alam Taman Buana Marga: Desa Lemahsugih Kecamatan Lemahsugih. Perkebunan Teh Cipasung: Desa Cipasung Kecamatan Lemahsugih. Panorama Cikebo: Desa Anggrawati Kecamatan Maja dan Desa Sagara Kecamata Argapura. Panorama Panyaweuyan: Desa Tejamulya Kecamatan Argapura. Panorama Ciinjuk: Desa Cipulus Kecamatan Cikijing. Panorama Jahim: Desa Cintaasih Kecamatan Cingambul. Bendungan Rentang: Desa Randegan Kulon Kecamatan Jatitujuh. Wana Wisata Gunung Panten: Desa Sidamukti Kecamatan Majalengka. Teras Sawah Payung: Desa Payung, Kecamatan Rajagaluh. Wisata Sejarah dan Budaya Museum Talaga Manggung: Desa Talaga Wetan Kecamatan Talaga. Rumah Adat Panjalin: Desa Panjalin Kidul Kecamatan Sumberjaya. Patilasan Prabu Siliwangi: Desa Pajajar Kecamatan Rajagaluh. Situs Sanghyang Lingga: Desa Banjaran Kecamatan Banjaran. Situs Gunung Ageung: Desa Cipasung Kesamatan Lemahsugih. Makam Pangeran Muhammad: Kelurahan Sindangkasih Kecamatan Majalengka. Patilasan Nyi Rambutkasih: Kelurahan Sindangkasih Kecamatan Majalengka. Makam Siti Armilah: Kelurahan Majalengka Kulon Kecamatan Majalengka. Makam Sunan Parung: Desa Sangiang Kecamatan Banjaran. Makan Sunan Wanaperih: Desa Kagok Kecamatan Banjaran. Wisata Minat Khusus Wisata Paralayang Gunung Panten: Kelurahan Munjul Kecamatan Majalengka. Sirkuit Grasstrack Buahlega: Desa Sidamukti Kecamatan Majalengka. Sirkuit Motorcross Gagaraji: Desa Pangkalan Pari Kecamatan Jatitujuh. Pendakian Gunung Ciremai: Desa Argamukti Kecamatan Argapura. Bumi Perkemahan Cipanten: Desa Argalingga Kecamatan Argapura. Bumi Perkemahan Awilega: Desa Bantaragung Kecamatan Sindangwangi. Bumi Perkemahan Leles: Desa Lengkong Kulon Kecamatan Sindangwangi. Kolam Renang Rajawali: Desa Liangjulang Kecamatan Kadipaten. Kolam Renang Tirta Indah: Desa Lengkong Kulon Kecamatan Sindangwangi. Kolam Renang Jembar Waterpark: Desa Ranji Wetan Kecamatan Kasokandel. Jatiwangi Art Factory, Desa Wisata Jatisura: Desa Jatisura Kecamatan Jatiwangi. Waterboom Tohaga Indah: Desa Burujulkulon Kecamatan Jatiwangi. Sejarah Pada zaman kerajaan Hindu-Buddha sampai dengan abad ke-15, di wilayah Kabupaten Majalengka terbagi menjadi 3 kerajaan: Kerajaan Talaga Manggung dipimpin oleh Sunan Corenda atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Parung Kerajaan Rajagaluh dipimpin oleh Prabu Cakraningrat Kerajaan Sindangkasih, dipimpin oleh seorang puteri bernama Nyi Rambut Kasih Terdapat banyak cerita rakyat tentang ke-3 kerajaan tersebut yang sampai dengan saat ini masih hidup di kalangan masyarakat Majalengka. Selain cerita rakyat yang masih diyakini juga terdapat situs, makam-makam dan benda-benda purbakala, yang kesemuanya itu selain menjadi kekayaan daerah juga dapat digunakan sebagai sumber sejarah. Kerajaan Talaga Manggung Raja Batara Gunung Picung Kerajaan Hindu di Talaga berdiri pada abad XIII Masehi, Raja tersebut masih keturunan Ratu Galuh bertahta di Ciamis, dia adalah putera V, juga ada hubungan darah dengan raja-raja di Pajajaran atau dikenal dengan Raja Siliwangi. Sunan Talaga manggung putra Pandita Prabu Darmasuci putra Batara Gunung Picung putera Suryadewata putera bungsu dari Maharaja Sunda Galuh Prabu Ajiguna Linggawisesa (1333-1340) di Galuh Kawali, Ciamis. Penguasa Kerajaan Sunda Galuh biasanya digelari Siliwangi. Daerah kekuasaannya meliputi Talaga, Cikijing, Bantarujeg, Lemahsugih, Maja dan sebagian Selatan Majalengka.Pemerintahan Batara Gunung Picung sangat baik, agam yang dipeluk rakyat kerajaan ini adalah agama Hindu.Pada masa pemerintahaannya pembangunan prasarana jalan perekonomian telah dibuat sepanjang lebih 25 Km tepatnya Talaga–Salawangi di daerah Cakrabuana.Bidang Pembangunan lainnya, perbaikan pengairan di Cigowong yang meliputi saluran-saluran pengairan semuanya di daerah Cikijing.Tampuk pemerintahan Batara Gunung Picung berlangsung 2 windu.Raja berputera 6 orang yaitu :- Sunan Cungkilak–Sunan Benda–Sunan Gombang–Ratu Panggongsong Ramahiyang- Prabu Darma Suci- Ratu Mayang KarunaAkhir pemerintahannya kemudian dilanjutkan oleh Prabu Darma Suci. Raja Prabu Darma Suci Disebut juga Pandita Perabu Darma Suci. Dalam pemerintahan raja ini Agama Hindu berkembang dengan pesat (abad ke-XIII), nama dia dikenal di Kerajaan Pajajaran, Jawa Tengah, Jayakarta sampai daerah Sumatra. Dalam seni pantun banyak diceritakan tentang kunjungan tamu-tamu tersebut dari kerajaan tetangga ke Talaga, apakah kunjungan tamu-tamu merupakan hubungan keluarga saja tidak banyak diketahui.Peninggalan yang masih ada dari kerajaan ini antara lain Benda Perunggu, Gong, Harnas atau Baju Besi.Pada abad XIIX Masehi dia wafat dengan meninggalkan 2 orang putera yakni:- Bagawan Garasiang–Sunan Talaga Manggung Raja Sunan Talaga Manggung Takhta untuk sementara dipangku oleh Begawan Garasiang,namun dia sangat mementingkan Kehidupan Kepercayaan sehingga akhirnya tak lama kemudian takhta diserahkan kepada adiknya Sunan Talaga Manggung.Tak banyak yang diketahui pada masa pemerintahan raja ini selain kepindahan dia dari Talaga ke daerah Cihaur Maja. Raja Sunan Talaga Manggung Sunan Talaga Manggung merupakan raja yang terkenal sampai sekarang karena sikap dia yang adil dan bijaksana serta perhatian dia terhadap agama Hindu, pertanian, pengairan, kerajinan serta kesenian rakyat.Hubungan baik terjalin dengan kerajaan-kerajaan tetangga maupun kerajaan yang jauh, seperti misalnya dengan Kerajaan Majapahit, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Cirebon maupun Kerajaan Sriwijaya.Dia berputera dua, yaitu :- Raden Pangrurah–Ratu Simbarkencana Raja wafat akibat penikaman yang dilakukan oleh suruhan Patih Palembang Gunung bernama Centangbarang. Kemudian Palembang Gunung menggantikan Sunan Talaga Manggung dengan beristrikan Ratu Simbarkencana. Tidak beberapa lama kemudian Ratu Simbarkencana membunuh Palembang Gunung atas petunjuk hulubalang Citrasinga dengan tusuk konde sewaktu tidur.Dengan meninggalnya Palembang Gunung, kemudian Ratu Simbarkencana menikah dengan turunan Panjalu bernama Raden Kusumalaya Ajar Kutamanggu dan dianugrahi 8 orang putera di antaranya yang terkenal sekali putera pertama Sunan Parung. Raja Ratu Simbarkencana Sekitar awal abad XIV Masehi, dalam tampuk pemerintahannya Agama Islam menyebar ke daerah-daerah kekuasaannya dibawa oleh para Santri dari Cirebon.juga diketahui bahwa takhta pemerintahan waktu itu dipindahkan ke suatu daerah disebelah Utara Talaga bernama Walangsuji dekat kampung Buniasih (Desa Kagok Banjaran) .Ratu Simbarkencana setelah wafat digantikan oleh puteranya Sunan Parung. Raja Sunan Parung Pemerintahan Sunan Parung tidak lama, hanya beberapa tahun saja.Hal yang penting pada masa pemerintahannya adalah sudah adanya Perwakilan Pemerintahan yang disebut Dalem, antara lain ditempatkan di daerah Kulur, Sindangkasih, Jerokaso Maja.Sunan Parung mempunyai puteri tunggal bernama Ratu Sunyalarang atau Ratu Parung. Kerajaan Islam Talaga (Pengaruh Kasultanan Cirebon) Raja Ratu Sunyalarang Sebagai puteri tunggal dia naik takhta menggantikan ayahandanya Sunan Parung dan menikah dengan turunan putera Prabu Siliwangi bernama Raden Rangga Mantri atau lebih dikenal dengan Prabu Pucuk Umum.Pada masa pemerintahannya Agama Islam sudah berkembang dengan pesat. Banyak rakyatnya yang memeluk agama tersebut hingga akhirnya baik Ratu Sunyalarang maupun Prabu Pucuk Umum memeluk Agama Islam. Agama Islam berpengaruh besar ke daerah-daerah kekuasaannya antara lain Maja, Rajagaluh dan Majalengka.Prabu Pucuk Umum adalah Raja Talaga ke-2 yang memeluk Agama Islam. Hubungan pemerintahan Talaga dengan Cirebon maupun Kerajaan Pajajaran baik sekali. Sebagaimana diketahui Prabu Pucuk Umum adalah keturunan dari prabu Siliwangi karena dalam hal ini ayah dia yang bernama Raden Munding Sari Ageung merupakan putera dari Prabu Siliwangi. Jadi pernikahan Prabu Pucuk Umum dengan Ratu Sunyalarang merupakan perkawinan keluarga dalam derajat ke-IV.Hal terpenting pada masa pemerintahan Ratu Sunyalarang adalah Talaga menjadi pusat perdagangan di sebelah Selatan. Raja Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum Dari pernikahan Raden Rangga Mantri dengan Ratu Parung (Ratu Sunyalarang putri Sunan Parung, saudara sebapak Ratu Pucuk Umun suami Pangeran Santri ) melahirkan 6 orang putera yaitu :- Prabu Haurkuning - Sunan Wanaperih - Dalem Lumaju Agung- Dalem Panuntun–Dalem Panaekan Akhir abad XV Masehi, penduduk Majalengka telah beragama Islam.Dia sebelum wafat telah menunjuk putera-puteranya untuk memerintah di daerah-daerah kekuasaannya, seperti halnya :Sunan Wanaperih memegang tampuk pemerintahan di Walagsuji; Dalem Lumaju Agung di kawasan Maja; Dalem Panuntun di Majalengka sedangkan putera pertamanya, Prabu Haurkuning, di Talaga yang selang kemudian di Ciamis. Kelak keturunan dia banyak yang menjabat sebagai Bupati.Sedangkan dalem Dalem Panaekan dulunya dari Walangsuji kemudian berpindah-pindah menuju Riung Gunung, sukamenak, nunuk Cibodas dan Kulur.Prabu Pucuk Umum dimakamkan di dekat Situ Sangiang Kecamatan Talaga. Raja Sunan Wanaperih Terkenal Sunan Wanaperih, di Talaga sebagai seorang Raja yang memeluk Agama Islam pun juga seluruh rakyat di negeri ini semua telah memeluk Agama Islam. Dia berputera 6 orang, yaitu :- Dalem Cageur–Dalem Kulanata–Apun Surawijaya atau Sunan Kidul- Ratu Radeya–Ratu Putri - Dalem Wangsa Goparana. Diceritakan bahwa Ratu Radeya menikah dengan Arya Sarngsingan sedangkan Ratu Putri menikah dengan putra Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan bernama Sayid Faqih Ibrahim lebih dikenal Sunan Cipager. Dalem Wangsa Goparana pindah ke Sagalaherang Cianjur, kelak keturunan dia ada yang menjabat sebagai bupati seperti Bupati Wiratanudatar I di Cikundul. Sunan Wanaperih memerintah di Walangsuji, tetapi dia digantikan oleh puteranya Apun Surawijaya, maka pusat pemerintahan kembali ke Talaga. Putera Apun Surawijaya bernama Pangeran Ciburuy atau disebut juga Sunan Ciburuy atau dikenal juga dengan sebutan Pangeran Surawijaya menikah dengan putri Cirebon bernama Ratu Raja Kertadiningrat saudara dari Panembahan Sultan Sepuh III Cirebon.Pangeran Surawijaya dianungrahi 6 orang anak yaitu–Dipati Suwarga-Mangunjaya–Jaya Wirya–Dipati Kusumayuda–Mangun Nagara–Ratu Tilarnagara Ratu Tilarnagara menikah dengan Bupati Panjalu (Kerajaan Panjalu Ciamis) yang bernama Pangeran Arya Sacanata yang masih keturunan Prabu Haur Kuning. Pengganti Pangeran Surawijaya ialah Dipati Suwarga menikah dengan Putri Nunuk dan berputera 2 orang, yaitu :- Pangeran Dipati Wiranata- Pangeran Secadilaga atau pangeran Raji Pangeran Surawijaya wafat dan digantikan oleh Pangeran Dipati Wiranata dan setelah itu diteruskan oleh puteranya Pangeran Secanata Eyang Raga Sari yang menikah dengan Ratu Cirebon menggantikan Pangeran Secanata. Arya Secanata memerintah ± tahun 1762. Kerajaan Sindangkasih Mandala Sindangkasih dan Kerajaan Sindangkasih Kerajaan dan wilayah Jawa Barat tidak dapat dipisahkan dari kata Sunda. Pada mulanya kata “Sunda” atau “Suddha” dalam bahasa Sanskerta diterapkan pada nama sebuah gunung yang menjulang tinggi di bagian barat Pulau Jawa yang dari jauh tampak putih karena tertutup abu asal gunung tersebut. Keberadaan kerajaan Sindangkasih pada tahun 1480 atau pertengahan abad ke-15. Kerajaan Sindangkasih disebutkan dalam berbagai naskah Babad di tanah Sunda. Pandangan masyarakat Sunda bahwa kemandalaan sering kali disebut sebagai kerajaan. Pandangan ini muncul karena struktur kemandalaan yang juga memiliki prajurit pengamanan sering kali diersamakan dengan kerajaan. Termasuk Kemandalaan Sindangkasih, Mandala Sindangkasih dipertukarkan pengertiannya dengan kerajaan. Kesulitan pengertian dalam historiografi modern Barat, struktur kerajaan adalah sebuah struktur badan, wilayah dan administratif. Pandangan ini berbeda bagi masyarakat Nusantara. Bisa kita cermati bahwa Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Tarumanagara juga disebut Mandala. Dalam pengertian historis, sosial dan politik, istilah "mandala" juga digunakan untuk menunjukkan formasi politik tradisional Asia Tenggara (seperti federasi kerajaan atau negara-negara atau kerajaan kecil). Ini diadopsi oleh para sejarawan Barat abad ke-20 dari wacana politik India kuno sebagai sarana untuk menghindari istilah 'negara' dalam pengertian konvensional. Tidak hanya negara-negara Asia Tenggara yang tidak sesuai dengan pandangan Cina dan Eropa tentang negara yang ditetapkan secara teritorial dengan perbatasan tetap dan aparatur birokrasi, tetapi mereka berbeda jauh dalam arah yang berlawanan: pemerintahan didefinisikan oleh pusatnya daripada batas-batasnya, dan itu bisa tersusun dari banyak pemerintahan jajahan lainnya tanpa mengalami integrasi administratif. Kerajaan seperti Bagan, Ayutthaya, Champa, Khmer, Sriwijaya dan Majapahit dikenal sebagai "mandala" dalam pengertian ini. Beberapa Mandala atau kemandalaan di tatar Sunda ada yang berkembang menjadi kerajaan. Misalnya Mandala Indraprahasta menjadi Kerajaan Indraprahasta; Mandala Wanagiri menjadi Kerajaan Wanagiri; Mandala Kendan menjadi Kerajaan Kendan dengan rajanya yang termashur Gururesi atau Rajaresi Manik Maya berlokasi di Rancaekek Bandung sekarang. Mandala Bitung Giri menjadi Kerajaan Talaga Manggung Dan banyak lagi contoh lainnya. Rupanya Mandala Sindangkasih tidak tercatat berubah menjadi Kerajaan, kecuali dalan Naskah Babad yang menyebutkan Kerajaan Sindangkasih yang dipimpin oleh seorang ratu bernama Nyi Rambut Kasih. Dalam masa pemerintahan Dipati Ukur, Sindangkasih disebut sebagai Umbul Sindangkasih. Istilah umbul setara dengan Kabupaten sekarang. Catatan dari Kerajaan Sumedanglarang bahwa Sindangkasih merupakan bagian dari wilayah kerajaannya. Mitos Nyi Rambut Kasih Kerajaan Sindangkasih dipimpin oleh seorang ratu, yaitu Ratu Nyi Rambut Kasih. Ia anak dari Ki Gedeng Sindang kasih yang berasal dari kata Gede Ing Sindangkasih. Artinya Pembesar atau Pemimpin di Sindangkasih. Itu bukan nama orang tetapi sebutan saja. Sama halnya dengan sebutan Siliwangi. hal ini telah menjadi budaya di Sunda bahwa menyebut nama orang apalagi pembesar adalah Tabu. Begitu pula orang yang disapa akan merasa dihormati. Inilah yang menyulitkan menelusuri sejarah Sunda di wilayah pedalaman (tengah pulau) termasuk Sindangkasih. Sumber-sumber luar seperti dari Catatan Musafir China, Portugis dan Arab bisa menjadi sumber sejarah (Proto-Sejarah). Catatan Belanda bisa menjadi sumber sejarah, karena dianggap bersumber dari dalam negeri. Keberadaan Sindangkasih merujuk wilayah Kota Majalengka Sekarang ada dalam tulisan catatan Belanda mengenai perjalan selama masa perkebunan kopi: Namun tdak menyebutkan secara jelas bahwa Sindangkasih adalah kerajaan, tetapi Sindangkasih adalah Kota Majalengka sekarang. Kembali ke Mandala atau kabuyutan. Sepertinya, Sindangkasih hanya berupa Kamandalaan atau Kabuyutan yang Bercorak Agama Hyang (Darma), Budha atau Hindu. Meskipun dalam berbagai legenda diceritakan bahwa Nyi Rambut Kasih bergamana Hindu. Berawal dari rencana mengunjungi Kerajaan Talaga, tetapi niat ini dibatalkan karena kerajaan Talaga telah beragama Islam. Sindangkasih dalam Wilayah Tatar Ukur Sindangkasih merupakan salah satu umbul dalam pemerintahan Bupati Wedana Dipati Ukur. Dipati Ukur (Wangsanata atau Wangsataruna) adalah seorang bangsawan penguasa Tatar Ukur pada abad ke-17. Tatar dalam bahasa Sunda berarti tanah atau wilayah. Sedangkan dipati (adipati) adalah gelar bupati sebelum zaman kemerdekaan.Dipati Ukur adalah Bupati Wedana Priangan yang pernah menyerang VOC di Batavia atas perintah Sultan Agung dari Kesultanan Mataram pada tahun 1628. Serangan itu gagal, dan jabatan Dipati Ukur dicopot oleh Mataram. Untuk menghindari kejaran pasukan Mataram yang akan menangkapnya, Dipati Ukur dan pengikutnya hidup berpindah-pindah dan bersembunyi hingga akhirnya ditangkap dan dihukum mati di Mataram. Umbul Sindangkasih yang dipimpin Ki Somahita atau Tumenggung Tanubaya terlibat dalam penangkapan Dipati Ukur. Tumenggung Tanubaya (ki Somahita) menjadi Umbul Sindangkasih, yaitu Garda pertahanan Kesultanan Mataram di Tatar Pasundan yang merupakan Wilayah Ukur dengan Bupati Wedana Dipati Ukur. Umbul Sindang Kasih adalah 1 dari 3 Umbul wilayah Ukur yang tidak patuh pada Dipati Ukur, hingga melaporkan Dipati Ukur ke Sultan Agung Mataram. Sesepuh dan Budayawan Majalengka, Deddy Ahdiat pernah menggali asal usul Kota Majalengka secara supranatural yang diliput SCTV dalam program Potret, dan dikatakan bahwa Majalengka adalah Mataram peralihan. Awalnya membingungkan, ternyata benar bila mengikuti kisah penangkapan Dipati ukur tahun 1632. Penangkapnya adalah tiga umbul dari Priangan Timur, yaitu Umbul Sukakerta (Ki Wirawangsa), Umbul Cihaurbeuti (Ki Astamanggala) dan Umbul Sindangkasih (Ki Somahita). Dipati Ukur kemudian dibawa ke Mataram dan oleh Sultan Agung dijatuhi hukuman mati pada tahun 1632 Berdasarkan data yang dikirimkan Rangga Gempol III pada masa VOC, maka kekuasaan Prabu Geusan Ulun meliputi Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan Bandung, sebagai berikut: Batas di sebelah Timur adalah Garis Cimanuk–Cilutung ditambah Sindangkasih (daerah muara Cideres ke Cilutung). Di sebelah Barat garis Citarum–Cisokan. Batas di sebelah Selatan laut. Namun di sebelah Utara diperkirakan tidak meliputi wilayahnya karena telah dikuasai oleh Cirebon. Berdasarkan data surat dari Rangga Gempol III di atas, menunjukan data bahwa wilayah Sindangkasih (Majalengka kota sekarang) adalah bagian dari Kerajaan Sumedang Larang. Meskipun awalnya Mandala merupakan sebuah tempat suci keagamaan, tetapi penyebutannya mencakup ke dalam wilayah yang lebih luas. Kota Majalengka sekarang dahulu disebut Sindangkasih. Hingga abad ke-18–abad ke-19, Setidaknya dalam buku "Tijdschrift voor neërlands indie" tahun 1844 masih menyebut kota Sindangkasih, bukan Majalengka. kota Majalengka masih disebut Sindangkasih sebagaimana dicatat dalam buku "Commentaar § 1-1500. II. Staten en Tabellen", 1912 mengaskan bahwa Sindangkasih yang dimaksud adalah Majalengka. Buku ini merupakan komentar atau review sejarah penyerangan Mataram ke Batavia dari sudut pandang Belanda. Kejadian ini pada 17 Juni 1741. Yang paling tegas menyebutkan pada buku "Handleiding bij de beoefening der land- en volkenkunde van Nederlandsch-Oost Indie" lebih jelas dan tegas bahwa kota Majalengka sekarang adalah Sindangkasih. Mengingat cara hidup di lingkungan Mandala lebih berat daripada cara hidup di lingkungan Nagara, karena lebih banyak aturan yang bersifat keagamaan berupa perintah dan larangan, maka kiranya penduduk Mandala, termasuk orang Sindangkasih -majalengka generasi pertama, merupakan orang-orang pilihan yang memiliki pengetahuan agama, pengalaman rohani dan disiplin diri lebih banyak di bandingkan penduduk Nagara yang umum. Hubungan antara Mandala dan nagara umumnya berlangsung baik, karena kedua pihak saling membutuhkan. Nagara membutuhkan Mandala bagi keperluan dukungan moral dan spiritual serta pemberian do’a restu. Mandala dianggap oleh Nagara sebagai pusat kesaktian, pusat kekuatan gaib, yang dapat memancarkan pengaruhnya terhadap nagara. Baik atau buruk tergantung hubungan antara Mandala dan Nagara. Kerajaan Rajagaluh Kerajaan Rajagaluh berada di Kecamatan Rajagaluh, kurang lebih 35 km arah timur dari pusat kota Majalengka. Desa Rajagaluh adalah sebuah Kerajaan dibawah wilayah kekuasaan kerajaan Pajajaran yang dipimpin oleh Prabu Siliwangi. Saat itu Kerajaan Rajagaluh dibawah tampuk pimpinan seorang raja yang terkenal digjaya sakti mandraguna. Agama yang diantunya adalah agama Hindu. Pada tahun 1482 Masehi, Syeh Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati) mengembangkan Islam di Jawa Barat dengan secara damai. Namun dari sekian banyak Kerajaan di tatar Pasundan hanya Kerajaan Rajagaluh yang sulit ditundukan. Setelah Kerajaan Cirebon memisahkan diri dari wilayah Kerajaan Pajajaran maka pembayaran upeti dan pajak untuk Kerajaan Cirebon dibebeaskan, tetapi untuk Kuningan pajak dan upeti masih berlaku. Untuk penarikan pajak dan upeti dari Kuningan Prabu Siliwangi mewakilkan kepada Prabu Cakra Ningrat dari Kerajaan Rajagaluh. Akhirnya Prabu Cakra Ningrat mengutus Patihnya yang bernama Adipati Arya Kiban ke Kuningan, tetapi ternyata adipati Kuningan yang bernama adipati Awangga menolak mentah-mentah tidak mau membayar pajak dengan alasan bahwa Kuningan sekarang masuk wilayah Kerajaan Cirebon yang sudah membebaskan diri dari Kerajaan Pajajaran. Sebagai akibat dari penolakannya maka terjadilah perang tanding antara Adipati Awangga dan Adipati Arya Kiban. Dalam perang tanding keduanya sama-sama digjaya, kekuatannya seimbang sehingga perang tanding tidak ada yang kalah atau yang menang. Tempat perang tanding sekarang dikenal sebagai desa "Jalaksana" artinya jaya dalam melaksanakan tugas. Syeh Syarif Hidayatulloh mengutus anaknya Arya Kemuning yang dikenal sebagai Syeh Zainl Akbar alias Bratakalana untuk membantu Adipati Awangga dalam menghadapi Adipati Arya Kiban. Dengan bantuan Arya Kemuning akhirnya adipati Arya Kiban dapat dikalahkan. Adipati Arya Kiban melarikan diri dan menghilang didaerah Pasawahan disekitar Telaga Remis, sebagian prajuritnya ditahan dan sebagian lagi dapat meloloskan diri ke Rajagaluh. Semenjak kejadian tersebut Kerajaan Rajagaluh segera menghimpun kekuatannya kembali untuk memperkokoh pertahanan menakala ada serangan dari Kerajaan Cirebon. Sebagai pengganti Adipati Arya Kiban ditunjuk Arya mangkubumi, Demang Jaga Patih, Demang Raksa Pura, dan dibantu oleh Patih Loa dan Dempu Awang keduanya berasal dari dataran Cina. Syeh Syarif Hidayatulloh melihat Kerajaan Rajagaluh berkesimpulan bahwa prajurit Cirebon tidak akan mampu menaklukan Rajagaluh kecuali dengan taktik yang halus. Hal ini mengingat akan kesaktian Prabu Cakraningrat. Akhirnya Syeh Sarif Hidayatulloh mengutus 3 (tiga) orang utusan yakni Syeh Magelung Sakti, Pangeran Santri, Pangeran Dogol serta diikut sertakan ratusan Prajurit. Pengiriman utusan dari Cirebon dengan segera dapat diketahui oleh Prabu Cakra Ningrat, beliaupun segera menugaskan patih Loa dan Dempu Awang untuk menghadangnya. Saat itupun terjadilah pertempuran sengit, tetapi prajurit Cirebon dapat dipukul mundur, Melihat prajurit Cirebon kucar-kacir maka majulah Syeh Magelung Sakti, Pangeran Santri dan Pangeran Dogol, terjadilah perang tanding melawan Patih Loa dan Dempu Awang. Perang tanding tidak kunjung selesai karena kedua belah pihak seimbang kekuatannya, yang akhirnya pihak Cirebon mundur dari daerah Rajagaluh. Prajurit Cirebon terus menerus berupaya menyerbu kota Rajagaluh. Pertahanan Rajagaluh semakin lemah sehingga Rajagaluh mengalami kekalahan. Prabu Cakra Ningrat sendiri melarikan diri. Sementara anaknya Nyi Putri Indangsari tidak ikut serta dengan ayahnya, Ia pergi kesebelah utara sekarang di kenal dengan Desa Cidenok. Di Cidenok Nyi Putri tidak lama, ia teringat akan ayahnya. Nyi Putri sadar apapun kesalahan yang dilakukan oleh Sang Prabu Cakra Ningrat, sang Prabu adalah ayah kandungnya yang sangat ia cintai, iapun berniat menyusul ayahnya, tetapi ditengah perjalanan Nyi Putri dihadang oleh prajurit Cirebon yang dipimpin oleh Pangeran Birawa. Nyi Putri dan pengawalnya ditangkap kemudian diadili. Pengadilan akan membebaskan hukuman bagi Nyi Putri dengan syarat mau masuk islam. Akhirnya semua pengawalnya masuk islam tapi Nyi Putri sendiri menolaknya, maka Nyi Putri Indangsari ditahan disebuah gua. Alkisah menghilangnya Adipati Arya Kiban yang cukup lama akibat kekalahannya oleh Adipati Awangga saat perang tanding, ia timbul kesadarannya untuk kembali ke Rajagaluh untuk menemui Prabu Cakra Ningrat untuk meminta maaf atas kesalahannya. Namun yang ia dapatkan hanyalah puing-puing kerajaan yang sudah hancur luluh. Ia menangis sedih penuh penyesalan. Ia menrenungkan nasibnya dipinggiran kota Rajagaluh. Tempat tersebut sekarang dikenal dengan Batu Jangkung (batu tinggi). Ditempat itu pula akhirnya Adipati Arya Kiban ditangkap oleh prajurit Cirebon, kemudian ditahan/dipenjarakan bersama Nyi Putri Indangsari disebuah gua yang dikenal dengan Gua Dalem yang berada di daerah Kedung Bunder, Palimanan. Dikisahkan bahwa Nyi Putri Indangsari dan Adiapti Arya Kiban meninggal di gua tempat ia dipenjarakan (Gua Dalem), kisah lain keduanya mengilang. Masa Penjajahan Belanda Pembentukan Kabupaten Maja. Tahun 1819 dibentuk Karesidenan Cirebon yang terdiri atas Keregenaan (Kabupaten) Cirebon, Kuningan, Bengawan Wetan, Galuh (Ciamis Sekarang) dan Maja. Kabupaten Maja adalah cikal bakal Kabupaten Majalengka. Pembentukan Kabupaten Maja berdasarkan Besluit (Surat Keputusan) Komisaris Gubernur Jendral Hindia Belanda No.23 Tanggal 5 Januari 1819. Kabupaten Maja adalah gabungan dari tiga distrik yaitu. Distrik Sindangkasih, Distrik Talaga, dan Distrik Rajagaluh. Kabupaten Maja beribu kota di Kota Kecamatan Maja sekarang. Bupati pertama Kabupaten Maja adalah RT Dendranegara. Kabupaten Maja mencakup wilayah Talaga, Maja, Sindangkasih, Rajagaluh, Palimanan dan Kedondong. Perubahan Nama Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka. Tanggal 11 Februari 1840, keluar surat Staatsblad No.7 dan Besluit Gubernur Jendral Hindia Belanda No.2 yang menjelasakan perpindahan Ibu kota Kabupaten ke Wilayah Sindangkasih yang kemudian diberi nama 'Majalengka', kemudian nama Kabupaten disesuaikan dengan nama ibu kota kabupaten yang baru, dari Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka. Pemberian nama Majalengka atau dari mana asal usul Majalengka masih menjadi misteri, Nama Majalengka menurut Legenda adalah ucapan ‘Majane Langka” dari pasukan Cirebon serta Pangeran Muhammad dan Siti Armilah ketika tidak menemukan buah Maja setelah Hutan Pohon Maja dihilangkan oleh Nyi Rambut Kasih, Ratu Kerajaan Sindangkasih. Dalam Buku Sejarah Majalengka Karya N. Kartika yang mewawancarai Budayawan Ayatrohaedi, Nama Majalengka bila diartikan dalam bahasa Jawa Kuno yaitu kata ‘Maja’ merupakan nama buah dan kata ‘Lengka’ yang berati pahit, jadi kata 'Majalengka' adalah nama lain dari kata Majapahit. Majalengka sebagai ibu kota kabupaten selanjutnya semakin dikuatkan dengan adanya Surat Staatsblad, 1887 No. 159 mengatur dan menjelaskan tentang batas-batas wilayah dari Kota Majalengka. Masa Penjajahan Jepang Masa penjajahan Jepang (1942-1945) di Majalengka ditandai dengan adanya eksploitasi romusha dan pembangunan Lapangan Terbang Militer Jepang di Kawasan Ligung. Lapangan terbang ini diselesaikan pada tahun 1944, dan pasukan Jepang dari sana terbang untuk melakukan operasi militer di Burma (Myanmar) pada tahun 1945 Geografis Secara geografis Kabupaten Majalengka terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Majalengka terletak pada titik koordinat yaitu Sebelah Barat 108° 03'–108° 19 Bujur Timur, Sebelah Timur 108° 12'–108° 25 Bujur Timur, Sebelah Utara 6° 36'–5°58 Lintang Selatan dan Sebelah Selatan 6° 43'–7°44. Batas Wilayah Bagian Utara wilayah kabupaten ini merupakan dataran rendah, sementara wilayah tengah berbukit-bukit dan wilayah selatan merupakan wilayah pegunungan dengan puncaknya Gunung Ceremai yang berbatasan dengan Kabupaten Kuningan serta Gunung Cakrabuana yang berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Sumedang. Secara administratif berbatasan dengan: Sebelah Utara: Kabupaten Indramayu. Sebelah Selatan: Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis. Sebaleh Barat: Kabupaten Sumedang. Sebelah Timur: Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan. Topografi dan geografi Bagian utara wilayah kabupaten ini adalah dataran rendah, sedang di bagian selatan berupa pegunungan. Gunung Ciremai (3.076 m) berada di bagian timur, yakni di perbatasan dengan Kabupaten Kuningan. Gunung ini adalah gunung tertinggi di Provinsi Jawa Barat, dan merupakan taman nasional, dengan nama Taman Nasional Gunung Ciremai Keadaan geografi khususnya morfologi dan fisiografi wilayah Kabupaten Majalengka sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian suatu daerah dengan daerah lainnya, dengan distribusi sebagai berikut: Morfologi dataran rendah yang meliputi Kecamatan Kadipaten, Kasokandel, Panyingkiran, Dawuan, Jatiwangi, Sumberjaya, Ligung, Jatitujuh, Kertajati, Cigasong, Majalengka, Leuwimunding dan Palasah. Kemiringan tanah di daerah ini antara 5%-8% dengan ketinggian antara 20–100 m di atas permukaan laut (dpl), kecuali di Kecamatan Majalengka tersebar beberapa perbukitan rendah dengan kemiringan antara 15%-25%. Morfologi berbukit dan bergelombang meliputi Kecamatan Rajagaluh dan Sukahaji sebelah Selatan, Kecamatan Maja, sebagian Kecamatan Majalengka. Kemiringan tanah di daerah ini berkisar antara 15-40%, dengan ketinggian 300–700 m dpl. Morfologi perbukitan terjal meliputi daerah sekitar Gunung Ciremai, sebagian kecil Kecamatan Rajagaluh, Argapura, Sindang, Talaga, sebagian Kecamatan Sindangwangi, Cingambul, Banjaran, Bantarujeg, Malausma dan Lemahsugih dan Kecamatan Cikijing bagian Utara. Kemiringan di daerah ini berkisar 25%-40% dengan ketinggian antara 400–2000 m di atas permukaan laut. Geologi Menurut keadaan geologi yang meliputi sebaran dan struktur batuan, terdapat beberapa batuan dan formasi batuan yaitu Aluvium seluas 17.162 Ha (14,25%), Pleistocene Sedimentary Facies seluas 13.716 Ha (13,39%), Miocene Sedimentary Facies seluas 23,48 Ha (19,50%), Undiferentionet Vulcanic Product seluas 51.650 Ha (42,89%), Pliocene Sedimentary Facies, seluas 3.870 Ha (3,22%), Liparite Dacite seluas 179 Ha (0,15%), Eosene seluas 78 Ha (0,006%), Old Quartenary Volkanik Product seluas 10.283 Ha (8,54%). Jenis-jenis tanah di Kabupaten Majalengka ada beberapa macam, secara umum jenis tanah terdiri atas Latosol, Podsolik, Grumosol, Aluvial, Regosol, Mediteran, dan asosianya. Jenis-jenis tanah tersebut memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kesuburan tanah dalam menunjang keberhasilan sektor pertanian. Hidrologi Dari aspek hidrologis di Kabupaten Majalengka mempunyai beberapa jenis potensi sumber daya air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Potensi sumber daya air tersebut meliputi: Air permukaan, seperti mata air, sungai, danau, waduk lapangan atau rawa, Air tanah, seperti sumur bor dan pompa pantek dan air hujan. Sungai yang besar di antaranya adalah Cilutung, Cijurey, Cideres, Cikeruh, Ciherang, Cikadondong, Ciwaringin, Cilongkrang, Ciawi dan Cimanuk. Iklim Curah hujan tahunan rata-rata di Kabupaten Majalengka berkisar antara 2.400 mm-3.800 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan sebanyak 11 hari/bulan. Angin pada umumnya bertiup dari arah Selatan dan tenggara, kecuali pada bulan April sampai dengan Juli bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan antara 3-6 knot (1 knot =1.285 m/jam). Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Jumlah Penduduk Kabupaten Majalengka Berdasarkan BPS Kabupaten Majalengka Tahun 2013 adalah 1.180.774 Jiwa terdiri dari 590.038 jiwa penduduk laki-laki dan 590.736 jiwa penduduk perempuan. Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Majalengka pada tahun 2013 adalah 981 jiwa/km². Kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Jatiwangi dengan kepadatan 2.087 jiwa/km². Wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak adalah: Kecamatan Jatiwangi: 83.450 jiwa. Kecamatan Majalengka: 69.946 jiwa. Kecamatan Cikijing: 60.581 jiwa. Kecamatan Lemahsugih: 57.928 jiwa. Kecamatan Sumberjaya: 57.353 jiwa. Mayoritas Masyarakat Majalengka berasal dari etnis Sunda. Bahasa yang digunakan Bahasa Sunda, akan tetapi memiliki perbedaan beberapa arti dan kosakata dengan Bahasa Sunda di Kawasan Priangan. Bahasa Sunda di Majalengka merupakan bahasa Sunda dialek Tengah Timur. Dibeberapa wilayah Majalengka masyarakatnya merupakan Orang Cirebon dan menggunakan bahasa Cirebon, seperti di utara dan Timur Jatitujuh, Kertajati, Ligung, Sumberjaya dan Desa Patuanan di Kecamatan Leuwimunding. Kebudayaan Sebagai wilayah yang dilalui oleh dua kebudayaan besar yaitu Sunda & Cirebon maka Kabupaten Majalengka memiliki keragaman seni budaya yaitu Sampyong Wayang Golek Wayang Kulit Pencak Silat Genjring Akrobat Kacapi Suling Pantun Sandiwara Gaok Jaipong, Degung dan Kliningan Sintren Tarling Tari topeng Beber Kuda Penca Rudat Pareresan Mapag Sri Ngalaksa Gembyung Tari Kedempling Kuliner Kecap Majalangka Mangga Gedong Gincu Opak Rangginang Nasi Lengko Jalakotek Emping Kripik Jagung Dodol Jambu Keripik Pisang Gula Cakar Jambu Keletuk Merah Transportasi Transportasi Darat Angkutan Jalan Raya Wilayah Kabupaten Majalengka merupakan daerah penghubung antara kawasan Priangan dengan Cirebon, dilewati Jalan Negara Bandung–Cirebon dan Cirebon–Ciamis, Selain itu pula dilintasi Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) dengan dua pintu tol dikawasan Kertajati dan Sumberjaya. Berikut sarana dan prasarana angkutan darat di Majalengka: Prasarana Angkutan Jalan Raya Terminal Cipaku Kadipaten Terminal Cigasong Terminal Rajagaluh Terminal Maja Terminal Talaga Terminal Cikijing Terminal Bantarujeg Angkutan Dalam Kota Angkot 1A: Jurusan Terminal Cigasong–Terminal Cipaku Kadipaten via Jalan Jatisampay–Kartini–Suma–Makmur–Pahlawan. Angkot 1B: Jurusan Terminal Cigasong–Terminal Cipaku Kadipaten via Jalan Suha–Ahmad Yani–Babakan Jawa–Letkol A. Gani–Imam Bonjol. Angkot IC: Jurusan Terminal Cigasong–Terminal Cipaku Kadipaten via Jalan Gerakan Koperasi–Ahmad Kusumah–Jatisampay–Kesehatan–Pertanian. Angkot ID: Jurusan Terminal Cigasong–Terminal Cipaku Kadipaten via Pasirmuncang-Cijurey-Leuwiseeng. Angkutan Perkotaan Angkot Cigasong–Rajagaluh Angkot Cigasong–Jatiwangi Angkot Cigasong–Leuwikidang–Termical Cipaku Angkot Talaga–Cikijing Angkot Talaga–Bantarujeg–Sadawangi Angkot Rajagaluh- Prapatan Angkot Kadipaten–Jatiwangi–Prapatan Angkot Kadipaten–Jatitujuh Angkot Rajagaluh–Weragati–Jatiwangi Angkot Sumberjaya–Bantarwaru Angdes Rajagaluh–Pajajar-Garawastu Mikro Bus (Elf/Canter/PS) Cikijing–Kuningan–Cirebon Cikijing–Bandung (Cicaheum) Cikijing–Bandung (Leuwipanjang) Bantarujeg–Bandung (via Wado) Kadipaten–Cirebon Rajagaluh–Cirebon Bus Rajagaluh–Cikarang Rajagaluh–Bekasi Bantarujeg–Cikarang Bantarujeg–Bekasi Bantarujeg–Bandung Cikijing–Cikarang. Sumber–Rajagaluh–Cikarang Cikijing–Bekasi Kereta Api Kabupaten Majalengka dahulu memiliki jalur kereta api yang menghubungkan Cirebon-Kadipaten. Dibangun oleh perusahan swasta Belanda Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) pada tahun 1901. Jalur ini kemudian ditutup pada tahun 1978 akibat kalah bersaing dengan moda angkutan darat lainnya. Berikut Daftar Eks Stasiun Kereta Api di wilayah Majalengka: Prapatan Bongas Palasah Cibolerang Jatiwangi Baturuyuk Kasokandel Cideres Kadipaten Transportasi Udara Sejak Tahun 2013 mulai dibangun Proyek Bandara Internasional Jawa Barat di Kecamatan Kertajati. Ditargetkan Bandara Internasional ini dapat beroperasi pada pertengahan tahun 2018. Bandara ini membutuhkan lahan seluas 1.800 hektar dan direncanakan juga terdapat kawasan Aerocity Kertajati untuk mendukung keberadaan Bandara tersebut. Pariwisata Wisata Air Terjun Curug Muara Jaya: Desa Argamukti Kecamatan Argapura. Curug Sawer: Desa Argalingga Kecamatan Argapura. Curug Sempong: Desa Sidamukti Kecamatan Majalengka. Curug Tonjong: Desa Teja Kecamatan Rajagaluh. Curug Baligo: Desa Padaherang Kecamatan Sindangwangi. Curug Cipeuteuy: Desa Bantaragung Kecamatan Sindangwangi. Curug Leles: Desa Lengkong Kulon Sindangwangi. Curug Emas/Cilutung: Desa Campaga Kecamatan Talaga. Curug Santang: Desa Argalingga Kecamatan Argapura. Wisata Danau Situ Sangiang: Desa Sangiang Kecamatan Banjaran. Situ Cipadung: Desa Pajajar Kecamatan Rajagaluh. Situ Cipanten: Desa Gunungkuning Kecamatan Sindang. Situ Cikuda: Desa Padaherang Kecamatan Sindangwangi. Situ Cibulakan: Desa Bantaragung Kecamatan Sindangwangi Talaga Herang: Desa Jerukleueut Kecamatan Sindangwangi. Talaga Nila: Desa Jerukleueut Kecamatan Sindangwangi. Wisata Panorama Alam Taman Buana Marga: Desa Lemahsugih Kecamatan Lemahsugih. Perkebunan Teh Cipasung: Desa Cipasung Kecamatan Lemahsugih. Panorama Cikebo: Desa Anggrawati Kecamatan Maja dan Desa Sagara Kecamata Argapura. Panorama Panyaweuyan: Desa Tejamulya Kecamatan Argapura. Panorama Ciinjuk: Desa Cipulus Kecamatan Cikijing. Panorama Jahim: Desa Cintaasih Kecamatan Cingambul. Bendungan Rentang: Desa Randegan Kulon Kecamatan Jatitujuh. Wana Wisata Gunung Panten: Desa Sidamukti Kecamatan Majalengka. Teras Sawah Payung: Desa Payung, Kecamatan Rajagaluh. Ciboerpass : Desa Bantar Agung, Sindangwangi. Wisata Sejarah dan Budaya Museum Talaga Manggung: Desa Talaga Wetan Kecamatan Talaga. Rumah Adat Panjalin: Desa Panjalin Kidul Kecamatan Sumberjaya. Patilasan Prabu Siliwangi: Desa Pajajar Kecamatan Rajagaluh. Situs Sanghyang Lingga: Desa Banjaran Kecamatan Banjaran. Situs Gunung Ageung: Desa Cipasung Kesamatan Lemahsugih. Makam Pangeran Muhammad: Kelurahan Sindangkasih Kecamatan Majalengka. Patilasan Nyi Rambutkasih: Kelurahan Sindangkasih Kecamatan Majalengka. Makam Siti Armilah: Kelurahan Majalengka Kulon Kecamatan Majalengka. Makam Sunan Parung: Desa Sangiang Kecamatan Banjaran. Makan Sunan Wanaperih: Desa Kagok Kecamatan Banjaran. Wisata Minat Khusus Wisata Paralayang Gunung Panten: Kelurahan Munjul Kecamatan Majalengka. Sirkuit Grasstrack Buahlega: Desa Sidamukti Kecamatan Majalengka. Sirkuit Motorcross Gagaraji: Desa Pangkalan Pari Kecamatan Jatitujuh. Pendakian Gunung Ciremai: Desa Argamukti Kecamatan Argapura. Bumi Perkemahan Cipanten: Desa Argalingga Kecamatan Argapura. Bumi Perkemahan Awilega: Desa Bantaragung Kecamatan Sindangwangi. Bumi Perkemahan Leles: Desa Lengkong Kulon Kecamatan Sindangwangi. Kolam Renang Rajawali: Desa Liangjulang Kecamatan Kadipaten. Kolam Renang Tirta Indah: Desa Lengkong Kulon Kecamatan Sindangwangi. Kolam Renang Jembar Waterpark: Desa Ranji Wetan Kecamatan Kasokandel. Jatiwangi Art Factory, Desa Wisata Jatisura: Desa Jatisura Kecamatan Jatiwangi. Waterboom Tohaga Indah: Desa Burujulkulon Kecamatan Jatiwangi. Referensi Pranala luar Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Majalengka Sejarah IANN News Kabupaten Majalengka Majalengka Majalengka
4068
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Purwakarta
Kabupaten Purwakarta
Purwakarta () adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Purwakarta Kota serta berjarak kurang lebih 80 km sebelah tenggara Jakarta dan 44 km sebelah barat laut Bandung. Purwakarta dikenal sebagai tempat kelahiran beberapa negarawan dan pemimpin besar asal Jawa Barat, karena pada masanya awal pendirian Republik Indonesia. Diantaranya adalah pahlawan nasional Kusumah Atmaja (Ketua pertama Mahkamah Agung Republik Indonesia) dan Ipik Gandamana (Bupati pertama Kabupaten Bogor, Gubernur Jawa Barat, dan Menteri Dalam Negeri). Etimologi Purwakarta berasal dari suku kata "purwa" yang artinya permulaan dan "karta" yang berarti ramai atau hidup. Pemberian nama Purwakarta dilakukan setelah kepindahan ibu kota Kabupaten Purwakarta dari Wanayasa ke Sindang Kasih pada tahun 1834. Peristiwa kepindahan ibu kota kabupaten ini setiap tahunnya diperingati pada tanggal 20 Juli dengan melakukan napak tilas tengah malam dari Wanayasa ke Sindang Kasih. Sejarah Masa Kerajaan Islam Keberadaan Purwakarta tidak terlepas dari sejarah perjuangan melawan pasukan VOC. Sekitar awal abad ke-17 Sultan Mataram mengirimkan pasukan tentara yang dipimpin oleh Bupati Surabaya ke Jawa Barat. Salah satu tujuannya adalah untuk menundukkan Sultan Banten. Tetapi dalam perjalanannya bentrok dengan pasukan VOC sehingga terpaksa mengundurkan diri. Setelah itu dikirimkan kembali ekspedisi kedua dari Pasukan Mataram di bawah pimpinan Dipati Ukur serta mengalami nasib yang sama pula. Untuk menghambat perluasan wilayah kekuasaan kompeni (VOC), Sultan Mataram mengutus Penembahan Galuh (Ciamis) bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayuda atau Adipati Kertabumi III untuk menduduki Rangkas Sumedang (Sebelah Timur Citarum). Selain itu juga mendirikan benteng pertahanan di Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi dan Kuta Tandingan. Setelah mendirikan benteng tersebut Adipati Kertabumi III kemudian kembali ke Galuh dan wafat. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri berubah menjadi Karawang karena kondisi daerahnya berawa-rawa (Sunda : "Karawaan"). Sultan Agung Mataram kemudian mengangkat putera Adipati Kertabumi III, yakni Adipati Kertabumi IV menjadi Dalem (bupati) di Karawang pada tahun 1656. Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Raden Adipati Singaperbangsa atau Eyang Manggung, dengan ibu kota di Udug-udug. Pada masa pemerintahan R. Anom Wirasuta putera Panembahan Singaperbangsa yang bergelar R.A.A. Panatayuda I antara Tahun 1679 dan 1721 ibu kota Karawang dari Udug-udug pindah ke Karawang, dengan daerah kekuasaan meliputi wilayah antara Cihoe (Cibarusah) dan Cipunagara. Pemerintahan Kabupaten Karawang berakhir sekitar tahun 1811-1816 sebagai akibat dari peralihan penguasaan Hindia Belanda dari Pemerintahan Belanda kepada Pemerintahan Inggris. Masa pemerintahan kolonial Belanda Antara tahun 1819-1826 Pemerintahan Belanda melepaskan diri dari Pemerintahan Inggris yang ditandai dengan upaya pengembalian kewenangan dari para Bupati kepada Gubernur Jendral Van Der Capellen. Dengan demikian Kabupaten Karawang dihidupkan kembali sekitar tahun 1820, meliputi wilayah tanah yang terletak di sebelah Timur sungai Citarum/Cibeet dan sebelah Barat sungai Cipunagara.Dalam hal ini kecuali Onder Distrik Gandasoli, sekarang Kecamatan Plered pada waktu itu termasuk Kabupaten Bandung. Sebagai Bupati I Kabupaten Karawang yang dihidupkan kembali diangkat R.A.A. Surianata dari Bogor dengan gelar Dalem Santri yang kemudian memilih ibu kota kabupaten di Wanayasa. Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Suriawinata atau Dalem Sholawat, pada tahun 1830 ibu kota dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih yang diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan) pemerintah kolonial tanggal 20 Juli 1831 nomor 2. Pembangunan dimulai antara lain dengan pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud, Pembuatan Gedung Keresidenan, Pendopo, Masjid Agung, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojing. Pembangunan terus berlanjut sampai pemerintahan bupati berikutnya. Masa setelah Kemerdekaan Kabupaten Karawang dengan ibu kota Purwakarta berjalan sampai dengan tahun 1949. Pada tanggal 29 Januari 1949 dengan Surat Keputusan Wali Negeri Pasundan Nomor 12, Kabupaten Karawang dipecah dua yakni Karawang Bagian Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Subang dan Karawang Bagian Barat menjadi Kabupaten Karawang. Berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 1950, tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat, selanjutnya diatur penetapan Kabupaten Purwakarta, dengan ibu kota Purwakarta, yang meliputi Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta. Geografi Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Karawang di bagian Utara dan sebagian wilayah Barat, Kabupaten Bogor (Tanjungsari, Jonggol) di bagian barat, Kabupaten Subang di bagian Timur dan sebagian wilayah bagian Utara, Kabupaten Bandung Barat di bagian Selatan, dan Kabupaten Cianjur di bagian Barat Daya. Kabupaten Purwakarta berada pada titik-temu tiga koridor utama lalu-lintas yang sangat strategis, yaitu Purwakarta-Jakarta, Purwakarta-Bandung dan Purwakarta-Cirebon. Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 971,72 km² atau sekira 2,81% dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat berpenduduk 845.509 jiwa (Proyeksi jumlah penduduk tahun 2009) dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,28% per-tahun. Jumlah penduduk laki-laki adalah 420.380 jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan adalah 425.129 jiwa. Topografi Berdasarkan data BPS Kab. Purwakarta, wilayah Kab. Purwakarta berdasarkan relief buminya dibagi menjadi tiga bagian yaitu: Wilayah Pegunungan. Wilayah ini terletak di tenggara dengan ketinggian 1.100 sd 2.036 M DPL, meliputi 29,73% dari total luas wilayah. Wilayah Perbukitan dan Danau. Wilayah ini terletak di barat laut dengan ketinggian 500 sd 1.000 M DPL, meliputi 33,8% dari total luas wilayah. Wilayah Daratan. Wilayah ini terletak di utara dengan ketinggian 35 sd 499 M DPL, meliputi 36,47% dari total luas wilayah. Geologi dan hidrologi Kondisi geologi daerah Purwakarta terdiri dari batuan sedimen klastik, berupa batu gamping (kapur), batu lempung, batu pasir dan batuan vulkanik seperti tuf, breksi vulkanik, batuan beku terobosan, batu lempung napalan, konglomerat dan napal. Untuk jenis batuan beku terobosan meliputi andesit, diorite, vetrofir, basal dan gabro. Batuan ini umumnya bertebaran di bagian barat daya wilayah Kabupaten Purwakarta. Jenis Batuan napal atau batu pasir kuarsam merupakan batuan yang tertua di wilayah Kabupaten Purwakarta yang sebarannya terdapat di tepi Bendungan Jatiluhur (Bendungan Ir. H Djuanda). Sedangkan batu lempung yang usianya lebih muda (miosen) tersebar di sekitar wilayah barat laut dan bagian timur Kabupaten Purwakarta berikut endapan bekas gunung api tua yang berasal dari gunung Burangrang dan Gunung Sunda, yaitu berupa tuf, lava andesit basalitis, breksi vulkanik dan lahar. Pada bagian permukaan batuan itu terdapat endapan hasil erupsi gunung api muda yang meliputi batu pasir, lahar, lapili, breksi lava basal, aglomerat tufan, pasir tufa, lapili dan laca scoria. Berdasarkan kondisi dan jenis batuan di atas, maka di wilayah Kabupaten Purwakarta terdapat kandungan geologi berupa batu kali batu andesit, batu gamping (kapur), tanah lempung, pasir, pasir kuarsa, pasir batu (sirtu), tras, fosfat, barit dan batu gips. Sebagian besar jenis tanah adalah tanah latosol dan sebagian kecil adalah tanah aluvial, andosol, grumosol, litosol, podsolik dan regosol. Berdasarkan potensi yang dipaparkan di atas telah mendorong munculnya kegiatan pertambangan di Kabupaten Purwakarta. Purwakarta berada pada cekungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dengan kemiringan 0-40% dan DAS Cilamaya. Hal itu sangat berpengaruh pada hidrologi dan sistem drainase daerah Purwakarta. Pada cekungan itu dibangun Bendungan Ir. H. Djuanda di Jatiluhur (7.757 ha.) dan Cirata (1.182 ha.), yang berfungsi sebagai "flow control", irigasi, pembangkit tenaga listrik, juga sebagai sumber air minum DKI Jakarta. Luas kedua bendungan tersebut setara dengan 9,19% luas wilayah Kabupaten Purwakarta. Pembanguan bendungan tersebut dimungkinkan oleh keberadaan sejumlah sungai. Berdasarkan Basis Data Lingkungan Hidup, sungai-sungai di Kabupaten Purwakarta adalah (1) Sungai Cilamaya yang merupakan Induk Sungai (orde 1 di DAS) dengan panjang 62 Km, lebar rata-rata 30 m, dan debit air 366 m3/detik. Sungai Cilamaya ini mempunyai orde 2 di DAS yaitu antara lain: Sungai Ciracas, Sungai Cijambe, Sungai Cisaat, Sungai Cibongas, Sungai Cilandak, dll. (2) Sungai Cikao, yang merupakan Induk Sungai (orde 1 DAS) dengan panjang sungai 45 Km, lebar 40 m. Sungai Cikao terdiri dari beberap[a sungai orde 2 DAS, yaitu antara lain: Sungai Cigintung, Sungai Cigadung, Sungai Cikembang, Sungai Cicadas, Sungai Cigajah, Sungai Cisitu, Sungai Cibingbin, Sungai Cigorogoy, Sungai Ciledug, Sungai Citajur, Sungai Cigalugur, Sungai Cinangka, dll. (3) Sungai Cilangkap, yang merupakan Induk Sungai (orde 1 DAS) dengan panjang 16 Km, lebar 4 m. Sungai ini mempunyai orde 2 di DAS yaitu Sungai Cioray dan Sungai Cijalu. (4) Sungai Ciampel yang merupakan Induk Sungai (orde 1 DAS) dengan panjang 14 Km dan lebar sungai 4 m. Sungai Ciampel ini mempunayi orde 2 di DAS, yaitu Sungai Cikapuk, Sungai Sumurbeunying, Sungai Cilabuh, Sungai Ciwaru dan Sungai Cikantong. Iklim Kondisi iklim di Kabupaten Purwakarta termasuk pada zona iklim tropis, dengan rata-rata curah hujan 3.093mm/tahun dan terbagi ke dalam 2 wilayah zona hujan, yaitu: zona dengan suhu berkisar antara 22 °C–28 °C dan zona dengan suhu berkisar 17 °C–26 °C. Pemerintahan Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pada tahun 1968, berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang, SK Wali Negeri Pasundan diubah dan ditetapkan Pembentukan Kabupaten Purwakarta dengan Wilayah Kewedanaan Purwakarta ditambah dengan masing-masing dua desa dari Kabupaten Karawang dan Cianjur sehingga pada tahun 1968 Kabupaten Purwakarta memiliki 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Purwakarta, Plered, Wanayasa dan Campaka dengan jumlah desa sebanyak 70 desa. Untuk selanjutnya dilaksanakan penataan wilayah desa, kelurahan, pembentukan kemantren dan peningkatan status kemantren menjadi kecamatan yang mandiri. Saat itu, Kabupaten Purwakarta memiliki wilayah: 183 desa, 9 kelurahan, 8 kamantren dan 11 kecamatan. tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang yang telah diresmikan pada tangga 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat. Berdasarkan perkembangan selanjutnya, pada tahun 1989, dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal 29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan Kecamatan Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered. Wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasti Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta. Setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta melalui Peraturan Daerah No. 22 tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten Purwakarta. Demografi Seperti pada umumnya masyarakat yang berdomisili di bagian tengah Jawa Barat, pola kehidupan masyarakat Kabupaten Purwakarta didominasi oleh kultur budaya Sunda. Sejalan dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, masyarakat Purwakarta banyak dipengaruhi oleh budaya asing. Namun demikian, budaya masyarakat pada dasarnya tetap bernuansa budaya Sunda dan nilai-nilai agama, terutama agama Islam. Mayoritas penduduk Kabupaten Purwakarta adalah pemeluk Islam. Suku bangsa Penduduk kabupaten Purwakarta didominasi oleh suku Sunda. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, orang Sunda di kabupaten Purwakarta sebanyak 639.900 jiwa atau 96,50 % dari total penduduk 699.443 jiwa. Sementara penduduk dari suku lainnya sebagian besar adalah orang Jawa, diikuti orang Betawi, kemudian Batak, Minangkabau, Cirebon, Tionghoa dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Purwakarta berdasarkan suku bangsa menurut data Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000; Pariwisata Wisata alam Waduk Jatiluhur, dengan luas 8.300 ha. yang terletak ±9 km dari kota Purwakarta menawarkan sarana rekreasi dan olahraga air yang lengkap dan menarik seperti: dayung, selancar angin, ski air, power boating, perahu layar, dan kapal pesiar. Fasilitas yang tersedia adalah hotel dan bungalow, bar dan restoran, lapangan tenis, kolam renang dengan water slide, gedung pertemuan dan playground. Bagi wisatawan remaja, tersedia pondok remaja serta lahan yang cukup luas untuk kegiatan outbond dan perkemahan yang letaknya diperbukitan diteduhi pepohonan. Di perairan Waduk Jatiluhur ini juga terdapat budi daya ikan keramba jaring apung yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau malam kita dapat memancing sambil menikmati ikan bakar. Khusus untuk educational tourism, yang ingin mengetahui seluk beluk waduk ini, Perum Jasa Tirta II menyediakan tenaga ahli. Waduk Cirata, dengan luas 62 km² berada pada ketinggian 223mdpl dikelilingi oleh perbukitan. Jika melakukan perjalanan dari kota Purwakarta melalui Plered, akan tiba di Cirata dalam waktu ±40 menit dengan jarak sejauh 15 km. Dalam perjalanan akan melewati pusat perdagangan peuyeum Bendul dan Sentra Industri Keramik Plered disamping menikmati keindahan alam di sepanjang jalan Plered-Cirata. Situ Wanayasa adalah danau alam yang berada pada ketinggian 600mdpl dengan luas 7ha, terletak ±23 km dari kota Purwakarta dengan udara yang sejuk berlatar belakang Gunung Burangrang. Sumber Air Panas Ciracas. Terletak ±8 km dari Situ Wanayasa berlokasi di kaki bukit dikelilingi oleh pepohonan dan hamparan sawah dengan udara yang sejuk. Terdapat sekitar 12 titik sumber mata air panas. Air terjun Curug Cipurut dapat ditempuh dengan berjalan kaki sepanjang ±3 km ke arah Selatan kota Wanayasa, merupakan tempat yang nyaman untuk rekreasi baik hiking maupun camping ground. Berada pada ketinggian 750mdpl. Badega Gunung Parang adalah objek wisata alam yang menyediakan sarana untuk rock climbing. Terletak 28 km dari kota Purwakarta berada pada ketinggian 983mdpl. Gua Jepang berlokasi ±28 km dari kota Purwakarta, memiliki ketinggian sekitar 700mdpl, dikelilingi perkebunan teh, pohon pinus, cengkih, manggis dan termasuk dalam kawasan puncak Gunung Burangrang. Gua Jepang merupakan gua buatan yang dibangun oleh Jepang (Romusha) sekira tahun 1943 untuk digunakan sebagai tempat persembunyian. Desa Wisata Bojong terletak di Desa Pasanggrahan Kecamatan Bojong ±35 km dari Kota Purwakarta, berada pada ketinggian ±650mdpl dikelilingi pepohonan, bukit, hamparan sawah, pemandangan alam Gunung Burangrang dan areal perkebunan rakyat. Wisata via Ferrata Wisata panjat tebing dengan menaiki tangga besi yang dilengkapi alat pengaman khusus bernama lanyard double system, dengan adanya teknik mendaki seperti via Ferrata ini memungkinkan semua orang dapat memanjat Tebing parang tanpa mempunyai kemampuan khusus, Berada di Tebing Parang, Pasanggrahan, Bojong, Purwakarta. Situ Buleud, adalah danau seluas 4ha berbentuk bulat yang terletak di tengah kota Purwakarta. Situ buleud merupakan landmark Purwakarta. Konon Situ Buleud tempo dulu merupakan tempat "pangguyangan" (mandi/berendam) badak, kemudian pada masa pemerintahan kolonial Belanda dijadikan sebagai tempat peristirahatan. Desa Wisata Sajuta Batu, terletak di Pasanggrahan, Tegalwaru, Purwakarta, salah satu tujuan wisata alam di Purwakarta, dengan suasana khas pedesaan Purwakarta. terdapat berbagai jenis objek wisata tersedia, antaralain, wisata rekreasi dengan jelajah desa dan kampung dengan suguhan panorama alam yang masih asli, wisata mancing, wisata ziarah dan trekking, panjat tebing di Gunung Parang (Gunung batu andesit terbesar di Indonesia) dan menelusuri cerita rakyat Jonggrang Kalapitung di Gunung Bongkok, menelusuri Gua Bolong Gunung Parang serta terdapat sarana bumi perkemahan dan area off road di Gunung Salasih. Wisata budaya Gedung Negara, dibangun tahun 1854 pada masa kolonial Belanda dengan gaya arsitektur Eropa. Kini Gedung Negara menjadi Kantor Bupati Purwakarta. Gedung Keresidenan, seusia dengan Gedung Negara dibangun pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Kini menjadi Kantor Badan Koordinasi Wilayah IV terletak di Jalan K.K. Singawinata. Masjid Agung, terletak di samping Gedung Negara dibangun pada tahun 1826 pada masa kolonial Belanda. Masjid ini mulai dipugar pada tahun 1993 dengan tetap mempertahankan bentuk asli dan nilai sejarahnya, kemudian diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat pada tahun 1995. Sentra Industri Keramik Plered, terletak di Desa Anjun ±13 km dari kota Purwakarta. Industri ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1904 menghasilkan keramik berkualitas diekspor ke manca negara antara lain Jepang, Belanda, Thailand, dan Singapura. Jenis keramik yang dihasilkan antara lain gerabah, terakota dan porselen. Industri Kain Songket, diproduksi oleh PT Sinar sejak tahun 1956 untuk di ekspor ke Brunei dan konsumsi dalam negeri. Kesenian Buncis dan Domyak merupakan kesenian khas Purwakarta disamping wayang golek, celempungan, tari-tarian, degung, ketuk tilu, jaipongan, tungbrung, reog, calung dan kesenian-kesenian daerah lainnya. Wisata ziarah Makam RA. Suriawinata. Seorang pendiri kota Purwakarta yang meninggal tahun 1827, dia merupakan Bupati Karawang ke-9 dimakamkan di tengah Situ Wanayasa. Makam Baing Yusuf adalah makam Syech Baing Yusuf yang meninggal pada tahun 1856 terletak di belakang Masjid Agung Purwakarta. Dia adalah merupakan seorang ulama besar pada zamannya bermukim di Kaum (Paimbaran Masjid Agung) Purwakarta dan mendirikan pondok pesantren. Makam Mama Sempur adalah makam Syekh Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri Makam keramat Sempur adalah Makam Mama Sempur, Dia adalah seorang tokoh agama Islam yang disegani dan terkemuka, sehingga sekarang banyak pengunjung berziarah ke makam tersebut. Letaknya di Sempur-Plered, 14 km dari kota Purwakarta. Makam Mama Sindangpanon adalah makam K.H. Zain As-Syu'ari atau sering di sebut Mama Sindangpanon, berlokasi di Desa Sindangpanon Kecamatan Bojong Kabupaten Purwakarta. Wisata buatan Taman Sri Baduga Air mancur Taman Sri Baduga yang menjadi ikon Baru Purwakarta ini digadang-gadang sama persis dengan Air Mancur Wings of Time yang berada di Singapura. Tak hanya itu air mancur Taman Sri Baduga yang diklaim sebagai Air Mancur terbesar di Indonesia ini pada di bagian utara hingga selatan juga disambungkan oleh sejumlah air mancur. Sementara tepat ditengah danau, terdapat 4 patung harimau dan 1 patung Sri Baduga Maharaja . Makanan Sate Maranggi Yang membedakan dengan sate lainnya adalah bumbu kecapnya yang diolah hingga memiliki cita rasa unik-asam, manis, pedas. Disamping sate maranggi, banyak juga terdapat rumah-rumah makan khas Sunda yang menyajikan ikan bakar, pepes, ayam goreng, ayam bakar (bakakak), lengkap dengan sambal dadakan. Soto Sadang Soto ini dinamakan Soto Sadang, karena memang lokasi awalnya terletak di Sadang, Purwakarta. Tepatnya di persimpangan jalan raya menuju Jakarta dengan rel kereta api. Tapi semenjak dibangunnya jalan layang, rumah makan ini pindah ke arah kota Purwakarta, yaitu di Jalan Veteran. Oleh-oleh Simping. Makanan ini bentuknya berupa lembaran pipih, bundar tipis, biasanya berwarna putih, dan rasanya gurih. Terbuat dari tepung beras yang diberi beberapa bumbu. Peuyeum bendul Gula aren Cikeris Manisan pala Teh hijau Colenak Opak Browyeum (Brownies Peuyeum). Oleh-oleh ini adalah hasil inovasi dari peuyeum bendul yang di padukan dengan brownies, sehingga menghasilkan citarasa yang khas,dan dapat diperoleh di Perum Bukit Panorama Indah, belakang Polres Kab. Purwakarta. Transportasi Lintas barat Jawa : – : – Lintas selatan Jawa : – : –– Lintas utara Jawa : – : Bandung– KAI Commuter Angkutan kota wilayah Kabupaten Purwakarta dan beberapa rute yang menghubungkan Kabupaten Bekasi dengan Kabupaten Karawang. Stasiun Kabupaten Purwakarta memiliki 6 stasiun kereta api yang masih aktif, diantaranya: Stasiun Cibungur Stasiun Purwakarta Stasiun Ciganea Stasiun Sukatani Stasiun Plered Selain itu, Kabupaten Purwakarta juga memiliki 2 stasiun yang sudah berhenti beroperasi dikarenakan Vandalisme, yaitu: Stasiun Sadang Stasiun Cisomang Angkutan Umum Di Kabupaten Purwakarta untuk sarana angkutan umum dilayani oleh angkutan perkotaan dan angkutan pedesaan. Berikut adalah daftar trayek angkutan perkotaan dan angkutan pedesaan di Kabupaten Purwakarta: Trayek Angkutan Perkotaan Kesehatan Purwakarta merupakan salah satu daerah yang rawan terjangkit wabah demam berdarah dengue. Catatan Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta menyebutkan bahwa, di tahun 2022, terdapat 73 kasus DBD di bulan Januari, 23 kasus di bulan Maret, 35 kasus di bulan April, 51 kasus di bulan Mei, dan 12 kasus di bulan Agustus. Daftar tokoh dari Purwakarta Pahlawan dan Negarawan Kusumah Atmaja (lahir di Purwakarta, 1898, wafat tahun 1952), Ketua pertama Mahkamah Agung Republik Indonesia (1945-1952) Ipik Gandamana (lahir di Purwakarta, 1906), Gubernur Jawa Barat periode (1956-1959), Menteri Dalam Negeri (1959-1964) Ahmad Tirtosudiro (lahir di Plered, Purwakarta, 1922, wafat, tahun 2011), Ketua Dewan Pertimbangan Agung RI (1999-2003) Ade Komarudin (lahir di Purwakarta, 1965), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI (2016-2019) Ahmadi Noor Supit, (lahir di Purwakarta, 1957) Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat RI (2014-2019) Danny Setiawan (lahir di Purwakarta, 1945), Gubernur Jawa Barat 2003-2008 Nanan Soekarna (lahir di Purwakarta, 1955), Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (2011-2013) Seniman Upit Sarimanah (lahir di Purwakarta, 1926, wafat tahun 1992), pesinden Abas Alibasyah Natapriyana (lahir di Purwakarta, 1928), pelukis dan pendidik Heri Hendrayana Harris atau Gol A Gong (lahir di Purwakarta, 1963), penulis dan aktivis gerakan literasi Ferry Curtis (lahir di Wanayasa–Purwakarta, 1969), musisi dan aktivis gerakan literasi Ringgo Agus Rahman (lahir di Purwakarta, 1982). aktor dan komedian Atlet Eka Ramdani, (lahir di Purwakarta, 1984), pemain sepak bola Johan Herman Bernhard Kuneman, (1886-1945), pemain sepak bola Belanda Salim Alaydrus, (lahir di Purwakarta, 1977), pemain sepak bola Shahar Ginanjar, (lahir di Purwakarta, 1990), pemain sepak bola Galeri Referensi Daftar pustaka Pranala luar Purwakarta Purwakarta
4069
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Subang
Kabupaten Subang
Subang () adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Subang Kota. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Indramayu di timur, Kabupaten Sumedang di tenggara, Kabupaten Bandung Barat di selatan, serta Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang di barat. Pada pertengahan 2023, jumlah penduduk kabupaten Subang sebanyak 1.624.856 jiwa. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007, Wilayah Kabupaten Subang terbagi menjadi 30 kecamatan, yang dibagi lagi menjadi 245 desa dan 8 kelurahan. Subang dahulu bernama Karawang Timur. Kabupaten ini dilintasi jalur pantura, jalur Tol Trans Jawa yaitu Cipali (Cikopo Palimanan) namun ibu kota Kabupaten Subang tidak terletak di jalur ini. Jalur pantura di Kabupaten Subang merupakan salah satu yang paling sibuk di Pulau Jawa. Kota kecamatan yang berada di jalur ini diantaranya Ciasem dan Pamanukan. Selain dilintasi jalur Pantura, Kabupaten Subang dilintasi pula jalur jalan Alternatif Sadang Cikamurang, yang melintas di tengah wilayah Kabupaten Subang dan menghubungkan Sadang, Kabupaten Purwakarta dengan Tomo, Kabupaten Sumedang, jalur ini sangat ramai terutama pada musim libur seperti lebaran. Kabupaten Subang yang berbatasan langsung dengan kabupaten Bandung disebelah selatan memiliki akses langsung yang sekaligus menghubungkan jalur pantura dengan kota Bandung. Jalur ini cukup nyaman dilalui dengan panorama alam yang amat indah berupa hamparan kebun teh yang udaranya sejuk dan melintasi kawasan pariwisata Air panas Ciater dan Gunung Tangkubanparahu. Penduduk Subang pada umumnya adalah suku Sunda, yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Sementara kecamatan-kecamatan di wilayah pesisir Subang dan beberapa kecamatan di sepanjang sungai Cipunagara yang berbatasan dengan Kabupaten Indramayu penduduknya menggunakan Bahasa Dermayon atau yang lebih dikenal dengan nama basa Dermayon. Sejarah Masa prasejarah Sejarah orang Sunda di Subang disertai bukti adanya kelompok masyarakat pada masa prasejarah di wilayah Kabupaten Subang adalah ditemukannya kapak batu di daerah Bojongkeding (Binong), Pagaden, Kalijati dan Dayeuhkolot (Sagalaherang). Temuan benda-benda prasejarah bercorak neolitikum ini menandakan bahwa saat itu di wilayah Kabupaten Subang sekarang sudah ada kelompok masyarakat yang hidup dari sektor pertanian dengan pola sangat sederhana. Selain itu, dalam periode prasejarah juga berkembang pula pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung Engkel, Kecamatan Sagalaherang. Para peneliti, sekarang sedang meneliti situs Nyai Subanglarang, yang diduga asal-muasal nama "Subang". Masa penyebaran agama Hindu Pada saat berkembangnya corak kebudayaan Hindu, wilayah Subang menjadi bagian dari 3 kerajaan, yakni Tarumanagara, Galuh, dan Pajajaran. Selama berkuasanya 3 kerajaan tersebut, dari wilayah Kabupaten Subang diperkirakan sudah ada kontak-kontek dengan beberapa kerajaan maritim hingga di luar kawasan Nusantara. Peninggalan berupa pecahan-pecahan keramik asal Cina di Patenggeng (Kalijati) membuktikan bahwa selama abad ke-7 hingga abad ke-15 sudah terjalin kontak perdagangan dengan wilayah yang jauh. Sumber lain menyebutkan bahwa pada masa tersebut, wilayah Subang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Kesaksian Tome’ Pires seorang Portugis yang mengadakan perjalanan keliling Nusantara menyebutkan bahwa saat menelusuri pantai utara Jawa, kawasan sebelah timur Sungai Cimanuk hingga Banten adalah wilayah kerajaan Sunda. Masa penyebaran agama Islam Masa datangnya pengaruh kebudayaan Islam di wilayah Subang tidak terlepas dari peran seorang tokoh ulama, Wangsa Goparana yang berasal dari Talaga, Majalengka. Sekitar tahun 1530, Wangsa Goparana membuka permukiman baru di Sagalaherang dan menyebarkan Agama Islam ke berbagai pelosok Subang sehingga menjadikan Islam agama mayoritas di kabupaten Subang hingga saat ini. Masa Hindia Belanda Pasca runtuhnya kerajaan Pajajaran, wilayah Subang seperti halnya wilayah lain di Pulau Jawa, menjadi rebutan berbagai kekuatan. Tercatat kerajaan Banten, Mataram, Sumedanglarang, VOC, Inggris, dan Kerajaan Belanda berupaya menanamkan pengaruh di daerah yang cocok untuk dijadikan kawasan perkebunan serta strategis untuk menjangkau Batavia. Pada saat konflik Mataram-VOC, wilayah Kabupaten Subang, terutama di kawasan utara, dijadikan jalur logistik bagi pasukan Sultan Agung yang akan menyerang Batavia. Saat itulah terjadi percampuran budaya antara Jawa dengan Sunda, karena banyak tentara Sultan Agung yang urung kembali ke Mataram dan menetap di wilayah Subang. Tahun 1771, saat berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, di Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem tercatat seorang bupati yang memerintah secara turun-temurun. Saat pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816) konsesi penguasaan lahan wilayah Subang diberikan kepada swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan lahan oleh tuan-tuan tanah yang selanjutnya membentuk perusahaan perkebunan Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T Lands). Penguasaan lahan yang luas ini bertahan sekalipun kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan Belanda. Lahan yang dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha. dengan hak eigendom. Untuk melaksanakan pemerintahan di daerah ini, pemerintah Belanda membentuk distrik-distrik yang membawahi onderdistrik. Saat itu, wilayah Subang berada di bawah pimpinan seorang kontrilor BB (bienenlandsch bestuur) yang berkedudukan di Subang. Masa kebangkitan nasional Tidak banyak catatan sejarah pergerakan pada awal abad ke-20 di Kabupaten Subang. Namun, Setelah Kongres Sarekat Islam di bandung tahun 1916 di Subang berdiri cabang organisasi Sarekat Islam di Desa Pringkasap (Pabuaran) dan di Sukamandi (Ciasem). Selanjutnya, pada tahun 1928 berdiri Paguyuban Pasundan yang diketuai Darmodiharjo (karyawan kantor pos), dengan sekretarisnya Odeng Jayawisastra (karyawan P & T Lands). Tahun 1930, Odeng Jayawisastra dan rekan-rekannya mengadakan pemogokan di percetakan P & T Lands yang mengakibatkan aktivitas percetakan tersebut lumpuh untuk beberapa saat. Akibatnya Odeng Jayawisastra dipecat sebagai karyawan P & T Lands. Selanjutnya Odeng Jayawisastra dan Tohari mendirikan cabang Partai Nasional Indonesia yang berkedudukan di Subang. Sementara itu, Darmodiharjo tahun 1935 mendirikan cabang Nahdlatul Ulama yang diikuti oleh cabang Parindra dan Partindo di Subang. Saat Gabungan Politik Indonesia (GAPI) di Jakarta menuntut Indonesia berparlemen, di Bioskop Sukamandi digelar rapat akbar GAPI Cabang Subang untuk mengenukakan tuntutan serupa dengan GAPI Pusat. Masa pendudukan Jepang Pendaratan tentara angkatan laut Jepang di pantai Eretan Timur tanggal 1 Maret 1942 berlanjut dengan direbutnya pangkalan udara Kalijati. Direbutnya pangkalan ini menjadi catatan tersendiri bagi sejarah pemerintahan Hindia Belanda, karena tak lama kemudian terjadi kapitulasi dari tentara Hindia Belanda kepada tentara Jepang. Dengan demikian, Hindia Belanda di Nusantara serta merta jatuh ke tangan tentara pendudukan Jepang. Para pejuang pada masa pendudukan Belanda melanjutkan perjuangan melalui gerakan bawah tanah. Pada masa pendudukan Jepang ini Sukandi (guru Landschbouw), R. Kartawiguna, dan Sasmita ditangkap dan dibunuh tentara Jepang. Masa kemerdekaan Indonesia Proklamasi Kemerdekaan RI di Jakarta berimbas didirikannya berbagai badan perjuangan di Subang, antara lain Badan Keamanan Rakyat (BKR), API, Pesindo, Lasykar Uruh, dan lain-lain, banyak di antara anggota badan perjuangan ini yang kemudian menjadi anggota TNI. Saat tentara KNIL kembali menduduki Bandung, para pejuang di Subang menghadapinya melalui dua front, yakni front selatan (Lembang) dan front barat (Gunung Putri dan Bekasi). Tahun 1946, Karesidenan Jakarta berkedudukan di Subang. Pemilihan wilayah ini tentunya didasarkan atas pertimbangan strategi perjuangan. Residen pertama adalah Sewaka yang kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat. Kemudian Kusnaeni menggantikannya. Bulan Desember 1946 diangkat Kosasih Purwanegara, tanpa pencabutan Kusnaeni dari jabatannya. Tak lama kemudian diangkat pula Mukmin sebagai wakil residen. Pada masa gerilya selama Agresi Militer Belanda I, residen tak pernah jauh meninggalkan Subang, sesuai dengan garis komando pusat. Bersama para pejuang, saat itu residen bermukim di daerah Songgom, Surian, dan Cimenteng. Tanggal 26 Oktober 1947 Residen Kosasih Purwanagara meninggalkan Subang dan pejabat Residen Mukmin yang meninggalkan Purwakarta tanggal 6 Februari 1948 tidak pernah mengirim berita ke wilayah perjuangannya. Hal ini mendorong diadakannya rapat pada tanggal 5 April 1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Di bawah pimpinan Karlan, rapat memutuskan: 1.Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi Residen yang berkedudukan di daerah gerilya Purwakarta. 2.Wilayah Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur dengan bupati pertamanya Danta Gandawikarma. 3.Wilayah Karawang Barat menjadi Kabupaten Karawang Barat dengan bupati pertamanya Syafei. Wilayah Kabupaten Karawang Timur adalah wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta sekarang. Saat itu, kedua wilayah tersebut bernama Kabupaten Purwakarta dengan ibu kotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten Karawang Timur pada tanggal 5 April 1948 dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten Subang yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan DPRD No.: 01/SK/DPRD/1977. Geografi Wilayah Kabupaten Subang terbagi menjadi 3 bagian wilayah, yakni wilayah selatan, wilayah tengah dan wilayah utara. Bagian selatan wilayah Kabupaten Subang terdiri atas dataran tinggi/pegunungan, bagian tengah wilayah Kabupaten Subang berupa dataran, sedangkan bagian Utara merupakan dataran rendah yang mengarah langsung ke Laut Jawa. Sebagian besar wilayah Pada bagian selatan kabupaten Subang berupa Perkebunan, baik perkebunan Negara maupun perkebunan rakyat, hutan dan lokasi Pariwisata. Pada bagian tengah wilayah kabupaten Subang berkembang perkebunan karet, tebu dan buah-buahan dibidang pertanian dan pabrik-pabrik dibidang Industri, selain perumahan dan pusat pemerintahan serta instalasi militer. Kemudian pada bagian utara wilayah Kabupaten Subang berupa sawah berpengairan teknis dan tambak serta pantai. Batas Wilayah Topografi Berdasarkan tofografinya, wilayah kabupaten Subang dapat dibagi ke dalam 3 zona, yaitu: Daerah Pegunungan (Subang bagian selatan) Daerah ini memiliki katinggian antara 500–1500 m dpl dengan luas 41.035,09 hektare atau 20 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Wilayah ini meliputi Kecamatan Jalancagak, Ciater, Kasomalang, Cisalak, Sagalaherang, Serangpanjang. sebagian besar Kecamatan Jalancagak, Cisalak dan sebagian besar Kecamatan Tanjungsiang. Daerah Berbukit dan Dataran (Subang bagian tengah) Daerah dengan ketinggian antara 50 – 500 m dpl dengan luas wilayah 71.502,16 hektare atau 34,85 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Zona ini meliputi wilayah Kecamatan Cijambe, Subang, Cibogo, Kalijati, Dawuan, Cipeundeuy, sebagian besar Kecamatan Purwadadi, Cikaum dan Pagaden Barat. Daerah Dataran Rendah (Subang bagian utara) Dengan ketinggian antara 0–50 m dpl dengan luas 92.639,7 hektare atau 45,15 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Wilayah ini meliputi Kecamatan Pabuaran, Pagaden, Cipunagara, Compreng, Ciasem, Pusakanagara, Pusakajaya Pamanukan, Sukasari, Legonkulon, Blanakan, Patokbeusi, Tambakdahan, sebagian Pagaden Barat. Iklim Tingkat kemiringan dan Iklim dilihat dari tingkat kemiringan lahan, sekitar 80.80 % wilayah Kabupaten memiliki tingkat kemiringan 0°–17°, 10.64 % dengan tingkat kemiringan 18°–45° sedangkan sisanya (8.56 % memiliki kemiringan di atas 45 °. Secara umum wilayah Kabupaten Subang beriklim tropis, dalam tahun 2005 curah hujan rata-rata pertahun 2.352 mm dengan jumlah hari hujan 100 hari. Dengan iklim yang demikian, serta ditunjang oleh adanya lahan yang subur dan banyaknya aliran sungai, menjadikan sebagian besar luas tanah Kabupaten Subang digunakan untuk Pertanian. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Transportasi Di angkutan darat, Kabupaten Subang terhubung dengan Jalan Tol Trans Jawa beserta jalur provinsi menghubungkan ibu kota kabupaten dengan kecamatan lainnya di lintas utara Jawa beserta beberapa lin angkutan kota menghubungkan Kecamatan Subang dengan Kabupaten Purwakarta; sedangkan transportasi rel, Kabupaten Subang dilalui oleh jalur kereta api Cikampek–Cirebon Prujakan yang menghubungkan Jakarta dengan Surabaya melalui Yogyakarta di lintas tengah dan Jakarta dengan Surabaya melalui Semarang di lintas utara Pulau Jawa. Stasiun Pegaden Baru di Kecamatan Pagaden adalah stasiun kereta api satu-satunya di kabupaten ini yang melayani layanan kereta api antarkota, baik jalur tengah maupun utara Jawa. Kabupaten ini juga melayani angkutan kargo yang dikhususkan dengan ekspor-impor kendaraan pribadi, yaitu Pelabuhan Patimban di Kecamatan Pusakanagara meskipun akses langsung belum tersedia dimana jalan tol Subang–Patimban sedang dibangun. Penduduk Penduduk Kabupaten Subang pada tahun 2012 berjumlah 1.501.647 orang, yang terdiri atas 759.408 orang laki-laki dan 742.239 orang perempuan dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,64%. sedangkan Laju Pertumbuhan Penduduk antar Sensus (SP2000-SP2010) rata rata pertahun sebesar 0,97%. Dengan luas Kabupaten Subang sebesar 2051,76 km2, maka tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Subang pada tahun 2012 mencapai 732 jiwa/km2. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Subang masih relatif rendah, merupakan indikasi bahwa Kabupaten Subang bukan merupakan daerah tujuan urbanisasi. Kebijakan pemerintah yang memposisikan Kabupaten Subang sebagai salah satu lumbung padi Jawa Barat, juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk serta kepadatan penduduk di wilayah ini. Penduduk berjumlah besar sekaligus berkualitas merupakan modal pelaksanaan pembangunan dan potensi bagi peningkatan pembangunan di segala bidang. Namun penduduk yang berjumlah besar tanpa diupayakan pengembangan kualitasnya akan menjadi beban bagi pembangunan yang seharusnya dinikmati oleh keseluruhan penduduk tersebut. Pertumbuhan penduduk selalu dipengaruhi oleh faktor tingkat kelahiran/kematian dan migrasi (perpindahan penduduk antar kabupaten). Untuk menghindari permasalah yang kompleks akibat tingginya kepadatan penduduk maka pengendalian penduduk melalui berbagai cara yang tepat tentunya harus dilakukan. Laju urbanisasi yang tinggi yang mengakibatkan permasalahan sosial di daerah perkotaan juga harus ditekan, karena selain menimbulkan masalah sosial di daerah perkotaan, urbanisasi juga meninggalkan ruang kosong dipedesaan (banyak lahan garapan yang tidak tergarap secara optimal dan berkurangnya sumber daya manusia berkualitas di pedesaan). Penduduk Subang pada umumnya adalah Suku Sunda, yang menggunakan Bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Terdapat suku pendatang di kecamatan-kecamatan di wilayah pesisir subang dan beberapa kecamatan di sepanjang sungai Cipunegara yang berbatasan dengan Kabupaten Indramayu penduduknya menggunakan bahasa Jawa. Ekonomi Karena sebagian besar penduduknya masih berpenghasilan utama sebagai petani dan buruh perkebunan, maka perekonomian Subang masih banyak ditunjang dari sektor pertanian. Subang wilayah Selatan banyak terdapat area perkebunan, seperti karet pada bagian Barat Laut dan Kebun Teh yang sangat luas. Subang terkenal sebagai salah satu daerah penghasil buah nanas yang umumnya kita kenal dengan nama Nanas Madu. Nanas Madu dapat kita temui di sepanjang Jalancagak yang merupakan persimpangan antara Wanayasa–Bandung–Sumedang dan Kota Subang sendiri. Dodol nanas, keripik singkong dan selai yang merupakan hasil home industry yang dapat dijadikan makanan oleh-oleh. Melalui program binaan dibawah naungan Yayasan Kandaga, para petani sedang membudidayakan jamur tiram dan perikanan di desa Cipunagara. Sedangkan di desa Cibogo, selain membudidayakan jamur tiram dan tanaman hias serta tanaman nilam, Yayasan Kandaga juga menggalakkan ternak kelinci dan penyulingan minyak nilam serta bioetanol. Dan saat ini sedang diupayakan untuk membudidaya ternak kelinci, budidaya ternak lele bagi masyarakat yang memiliki sosial ekonomi kurang beruntung yang terlibat di dalam Program Kesetaraan (Program Paket B) dan Keaksaraan (PBH=Pemberantasan Buta Huruf) dalam rangka menggali dan mengembangkan sumber daya lokal baik SDM maupun SDA yang ada serta untuk melestarikan budaya bangsa dan mengembangkan wisata budaya wisata agro sebagai aset bangsa khususnya di daerah tutugan G. Canggah yang berada diketinggian 1600 mdpl dengan dikelilingi panorama yang sangat mengagumkan. Sebagai akselerasi dan penggerak program di atas, Yayasan Kandaga membuat suatu pusta pelatihan dan Pemberdayaan masyarakat yang disebut PLPM Haur Kuning (Pusat Latihan dan Pemberdayaan Masyarakat "Hayu Urang Kumpul Ningkatkeun Elmu"). Hingga saat ini sudah sering kali dikunjungi dari negara Amerika Serikat, Korea Selatan/Korea Utara dan Jerman, termasuk dari tim akademisi perguruan tinggi lokal serta para praktisi dari seluruh Indonesia dari Pendidikan Luar Sekolah (Pendidikan Non-Formal). Saat ini sektor ekonomi di Subang sangat beragam dan terus berkembang, salah satu faktornya adalah adanya Pelabuhan Patimban yang sudah mulai beroprasi, dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Subang. Pendidikan Pendidikan merupakan modal dasar pembangunan. karena pelaksanaan pembangunan tidak cukup mengandalkan kepada sumber daya alam (SDA) saja, tetapi juga harus meningkatkan sumber daya manusianya (SDM). Suatu wilayah yang mempunyai kepadatan yang tinggi tanpa dibarengi dengan mutu SDM yang tinggi maka akan menimbulkan kerawanan sosial atau bahkan penduduk tersebut akan menjadi beban pembangunan. Jalur yang paling realistis untuk meningkatkan SDM adalah jalur pendidikan. Sejak tahun 1994, pemerintah telah melakukan kebijakan untuk perbaikan dunia pendidikan yaitu dengan dicanangkannya Program Wajib Belajar sembilan tahun. Tentunya hal tersebut merupakan hal yang menggembirakan karena kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang setinggi–tingginya bagi seluruh rakyat semakin terbuka. Perkembangan mutu pendidikan penduduk Kabupaten Subang salah satunya dapat dilihat dari kemampuan baca-tulis, pendidikan yang ditamatkan dan lain-lain. Dari hasil survei IPM tahun 2012 dapat diperoleh gambaran bahwa penduduk 10 tahun ke atas di Kabupaten Subang yang dapat membaca dan menulis huruf latin sebesar 91.43%, huruf lainnya 0.27%, sedangkan yang tidak dapat membaca dan menulis sebesar 8.30&. Bila dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk Kabupaten Subang masih terbesar di tamatan SD/MI sebesar 39.25%, SLP/MTs sederajat 19.48%. Kesehatan Mewujudkan masyarakat yang sehat, tanpa membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan merupakan salah satu tujuan dari pembangunan nasional. Adanya keterbatasan dana, sarana, dan prasarana pemerintah, dalam pelaksanaannya, pembangunan kesehatan disusun berdasarkan prioritas-prioritas utama yang akan dicapai. Karena itu hasilnya mungkin tidak dapat dirasakan secara merata oleh semua lapisan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Subang telah melakukan berbagai macam upaya dalam melakukan peningkatan kesehatan masyarakat. Terutama peningkatan kesehatan masyarakat miskin dengan pemberlakuan Jamkesmas, Jamkesda, dan jaminan lainnya Pariwisata Di antara rimbunnya perkebunan teh, diwilayah Selatan Kabupaten Subang memiliki sumber mata air panas yang terus mengalir di daerah Ciater. Sari Ater merupakan tujuan wisata yang sangat terkenal karena ke-khasan-nya dan ramai pada saat liburan terutama pada saat liburan Hari Raya Lebaran. Selain menyediakan kolam pemandian air panas juga memiliki penginapan–penginapan yang terjangkau dan berkualitas, sehingga sangat cocok bagi keluarga yang ingin berlibur. Kemudian juga terdapat sebuah tempat Spa yang letaknya berdekatan dengan objek wisata Sari Ater. Selain itu Kabupaten Subang memiliki tujuan wisata alam air terjun yang memiliki pemandangan yang sangat indah, yaitu Curug Cijalu. Meskipun masih dikelola secara sederhana, Curug Cijalu memiliki daya tarik yang luar biasa karena curug ini memiliki tujuh curug, namun yang hanya bisa didatangi oleh pengunjung hanya dua, karena letaknya cukup dekat dan curug lainnya berada di tengah-tengah hutan dan cukup jauh, tetapi jika kita ingin melihat ke tujuh curug tersebut bisa saja dan akan menjadi pengalaman yang luar biasa. Ada juga Curug Cileat yang berada di Kecamatan Cisalak dan Curug Cibareuhbeuy yang tak kalah keeksotisannya. Gunung berapi Tangkuban Perahu (su: Tangkuban Parahu) yang memiliki keindahan kawahnya dan udaranya yang sejuk. Capolaga Adventure Camp yang memiliki tiga curug atau air terjun dan gua-gua. Di bagian subang tengah terdapat berbagai wisata dari wisata kuliner hingga sejarah dan budaya seperti, Masjid Agung Al-Musabaqoh Subang, Gedung Wisma Karya, Museum Daerah, dan lain sebagainya. Di bagian pesisir utara Subang menyajikan wisata pantai, yakni Pantai Kalapa Patimban Subang yang setiap tahunnya mengadakan Upacara Adat Nadran. Objek wisata Berikut beberapa Objek Wisata terkenal di Kabupaten Subang: Wisata rekreasi Capolaga Adventure Camp Ciater Highland Resort Curug Agung/Batu Kapur Curug Bentang Curug Cibareubeuy Curug Ciangin Curug Cijalu Curug Cileat Curug Wangun Desa Wisata Sari Bunihayu Desa Adat Wisata Wangunharja Kampoeng Jatimas Wisata Air Cigayonggong Pemancingan Lembah Gunung Kujang Sariater Spa Spring Resort Gunung Tangkuban Parahu Kolam Renang Ciheuleut Waterboom Tirta Melati (pagaden) Planet Waterboom Penangkaran Buaya Blanakan Pantai Pondok Bali Legonkulon Pantai Kalapa Patimban Kolam Renang Tirta Citapen Curug Cijuhung Dawuan Kolam Renang Tirta Galih Pantai Cirewang Indah Waterboom Bintang Fantasi Pamanukan Body Rafting Tambak Dami Waterpark Kumpay Jalancagak Florawisata D'castello Ciater Taman Anggur Kukulu Pagaden Barat Talaga pelangi(talaga sunda) di dusun cibogo dangdeur kecamatan subang Bukit Pamoyanan Bukit Dewi Manggung Bukit Batu Riung PasirJunti. Wisata sejarah, budaya, dan religi Gedung Wisma Karya, Subang Gedung ini terletak di Jalan Ade Irma Suryani, Subang. Gedung ini dibangun ketika Masa Penjajahan Belanda. Gedung ini digunakan untuk Berdansa dan berpesta ketika zaman itu. Namun sekarang gedung tersebut digunakan untuk public space dan aktivitas masyarakat Kota Subang. Di Gedung ini juga terdapat Museum Sejarah Kabupaten Subang, salah satunya patung tuan tanah, Willem Hofland. Masjid Agung Al-Musabaqoh Subang Gedung Gede / Big House Museum Rumah Sejarah Perjanjian Kalijati Museum Daerah Kabupaten Subang Museum Amerta Dirgantara Makam Raden Aria Wangsa Goparana Kesenian Subang memiliki beberapa Kesenian yang tidak dimiliki oleh kabupaten/kota lain. Kesenian-kesenian tersebut berkembang di masyarakat Subang sejak Masa Penjajahan dulu. Berikut kesenian dan kebudayaan asli Kabupaten Subang: Gotong Singa / Sisingaan Gembyung Mapag Dewi Sri Nadran Ruwatan Bumi Sintren Kuda Renggong Toleat Tarling Olahraga Subang memiliki klub sepak bola, yang bernama Persikas Subang, yang bermain di Divisi Tiga. Klub ini bermain di Stadion Persikas. Stadion Persikas juga sering dipakai sebagai training center beberapa tim lainnya di Jawa Barat, seperti Persib Bandung, Persikab Kabupaten Bandung, dan Bandung FC dalam masa pemusatan latihan sebelum memulai kompetisi. Selain dalam cabang olahraga sepak bola, Kabupaten Subang telah melahirkan atlet-atlet berprestasi dalam cabang olahraga dayung, judo, angkat berat, balap motor, sepak takraw dsb. Dan diantaranya pernah meraih medali emas pada Pekan Olahraga Nasional XVII di Provinsi Kalimantan Timur. Lihat pula Daftar Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Subang Daftar Kabupaten dan Kota se-Indonesia Referensi Pranala luar Subang Subang
4070
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Cirebon
Kabupaten Cirebon
Kabupaten Cirebon (Aksara Sunda: ᮊᮘᮥᮕᮒᮨᮔ᮪ ᮎᮤᮛᮨᮘᮧᮔ᮪) adalah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kecamatan Sumber. Kabupaten ini berada di ujung bagian timur Provinsi Jawa Barat, serta menjadi pintu gerbang masuk Provinsi Jawa Barat dari wilayah timur Pulau Jawa. Kabupaten Cirebon yang bentuk nonformalnya adalah Cirbon atau Cerbon merupakan produsen beras unggulan yang berada di Jalan Pantura. Sejarah Kabupaten Cirebon awalnya merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara, lalu menjadi bagian dari Kerajaan Galuh,setelah Bedirinya Kesultanan Demak Wilayah Cirebon masuk dalam wilayah Kesultanan Demak,banyak Pasukan Pasukan Demak yang menetap di pantura jawa barat antara lain di daerah cirebon,Indramayu,karawang,jayakarta dan Serang.Kabupaten ini merupakan kabupaten terawal yang mengalami proses Islamisasi di Jawa barat era demak, dimana proses ini dirintis oleh seorang pangeran Galuh bernama Bratalegawa di abad ke-14. Setelah masuk Islam, Bratalegawa meninggalkan ibu kota Galuh, Kawali, untuk menyebarkan Islam di daerah Caruban Girang. Diawali dari kisah Kerajaan Pajajaran, yang kala itu diperintah oleh Sri Baduga Maharaja. Ia menikah dengan Nyai Subang Larang dikarunia 2 (dua) orang putra dan seorang putri, Pangeran Walangsungsang yang lahir pertama tahun 1423 Masehi, kedua Nyai Lara Santang lahir tahun 1426 Masehi. Sedangkan Putra yang ketiga Raja Sengara lahir tahun 1428 Masehi. Pada tahun 1442 Masehi Pangeran Walangsungsang menikah dengan Nyai Endang Geulis Putri Ki Gedheng Danu Warsih dari Pertapaan Gunung Mara Api. Mereka singgah di beberapa petapaan antara lain petapaan Ciangkup di desa Panongan (Sedong), Petapaan Gunung Kumbang di daerah Tegal dan Petapaan Gunung Cangak di desa Mundu Mesigit, yang terakhir sampai ke Gunung Amparan Jati dan di sanalah bertemu dengan Syekh Datuk Kahfi yang berasal dari kerajaan Parsi. Ia adalah seorang Guru Agama Islam yang luhur ilmu dan budi pekertinya. Pangeran Walangsungsang beserta adiknya Nyai Lara Santang dan istrinya Nyai Endang Geulis berguru Agama Islam kepada Syekh Nur Jati dan menetap bersama Ki Gedheng Danusela adik Ki Gedheng Danuwarsih. Oleh Syekh Nur Jati, Pangeran Walangsungsang diberi nama Somadullah dan diminta untuk membuka hutan di pinggir Pantai Sebelah Tenggara Gunung Jati (Lemahwungkuk sekarang). Maka sejak itu berdirilah Dukuh Tegal Alang-Alang yang kemudian diberi nama Desa Caruban (Campuran) yang semakin lama menjadi ramai dikunjungi dan dihuni oleh berbagai suku bangsa untuk berdagang, bertani dan mencari ikan di laut. Danusela (Ki Gedheng Alang-Alang) oleh masyarakat dipilih sebagai Kuwu yang pertama dan setelah meninggal pada tahun 1447 Masehi digantikan oleh Pangeran Walangsungsang sebagai Kuwu Carbon yang kedua bergelar Pangeran Cakrabuana. Atas petunjuk Syekh Nur Jati, Pangeran Walangsungsang dan Nyai Lara Santang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekah. Pangeran Walangsungsang mendapat gelar Haji Abdullah Iman dan adiknya Nyai Lara Santang mendapat gelar Hajah Sarifah Mudaim, kemudian menikah dengan seorang Raja Mesir bernama Syarif Abullah. Dari hasil perkawinannya dikaruniai 2 (dua) orang putra, yaitu Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Sekembalinya dari Mekah, Pangeran Cakrabuana mendirikan Tajug dan Rumah Besar yang diberi nama Jelagrahan, yang kemudian dikembangkan menjadi Keraton Pakungwati (Keraton Kasepuhan sekarang) sebagai tempat kediaman bersama Putri Kinasih Nyai Pakungwati. Stelah Kakek Pangeran Cakrabuana Jumajan Jati Wafat, maka Keratuan di Singapura tidak dilanjutkan (Singapura terletak + 14 Km sebelah Utara Pesarean Sunan Gunung Jati) tetapi harta peninggalannya digunakan untuk bangunan Keraton Pakungwati dan juga membentuk prajurit dengan nama Dalem Agung Nyi Mas Pakungwati. Prabu Siliwangi melalui utusannya, Tumenggung Jagabaya dan Raja Sengara (adik Pangeran Walangsungsang), mengangkat Pangeran Carkrabuana menjadi Tumenggung dengan Gelar Sri Mangana. Pada Tahun 1470 Masehi Syarif Hiyatullah setelah berguru di Mekah, Bagdad, Campa dan Samudra Pasai, datang ke Kesultanan Demak Pulau Jawa, mula-mula tiba di Demak, Banten ,kemudian Jawa Timur dan mendapat kesempatan untuk bermusyawarah dengan para dewan wali 9 kesultanan Demak yang dipimpin oleh Sunan Ampel. Musyawarah tersebut menghasilkan suatu lembaga yang bergerak dalam penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa dengan nama Wali Sanga. Sebagai anggota dari lembaga tersebut, Syarif Hidayatullah datang ke Carbon untuk menemui Uwaknya, Tumenggung Sri Mangana (Pangeran Walangsungsang) untuk mengajarkan Agama Islam di daerah Carbon dan sekitarnya, maka didirikanlah sebuah padepokan yang disebut pekikiran (di Gunung Sembung sekarang) Setelah Suna Ampel wafat tahun 1478 Masehi, maka dalam musyawarah Wali Sanga di Tuban, Syarif Hidayatullah ditunjuk untuk menggantikan pimpinan Wali Sanga. Akhirnya pusat kegiatan Wali Sanga dipindahkan dari Tuban ke Gunung Sembung di Carbon yang kemudian disebut puser bumi sebagai pusat kegiatan keagamaan, sedangkan sebagai pusat pemerintahan Kesulatan Cirebon berkedudukan di Keraton Pakungwati dengan sebutan GERAGE. Pada Tahun 1479 Masehi, Syarif Hidayatullah yang lebih kondang dengan sebutan Pangeran Sunan Gunung Jati menikah dengan Nyi Mas Pakungwati Putri Pangeran Cakrabuana dari Nyai Mas Endang Geulis. Sejak saat itu Pangeran Syarif Hidayatullah dinobatkan sebagai Sultan Carbon I dan menetap di Keraton Pakungwati. Sebagaimana lazimnya yang selalu dilakukan oleh Pangeran Cakrabuana mengirim upeti ke Pakuan Pajajaran, maka pada tahun 1482 Masehi setelah Syarif Hidayatullah diangkat menjadi Sultan Cirebon membuat maklumat kepada Raja Pakuan Pajajaran PRABU SILIWANGI untuk tidak mengirim upeti lagi karena Kesultanan Cirebon sudah menjadi Negara yang Merdeka. Selain hal tersebut Pangeran Syarif Hidayatullah melalui lembaga Wali Sanga rela berulangkali memohon Raja Pajajaran untuk berkenan memeluk Agama Islam tetapi tidak berhasil. Itulah penyebab yang utama mengapa Pangeran Syarif Hidayatullah menyatakan Cirebon sebagai Negara Merdeka lepas dari kekuasaan Pakuan Pajajaran,dan berkoalisi dengan kesultanan demak karena berjuang bersama para wali songo di jawa. Peristiwa merdekanya Cirebon keluar dari kekuasaan Pajajaran tersebut, dicatat dalam sejarah tanggal Dwa Dasi Sukla Pakca Cetra Masa Sahasra Patangatus Papat Ikang Sakakala, bertepatan dengan 12 Shafar 887 Hijiriah atau 2 April 1482 Masehi yang sekarang diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Cirebon. Geografi Kabupaten Cirebon berada di daerah pesisir Laut Jawa. Berdasarkan letak geografisnya, wilayah Kabupaten Cirebon berada pada posisi 6°30’–7°00’ Lintang Selatan dan 108°40’-108°48’ Bujur Timur. Bagian utara merupakan dataran rendah, sedangkan bagian barat daya berupa pegunungan, yakni Lereng Gunung Ciremai. Letak daratannya memanjang dari barat laut ke tenggara. Batas Wilayah Wilayah Kabupaten Cirebon dibatasi oleh: Letak daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Dilihat dari permukaan tanah/daratannya dapat dibedakan menjadi dua bagian. Wilayah Kecamatan yang terletak sepanjang jalur pantura termasuk pada dataran rendah yang memiliki letak ketinggian antara 0–10 m dari permukaan air laut dan wilayah kecamatan yang terletak di bagian selatan memiliki letak ketinggian antara 11–130 m dari permukaan laut. Iklim (Klimatologis) Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, keadaan iklim di Kabupaten Cirebon termasuk tipe C dan D. Karakteristik daerah dengan kategori ini beriklim tropis, dengan suhu minimum 24'C dan suhu rata-rata 28'C.Kabupaten Cirebon memiliki jumlah curah hujan antara 0-3.317 mm dengan rata-rata jumlah curah hujan sebanyak 1.265,15 mm. Curah hujan tertinggi terdapat di Kecamatan Dukupuntang (3.317 mm) dan Kecamatan Palimanan (3.204 mm), sedangkan curah hujan terendah terdapat di Kecamatan Suranenggala (136 mm). Pemerintahan Daftar Bupati Bupati adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah kabupaten Cirebon. Bupati Cirebon bertanggungjawab kepada gubernur provinsi Jawa Barat. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di kabupaten Cirebon ialah Imron Rosyadi, dengan wakil bupati Wahyu Tjiptaningsih. Sebelumnya, Imron menjadi wakil bupati terpilih bersama bupati terpilih petahana Sunjaya Purwadi Sastra, mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Cirebon 2018. Namun, Sunjaya diberhentikan tepat di hari pelantikannya pada 17 Mei 2019, karena kasus korupsi. Sejak 17 Mei 2019, Imron kemudian menjadi pelaksana tugas bupati Cirebon, dan kemudian dilantik pada 1 Oktober 2019 di Aula Barat Gedung Sate Kota Bandung sebagai bupati Cirebon. Selanjutnya, Wahyu Tjiptaningsih dilantik menjadi wakil bupati Cirebon pada 10 Februari 2021. Wahyu adalah istri Sunjaya Purwadi Sastra. Dewan Perwakilan Kecamatan Pusat pemerintahan Kabupaten Cirebon di Kecamatan Sumber, yang berada di sebelah selatan Kota Cirebon. Tiga kecamatan yang baru terbentuk pada tahun 2007 adalah Kecamatan Jamblang (Pemekaran Kecamatan Klangenan sebelah timur), Kecamatan Suranenggala (Pemekaran Kecamatan Kapetakan sebelah selatan), dan Kecamatan Greged (Pemekaran Kecamatan Beber sebelah timur). Demografi Cirebon merupakan salah satu kabupaten terpadat di Jawa Barat yang mayoritas dihuni keturunan Jawa cirebonan menggunakan basa jawa cirebonan yang mirip dialek jawa Banyumasan/tegal. Penduduk Kabupaten Cirebon terus bertambah, meski demikian dari sensus ke sensus, tren rata-rata laju pertumbuhan penduduk dari sensus ke sensus semakin melambat. Pada Tahun 1980 jumlah penduduk Kabupaten Cirebon baru berjumlah 1.331.690 jiwa dan pada tahun 1990 tercatat 1.648.021 jiwa. Sepuluh tahun kemudian pada tahun 2000 penduduk Kabupaten Cirebon menjadi 1.931.068 jiwa. Hasil sementara dari pengolahan data SP2010-L1.P212, SP2010-C2, dan SP2010-L2 (kondisi 15 Juli 2010) sebesar 2.065.142 jiwa dengan komposisi 1.057.501 jiwa penduduk laki-laki dan 1.007.641 jiwa penduduk perempuan. Menurut angka sementara hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010, Kecamatan Sumber adalah wilayah dengan jumlah penduduknya paling banyak yaitu sebesar 80.914 jiwa dan berikutnya adalah Kecamatan Gunungjati yaitu sebanyak 77.712 jiwa. Sedangkan wilayah dengan jumlah penduduk paling sedikit di Kabupaten Cirebon adalah Kecamatan Pasaleman yaitu sebanyak 24.912 jiwa dan Kecamatan Karangwareng sebanyak 26.554 jiwa. Sesuai dengan data kependudukan terbaru yang sudah diberikan oleh Dinas Kependudukan dan catatan Sipil (disdukcapil) Kab.Cirebon, jumlah penduduk Kab.Cirebon per 30 April 2013 berjumlah 2.957.257 jiwa. Budaya Kebudayaan yang melekat pada masyarakat Cirebon merupakan perpaduan berbagai budaya yang datang dan membentuk ciri khas tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pertunjukan khas masyarakat Cirebon antara lain Tarling, Tari Topeng Cirebon, Wayang Kulit Cirebon, Sintren, Kesenian Gembyung, dan Sandiwara Cirebonan. Kabupaten ini juga memiliki beberapa kerajinan tangan di antaranya Topeng Cirebon, Lukisan Kaca, Bunga Rotan, dan Batik. Salah satu ciri khas batik asal Cirebon yang tidak ditemui di tempat lain adalah motif Mega Mendung, yaitu motif berbentuk seperti awan bergumpal-gumpal yang biasanya membentuk bingkai pada gambar utama. Motif Mega Mendung adalah ciptaan Pangeran Cakrabuana (1452-1479), yang hingga kini masih kerap digunakan. Motif tersebut didapat dari pengaruh keraton-keraton di Cirebon. Karena pada awalnya, seni batik Cirebon hanya dikenal di kalangan keraton. Sekarang di Cirebon, batik motif mega mendung telah banyak digunakan berbagai kalangan. Selain itu terdapat juga motif-motif batik yang disesuaikan dengan ciri khas penduduk pesisir. Pendidikan Bahasa Pada umumnya Masyarakat Kabupaten Cirebon menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan Bahasa Cirebon (Jawa Cirebonan) sebagai bahasa sehari-hari dengan bermacam-macam dialeknya di wilayah bagian utara kabupaten dan berbatasan dengan Kota Cirebon, sedangkan masyarakat Kabupaten Cirebon timur atau bagian selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Kuningan menunggunakan Bahasa Sunda Cirebon sebagai bahasa sehari-hari, selain itu karena faktor wilayah orang Sunda Brebes yang di Berasal dari Kabupaten Brebes yang selalu berbelanja ke wilayah Cirebon Timur. Sedangkan orang-orang yang merantau ke Kabupaten Cirebon dari berbagai daerah di Indonesia menggunakan bahasa daerahnya masing-masing, seperti : Bahasa Madura, Bahasa Minang, Bahasa Betawi dan lain-lain. Kesehatan Pada tahun 2013, di Kabupaten Cirebon, telah tersedia sekitar 2 rumah sakit umum, 7 rumah sakit swasta, 57 Puskesmas, dan 6 Poliklinik dengan jumlah tenaga medis sekitar 404 orang. 335 di antaranya adalah dokter umum. Berikut adalah daftar RS yang berada di Kabupaten Cirebon (per Desember 2020) : RSUD Arjawinangun (Tipe B) RSUD Waled (Tipe B) RS Mitra Plumbon (Tipe B) RS Permata (Tipe B) RS Pertamina RS Universitas Muhammadiyah Cirebon RS Sumber Waras RS Sumber Hurip RS Paru Sidawangi RS Pasar Minggu RS Jantung Hasna Medika RS Tiar Medika RSIA Khalishah Laporan dari BKKBN, di tahun 2022, menyebutkan bahwa sekitar 20 hingga 30% daripada seluruh penduduk yang berusia di bawah 12 tahun di Kabupaten Cirebon mengalami hambatan pertumbuhan. Status kuning Cirebon didapatkan bersama-sama dengan Bandung Barat, Kota Banjar, Bekasi, Karawang, Majalengka, Pangandaran, Purwakarta, Kabupaten Sukabumi, Sumedang, Kota Tasikmalaya. Laporan ini menunjukkan bahwa Kabupaten Cirebon masih lebih dibandingkan dengan Kota Cirebon yang diberi status darurat stunting. Transportasi Kabupaten Cirebon merupakan persimpangan antara kedua jalur utama di Pulau Jawa, yakni jalur utara serta tengah Jawa yang menghubungkan kedua kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan Surabaya. Di transportasi darat, terminal bus utama di kabupaten ini adalah Terminal Sumber di Kecamatan Sumber, tidak jauh dari Kota Cirebon. Meskipun tidak sebesar Terminal Harjamukti yang terletak di Kota Cirebon, Terminal Sumber juga melayani layanan bus antarkota dan angkutan kota yang menghubungkan ibu kota kabupaten dengan kecamatan lainnya. Kabupaten Cirebon juga mudah diakses melalui Jalan Tol Trans-Jawa di segmen Cikopo–Palimanan dan Palimanan–Kanci yang membentang dari Pelabuhan Merak di Kota Cilegon, Banten sampai dengan Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Di transportasi rel, Kabupaten Cirebon mempunyai stasiun kereta api utama yang melayani kereta api antarkota maupun aglomerasi seperti Stasiun , , di lintas utara, dan di lintas tengah meskipun stasiun utama di wilayah Rebana adalah Stasiun Cirebon. Semenjak penerbangan komersial berpindah dari Bandar Udara Husein Sastranegara di Kota Bandung, Bandar Udara Internasional Kertajati di Kabupaten Majalengka merupakan bandar udara internasional bagi seluruh wilayah Jawa Barat serta Pantura Barat Jawa Tengah kecuali Bodebek, Kabupaten–Kota Sukabumi, dan Kabupaten Karawang, melayani penerbangan domestik maupun internasional. Pariwisata Wisata belanja Batik Trusmi Di Desa Trusmi dan Panembahan, dapat dijumpai banyak home industry yang menjual batik khas Cirebon. Sentra batik ini akan lebih ramai pada akhir pekan oleh pembeli yang datang dari luar kota dan luar negeri. Motif batik yang terkenal dari kawasan ini adalah motif Mega Mendung. Pasar Kue Setu Pasar Kue Setu terletak di Kecamatan Plered. Kue-kue yang penjualannya tersebar hingga ke hampir seluruh Indonesia dan kebanyakan berupa camilan ini diproduksi oleh industri rumahan di Desa Setu dan sekitarnya. Camilan khas Cirebon yang sangat cocok dijadikan oleh-oleh ini mayoritas bernama unik, di antaranya kerupuk kulit kerbau/rambak, kerupuk melarat, kerupuk geol, kerupuk upil, kerupuk gendar, kerupuk jengkol, jagung marning, rengginang mini, emping, kelitik, kue atom, maypilow, kembang andul, ladu, simpil, gapit, otokowok, opak, welus, sagon, dan masih banyak lagi. Di sekitar Plered, banyak pula ditemui penjual sandal karet, yang penjualannya sudah menyebar ke seluruh Nusantara. Wisata Ziarah Makam Sunan Gunung Jati Situs Batu Tulis huludayeuh Petilasan Cimandung Situs Pasanggrahan Balong Biru Balong Keramat Tuk Makam keramat Megu Situs Lawang Gede Makam Nyi Mas Gandasari Makam Syekh Magelung Sakti Makam Talun Makam Buyut Trusmi Makam P. Jakatawa dan Syekh Bentong. Wisata Alam Lapangan Golf Ciperna Kawasan ini berada di tepi jalan raya Cirebon-Kuningan dengan kontur tanah berbukit berjarak 5 km ke selatan dari kota Cirebon, berada pada ketinggian 200 m di atas permukaan laut. Daya tarik utama kawasan ini adalah keindahan pemandangan kota Cirebon dengan latar belakang laut lepas ke arah utara, sedangkan ke arah selatan Gunung Ciremai di suasana yang menarik. Berdasarkan Perda nomor 25 tahun 1996, kawasan wisata Ciperna ditetapkan seluas 300 Ha yang diperuntukkan bagi 5 (lima) ruang kawasan pengembangan antara lain: Kawasan wisata Agro Griya. Pembangunan Agro Griya dalam bentuk rumah kebun yang dapat disewakan dengan fasilitas Hotel Bintang. Kawasan wisata Agro Tirta. Pembangunan Agro Tirta dalam bentuk pembuatan danau buatan yang dilengkapi rekreasi air. Kawasan Agro Wisata I Kawasan Agro Wisata II. Agro wisata I dan II diarahkan dalam bentuk pembangunan kawasan perkebunan mangga gedong gincu, srikaya, atau tanaman jenis lainya. Di samping itu membangun track olahraga yang dapat menyesuaikan dengan kontur tanah sekitarnya. Kawasan Land Mark. Belawa Lokasi wisata ini berjarak kira-kira 25 km dari Kota Sumber ke arah timur. Objek wisata ini memiliki daya tarik dari kura-kura yang mempunyai ciri khusus di punggung dengan nama latin ‘’Aquatic Tortose Ortilia Norneensis’’. Menyimpan legenda menarik tentang keberadaannya di Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang. Menurut penelitian merupakan spesies kura-kura yang langka dan patut dilindungi keberadaannya. Objek wisata ini direncanakan untuk dikembangkan menjadi kawasan yang lebih lengkap, yaitu taman kura-kura (turle park) atau taman reptilia. Situ Sedong Terletak di Kecamatan Sedong sekitar 26 km dari arah pusat Kota Sumber, dengan luas lahan 62,5 Ha. Selain mempunyai panorama yang indah, situ ini juga disebut pula situ pengasingan yang merupakan tempat rekreasi air dan pemancingan. Banyu Panas Palimanan Objek wisata ini terletak di Kecamatan Palimanan sekitar 16 km dari Kota Cirebon ke arah Bandung, merupakan pemandian air panas dengan kadar belerang yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit kulit. Pemandian air panas ini ada di sekitar bukit Gunung Kapur, Gunung Kromong, yang mempunyai keistimewaan mata air selalu berpindah pindah. Hutan Wisata Plangon Objek wisata plangon berlokasi di Desa Babakan Kecamatan Sumber ± 10 km dari Kota Cirebon. Tempat rekreasi dengan panorama alam indah yang dihuni oleh sekelompok monyet liar. Selain selain tempat rekreasi, terdapat juga makam Pangeran Kejaksan dan Pangeran Panjunan. Puncak acaranya biasa di masa ziarah Plangon tanggal 2 syawal, 11 Dzulhijjah, dan 27 Rajab. Untuk pengembangan wisata ini meliputi lahan sekitar 10 Ha, dan status tanah ini milik Kesultanan. Kapasitas pengunjung rata-rata sekitar 58.000 pengunjung/tahun. Namun ada larangan, demi keselamatan pengunjung, diharapkan pengunjung tidak memberi makan monyet-monyet liar. Setu Patok Setu Patok memiliki luas 175 hektar. Setu Patok terletak di Desa Setupatok, sekitar 6 km dari Kota Cirebon ke arah Tegal. Selain mempunyai panorama indah, di sini juga tersedia sarana rekreasi air dan pemancingan. Lahan negara seluas 7 hektar di lokasi ini berpotensi untuk dikembangkan. Prasarana yang diperlukan adalah pembuatan dermaga, pengadaan perahu motor, sarana pemancingan, serta pembangunan rumah makan yang artistik. Jalan ke lokasi ini cukup baik dan lebar, jaringan aliran listrik sudah tersedia, dan saat ini minat masyarakat untuk mengunjungi wisata ini cukup banyak. Cikalahang Kawasan Cikalahang merupakan kawasan yang baru berkembang dengan daya dukung alam. Sasaran wisatawan pada awalnya adalah objek wisata Telaga Remis yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Kuningan dan berada di wilayah Kuningan. Hingga saat ini kawasan Telaga Remis masih menarik wisatawan yang dapat diandalkan dari segi pendapatan. Jalan menuju objek wisata ini adalah melalui Desa Cikalahang yang berada di wilayah Kabupaten Cirebon, sehingga keberadaannya memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar usaha lain sebagai daya pendukung. Di samping itu juga kawasan Cikalahang telah berkembang menjadi suatu kawasan yang mempunyai daya tarik sendiri yaitu dari usaha restoran/rumah makan ikan bakar. Dengan banyaknya peminat, wilayah itu berkembang pesat menjadi daya tarik wisata makan, sehingga pada hari-hari libur penuh dikunjungi wisatawan. Menjual keadaan alam yang menarik dengan sumber air dari kaki Gunung Ciremai yang tidak pernah kering, sangat memungkinkan untuk membuka peluang usaha kolam renang yang bersifat alami dengan fasilitas modern serta bumi perkemahan. Kawasan wisata Cikalahang terletak sekitar 6 km dari Kota Sumber dan 1 km dari jalan alternatif Cirebon-Majalengka dengan lingkungan alam yang masih asri. Wana Wisata Ciwaringin Hutan wisata dengan menampilkan keindahan alam dan banyak ditumbuhi oleh pohon kayu putih. Menyediakan lokasi bagi para penggemar jalan kaki dan arena motor cross. Di lokasi ini juga terdapat Danau Ciranca bagi penggemar memancing. Berlokasi di Desa Ciwaringin Kecamatan Ciwaringin, 17 km dari Kota Sumber. Putra Putri Daerah Affandi Hasan Alwi Irish Bella Pitrajaya Burnama Rokhmin Dahuri Chitra Dewi Willem Anton Engelbrecht Victor Aristide Honig van den Bossche Saira Jihan Mohamad Kusnaeni Olaf J. de Landell Dirk Theodoor Uden Masman Yogie Suardi Memet Ronald Anton Meyer Djoko Munandar Arifin C. Noer Cecep Reza (alm.) Norbertus Riantiarno Willem Nicolaas Rose Hans Stam Kaboel Suadi Peggy Melati Sukma Alam Surawidjaja Catherine Surya Ricky Karanda Suwardi Jos Verdier Hans Vernes Nani Widjaja (almh.) Ilham Attirmidzi A.S Nining Indra Shaleh Candra Wijaya Rendra Wijaya Dewi Yull Helmy Faishal Zaini Charly Van Houten Muhammad Zuhal Claudia Emmanuela Santoso Mpok Atiek Helsi Herlinda Aty Fathiyah Helsi Herlinda Galeri kuliner Catatan kaki Referensi Pranala luar Profil Kabupaten Cirebon di Situs Kemendagri Wisata Belanja Pesona Wisata Kabupaten Cirebon Cirebon Cirebon Kota Pusaka di Indonesia Geografi Sunda Cirebon
4071
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota%20Sukabumi
Kota Sukabumi
Kota Sukabumi (; bahasa Widal: Gunahuyi) adalah sebuah kota yang berada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini merupakan enklave dari Kabupaten Sukabumi. Luas wilayah Kota Sukabumi berada di urutan ketiga terkecil di Jawa Barat setelah Kota Cirebon dan Kota Cimahi, yakni 48,33 km². Jumlah penduduk Kota Sukabumi pada tahun 2021 tercatat sebanyak 353.455 jiwa. Di era Hindia Belanda, Kota ini dijuluki "Mutiara dari Priangan Barat", meskipun luasnya tidak sebesar Kota Tasikmalaya yang juga mendapat julukan "Mutiara Priangan Timur. Sejarah Dari Distrik Menjadi Gemeente (Kota Praja) Kota Sukabumi merupakan suatu wilayah di Jawa Barat yang mengalami perkembangan pesat dibandingkan daerah lainnya. Pada awalnya, Sukabumi adalah permukiman penduduk bagian dari wilayah pemerintahan District Goenoeng Parang, Onderafdeeling Tjiheulang yang merupakan bagian dari Afdeeling Tjiandjoer, Residentie Preanger (Regeerings Almanaks tahun 1872). Dalam catatan arsip Hindia Belanda, nama Sukabumi atau Soekaboemi pertama kali digunakan oleh Andries de Wilde, seorang ahli bedah dan administrator perkebunan kopi dan teh yang berkebangsaan Belanda. Sukabumi yang berawal dari sebuah distrik berkembang menjadi gemeente (kota praja). Perkembangan ini mungkin terjadi dikarenakan letak wilayah Sukabumi yang strategis terutama setelah dibangun jalan raya pos oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Keberadaan perkebunan teh yang berada di Sukabumi menjadi faktor penarik penduduk sekitar untuk datang ke Sukabumi. Mereka datang mengadu nasib untuk meningkatkan taraf hidupnya. Akhirnya, Sukabumi tumbuh menjadi pusat perekonomian. Penduduk yang berada di Sukabumi dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Barang-barang tersebut dihasilkan oleh penduduk di pedalaman dan akan diperjualbelikan di pasar. Wilayah Sukabumi akhirnya tumbuh dengan sistem hukum dan berkembang ke arah kosmopolitan seperti yang dikemukakan Weber. Kondisi ini menjadikan pertimbangan Pemerintahan Hindia Belanda untuk membangun lintasan jalan kereta api yang menghubungkan Batavia dengan Sukabumi. Jalur kereta api tersebut memberikan banyak keuntungan bagi perkebunan teh yang memerlukan transportasi yang murah dan cepat untuk menjual hasil perkebunan ke pabrik ataupun kota. Dengan lintasan jalan kereta api ini kehidupan sosial ekonomi masyarakat semakin berkembang. Pemerintah Hindia Belanda juga membangun sejumlah irigasi untuk pertanian di wilayah Sukabumi. Tidak kurang dari 17 tangki air melintas di atas jalan raya yang menghubungkan Bogor dengan Cianjur melalui Sukabumi. Bangsa Eropa berlomba-lomba datang ke Sukabumi untuk berinventasi. Hal itu disebabkan banyaknya hal menarik yang dapat dikembangkan. Kehadiran dan komposisi penduduk Eropa membawa dampak besar dalam perubahan Sukabumi menjadi sebuah gemeente. Kebijakan desentralisasi dan perubahan pemerintahan negeri (bestuurshervorming) memberi ruang bagi mereka untuk menjadikan Sukabumi sebagai daerah otonom. Pembukaan Perkebunan Sejarah Kota dan Kabupaten Sukabumi bermula dari pembukaan lahan perkebunan kopi di wilayah Priangan barat di masa pemerintahan kolonial VOC. Karena besarnya permintaan akan komoditas kopi di Eropa, pada 1709 Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck mulai membuka perkebunan kopi di daerah Tjibalagoeng (Bogor), Tjiandjoer (Cianjur), Djogdjogan, Pondok Kopo, dan Goenoeng Goeroeh. Perkebunan kopi di kelima daerah ini lalu mengalami perluasan dan peningkatan di era pemerintahan Gubernur Jenderal Hendrick Zwaardecroon (1718-1725), di mana Bupati Tjiandjoer saat itu, Wira Tanu III mendapatkan perluasan wilayah dari Zwaardecroon dengan syarat adanya pembukaan ladang-ladang kopi baru di wilayah tersebut. Seiring waktu, kawasan sekitar perkebunan kopi di Goenoeng Goeroeh berkembang menjadi beberapa pemukiman kecil, salah-satunya adalah kampung Tjikole. Pada 1776, Bupati Tjiandjoer Wira Tanu VI membentuk Kepatihan Tjikole yang merupakan pendahulu dari Kabupaten Sukabumi saat ini. Kepatihan Tjikole terdiri dari enam distrik yaitu Distrik Goenoeng Parang, Tjimahi, Tjiheoelang, Tjitjoeroeg, Djampang Koelon, dan Djampang Tengah. Pusat kepatihannya berada di Tjikole karena dipandang memiliki lokasi yang sangat strategis untuk komunikasi antara Batavia dan Tjiandjoer yang saat itu merupakan ibu kota dari Keresidenan Priangan. Penggunaan nama Soekaboemi Nama "Soekaboemi" pertama kali digunakan pada tanggal 13 Januari 1815 dalam catatan arsip Hindia Belanda oleh Andries de Wilde, seorang ahli bedah dan administrator perkebunan kopi dan teh berkebangsaan Belanda (Preanger Planter) yang membuka lahan perkebunan di Kepatihan Tjikole. Dalam laporan surveinya, de Wilde mencantumkan nama Soeka Boemi sebagai tempat ia menginap di Kepatihan Tjikole. De Wilde lalu mengirim surat kepada temannya Nicolaus Engelhard yang menjabat sebagai administrator Hindia Belanda, di mana ia meminta Engelhard untuk mengajukan penggantian nama Kepatihan Tjikole menjadi Kepatihan Soekaboemi kepada Stamford Raffles, Gubernur Hindia Belanda saat itu. Terdapat dua pendapat mengenai asal nama Sukabumi yang digunakan oleh de Wilde. Pendapat pertama mengatakan bahwa nama Sukabumi berasal dari kata Bahasa Sunda, yaitu Suka dan Bumen (Menetap) yang bermakna suatu kawasan yang disukai untuk menetap karena iklim Sukabumi yang sejuk. Pendapat kedua mengatakan bahwa nama Sukabumi berasal dari kata Bahasa Sanskerta, yaitu Suka (kesenangan, kebahagiaan, kesukaan) dan Bhumi (Bumi, Tanah) sehingga nama Sukabumi memiliki arti "Bumi yang disenangi" atau "Bumi yang disukai". De Wilde lalu menjual kembali tanahnya di Soekaboemi kepada pemerintah Hindia Belanda pada 1823. Lokasi strategis Soekaboemi di antara Batavia dan Bandung dan hasil buminya yang banyak menyumbang pemasukan bagi pemerintah Hindia Belanda merupakan faktor dibangunnya jalur kereta api dari Boeitenzorg ke Soekaboemi yang terhubung pada 1882. Jalur yang dibangun oleh perusahaan Staatspoorwagen ini menjadi pusat distribusi pengangkutan hasil bumi seperti teh, kopi, dan kina ke Pelabuhan Tanjung Priok di Batavia. Soekaboemi merupakan tempat percetakan surat kabar Tionghoa pertama di Indonesia yaitu Li Po pada tahun 1901 yang berbahasa Melayu-Mandarin. Kota Praja Soekaboemi Status Soekaboemi sebagai kota sendiri dimulai pada 1 April 1914, di mana pemerintahan Hindia Belanda meresmikan Soekaboemi sebagai gemeente (kota praja) karena populasi bangsa Eropa yang cukup signifikan. Tanggal 1 April dipilih untuk memperingati kemenangan kelompok Geuzen (leluhur bangsa Belanda) dalam merebut kota Brielle dari tangan Spanyol dalam Perang Delapan Puluh Tahun yang terjadi pada 1 April 1572. Pemerintahan kota Soekaboemi sendiri baru terbentuk di pada 1 Mei 1926, dengan burgemeester (wali kota) pertamanya George François Rambonnet. Selama masa terbentuknya kota praja sampai ke pendudukan Jepang, terjadi pembangunan Soekaboemi Treinstation (Stasiun Sukabumi), Moskee te Soekaboemi (Masjid Agung Sukabumi), Pinkstergemeente (Gereja Pantekosta), Rooms-katholieke kerk (Gereja Katolik Santo Yoseph), Bethelkerk (Gereja Bethel), Bataksche kerk (HKBP Pasundan), Waterkrachtwerk Oebroeg (PLTA Ubrug), Onderstation Lemboersitoe (Gardu Induk Lembursitu), dan Politieschool (Setukpa Polri). Menjelang akhir kekuasaan Hindia Belanda, Soekaboemi menjadi tempat tujuan pengasingan bagi beberapa tokoh nasional Indonesia seperti Mohammad Hatta, Sutan Syahrir dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Pernah juga diadakan pertemuan diplomatik antara Ichizo Kobayashi sebagai perwakilan dari Jepang dengan Hubertus van Mook pada Oktober 1940 yang membahas mengenai kerja sama dagang antara Jepang dan Hindia Belanda. Soekaboemi di era pendudukan Jepang Di pertengahan masa Perang Dunia Kedua, Kekaisaran Jepang melancarkan serangan ke Hindia Belanda pada 8 Desember 1941, di mana Soekaboemi jatuh ke tangan Jepang pada tanggal 7 Maret 1942. Di masa pendudukan Jepang, Soekaboemi menjadi tempat pertemuan Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir dengan perwakilan Jepang untuk membahas mengenai masa depan Hindia Belanda, tetapi keduanya malah menjadi tahanan kota. Soekaboemi juga menjadi salah satu tempat penahanan tawanan perang dari Amerika Serikat dan Australia di Indonesia. Perubahan Nama Pemerintahan Geografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat serta bagian barat daya dari wilayah Priangan pada koordinat 106° 45’ 50’’ Bujur Timur dan 106° 45’ 10’’ Bujur Timur, 6° 49’ 29’’ Lintang Selatan dan 6° 50’ 44’’ Lintang Selatan, terletak di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang ketinggiannya 584 m di atas permukaan laut, dengan suhu maksimum 29 °C. Kota ini terletak 120 km sebelah selatan Jakarta dan 96 km sebelah barat Bandung, dan wilayahnya berada di sekitar timur laut wilayah Kabupaten Sukabumi serta secara administratif wilayah kota ini seluruhnya berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi. Kota Sukabumi secara budaya merupakan bagian dari wilayah Priangan Barat. Pemerintahan Wilayah Kota Sukabumi berdasarkan PP No. 3 Tahun 1995 adalah 48,423 km² yang terbagi dalam 5 kecamatan dan 33 kelurahan. Selanjutnya berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2000 tanggal 27 September 2000, wilayah administrasi Kota Sukabumi mengalami pemekaran menjadi 7 kecamatan dengan 33 kelurahan. Kecamatan Baros dimekarkan menjadi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Baros, Kecamatan Cibeureum, dan Kecamatan Lembursitu. Pada tahun 2010 Kota Sukabumi terdiri dari 7 kecamatan, meliputi 33 kelurahan, 350 RW, dan 1.521 RT. Wali Kota Kota Sukabumi dipimpin oleh seorang wali kota yang dipilih langsung setiap 5 tahun sekali. Dalam menjalankan pemerintahan wali kota dibantu oleh wakil wali kota, para staf ahli dan berbagai perangkat seperti sekretariat daerah, badan-badan serta dinas-dinas. Saat ini Kota Sukabumi dipimpin oleh Achmad Fahmi sebagai wali kota dan Andri Setiawan Hamami sebagai wakil wali kota yang menjabat di masa periode 2018-2023. Dewan Perwakilan Kecamatan Demografi Kependudukan Perkembangan penduduk di Kota Sukabumi selama periode 1998-2002 terus meningkat, dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,75 %. Sementara pada tahun 2021, jumlah penduduk kota Sukabumi sebanyak 353.455 jiwa. Suku bangsa Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk Kota Sukabumi adalah orang Sunda, yakni 92,21%. Diikuti oleh suku Jawa dan Tionghoa. Beberapa diantaranya terdapat orang Betawi, Batak, Minangkabau, dan suku lainnya dengan jumlah yang sedikit. Berikut adalah besaran penduduk Kota Sukabumi berdasarkan suku bangsa sesuai data Sensus Penduduk tahun 2000; Catatan: Suku Lainnya sudah termasuk suku-suku sisanya yang membentuk populasi Kota Sukabumi seperti orang Banten, dan Cirebon. Ketenagakerjaan Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Penanggulangan Bencana Kota Sukabumi tercatat bahwa jumlah pencari kerja yang terdaftar pada tahun 2010 mencapai 8.699 orang, yang terdiri dari 4.129 pencari kerja laki-laki dan 4.570 perempuan. Sedangkan pencari kerja yang berhasil ditempatkan sebanyak 2.014 orang. Jumlah Pencari Kerja yang telah ditempatkan menurut tingkat pendidikan di Kota Sukabumi tahun 2010 meliputi lulusan SMP 510 orang, lulusan SMA 967 orang, lulusan jenjang Diploma 155 orang, dan Sarjana 123 orang. Jumlah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kota Sukabumi pada 2010 adalah 5.733 orang yang terdiri dari Golongan I 213 orang, Golongan II 1.630 orang, Golongan III 2.209 orang, dan Golongan IV 1.681 orang. Berdasarkan tingkat pendidikan S3 3 orang, S2 205 orang, S1 2.070 Orang, DIV 21 Orang, DIII/DII/DI 1.496 orang, SMA 1.584 orang, SMP 183 orang, dan SD 171 orang. Perekonomian Jika dilihat dari kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kota Sukabumi masih relatif kecil yaitu berada di bawah 20 persen setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan Penanaman Modal Kota Sukabumi pada tahun 2010, diketahui bahwa perusahaan yang memilki SIUP mengalami peningkatan sebesar 7,67 % yaitu dari 4.899 perusahaan pada tahun 2009 menjadi 5.275 perusahaan pada tahun 2010. Dari sebanyak 5.275 perusahaan yang memiliki SIUP tersebut terdiri dari 154 perusahaan besar, 519 perusahaan menengah dan 4.602 perusahaan kecil. Sedangkan jumlah perusahaan yang mengajukan Permintaan Tanda Daftar Perusahaan pada tahun 2010 mengalami penurunan sebanyak 32,35 % dibanding tahun 2009. Dari sejumlah 366 perusahaan yang mengajukan Tanda Daftar Perusahaan, tercatat sebanyak 50 perusahaan berbentuk badan usaha PT, 8 perusahaan berbentuk Koperasi, 110 perusahaan berbentuk CV, 197 perusahaan berbentuk PO dan ada 1 perusahaan berbentuk BUL. Kegiatan perhotelan di Kota Sukabumi dapat dilihat dari banyaknya perusahaan akomodasi dan tamu yang menginap. Pada tahun 2010 jumlah perusahaan akomodasi di Kota Sukabumi sebanyak 33 buah yang terdiri dari 598 kamar dan 875 tempat tidur. Sementara itu banyaknya tamu yang menginap pada tahun 2010 sebanyak 107.679 orang yang terdiri dari wisatawan mancanegara sebanyak 2.794 orang dan wisatawan nusantara sebanyak 104.885 orang. Jumlah tamu yang menginap tersebut 35,54% jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang berjumlah 38.275 orang. Jika dilihat per kecamatan, dapat diketahui bahwa tamu yang menginap di hotel, masih didominasi di wilayah Kecamatan Cikole, yaitu mencapai 68.94%. Hal ini dimungkinkan karena wilayah Kecamatan Cikole berada di pusat Kota Sukabumi. Sedangkan kegiatan pariwisata di Kota Sukabumi relatif masih sangat kecil. Secara keseluruhan hanya tercatat 2 objek wisata, 47 penginapan remaja, 6 kolam renang serta beberapa usaha pariwisata lainnya yang meliputi biliar, golf, karaoke, dan ketangkasan. Pendidikan Di kota ini telah berdiri beberapa perguruan tinggi di antaranya STIE Penguji sebagai perguruan tinggi tertua di Sukabumi, lalu Politeknik Sukabumi, Politeknik BBC, Universitas Muhammadyah Sukabumi (UMMI), Institut Manajemen Wiyata Indonesia (IMWI), Sekolah Tinggi Teknologi Nusa Putra (STT NSP), AMIK CBI, Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI), STMIK PASIM, STIE PASIM, STIKES Sukabumi, STAI Al_Masturiyah, STAI Darusalam, STISIP Widyapuri Mandiri, STISIP Syamsul Ulum, STIE PGRI, STKIP PGRI, STAI Sukabumi, STAI Syamsul 'Ulum, STIBA Arayyah, STH Pasundan juga sekolah lanjutan yang berbasis pendidikan Islam yaitu MA Baiturrahman. Pada tahun 2010 di Kota Sukabumi terdapat 56 Taman Kanak-Kanak, 123 Sekolah Dasar, 35 SMP, 16 SMA, dan 21 SMK yang meliputi sekolah negeri dan swasta. Sementara itu murid yang tertampung di TK pada tahun 2010/2011 sebanyak 2.648 siswa, murid SD sebanyak 33.785 siswa, murid SMP negeri sebanyak 11.174 siswa, murid SMP swasta sebanyak 3.086 siswa, murid SMA negeri dan swasta sebanyak 7.858 siswa dan sebanyak 10.999 murid SMK negeri dan swasta. Kesehatan Transportasi Kereta Api Indonesia (KAI) KA Pangrango Bogor Paledang–Sukabumi KA Siliwangi Sukabumi–Cipatat Layanan bus Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta DAMRI: Sukabumi–Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta Kuliner Beberapa kuliner khas kota Sukabumi di antaranya adalah Nasi uduk ungu, mochi, Roti Priangan, Bubur Ayam Sukabumi, bolu pisang, mi leor, ciwang (aci bawang), dan deblo. Referensi Pranala luar Sukabumi Sukabumi Enklave dan eksklave
4072
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Sukabumi
Kabupaten Sukabumi
Kabupaten Sukabumi () adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Palabuhanratu. Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten terluas di Pulau Jawa . Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bogor di utara, Kabupaten Cianjur di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Lebak di barat. Kota Sukabumi menjadi enklave dari kabupaten ini. Sejarah Era Kerajaan Hindu dan Buddha Ditemukannya Prasasti Sanghyang Tapak di daerah Cibadak menjelaskan bahwa kawasan sekitar Kabupaten Sukabumi saat ini setidaknya sudah dihuni oleh manusia sejak abad ke-9 M, dimana isi prasasti tersebut menyebutkan larangan dari penguasa Kerajaan Sunda kepada penduduk setempat untuk menangkap ikan. Terdapat juga peninggalan sejarah lainnya yaitu Prasasti Pasir Datar yang ditemukan di Cicantayan namun tulisan prasasti tersebut belum diterjemahkan sehingga isinya belum diketahui. Pembentukan Pada awalnya daerah Kabupaten Sukabumi saat ini ada dibawah Kabupaten Cianjur pada masa Pemerintahan kolonial Hindia Belanda, yang merupakan bagian dari Karesidenan Priangan (Residentie Preanger Regentschappen). Pada tahun 1776 Bupati Cianjur keenam Raden Noh Wiratanudatar VI membentuk sebuah kepatihan bernama Kepatihan Tjikole yang terdiri dari beberapa distrik yaitu distrik Goenoengparang, distrik Tjimahi, distrik Tjiheulang, distrik Tjitjoeroeg, distrik Djampangtengah, dan distrik Djampangkoelon dengan pusat pemerintahan di Tjikole (sekarang bagian dari Kota Sukabumi). Pada tanggal 13 Januari 1815, Kepatihan Tjikole berganti nama menjadi Kepatihan Soekaboemi. Nama Soekabumi diusulkan oleh Dr. Andries de Wilde, seorang dokter bedah pemilik perkebunan teh yang mempunyai usaha perkebunan kopi dan teh di daerah Soekaboemi. Asal nama "Sokaboemi" berasal dari Bahasa Sanskerta soeka, "kesenangan, kebahagiaan, kesukaan" dan bhoemi, "bumi, tanah". Jadi "Soekabumi" memiliki arti "tanah yang disukai". Dari Kepatihan menjadi Kabupaten Kabupaten Sukabumi sendiri mulai berdiri sejak ditetapkan berdasarkan Besluit (keputusan) Gubernur Jenderal Dirk Fock tertanggal 25 April 1921 no. 71 di mana dijelaskan status baru Soekaboemi sebagai Kabupaten (Regentschap) tersendiri yang terpisah dari Kabupaten Tjianjoer. Keputusan ini dikuatkan oleh peraturan yang tertera dalam Staatsblad (Berita negara) Hindia Belanda tahun 1921 no. 256 dimana penetapan status tersebut mulai berlaku sejak 1 Juni 1921. Bupati pertamanya adalah R. A. A. Soerianatabrata, Patih terakhir dari Kepatihan Soekaboemi. Pada tahun 1923, diputuskan bahwa Karesidenan Priangan dimekarkan menjadi tiga bagian yaitu West Preanger (Priangan Barat) berpusat di Soekaboemi, Midden Preanger (Priangan Tengah) berpusat di Bandoeng dan Oost Preanger (Priangan Timur) berpusat di Tasikmalaja, dimana pemerakan ini mulai berlaku pada tahun 1925. R. A. A. Soerianatabrata sendiri memerintah sampai tahun 1930. Bupati kedua Kabupaten Soekabumi adalah R. A. A. Soeriadanoeningrat yang memerintah sampai masa pendudukan Jepang. Terjadi perombakan pembagian administratif di wilayah Jawa Barat pada masa pemerintahannya. Dibentuk 5 Karesidenan baru di Jawa Barat, yaitu Residentie Bantam (Karesidenan Banten), Residentie Batavia (Karesidenan Batavia), Residentie Boeitenzorg (Karesidenan Boeitenzorg/Bogor), Residentie Tjirebon (Karesidenan Tjirebon) dan Residentie Preanger Regentschappen (Karesidenan Kabupaten-Kabupaten Priangan). Kabupaten Soekaboemi yang sebelumnya merupakan bagian dari Karesidenan Priangan Barat untuk selanjutnya dimasukkan sebagai bagian dari Karesidenan Boeitenzorg, karena itu wilayah Kabupaten dan Kota Sukabumi saat ini memiliki plat nomor kendaraan F. Masa penjajahan Jepang Setelah Jepang menaklukkan Hindia Belanda pada 8 Maret 1942, dikeluarkanlah UU no. 27 tahun 1942 tentang perubahan Tata Pemerintahan Daerah pada tanggal 5 Agustus 1942. Karesidenan (Residentie Preanger Regentschappen) berganti nama menjadi Syukocan dan kepala daerahnya disebut Syukocanco. Kabupaten (Afdeling) berganti nama menjadi Ken dan kepala daerahnya disebut Kenco. Kenco pertama Soekaboemi masih R. A. A. Soeriadanoeningrat. R. A. A. Soeriadanoeningrat sendiri wafat pada tahun 1942 dan digantikan oleh R. Tirta Soeyatna sebagai Kenco kedua. Awal Kemerdekaan Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, dilaksanakan pertemuan Musyawarah oleh tokoh-tokoh seperti Mr. R. Syamsoedin, Mr. Haroen dan Dr. Aboe Hanifah yang menyepakati akan mengirimkan delegasi ke Karesidenan Boeitenzorg untuk mendesak pelaksanaan serah terima kekuasaan dari Jepang ke Indonesia. Apabila gagal, disepakati juga akan diadakannya aksi massa pada tanggal 1 Oktober 1945 yang terdiri dari Badan Keamanan Rakyat, Kepolisian, KNID, Alim Ulama dan Utusan daerah. Setelah diumumkan pada tanggal 1 Oktober 1945 di mana perundingan di Boeitenzorg mengalami kegagalan, massa pun hari ini juga melakukan aksi mengurung kantor Kempetai untuk membebaskan seluruh tahanan politik dan menyita seluruh persenjataan didalamnya. Di Lapangan Victoria (Sekarang Lapangan Merdeka Kota Sukabumi) bendera Jepang diturunkan dan diganti dengan bendera Merah Putih secara resmi. Kantor-kantor pemerintahan pendudukan Jepang juga direbut pada hari itu juga. Hanya dalam beberapa hari seluruh Kabupaten Sukabumi telah dapat dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia. Terjadi penggantian besar-besaran para pejabat Kewedanaan dan Kecamatan yang tidak pro-kemerdekaan dengan tokoh-tokoh yang pro-kemerdekaan. Setelah berada dibawah kendali Pemerintahan Republik Indonesia, pada akhir 1945 Mr. Haroen diangkat sebagai Bupati Sukabumi pertama paska-kemerdekaan, sedangkan Mr. R. Syamsoedin diangkat menjadi Wali Kota Kota Sukabumi. Istilah-istilah administratif pemerintahan Jepang sendiri diganti dengan Istilah Indonesia, seperti Ken yang diubah menjadi Kabupaten. Tanggal 1 Oktober pun ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Sukabumi. Geografi Dengan luas wilayah 4.128km², Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten terluas di Jawa. 40% tanah yang ada di Kabupaten Sukabumi berbatasan dengan lautan dan 60% tanah yang ada di Kabupaten Sukabumi berbatasan dengan kabupaten lain. Pada tahun 1993, Tata Guna Tanah di wilayah ini terbagi sebagai berikut: Pekarangan/perkampungan 18.814 hektar (4,48%), Sawah 62.083 hektar (14,78%) Tegalan 103.443 hektar (24,63%) perkebunan 95.378 hektar (22,71%) Danau/Kolam 1.486 hektar (0,35%) Hutan 135.004 hektar (32,15 %) dan penggunaan lainnya 3.762 hektar (0,90 %). Beberapa puncak gunung terdapat di bagian utara, di antaranya: Gunung Halimun (1.929 mdpl) Gunung Salak (2.211 mdpl), dan yang tertinggi adalah Gunung Gede (2.958 mdpl) dan Gunung Pangrango (3.019 mdpl) yang secara administratif berada di Kecamatan Kadudampit. Kontur Sukabumi yang berbukit-bukit menyebabkan sebahagian besar kecamatan yang ada di Sukabumi termasuk dalam kecamatan yang rawan akan terjadinya longsor, termasuk kecamatan pinggir laut seperti Kecamatan Cisolok, Kecamatan Cikakak. Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kecamatan Simpenan, dan Kecamatan Ciemas. Adapun sungai yang mengalir membelah Sukabumi meliputi Sungai Cimandiri dan Sungai Cikaso, yang akhirnya bermuara di Samudra Hindia. Demografi Menurut data Sensus Penduduk Indonesia 2000, berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Sukabumi berdasarkan suku bangsa; Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Pembagian administratif Lambang Daerah Lambang Perisai: Menggambarkan perlindungan Pemerintah Daerah terhadap penduduk dan semua kekayaan alam di wilayah Kabupaten Sukabumi. Warna Hitam: Berarti kekal dan abadi. Warna kuning: Berarti keadaan yang gilang gemilang. Gambar Punggung Penyu dan Sayap Walet: Menggambarkan sumber daya alam yang sangat potensial, dan warna HIJAU pada kotak punggung penyu melambangkan kehidupan yang tenteram, subur, dan makmur. Gambar Kujang melambangkan: Pusaka Kerajaan Pajajaran yang dahulu kala berkuasa di bumi Jawa Barat, termasuk Kabupaten Sukabumi. Kata "Gemah Ripah Loh Jinawi": Adalah MOTTO yang mengandung makna Subur Makmur Wibawa Mukti. Transportasi Aglomerasi KA Pangrango, relasi Sukabumi-Bogor Lokal KA Siliwangi, relasi – Angkutan Kota Wilayah Kabupaten Sukabumi dan beberapa rute yang menghubungkan Kota Sukabumi dengan Kota Bogor. Stasiun Kabupaten Sukabumi memiliki 5 stasiun KA Pangrango dan 2 stasiun KA Siliwangi yang masih beroperasi, diantaranya: Stasiun Cicurug Stasiun Parungkuda Stasiun Cibadak Stasiun Karangtengah Stasiun Cisaat Stasiun Gandasoli Stasiun Cireungas Selain itu, Kabupaten Sukabumi juga memiliki 3 stasiun yang sudah berhenti beroperasi, yaitu: Stasiun Cijambe Stasiun Pondok Leungsir Stasiun Ranji Catatan Untuk jalur kereta api, Kabupaten Sukabumi dilalui oleh Jalur KA Manggarai-Padalarang. Pariwisata Tempat Wisata Jembatan Situ Gunung di Kecamatan Kadudampit yang merupakan jembatan gantung terpanjang di Asia Tenggara. Jembatan ini memiliki panjang 243 meter dengan lebar 1,2 meter dan berada 107 meter dari dasar tanah. Pantai Palabuhanratu terletak di Kota Palabuhanratu pantai ini merupakan tempat wisata paling terpopuler di Jawa Barat hingga mancanegara, sekaligus menjadi tempat wisata andalan Jawa Barat. Pemandian Air Panas Palabuhanratu, terletak 17 km barat daya Kota Palabuhanratu. Tempat ini terdapat sungai dengan mata air panas dengan letupan vulkanis. Di dekatnya terdapat air terjun dan perkebunan karet. Pantai Karang Hawu terletak di Kota Palabuhanratu, lokasinya kira-kira 20 km dari pusat Kota Palabuhanratu. Pantai ini terdapat karang dengan beberapa lubang pada seperti tungku, yang disebut hawu oleh orang setempat. Di pantai ini dapat dilakukan olahraga selancar air. Guha Lalay terletak di Kota Pelabuhan Ratu, lokasinya kira-kira 3 km dari pusat Kota Palabuhanratu. Gua ini merupakan rumah dari ribuan kelelawar. Taman Bumi Ciletuh-Palabuhanratu terletak di 8 kecamatan yang merupakan Geopark Internasional atau Unesco Global Geopark. Situs Cungkuk Pendakian Gunung Gede atau Gunung Pangrango di Taman Nasional Gede Pangrango di utara Kota Sukabumi. Dapat ditemui berbagai jenis ragam tumbuhan serta Bunga Edelweis yang abadi di puncak. Petualangan menantang lainnya adalah arung jeram di Sungai Cicatih atau di Sungai Citarik, yang berada 30 km sebelah selatan Kota Sukabumi Wisata Situ Batukarut, Pasirhalang, Sukaraja yang merupakan sumber air PDAM Kab/kota Sukabumi berada 5 km dari Kota Sukabumi Wisata Pantai Ujung Genteng di Kec. Ciracap Referensi Pranala luar Website Resmi Pemerintah Kabupaten Sukabumi Sukabumi Sukabumi
4073
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Sumedang
Kabupaten Sumedang
Kabupaten Sumedang () adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Sumedang Utara, sekitar 45 km timur laut Kota Bandung. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Indramayu di utara, Kabupaten Majalengka di timur, Kabupaten Garut di selatan, serta Kabupaten Subang, Bandung, dan Bandung Barat di barat. Sumedang merupakan kabupaten yang menjadi bagian dari kawasan metropolitan Bandung Raya. Sumedang dahulu merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Sumedang Larang. Produk yang menjadi identitas Kabupaten Sumedang adalah tahu, yang dirintis pada tahun 1917 oleh seorang imigran Tiongkok bernama Ong Kino. Geografi Kabupaten Sumedang terdiri atas 26 kecamatan, 7 kelurahan, dan 270 desa. Sumedang, ibu kota kabupaten ini, terletak sekitar 45 km dari Kota Bandung. Kota ini meliputi kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan. Sumedang dilintasi jalur utama Bandung–Cirebon. Bagian Barat Daya wilayah Kabupaten Sumedang merupakan kawasan pengembangan Kota Bandung. Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Institut Teknologi Bandung (ITB), serta Universitas Padjajaran (Unpad) berlokasi di Kecamatan Jatinangor. Sebagian besar wilayah Sumedang adalah pegunungan, kecuali di sebagian kecil wilayah utara berupa dataran rendah. Gunung Tampomas (1.684 mdpl), merupakan dataran tertinggi di kabupaten ini yang berada di utara Sumedang. Batas wilayah Kabupaten ini berbatasan dengan: Sejarah Masa Kerajaan Galuh Pada mulanya, Kabupaten Sumedang adalah sebuah kerajaan di bawah kekuasaan Kerajaan Galuh. Didirikan oleh Prabu Guru Adji Putih atas perintah Prabu Surya Dewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pakuan Pajajaran, Bogor. Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Pertama, menjadi Kerajaan Tembong Agung (Tembong artinya tampak dan Agung artinya luhur) dipimpin oleh Prabu Guru Adji Putih pada abad ke-12. Kemudian pada masa zaman Prabu Tajimalela, diganti menjadi Himbar Buana yang berarti menerangi alam, dan kemudian diganti lagi menjadi Kerajaan Sumedang Larang (Sumedang berasal dari kata Insun Medal/Insun Medangan yang berarti aku dilahirkan; aku menerangi dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingannya). Masa Kerajaan Sumedang Larang Sumedang Larang mengalami masa kejayaan pada waktu dipimpin oleh Pangeran Angkawijaya atau Prabu Geusan Ulun sekitar tahun 1578, dan dikenal luas hingga ke pelosok Jawa Barat dengan daerah kekuasaan meliputi: wilayah Selatan sampai dengan Samudra Hindia, wilayah Utara sampai Laut Jawa, wilayah Barat sampai dengan Cisadane, dan wilayah Timur sampai dengan Kali Brebes, Kabupaten Brebes Kerajaan ini kemudian menjadi vasal (anak kerajaan) dari Kesultanan Cirebon, dan selanjutnya berada di bawah kendali Kesultanan Mataram, pada masa Sultan Agung. Dalam strategi penyerangan Sultan Agung ke Batavia wilayah Sumedang dijadikan wilayah penyedia logistik pangan. Selain itu, aksara Hanacaraka juga diperkenalkan di wilayah Parahyangan pada masa ini, dan dikenal sebagai Cacarakan. Pusat kota Sumedang juga dirancang pada masa ini. Sebelum Bandung dibangun pada abad ke-19, Sumedang adalah salah satu pusat budaya Sunda yang penting. Masa Pendudukan Belanda Ketika Pakubuwana I harus memberikan konsesi kepada VOC, wilayah kekuasaan Sumedang diberikan kepada VOC, yang kemudian dipecah-pecah, sehingga wilayah Sumedang menjadi seperti yang dikenal pada masa kemerdekaan Indonesia sekarang. Sumedang mempunyai ciri khas sebagai kota kuno khas di Pulau Jawa yang disebut Catur Gatra Tunggal, yaitu terdapat alun-alun sebagai pusat kota yang dikelilingi masjid agung,penjara, dan kantor pemerintahan. Di tengah alun-alun kota terdapat bangunan yang bernama Lingga, tugu peringatan yang dibangun pada tahun 1922. Dibuat oleh Pangeran Siching dari Negeri Belanda dan dipersembahkan untuk Pangeran Aria Suria Atmaja atas jasa-jasanya dalam mengembangkan Kabupaten Sumedang. Lingga diresmikan pada tanggal 22 Juli 1922 oleh Gubernur Jenderal Mr. Dr. Dirk Fock. Sampai saat ini Lingga dijadikan lambang daerah Kabupaten Sumedang dan tanggal 22 April diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Sumedang. Lambang Kabupaten Sumedang, Lingga, diciptakan oleh R. Maharmartanagara, putra seorang Bupati Bandung Rd. Adipati Aria Martanagara, keturunan Sumedang. Lambang ini diresmikan menjadi lambang Sumedang pada tanggal 13 Mei 1959. Hal-hal yang terkandung pada logo Lingga: Perisai: Melambangkan jiwa ksatria utama, percaya kepada diri sendiri Sisi Merah: Melambangkan semangat keberanian Dasar Hijau: Melambangkan kesuburan pertanian Bentuk Setengah Bola dan Bentuk Setengah Kubus Pada Lingga: Melambangkan bahwa manusia tidak ada yang sempurna Sinar Matahari: Melambangkan semangat dalam mencapai kemajuan Warna Kuning Emas: Melambangkan keluhuran budi dan kebesaran jiwa Sinar yang ke 17 Angka: Melambangkan Angka Sakti tanggal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Delapan Bentuk Pada Lingga: Lambang Bulan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 19 Buah Batu Pada Lingga, 4 Buah Kaki Tembik dan 5 Buah Anak Tangga: Lambang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945 Tulisan Insun Medal erat kaitannya dengan kata Sumedang yang mengandung arti: Berdasarkan Prabu Tajimalela, seorang tokoh legendaris dalam sejarah Sumedang, Insun Medal berarti (Insun: Aku, Medal: Keluar). Berdasarkan data di Museum Prabu Geusan Ulun; Insun Medal berarti (Insun: Daya, Madangan: Terang) Kedua pengertian ini bersifat mistik. Berdasarkan keterangan Prof. Anwas Adiwilaga, Insun Medal berasal dari kata Su dan Medang, (Su: bagus dan Medang: sejenis kayu yang bagus pada Jati, yaitu huru yang banyak tumbuh di Sumedang dulu), dan pengertian ini bersifat etimologi. Menurut Bujangga Manik, di dekat Gunung Tampomas terdapat Kerajaan Kahiyangan, yang diserang pasukan Cirebon dalam masa pemerintahan Surawisesa. Hubungan antara Medang Kahiyangan dan Sumedang Larang masih belum jelas. Namun, pada saat Bujangga Manik memasuki Medang Kahiyangan, menurut versi lainnya, saat itu sudah terdapat kerajaan yang disebut Sumedang Larang. Dalam Kropak 410 disebutkan, pendiri Kerajaan Sumedang Larang tak lain adalah Prabu Resi Tajimalela. Ia berkedudukan di Tembong Agung yang disebut Mandala Himbar Buana. Masih belum jelas pula asal-usulnya tokoh legendaris leluhur Sumedang ini. Sebab, Tadjimalela adalah nama lain dari Panji Romahyang, putra Damung Tabela Panji Ronajaya dari Dayeuh Singapura. Sumber lain menjelaskan, baik Kitab Waruga Jagat, Layang Darmaraja, maupun riwayat yang berdasarkan tradisi lisan yang masih hidup, disebutkan bahwa Prabu Tajimalela adalah putra Prabu Guru Aji Putih, salah seorang keturunan raja Galuh yang masih bersaudara dengan Sri Baduga Maharaja. Ia melakukan petualangan hingga ke kawasan Timur sekitar pinggiran Sungai Cimanuk. Prabu Tajimalela masih memiliki sejumlah nama, antara lain: Prabu Resi Agung Cakra Buana, Batara Tuntang Buana, dan Aji Putih. Dalam Waruga Jagat yang telah disalin dari huruf Arab ke dalam tulisan latin (1117 H), antara lain dikatakan: "Ari putrana Sang Dewa Guru Haji Putih, nyaeta Sang Aji Putih." Kehadiran Prabu Guru Adji Putih melahirkan perubahan baru dalam kemasyarakatan, yang telah dirintis sejak abad ke-8 oleh Sanghyang Resi Agung. Secara perlahan dusun-dusun di sekitar pinggiran sungai Cimanuk itu diikat oleh suatu struktur pemerintahan dan kemasyarakatan hingga berdirilah Kerajaan Tembong Agung yang merupakan cikal bakal Kerajaan Sumedang Larang. Kerajaan Tembong Agung tersebut, menurut riwayat teletak di Kampung Muhara, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja. Prabu Guru Haji Putih berputra Prabu Resi Tajimalela. Berdasarkan perbandingan generasi dalam Kropak 410 Tajimalela sejajar dengan tokoh Ragamulya (1340–1350) penguasa di Kawali dan tokoh Surya Dewata, ayahanda Batara Gunung Bitung di Majalengka. Memang belum diperoleh keterangan sumber yang menyebut–nyebut siapa gerangan istri Sang Prabu Resi Tajimalela. Namun, dalam beberapa sumber baik lisan maupun tertulis, dikatakan Prabu Resi Tadjimalela mempunyai dua orang putra: Prabu Gajah Agung dan Lembu Agung. Takhta kerajaan Sumedang Larang dari Prabu Tajimalela raja pertama dilanjutkan oleh putranya bernama Atmabrata yang lebih dikenal dengan sebutan Gajah Agung sebagai raja kedua Kerajaan Sumedang Larang yang berkedudukan di Cicanting. Kisah awal raja ini memang mirip dengan kisah awal Kerajaan Mataram. Menurut versi Babad Tanah Jawi, antara Ki Ageng Sela dengan Ki Ageng Pamanahan, Ki Ageng Sela memetik dan menyimpan buah kelapa muda, lalu ia pergi. Datang Ki Ageng Pamanahan yang kemudian meminumnya. Maka kemudian yang menjadi raja Ki Ageng Pamanahan. Demikian pula dalam naskah Layang Darmaraja, yang mengisahkan Prabu Lembu Agung dan Gajah Agung yang melanjutkan takhta kepemimpinan dari Prabu Resi Tajimalela. Dikisahkan, pada suatu ketika Prabu Tajimalela memanggil kedua putra kembarnya Lembu Agung dan Gajah Agung. Prabu Tajimalela berkata kepada mereka agar ada di antara salah seorang putranya ini yang bersedia melanjutkan kepemimpinannya."Adinda, adindalah kiranya yang lebih tepat menjadi raja," ujar Lembu Agung kepada adiknya. "Kakanda, sungguh tidak pantas adinda yang masih muda usianya, bila harus menjadi raja. Kakandalah yang lebih tepat," jawab Gajah Agung. Setelah di antara kedua putranya, masing - masing saling menunjuk siapa di antara mereka yang pantas menjadi raja, akhirnya Prabu Resi Tajimalela memetik buah kelapa muda lalu disimpannya kelapa tadi serta sebilah pedang. Mereka berdua disuruh menungguinya. "Adinda, tolong jaga kelapa ini. Kakanda hendak pergi ke jamban dulu," kata Lembu Agung seraya pergi meninggalkan Gajah Agung. Tiba - tiba sepeninggal Lembu Agung, Gajah Agung merasakan haus yang bukan kepalang. Apa boleh buat, untuk menghilangkan dahaganya, Prabu Gajah Agung kemudian mengupas kelapa itu dan diminumlah airnya. Karenanya, ketika Lembu Agung kembali lagi, Gajah Agung langsung menyampaikan permohonan maaf kepada Lembu Agung karena rasa bersalahnya telah meminum air kelapa yang semestinya dijaganya. Semula Prabu Gajah Agung menyangka, Prabu Lembu Agung akan memarahinya. Namun ternyata, dengan kebesaran jiwa Prabu Lembu Agung malah berkata: "Adinda, tampaknya suratan takdir telah menentukan, dengan diminumnya air kelapa tadi oleh adinda, sudah barang tentu Adindalah yang sekarang terpilih menjadi raja," ucap Lembu Agung.Singkat cerita, jadilah Prabu Gajah Agung meneruskan kepemimpinan Prabu Tajimalela, yang kemudian ia meninggalkan tempat menuju daerah di pinggiran Kali Cipeles untuk mendirikan kerajaan yang sekarang disebut Ciguling. Kemudian ia bergelar Prabu Pagulingan. Sementara kepemimpinan Prabu Gajah Agung kemudian digantikan oleh putranya, Wirajaya, yang lebih dikenal Sunan Pagulingan sebagai raja ketiga Kerajaan Sumedang Larang. Dalam Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, Sunan Pagulingan berkedudukan di Cipameungpeuk. Namun ada pula yang mengisahkan, kedudukan Kerajaan Sumedang Larang pada saat itu berada di Ciguling, Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Sumedang Selatan. Yang jelas, ketiga raja Sumedang Larang yang pertama ini masing- masing berkedudukan di tempat yang berbeda-beda. Ini merupakan suatu gejala, bahwa kerajaan tersebut belum permanen yang dapat ditinggali turun temurun oleh para penerus pemegang kekuasaannya. Keadaan tersebut berlangsung sampai beberapa generasi berikutnya. Putri sulung Pagulingan bernama Ratu Ratnasih alias Nyi Mas Rajamantri yang diperistri Sri Baduga Maharaja. Karena itu, adiknya bernama Martalaya menggantikan kedudukan ayahnya menjadi penguasa Kerajaan Sumedang Larang yang keempat dengan gelar Sunan Guling. Sunan Guling digantikan oleh putranya bernama Tirtakusumah atau Sunan Patuakan sebagai raja kelima Kerajaan Sumedang Larang. Kemudian, ia digantikan lagi oleh putri sulung bernama Sintawati alias Nyi Mas Patuakan sebagai raja keenam Sumedang Larang. Antara Ibu dan anak ini mempunyai gelar yang sama, yaitu Patuakan. Ratu Sintawati berjodoh dengan Sunan Corenda, raja Talaga. Putra Ratu Simbar Kencana dari Kusumalaya, putra Dewa Niskala. Dengan demikian, ia menjadi cucu menantu penguasa Galuh. Sunan Corenda mempunyai dua permaisuri, yakni Mayangsari putri Langlangbuana dari Kuningan dan Sintawati dari Sumedang. Dari Mayangsari, Sunan Corenda memperoleh putri bernama Ratu Wulansari alias Ratu Parung. Ratu Parung berjodoh dengan Rangga Mantri alias Sunan Parung Gangsa (Pucuk Umum Talaga), putra Munding Surya Ageung. Tokoh ini putra Sri Baduga. Sunan Parung Gangsa ditaklukkan oleh Cirebon tahun 1530 dan masuk Islam. Dari Sintawati putri sulung Sunan Guling, Sunan Corenda mempunyai putri bernama Setyasih, yang kemudian menjadi penguasa ketujuh Kerajaan Sumedang Larang dengan gelar Ratu Pucuk Umum. Ratu Pucuk Umum Menikah dengan Ki Gedeng Sumedang yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Santri. Pangeran ini adalah putra Pangeran Pamelakaran dari putri Sindangkasih. Pangeran Pamelekaran putra Maulana Abdurrahman alias Pangeran Panjunan putra Syekh Datuk Kahfi. Dengan perkawinan antara Ratu Setyasih dan Ki Gedeng Sumedang inilah agama Islam mulai menyebar di Sumedang pada tahun 1529. Pangeran Santri dinobatkan sebagai penguasa kedelapan Kerajaan Sumedang Larang pada tanggal 13 bagian gelap bulan Asuji tahun 1452 Saka, atau kira–kira 21 Oktober 1530 M, tiga bulan setelah penobatan Pangeran Santri. Pada tanggal 12 bagian terang bulan Margasira tahun 1452 di Keraton Pakungwati diselenggarakan perjamuan "syukuran" untuk merayakan kemenangan Cirebon atas Galuh dan sekaligus pula merayakan penobatan Pangeran Santri. Hal ini menunjukkan, bahwa Sumedang Larang telah masuk dalam lingkaran pengaruh Cirebon. Pangeran Santri adalah murid Susuhunan Jati. Pangeran Santri sebagai penguasa Sumedang pertama yang menganut Islam. Ia pula yang membangun Kutamaya sebagai Ibu kota baru untuk pemerintahannya. Dari perkawinannya dengan Ratu Pucuk Umum alias Ratu Inten Dewata, Pangeran Santri yang bergelar Pangeran Kusumahdinata I ini dikaruniai enam orang anak, yaitu: Pangeran Angkawijaya (Prabu Geusan Ulun) Kyai Rangga Haji Kyai Demang Watang Walakung Santowaan Wirakusumah Santowaan Cikeruh Santowaan Awiluar Yang melahirkan keturunan anak-cucu di Kecamatan Pagaden. Pangeran Santri wafat 2 Oktober 1579. Di antara putra-putri Pangeran Santri dari Ratu Inten Dewata (Pucuk Umum), yang melanjutkan pemerintahan di Sumedang Larang ialah Pangeran Angkawijaya bergelar Prabu Geusan Ulun sebagai raja kesembilan. Menurut Babad, daerah kekuasaan Geusan Ulun berbatasan dengan: Sungai Cipamali di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, di sebelah selatan dan utara dibatasi laut. Daerah kekuasaan Geusan Ulun dapat disimak dari isi surat Rangga Gempol III yang dikirimkan kepada Gubernur Jenderal Willem Van Outhoorn. Surat ini dibuat hari Senin, 2 Rabi'ul Awal tahun Je atau 4 Desember 1690, yang dimuat dalam buku harian VOC di Batavia tanggal 31 Januari 1691. Dalam surat tadi, Rangga Gempol III (Pangeran Panembahan Kusumahdinata VI) menuntut agar kekuasannya dipulihkan kembali seperti kekuasaan buyutnya, yaitu Geusan Ulun. Rangga Gempol III mengungkapkan bahwa kekuasaan Geusan Ulun meliputi 44 penguasa daerah Parahyangan yang terdiri dari 26 Kandaga Lante dan 18 umbul. Kabupaten Bandung, dipimpin oleh Ki Astamanggala Umbul Cihaurbeuti, gelar Tumenggung Wirangun-Angun Kabupaten Parakanmuncang, dipimpin oleh Ki Somahita Umbul Sindangkasih, gelar Tumenggung Tanubaya. Kabupaten Sukapura, dipimpin oleh Ki Wirawangsa Umbul Sukakerta, gelar Tumenggung Wiradegdaha (R. Wirawangsa) Ke–44 daerah di bawah kekuasaan Geusan Ulun meliputi: I. Di Kabupaten Bandung Timbanganten Batulayang Kahuripan Tarogong Curugagung Ukur Marunjung Daerah Ngabei Astramanggala II. Di Kabupaten Parakanmuncang Selacau Daerah Ngabei Cucuk Manabaya Kadungora Kandangwesi (Bungbulang) Galunggung (Singaparna) Sindangkasih Cihaur Taraju III. Di Kabupaten Sukapura Karang Parung Panembong Batuwangi Saung Watang (Mangunreja) Daerah Ngabei Indawangsa di Taraju Suci Cipiniha Mandala Nagara (Pameungpeuk) Cidamar Parakan Tiga Muara Cisalak Sukakerta Berdasarkan data yang dikirimkan Rangga Gempol III pada masa VOC, maka kekuasaan Prabu Geusan Ulun meliputi Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan Bandung. Batas di sebelah Timur adalah Garis Cimanuk–Cilutung ditambah Sindangkasih (daerah muara Cideres ke Cilutung). Di sebelah Barat garis Citarum–Cisokan. Batas di sebelah Selatan laut. Namun di sebelah Utara diperkirakan tidak meliputi wilayahnya karena telah dikuasai oleh Cirebon. Masa kekuasaan Prabu Geusan Ulun (1578–1601) bertepatan dengan runtuhnya Kerajaan Pajajaran akibat serangan Banten di bawah Sultan Maulana Yusuf. Sebelum Prabu Siliwangi meninggalkan Pajajaran mengutus empat Kandaga Lante untuk menyerahkan Mahkota serta menyampaikan amanat untuk Prabu Geusan Ulun yang pada dasarnya Kerajaan Sumedang Larang supaya melanjutkan kekuasaan Pajajaran. Geusan Ulun harus menjadi penerus Pajajaran. Dalam Pustaka Kertabhumi I/2 yang berbunyi: "Ghesan Ulun nyakrawartti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirna, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya ri Sumedang mandala" (Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh, yaitu sirna, di bumi Parahyangan. Keraton raja Sumedang ini terletak di Kutamaya dalam daerah Sumedang), selanjutnya diberitakan "Rakyan Samanteng Parahyangan mangastungkara ring sira Pangeran Ghesan Ulun" (Para penguasa lain di Parahiyangan merestui Pangeran Geusan Ulun). Keempat orang bersaudara, senapati dan pembesar Pajajaran yang diutus ke Sumedang tersebut, yaitu: Jaya Perkosa (Sanghyang Hawu); Wiradijaya (Nangganan); Kondang Hapa; dan Pancar Buana (Embah Terong Peot). Dalam Pustaka Kertabhumi I/2 menceritakan keempat bersaudara itu: "Sira paniwi dening Prabu Ghesan Ulun, Rikung sira rumaksa wadyabala, sinangguhan niti kaprabhun mwang salwirnya" (Mereka mengabdi kepada Prabu Geusan Ulun. Di sana mereka membina bala tentara, ditugasi mengatur pemerintahan dan lain–lain), sehingga penobatan Prabu Geusan Ulun sebagai nalendra penerus Kerajaan Sunda Pajajaran dan Raja Sumedang Larang ke–9 mendapat restu dari 44 penguasa daerah Parahyangan yang terdiri dari 26 Kandaga Lante, Kandaga Lante adalah semacam kepala yang satu tingkat lebih tinggi daripada cutak (camat) dan 18 umbul dengan cacah sebanyak ± 9000 umpi, untuk menjadi nalendra baru pengganti penguasa Pajajaran yang telah sirna. Pemberian pusaka Pajajaran pada tanggal 22 April 1578 akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Sumedang. Jaya Perkosa adalah bekas senapati Pajajaran, sedangkan Batara Wiradijaya sesuai julukannya bekas Nangganan. Menurut Kropak 630, jabatan Nangganan lebih tinggi setingkat dari menteri, namun setingkat lebih rendah dari Mangkubumi. Di samping itu, menurut tradisi hari pasaran Legi (Manis), merupakan saat baik untuk memulainya suatu upaya besar dan sangat penting. Peristiwa itu dianggap sangat penting karena pengukuhan Geusan Ulun sebagai "nyakrawartti" atau nalendra adalah semacam proklamasi kebebasan Sumedang yang mensejajarkan diri dengan Kerajaan Banten dan Kerajaan Cirebon. Arti penting lain yang terkandung dalam peristiwa itu adalah pernyataan bahwa Sumedang Larang menjadi ahli waris serta penerus yang sah dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran, di bumi Parahyangan. Mahkota dan beberapa atribut kerajaan yang dibawa oleh senapati Jaya Perkosa dan diserahkan kepada Prabu Geusan Ulun adalah bukti legalisasi kebesaran Sumedang Larang. Berdasarkan bukti sejarah, baik yang tertulis maupun babad atau cerita rakyat, maka penetapan Hari Jadi Sumedang ditetapkan berdasarkan pertimbangan sejarah. Serangan laskar gabungan Banten, Pakungwati, Demak, dan Angke pada abad XVI ke Pajajaran, merupakan peristiwa yang membuat Kerajaan Pajajaran runtag (runtuh). Berakhirnya Pajajaran pada waktu itu, tidak menyeret Sumedang Larang dibawah kepemimpinan Pangeran Santri ikut runtuh pula. Soalnya, sebagian rakyat Sumedang Larang pada itu sudah memeluk Agama Islam. Justru dengan berakhirnya masa kekuasaan Pajajaran, Sumedang Larang kian berkembang. Penetapan Hari Jadi Penetapan Hari Jadi Kabupaten Sumedang erat kaitannya dengan peristiwa di atas. Terdapat tiga sumber yang dijadikan pegangan dalam menentukan Hari Jadi Kabupaten Sumedang: Pertama: Kitab Waruga Jagat, yang disusun Mas Ngabehi Perana tahun 1117 H. Kendati tak begitu lengkap isinya, namun sangat membantu dalam upaya mencari tanggal tepat untuk dijadikan pegangan atau penentuan Hari Jadi Sumedang. "Pajajaran Merad Kang Merad Ing Dina Selasa Ping 14 Wulan Syafar Tahun Jim Akhir," artinya: Kerajaan Pajajaran runtuh pada 14 Syafar tahun Jim Akhir. Kedua: Buku Rucatan Sejarah yang disusun Dr. R. Asikin Widjaya Kusumah yang menyertakan antara lain: "Pangeran Geusan Ulun Jumeneng Nalendra (harita teu kabawa kasasaha) di Sumedang Larang sabada burak Pajajaran," artinya: Pangeran Geusan Ulun menjadi raja yang berdaulat di Sumedang Larang setelah Kerajaan Pajajaran berakhir. Tiga: Dibuat Prof. Dr. Husein Djajadiningrat berjudul: Critise Beshuocing van de Sejarah Banten. Desertasi ini antara lain menyebutkan serangan tentara Islam ke Ibu kota Pajajaran terjadi pada tahun 1579, tepatnya Ahad 1 Muharam tahun Alif. Mengacu pada ketiga sumber di atas, maka dalam diskusi untuk menentukan Hari Jadi Sumedang yang dihadiri para sejarawan masing–masing Drs. Said Raksa Kusumah; Drs. Amir Sutaarga; Drs. Saleh Dana Sasmita; Dr. Atja dan Drs. A Gurfani, berhasil menyimpulkan bahwa 14 Syafar Tahun Jim Akhir itu jatuh pada tahun 1578 Masehi, bukan tahun 1579, tepatnya 22 April 1578. Atas dasar itu DPRD Daerah Tingkat II Sumedang waktu itu, dalam Keputusan Nomor 1/Kprs/DPRD/Smd/1973, Tanggal 8 Oktober 1973, menetapkan tanggal 22 April 1578 sebagai Hari Jadi Sumedang. Pemerintahan Bupati Sumedang Dari Masa ke Masa Dewan Perwakilan Kecamatan Pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang berada di Kecamatan Sumedang Selatan. Penghargaan Pemerintah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat berhasil meraih predikat A atau Pelayanan prima dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Transportasi Bus Jaya Kusuma, Jurusan Depok–Sumedang via Tol Purbaleunyi Elf Buhe Jaya/Rukun Wargi, Jurusan Bandung–Cikijing (lewat Sumedang) dari Terminal Leuwi Panjang Bus Sahabat, Bus Bhinneka dan Elf Jurusan Bandung–Cirebon (lewat Sumedang) dari Terminal Cicaheum Bus Medal Sekarwangi (MS), Jurusan Sumedang–Jakarta Terminal Kampung Rambutan Bus Cahaya Bakti Utama (CBU), Jurusan Sumedang–Bekasi Via Tol Cipularang Bus Cipta Raya/Widia Jurusan Wado–Cikarang Via Subang–Tol Trans Jawa–Simpang Cikopo–Tol Cikarang Barat (Jababeka) Bus Eka Jurusan Bandung Cicaheum–Surabaya Via Pantura/Tol Trans Jawa–Solo–Ngawi–Madiun–Nganjuk Bus Harapan Jaya Jurusan Bandung Cicaheum–Blitar (Lewat Sumedang–Tol Trans Jawa–Ngawi–Madiun–Nganjuk–Kediri) Bus Goodwill Jurusan Bandung Cicaheum–Purwokerto (Lewat Sumedang–Cirebon–Tegal) Bus Arimbi Jurusan Sumedang–Merak via Tol Cipularang Bus Cahaya Bakti Utama (CBU), Jurusan Sumedang–Jakarta (Kampung Rambutan) Via Tol Cipularang Bus Damri Jurusan Bandung Cicaheum–Indramayu Via Sumedang–BIJB Kertajati–Jatitujuh–Tukdana–Widasari–Jatibarang Bus Damri Jurusan Bandung Cicaheum–Kuningan Via Sumedang– Tol Trans Jawa–Ciperna–Cilimus Bus Budiman Jurusan Tasikmalaya–Cikampek via Rajapolah–Gentong–Cipeundeuy Malangbong–Lingkar Cikareo (Wado)–Darmaraja–Sumedang–Tanjung Siang–Jalan Cagak–Subang–Kalijati–Tol Trans Jawa–Simpang Cikopo Lihat juga Kerajaan Sumedang Larang Museum Prabu Geusan Ulun Cadas Pangeran RSUD Kabupaten Sumedang Referensi Pranala luar Sumedang Sumedang
4075
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Tasikmalaya
Kabupaten Tasikmalaya
Kabupaten Tasikmalaya () adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Singaparna. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kota Tasikmalaya di utara, Samudra Hindia di selatan, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran di timur, dan Kabupaten Garut di barat. Terletak di tenggara daerah Priangan, Kabupaten Tasikmalaya sejauh ini dinilai sebagai kabupaten paling besar dan berperan penting di wilayah Priangan Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten ini merupakan daerah hijau, terutama pertanian dan kehutanan, sementara petani menetap sebagai mayoritas penduduk. Kabupaten Tasikmalaya terkenal akan produksi kerajinan, salak, sementara tutug oncom adalah makanan terkenal dari kabupaten ini. Kabupaten Tasikmalaya juga dikenal sebagai pusat keagamaan besar di Jawa Barat, yang memiliki lebih dari 1318 pesantren tersebar di penjuru wilayah Kabupaten. Etimologi Toponomi Pada awalnya, nama yang menjadi cikal-bakal Tasikmalaya terdapat di daerah Sukapura. Sukapura dahulunya bernama Tawang atau Galunggung, sering juga disebut Tawang-Galunggung. Tawang berarti sawah atau tempat yang luas terbuka. Penyebutan Tasikmalaya menuncul setelah Gunung Galunggung meletus sehingga wilayah Sukapura berubah menjadi Tasik (danau, laut) dan malaya dari (ma)layah yang bermakna ngalayah (bertebaran) atau deretan pegunungan di pantai Malabar (India). Jadi Tasikmalaya berarti danau yang bertebaran atau danau di gugusan bukit. Namun secara bahasa Sunda, Tasikmalaya juga mengandung arti keusik ngalayah, bermakna banyak pasir di mana-mana. Geografi Sebagian besar wilayah Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah perbukitan, khususnya di daerah timur Kabupaten. Beberapa berupa pegunungan, seperti yang terlihat di bagian barat laut di mana pegunungan Galunggung berada. Hanya 13.05% bagian dari Kabupaten yang terletak di dataran rendah dengan ketinggian dari nol hingga 200 meter. Sementara ketinggian rata-rata dari Kabupaten ini adalah 200 hingga 500 meter. Sisanya menjulang hingga ketinggian puncak Gunung Galunggung 2,168 meter. Kabupaten ini dilalui oleh rantai gunung berapi di Pulau Jawa, di mana daerah ini secara alami memiliki tanah yang kaya dan subur, dan memberikan kelimpahan sumber daya air. Kabupaten Tasikmalaya juga berada rendah di rongga lereng gunung, yang memasok tangkapan curah hujan dan kawasan resapan air lebih banyak. Kelebihan tersebut didukung oleh iklim tropis hutan hujan di mana Kabupaten Tasikmalaya mendapatkan hujan deras. Iklim Seperti halnya kabupaten-kabupaten lain di Priangan, Tasikmalaya mengalami iklim tropis hutan hujan. Kabupaten ini menerima curah hujan tahunan rata-rata 2,072 mm. Meskipun mendapatkan hujan deras, Kabupaten ini memiliki temperatur yang sedang. Suhu rata-rata harian Kabupaten Tasikmalaya bervariasi, berkisar antara 20 ° sampai 34 °C di daerah dataran rendah dan 18 ° sampai 22 °C di daerah dataran tinggi. Letak Kabupaten Tasikmalaya meliputi area seluas 2,563.35 km persegi. Kabupaten Tasikmalaya ini berbatasan dengan Kabupaten Garut dari sebelah barat, dibatasi oleh dataran tinggi Pegunungan Galunggung, sepanjang barat daya hingga barat laut. Jauh ke utara, Kabupaten Tasikmalaya berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan berlanjut hingga ke tenggara berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran. Selain itu, Kabupaten berbagi sedikit daerahnya dengan Kota Tasikmalaya, yang terletak di perbatasan timur laut. Sementara di selatan, Kabupaten Tasikmalaya dibatasi oleh Samudra Hindia. Kabupaten Tasikmalaya memiliki bentangan terjauh dari utara ke selatan sekitar 75 km, dan sekitar 56,25 km dari timur ke barat. Sejarah Dimulai pada abad ke VII sampai abad ke XII di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Tasikmalaya, diketahui adanya suatu bentuk Pemerintahan Kebataraan dengan pusat pemerintahannya di sekitar Galunggung, dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari Kerajaan Galuh) atau dengan kata lain raja baru dianggap sah bila mendapat persetujuan Batara yang bertakhta di Galunggung. Batara atau sesepuh yang memerintah pada masa abad tersebut adalah sang Batara Semplakwaja, Batara Kuncung Putih, Batara Kawindu, Batara Wastuhayu, dan Batari Hyang yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari kebataraan menjadi kerajaan. Kerajaan ini bernama Kerajaan Galunggung yang berdiri pada tanggal 13 Bhadrapada 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 dengan penguasa pertamanya yaitu Batari Hyang, berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya. Dari Sang Batari inilah mengemuka ajarannya yang dikenal sebagai Sang Hyang Siksakanda ng Karesian. Ajarannya ini masih dijadikan ajaran resmi pada zaman Prabu Siliwangi (1482-1521 M) yang bertahta di Pakuan Pajajaran. Kerajaan Galunggung ini bertahan sampai 6 raja berikutnya yang masih keturunan Batari Hyang. Periode modern Periode selanjutnya adalah periode pemerintahan di Sukakerta dengan Ibu kota di Dayeuh Tengah (sekarang termasuk dalam Kecamatan Salopa, Tasikmalaya), yang merupakan salah satu daerah bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Penguasa pertama adalah Sri Gading Anteg yang masa hidupnya sezaman dengan Prabu Siliwangi. Dalem Sukakerta sebagai penerus takhta diperkirakan sezaman dengan Prabu Surawisesa (1521-1535 M) Raja Pajajaran yang menggantikan Prabu Siliwangi. Pada masa pemerintahan Prabu Surawisesa kedudukan Pajajaran sudah mulai terdesak oleh gerakan kerajaan Islam yang dipelopori oleh Cirebon dan Demak. Sunan Gunung Jati sejak tahun 1528 berkeliling ke seluruh wilayah tanah Sunda untuk mengajarkan Agama Islam. Ketika Pajajaran mulai lemah, daerah-daerah kekuasaannya terutama yang terletak di bagian timur berusaha melepaskan diri. Mungkin sekali Dalem Sukakerta atau Dalem Sentawoan sudah menjadi penguasa Sukakerta yang merdeka, lepas dari Pajajaran. Tidak mustahil pula kedua penguasa itu sudah masuk Islam. Periode selanjutnya adalah pemerintahan di Sukapura yang didahului oleh masa pergolakan di wilayah Priangan yang berlangsung lebih kurang 10 tahun. Munculnya pergolakan ini sebagai akibat persaingan tiga kekuatan besar di Pulau Jawa pada awal abad XVII Masehi: Mataram, Banten, dan VOC yang berkedudukan di Batavia. Wirawangsa sebagai penguasa Sukakerta kemudian diangkat menjadi Bupati daerah Sukapura, dengan gelar Wiradadaha I, sebagai hadiah dari Sultan Agung Mataram atas jasa-jasanya membasmi pemberontakan Dipati Ukur. Ibu kota negeri yang awalnya di Dayeuh Tengah, kemudian dipindah ke Leuwiloa Sukaraja dan “negara” disebut “Sukapura”. Berdasarkan titimangsa dari Piagam Sultan Agung Mataram, Sukapura terbentuk pada 9 Muharram Taun Alip yang bersamaan dengan 16 Juli 1633 atau 20 April 1641. Setelah Pasundan diserahkan oleh Susuhunan Pakubuwana I kepada Kompeni, berdasarkan perjanjian 5 Oktober 1705, Kabupaten Sukapura berada dalam pengawasan Kepala Bupati (Opsigter-Regent) yang berkedudukan di Cirebon. Pada masa pemerintahan R.T. Surialaga (1813-1814) ibu kota Kabupaten Sukapura dipindahkan ke Tasikmalaya. Kemudian pada masa pemerintahan Wiradadaha VIII ibu kota dipindahkan ke Manonjaya (1832). Perpindahan ibu kota ini dengan alasan untuk memperkuat benteng-benteng pertahanan Belanda dalam menghadapi Diponegoro. Alasan lain adalah sedang giatnya pembangunan Jalan Pos dan Jalan Kereta Api menuju Tasikmalaya, di samping banyaknya Orang Belanda yang membuka lahan perkebunan karet dan teh di Tasikmalaya Selatan. Pada tanggal 1 Oktober 1901 ibu kota Sukapura dipindahkan kembali ke Tasikmalaya. Latar belakang pemindahan ini cenderung berdasarkan alasan ekonomis bagi kepentingan Belanda. Pada waktu itu daerah Galunggung yang subur menjadi penghasil kopi dan nila. Sebelum diekspor melalui Batavia terlebih dahulu dikumpulkan di suatu tempat, biasanya di ibu kota daerah. Letak Manonjaya kurang memenuhi untuk dijadikan tempat pengumpulan hasil-hasil perkebunan yang ada di Galunggung. Nama Kabupaten Sukapura pada tahun 1913, masa pemerintahan Bupati XIV Sukapura diganti namanya menjadi Kabupaten Tasikmalaya dengan R.A.A Wiratanuningrat (1908-1937) sebagai Bupatinya. Tanggal 21 Agustus 1111 Masehi dijadikan Hari Jadi Tasikmalaya berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang dibuat sebagai tanda upacara penahbisan atau penobatan Batari Hyang sebagai Penguasa di Galunggung. Sejarah pemerintahan Bupati (1641-1937) 1641-1674: Raden Ngabehi Wirawangsa (Raden Tumenggung Wiradadaha I) 1674: Raden Jayamanggala (Raden Tumenggung Wiradadaha II) 1674-1723: Raden Anggadipa I (Raden Tumenggung Wiradadaha III) 1723-1745: Raden Subamanggala (Raden Tumenggung Wiradadaha IV) 1745-1747: Raden Secapati (Raden Tumenggung Wiradadaha V) 1747-1765: Raden Jaya Anggadireja (Raden Tumenggung Wiradadaha VI) 1765-1807: Raden Djayamanggala II (Raden Tumenggung Wiradadaha VII) 1807-1837: Raden Anggadipa II (Raden Tumenggung Wiradadaha VIII) 1837-1844: Raden Tumenggung Danudiningrat 1844-1855: Raden Tumenggung Wiratanubaya 1855-1875: Raden Tumenggung Wiraadegdana 1875-1901: Raden Tumenggung Wirahadiningrat 1901-1908: Raden Tumenggung Prawirahadingrat 1908-1937: Raden Tumenggung Wiratanuningrat Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Kota Tasikmalaya pernah menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Tasikmalaya, tetapi kini menjadi kota otonom sejak 21 Juni 2001. Sejak itu, secara bertahap pusat pemerintahan kabupaten ini dipindahkan ke Kecamatan Singaparna. Demografi Kependudukan Pada tahun 2017 tercatat penduduk Kabupaten Tasikmalaya berjumlah 1.735.998 jiwa dengan kepadatan 641/km². Bahasa Bahasa sehari-hari masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya adalah bahasa Sunda dialek Priangan sub-dialek Tasikmalaya. Agama Agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Tasikmalaya. Kabupaten Tasikmalaya juga dijuluki sebagai "Kota Santri" karena melekatnya nilai-nilai islam pada kehidupan masyarakat. Lalu ada sebagian kecil pemeluk agama Katolik, Protestan, Buddha dan Konghucu. Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya memiliki sejumlah perguruan tinggi, di antaranya Institut Agama Islam Cipasung (IAIC) Singaparna dan Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM) Suryalaya. Selain itu, Tasikmalaya dikenal memiliki sejumlah pondok pesantren di antaranya Pondok Pesantren Cipasung, Miftahul Huda Manonjaya, KH. Zainal Musthafa Sukamanah & Sukahideng dan Pondok Pesantren lainnya yang hampir merata ada disetiap desa. Perguruan Tinggi Institut Agama Islam Cipasung (IAIC), Singaparna, Tasikmalaya Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah, di Pagerageung Sekolah Tinggi Teknologi Cipasung (STT Cipasung), Singaparna, Tasikmalaya Transportasi Angkutan Kota wilayah Kabupaten Tasikmalaya dan Beberapa rute yang menghubungkan Kota Tasikmalaya dengan Kabupaten Garut. Stasiun Kabupaten Tasikmalaya memiliki 4 stasiun yang masih beroperasi, diantaranya: Lintas selatan Jawa Stasiun Cirahayu Stasiun Ciawi Stasiun Manonjaya Stasiun Rajapolah Selain itu, Kabupaten Tasikmalaya juga memiliki 5 stasiun di Jalur kereta api Padalarang–Kasugihan pada lintas utama selatan Pulau Jawa dan 6 stasiun di Jalur kereta api Tasikmalaya–Singaparna yang sudah berhenti beroperasi, yaitu: Stasiun Bantarkadu Stasiun Barengkok Stasiun Barolong Stasiun Cibanjaran Stasiun Cibodas Stasiun Cihonje Stasiun Cipari (Tasikmalaya) Stasiun Cirahong Stasiun Pirusa Stasiun Sukaseneg Stasiun Singaparna Ekonomi Perekonomian Tasikmalaya umumnya bertumpu pada sektor pertanian, peternakan, dan perikanan, selain juga bertumpu pada sektor pertambangan seperti pasir Galunggung yang memiliki kualitas cukup baik bagi bahan bangunan, industri, dan perdagangan. Adapun catatan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya menyebutkan bahwa, di tahun 2022, terdapat setidaknya 113.988 rumah tangga petani di Kabupaten Tasikmalaya. Tasikmalaya, terutama pada era sebelum 1980-an, dikenal sebagai basis perekonomian rakyat dan usaha kecil menengah seperti kerajinan dari bambu, batik, dan payung kertas. Selain itu, kota ini pun dikenal sebagai kota kredit akibat banyaknya pedagang dan perantau dari wilayah ini yang berprofesi sebagai pedagang yang menggunakan sistem kredit. Komoditas kreditan umumnya adalah barang-barang kelontong dan kebutuhan rumah tangga. Hingga Oktober 2022, menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya, 5.000 hektar lahan padi di Tasikmalaya dikhususkan untuk produksi padi organik, dengan setidaknya tiga kali panen dalam waktu setahun. Rerata produksi padi organik tiap hektar diperkirakan mencapai enam ton untuk sekali panen. Pariwisata Tempat Wisata menarik di Kabupaten Tasikmalaya: Kampung Naga Kampung Naga terletak sekitar 90 km dari Bandung. Masyarakat yang tinggal di daerah ini mempunyai tradisi lama yang tetap dipertahankan. Keunikan kampung ini adalah bangunan-bangunan rumah yang dibuat seragam, mulai dari bahan bangunan sampai pada potongan bangunan dan arah menghadapnya. Kerajinan Daerah Rajapolah amat terkenal dengan kerajinan anyaman. Di sini banyak dihasilkan tikar, anyaman dari bambu, mendongan, perabotan rumah tangga, dan sebagainya. Industri kecil lainnya yang amat menarik: Payung Tasik, Kelom Geulis dan Batik Tulis. Lingkungan industri kecil yang sedang pesat berkembang ialah Desa Sukaraja Kecamatan Rajapolah, yang menghasilkan industri anyaman mendongan dan berbagai kerajinan tangan lainnya. Hasil karya kerajinan tangan ini dapat ditemui dengan mudah di toko-toko yang berada di sepanjang Jalan Raya Rajapolah. Gunung Galunggung Letusan Gunung Galunggung terakhir, yang terjadi pada tanggal 5 April 1982, memberikan keuntungan di satu sisi. Sisa-sisa letusan itu sekarang berubah menjadi objek wisata yang indah mempesona, membentuk danau kawah dan sumber air panas. Pantai Cipatujah Pantai dengan keindahan alam laut, berpasir putih. Terletak di Kecamatan Cipatujah, sekitar 74 km dari kota Tasikmalaya. Rekreasi bisa dilakukan di muara sungai Cipatujah, mempergunakan perahu, memancing, serta bisa berbelanja berbagai macam buah pisangkec.cipatujah kab.tasikmalaya sangat indah . Pantai Sindangkerta Keistimewaan Pantai Sindangkerta, adalah taman laut yang disebut Taman Lengsar. Bisa digunakan sebagai tempat berenang. Jika air laut surut, maka di taman seluas 20 hektar itu, akan dijumpai karang laut, ikan hias, dan suaka alam satwa penyu hijau yang sudah langka kita temukan. Pantai Karang Tawulan Jarak dari kota Tasikmalaya 100 km, terletak di kecamatan Cikalong. Sebuah pantai berkarang dan landai, memiliki panorama laut yang mempesona. Agak ke timur, terdapat pulau kecil Nusa Manuk. Pada waktu-waktu tertentu, Nusa Manuk dihuni oleh berbagai macam jenis burung Curug Dengdeng Air terjun bertingkat ini terletak di Tawang, Cikatomas, Tasikmalaya. Bacaan lanjutan Aam Amaliah Rahmat (2017) Peranan Bupati R.A.A Wiratanuningrat dalam Pembangunan Kabupaten Tasikmalaya 1908-1937 Patanjala Vol 9 No 3 Wacana Pembentukan Provinsi Priangan Timur menjadi Provinsi Baru Kabupaten/Kota yang mungkin bergabung yang meliputi: Kabupaten Garut Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Ciamis Kabupaten Pangandaran Kabupaten Garut Utara (dalan proses pengajuan) Kota Tasikmalaya (Ibu Kota) Kota Garut (dalan proses pengajuan) Kota Singaparna (dalan proses pengajuan) Lihat pula Kerajaan Galunggung Kota Tasikmalaya Sejarah Tasikmalaya Kampung Naga Daftar tokoh Tasikmalaya Kerajaan Sumedang Larang Referensi Pranala luar Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya Sejarah Tasikmalaya 1820-1942 Peta Kabupaten Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya
4076
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten%20Banjarnegara
Kabupaten Banjarnegara
Banjarnegara () adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibu kotanya berada di kecamatan Banjarnegara. Kabupaten Banjarnegara terletak di antara 7° 12'–7° 31' Lintang Selatan dan 109° 29'–109° 45'50" Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah 106.970,997 ha atau 3,10 % dari luas seluruh Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang di sebelah utara, Kabupaten Wonosobo di sebelah timur, Kabupaten Kebumen di sisi selatan, serta Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga di sebelah barat. Geografi Bentang alam berdasarkan bentuk tata alam dan penyebaran geografis, wilayah ini dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: Zona Utara, adalah kawasan pegunungan yang merupakan bagian dari Dataran Tinggi Dieng, Pegunungan Serayu Utara. Daerah ini memiliki relief yang curam dan bergelombang. Di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang terdapat beberapa puncak, seperti Gunung Rogojembangan dan Gunung Prahu. Beberapa kawasan digunakan sebagai objek wisata, dan terdapat pula pembangkit listrik tenaga panas bumi. Zona sebelah utara meliputi kecamatan Kalibening, Pandanarum, Wanayasa, Pagentan, Pejawaran, Batur, Karangkobar, Madukara Zona Tengah, merupakan zona Depresi Serayu yang cukup subur. Bagian wilayah ini meliputi kecamatan Banjarnegara, Ampelsari, Bawang, Purwanegara, Mandiraja, Purworejo Klampok, Susukan, Wanadadi, Banjarmangu, Rakit Zona Selatan, merupakan bagian dari Pegunungan Serayu Selatan, merupakan daerah pegunungan yang memiliki relief curam meliputi kecamatan Pagedongan, Banjarnegara, Sigaluh, Mandiraja, Bawang, Susukan. Topografi Topografi wilayah ini sebagian besar (65% lebih) berada di ketinggian antara 100 s/d 1000 meter dari permukaan laut. Secara rinci pembagian wilayah berdasarkan topografi. Kurang dari 100 m dari permukaan air laut, meliputi luas 9,82 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Kecamatan Susukan dan Purworejo Klampok, Mandiraja, Purwanegara dan Bawang. Antara 100 – 500 m dari permukaan air laut, meliputi luas 37,04 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Punggelan, Wanadadi, Rakit, Madukara, sebagian Susukan, Mandiraja, Purwanegara, Bawang, Pagedongan, Banjarmangu dan Banjarnegara. Antara 500 -1.000 m dari permukaan air laut, meliputi luas 28,74% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Kecamatan Sigaluh, sebagian Banjarnegara, Pagedongan dan Banjarmangu. Lebih dari 1.000 m dari permukaan air laut, meliputi luas 24,40% dari seluruh wilayah Kabupaten Banjarnegara meliputi kecamatan Pejawaran, Batur, Wanayasa, Kalibening, Pandanarum, Karangkobar dan Pagentan. Sungai Serayu mengalir menuju ke Barat, serta anak-anak sungainya termasuk Kali Tulis, Kali Merawu, Kali Pekacangan, Kali Gintung dan Kali Sapi. Sungai tersebut dimanfaatkan sebagai sumber irigasi pertanian. Wilayah kabupaten Banjarnegara memiliki iklim tropis, dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/tahun, serta suhu rata-rata 20°- 26 °C. Sejarah Dalam perang Diponegoro, R.Tumenggung Dipoyudo IV berjasa kepada pemerintah mataram, sehingga di usulkan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono VII untuk di tetapkan menjadi bupati banjar berdasarkan Resolutie Governeor General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor I, untuk mengisi jabatan Bupati Banjar yang telah dihapus statusnya, berkedudukan di Banjarmangu dan dikenal dengan Banjarwatulembu. Usul tersebut disetujui. Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan komunikasi dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini dirasakan menjadi beban bagi bupati ketika dia harus menghadiri Pasewakan Agung pada saat-saat tertentu di Kasultanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah ini diputuskan untuk memindahkan ibu kota kabupaten ke selatan Sungai Serayu. Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibu kota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam. Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibu kota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi Banjarnegara (Banjar: Sawah, Negara: Kota). Lambang sebelum diubah Pada tanggal 17 Agustus 1967, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong (DPRDGR) Kabupaten Banjarnegara meluncurkan lambang daerahnya oleh M. Soedjirno, Bupati Banjarnegara ke-7. Lambang Banjarnegara didesain oleh Soehardjo, Wakil Bupati Banjarnegara periode 2006–2011. Ia menyebutkan bahwa lambang tersebut dibuat saat usianya 10 tahun dan merupakan hasil dari perlombaan (sayembara). Ia mengaku bahwa proses untuk dapat disahkan menjadi lambang resmi daerah tersebut berlangsung selama satu tahun, lalu pada dekade 1980-an lambangnya kemudian diberikan sengkalan di bawahnya yang menjadi motto daerah, , yang artinya "Bertekad melestarikan kemakmuran menuju kebahagiaan lahir-batin bagi rakyat dan pemerintahnya". Lambang tersebut berbentuk perisai hijau dengan tepi kuning. Di dalamnya terdapat padi 17 butir, kapas 8 kuntum bunga, segilima merah putih, bintang, pohon beringin, gunung dan daratan, sifon Belanda, sebilah keris, dan gelombang air. Lambang dengan sengkalan daerah ini dikukuhkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Banjarnegara Nomor 11 Tahun 1988 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Tentang Lambang Daerah. Perubahan lambang Pada tahun 2018, Pemkab Banjarnegara menghadirkan tanggal hari jadi yang baru, 26 Februari 1571. Akibat dari penetapan hari jadi yang baru ini, Pemkab Banjarnegara berencana untuk merevisi lambang daerahnya agar sesuai dengan hari jadinya yang baru itu. Pada tahun 2021, sejumlah rancangan lambang versi baru dibocorkan di media sosial. Sekda Banjarnegara Indarto menjelaskan bahwa lambang yang berseliweran ini muncul atas usulan masyarakat Banjarnegara. Namun, pihaknya menyebut bahwa perubahan tersebut masih dibahas di DPRD. Ada usulan dawet ayu yang muncul dari sejarawan Banjarnegara Heni Purwono. Di tengah-tengah pandemi, draf lambang daerah yang diusulkan oleh DPRD itu bocor, dengan hilangnya gambar beringin, diganti dengan Candi Arjuna yang ada di kompleks Candi Dieng l dengan latar belakang logo Kabupaten banjarnegara yg di dominasi Pegunungan / Daratan tinggi. Saat desain tersebut dituding berkaitan dengan sebuah kepentingan politik tertentu, Tuswadi, ilmuwan yang tergabung dalam anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia beranggapan bahwa beringin bukanlah simbol politik, melainkan perwujudan dari sila ketiga Pancasila, dan tak dapat "disandingkan dengan pohon di lambang partai". Bentuk final dari lambang tersebut akhirnya muncul di situs resmi Pemerintah Kabupaten Banjarnegara pada Februari 2022. Lambang tersebut mempertahankan mayoritas elemen lama, dengan menambah Candi Arjuna di Dieng, Gunung / Daratan Tinggi ,sawah dan ladang kentang, serta Bendungan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Motto daerah yang baru ini adalah sengkalan , yang dapat dimaknai sebagai 1571 Masehi. Secara maknawi, sengkalan ini bermakna "Bersatu padunya masyarakat dan pemerintah dalam membangun dan menata kehidupan demi terwujudnya baldatun ṭayyibatun wa rabbun ġafūr". Lambang ini dikukuhkan dengan Perda No. 1 Tahun 2022. Pemerintahan Daftar Bupati Dewan Perwakilan Kecamatan Pendidikan Di Banjarnegara juga terdapat perguruan tinggi baik negeri maupun swasta antara lain: Politeknik Banjarnegara STIE Taman Siswa STIMIK Tunas Bangsa STIT Tunas Bangsa STAI Tanbihul Ghofilin Kesehatan Rumah Sakit yang memiliki fasilitas yang memadai di antaranya: RSUD Kabupaten Banjarnegara RSI Bawang RS Imanuel Purwareja Klampok RSU PKU Muhammadiyah Banjarnegara Pariwisata Tempat Wisata Objek wisata yang ada di Banjarnegara, antara lain: Objek Wisata Dataran Tinggi Dieng Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas Arung Jeram Sungai Serayu Bendungan Panglima Besar Jenderal Soedirman Curug Pitu Surya Yudha Park Serayu Park Curug Muncar Gunung Tampomas Gunung Lanang Wadas Tumpang Bukit Asmara Situk Bukit Watu Sodong, Mandiraja Bukit Rumpit bike park , Mandiraja Wisata sawah Wates , Mandiraja Mandiraja View Garden Bukit Sikunang Curug Genting The Pikas Arum jeram serayu Transportasi Banjarnegara dilalui jalan nasional lintas tengah Jawa yang menghubungkan Jakarta dengan Surabaya melalui Purwokerto dan Yogyakarta. Klampok merupakan persimpangan jalur menuju Purbalingga dan Banyumas. Selain itu terdapat juga jalan provinsi yang menghubungkan Banjarnegara dengan Pekalongan & Batang, melintasi dataran tinggi Dieng, serta daerah Mandiraja sebagai penghubung antara Banjarnegara dengan Kebumen. Angkutan bus antarkota yang melewati Banjarnegara antara lain adalah jurusan Solo-Bawen-Wonosobo-Purwokerto, Semarang-Bawen-Wonosobo-Purwokerto, Wonosobo-Banjarnegara-Bandung, Wonosobo-Banjarnegara-Banyumas serta Banjarnegara-Jakarta. Stasiun Kabupaten Banjarnegara memiliki 15 stasiun di Jalur kereta api Purwokerto–Wonosobo yang tidak beroperasi, diantaranya: Stasiun Banjarnegara Stasiun Purwareja Stasiun Mandiraja Stasiun Bawang Stasiun Sigaluh Stasiun Gumiwang Halte Gandulekor Halte Binorong Halte Mantrianom Stasiun Singomerto Stasiun Perigi Stasiun Sokanandi Stasiun Tunggoro Stasiun Bandingan Stasiun Bojanegara (Banjarnegara) Referensi Pranala luar Banjarnegara Banjarnegara DAS Serayu